Palmer Drought Severity Index PDSI

5 hujan titik menimbulkan indeks yang terlalu basah over estimate. Kemudian oleh Historiawati 1987 di daerah Purwodadi dan Grobogan, Jawa Tengah, serta Turyanti 1995 di daerah Jawa Barat menyatakan bahwa evaluasi kekeringan menggunakan indeks Palmer menunjukkan tingkat kekeringan di Jawa Barat sangat bervariasi dengan nilai indeks sekitar -25 hingga 139. Nilai indeks ini sangat beragam, mulai ekstrim kering hingga ekstrim basah. Daerah Pantai Utara dan Pantai Selatan pada tahun 1987, 1991, 1994 mengalami kondisi cukup parah dengan nilai indeks kekeringan di bawah -10. Hasil dari ketiga penelitian tersebut menyatakan bahwa curah hujan dan indeks kekeringan yang dihasilkan memperlihatkan kecenderungan embutan yang sama.

2.5 Palmer Drought Severity Index PDSI

Analisis neraca air untuk meneliti kekeringan salah satunya dikembangkan oleh Palmer. Palmer menggunakan model dua lapis tanah yaitu lapisan atas dan lapisan bawah. Evapotranspirasi potensial diduga dari suhu rata-rata dengan metode yang telah dikembangkan oleh Thornthwaite. Hasil dari metode ini selain nilai index juga koefisien parameter iklim, yaitu koefisien limpasan run off , koefisien imbuhan recharge, koefisien evapotranspirasi, dan koefisien kehilangan lengas loss. Dari koefisien tersebut dilakukan perhitungan curah hujan yang telah terjadi selama bulan tertentu untuk mendukung evapotranspirasi, limpasan, dan cadangan lengas yang dipertimbangkan sebagai kondisi normal Hounam et al., 1975. Indeks kekeringan Palmer dapat menunjukkan indeks terlalu basah atau terlalu kering dari keadaan normalnya di suatu daerah Tabel 1. Metode Indeks kekeringan Palmer berguna untuk mengevaluasi kekeringan yang telah terjadi terutama di daerah-daerah semiarid dan yang beriklim sub-humid kering Guttman et al ., dalam Turyati 1995. Available Water Capacity AWC atau kapasitas air tersedia juga diperlukan dalam pengolahan data Palmer dan koordinat lintang juga diperlukan dalam perhitungan Palmer agar dapat mengetahui panjang hari didaerah tersebut. Menurut National Drought Mitigation Center, 2006 Palmer lebih baik digunakan pada area yang luas dan topografi yang seragam. Tabel 1. Kelas Indeks kekeringan Palmer dan Sifat Cuaca Hounam et al.,1975. 2.6 Analisis Neraca Air dengan Metode Thornthwaite Sebagaimana dijelaskan oleh Nugroho, 1998 mengenai neraca air dengan metode Thornthwaite-Mather bahwa air hujan yang di permukaan tanah, sebagian menjadi lengas tanah soil moisture, air tanah groundwater dan sebagian akan menjadi aliran permukaan surface run off . Persentase ketiga komponen tersebut tidak tetap. Tergantung pada faktor-faktor seperti jenis tanah khususnya tekstur tanah, tata guna lahan dan kedalaman perakaran. Kemampuan tanah untuk menyimpan air water holding capacity dapat diduga tanpa melakukan pengukuran langsung. Sedangkan lengas tanah ini akan selalu berubah-ubah tergantung dari evapotranspirasi dan hujan. Kapasitas air tersedia available water capacity merupakan air yang terikat antara kapasitas lapang dan titik layu tanaman. Air tersedia ini berupa air tersedia untuk tanah dijumlahkan sampai kedalaman akar dan dinyatakan sebagai air tersedia total. Jumlah air yang tersedia pada zone perakaran tergantung dari faktor meteorologi yaitu neraca antara curah hujan dan evapotranspirasi. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor tanah yang menyangkut hubungan antara kandungan air dalam tanah perkolasi. Nilai air tersedia dalam tanah besarnya beragam dari jenis tanah satu ke jenis tanah lainnya, bahkan banyak faktor yang mempengaruhinya. Lengas tanah merupakan faktor utama yang ditentukan oleh keadaan lengas sebelumnya. Palmer Classifications Indeks Kekeringan Sifat Cuaca ≥ 4.00 Ekstrim basah 3.00 - 3.99 Sangat basah 2.00 - 2.99 Agak basah 1.00 - 1.99 Sedikit basah 0.50 - 0.99 Awal selang basah 0.49 – -0.49 Normal -0.50 – -0.99 Awal selang kering -1.00 – -1.99 Sedikit kering -2.00 – -2.99 Agak kering -3.00 – -3.99 Sangat kering ≤ -4.00 Ekstrim kering Nilai ini memberikan petunjuk jumlah air yang terdapat di dalam tanah yang akan digunakan oleh tanaman pada bulan berikutnya. Selanjutnya dikatakan bahwa jika air tersedia tersebut terlalu kecil, maka hasil yang diperoleh cenderung lebih rendah terhadap cadangan air dalam tanah. Sebaliknya jika nilai air tersedia terlalu besar, terlebih lagi di daerah tropis dimana limpasan permukaannya cukup besar, maka akan cenderung lebih tinggi terhadap cadangan air dalam tanah. Dalam melakukan perhitungan, bulan dinyatakan basah apabila hujan lebih besar daripada evapotraspirasi dan sebaliknya, bulan kering jika hujan lebih kecil daripada evapotranspirasi potensial. Lengas untuk evapotranspirasi aktual disebut soil moisture use , sedangkan selisih antara evapotranspirasi aktual dan hujan disebut soil moisture defisit.

2.7 Keterkaitan Anomali Cuaca dengan Tingkat Kekeringan di Indonesia