ANALISIS KEKERINGAN DENGAN MENGGUNAKAN M

ANALISIS KEKERINGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE THEORY OF RUN STUDI KASUS DAS CIUJUNG SKRIPSI SULASTRI OKTAVIANI JURUSAN TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA BANTEN 2015

ANALISIS KEKERINGAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE THEORY OF RUN STUDI KASUS DAS CIUJUNG SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana S-1 Jurusan Teknik Sipil SULASTRI OKTAVIANI

3336111250

JURUSAN TEKNIK SIPIL – FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA BANTEN 2015

PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus, karena atas

kasih dan karunia-Nya Laporan S kripsi dengan judul “Analisis Kekeringan dengan Menggunakan Metode Theory of Run (Studi Kasus: DAS Ciujung)” dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan Skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Skripsi ini secara garis besar berisi tentang tingkat kekeringan yang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung, dampak kekeringan tersebut, dan langkah- langkah preventif untuk mencengah kekeringan.

Laporan Skripsi ini dapat Penulis selesaikan dengan baik atas bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak M. Fakhruriza Pradana, ST., MT dan Bapak Rama Indera Kusuma ST., MT selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

2. Ibu Restu Wigati, ST,. MEng dan Bapak Soedarsono ST,. MMT selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan dorongan sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Ibu Irma Suryani, ST., MSc selaku Koordinator Skripsi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan serta kritik yang membangun untuk menyempurnakan penulisan.

4. Ibu Rindu Twidi Bethari, ST., MT selaku Dosen Penguji I yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan memberikan masukan-masukan yang membantu Penulis dalam penyusunan Skripsi ini.

5. Pihak Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian yang telah

membantu dalam memberikan wawasan dan data yang Penulis butuhkan.

6. Bapak, Mama, Abang dan Kakak yang telah memberikan doa, semangat, masukan dan dorongan dalam bentuk moril maupun materil kepada Penulis.

7. Seluruh mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, khususnya angkatan 2011 yang telah memberikan dukungan kepada Penulis.

Penulis menyadari dalam Skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Laporan Skripsi ini.

Harapan Penulis semoga Laporan Skripsi ini bermanfaat bagi rekan-rekan Mahasiswa/i Teknik Sipil serta bagi semua pihak yang membacanya. Atas perhatiannya Penulis mengucapkan terimakasih.

Cilegon, Oktober 2015

Penulis

Halaman Persembahan

Karena TUHANlah yang menberikan hikmat, dari mulut-Nya

datang pengetahuan dan kepandaian. Amsal 2:6

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu

rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan , untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.

Yeremia 29:11

Karya Skripsi ini Kupersembahkan untuk: Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan hikmat dan kasih-Nya,

memimpin saya dalam penyelesaian Skripsi ini. Kepada Keluarga saya, M. Sihombing, S. Siallagan, Ari Tagor Sihombing, dan Yanna Rotua Sihombing yang telah mendukung saya dalam doa, materi dan spirit. Kepada Henrick PM dan seluruh Teman-teman seperjuangan, Civil Eleven, yang selalu ada untuk membantu dan menyemangati saya dalam masa-masa kuliah, khususnya dalam pengerjaan Skripsi ini.

Analisis Kekeringan dengan Menggunakan Metode Theory of Run

Studi Kasus DAS Ciujung

Sulastri Oktaviani INTISARI

Letak geografis diantara dua benua dan dua samudra serta terletak di sekitar garis khatulistiwa merupakan faktor klimatologis penyebab banjir dan kekeringan di Indonesia. Kekeringan merupakan parameter yang seharusnya dapat diukur seperti halnya banjir, terutama kekeringan meteorologi yang sepenuhnya berasal dari hujan.

Studi ini bertujuan untuk melakukan analisis untuk mengetahui tingkat kekeringan, durasi kekeringan dan pola kekeringan yang dapat terjadi di suatu daerah, sehingga bisa dijadikan sebagai peringatan awal akan adanya kekeringan yang lebih jauh. Data yang digunakan adalah data hujan bulanan selama 17 tahun di 6 stasiun hujan di DAS Ciujung, diantaranya stasiun Bojongmanik, Pamarayan, Pipitan, Cibeureum, Pasir Ona, dan Sampang Peundeuy. Metode yang di gunakan adalah Theory of Run , dengan perhitungan indeks kekeringan berupa durasi kekeringan terpanjang dan jumlah kekeringan terbesar dengan periode ulang tertentu di suatu wilayah.

Hasil penelitian menunjukkan dari keenam stasiun hujan, Stasiun Bojongmanik memiliki durasi dan defisit hujan yang paling besar, yaitu pada kala ulang 20 tahun dengan defisit 1574 mm, sedangkan stasiun Cibeureum memiliki durasi dan defisit hujan yang paling kecil, yaitu pada kala ulang 20 tahun dengan defisit 468 mm. Dan dari hasil perhitungan klasifikasi tingkat kekeringan dapat disimpulkan bahwa DAS Ciujung memiliki kondisi normal basah.

Kata kunci: Analisis Kekeringan, Sungai Ciujung, Theory of Run

Drought Analysis Using Theory of Run Method Case Study Ciujung Watershed

Sulastri Oktaviani ABSTRACT

Geographical location between two continents and two oceans and also in the equator line is a climatological factor that cause floods and droughts in Indonesia. Drought is a measurable parameter, as well as flood, especially meteorological drought that entirely caused by rain.

The aim of this study is to conduct an analysis to determine drought’s level, duration, and pattern that could possibly happen in an area, so it can be used as an early warning of an upcoming and worse drought. The analyzed data is the data of rain frequency in a month for 17 years in 6 rain station in Ciunjung Watershed, i.e. Bojongmanik, Pamarayan, Pipitan, Cibeureum, Pasir Ona, dan Sampang Peundeuy. The used method is Theory of Run, with drought index calculation will be longest

drought’s duration and highest drought’s number with a specific repeated period in an area.

The results showed that, among all of the sixth rain station, Station Bojongmanik duration and deficit rainfall is the greatest. It has deficit of 1574 mm for about 20 years. In other side, Station Cibeureum has the smallest duration and deficit rainfall. It has deficit of 468 mm for about 20 years. From the calculation of the classification level of drought, it is concluded that Ciujung Watershed have normal wet conditions.

Keywords: Analysis of Drought, Ciujung River, Theory of Run

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung

2. Data Asli Curah Hujan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung

3. Pengisian Data Kosong

4. Perhitungan Korelasi

5. Perhitungan Kurva Massa Ganda ( Double Mass Curve )

6. Analisis Kekeringan Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung dengan Menggunakan Theory of Run

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Letak geografis diantara dua benua dan dua samudra serta terletak di sekitar garis khatulistiwa merupakan faktor klimatologis penyebab banjir dan kekeringan di Indonesia. Posisi geografis ini menyebabkan Indonesia berada pada belahan bumi dengan iklim monsoon tropis yang sangat sensitif terhadap anomali iklim El Nino Southern Oscillation (ENSO). ENSO menyebabkan terjadinya kekeringan apabila kondisi suhu permukaan laut di Pasifik Equator bagian tengah hingga timur menghangat (El Nino). Faktor penyebab kekeringan adalah adanya penyimpangan iklim, adanya gangguan keseimbangan hidrologis dan kekeringan agronomis. (BMKG, 2011)

Kekeringan merupakan parameter yang seharusnya dapat diukur seperti halnya banjir, terutama kekeringan meteorologi yang sepenuhnya berasal dari hujan. Pada saat kekeringan melanda suatu wilayah, seringkali kurang disadari oleh karena dampaknya belum dirasakan. Hal ini terjadi akibat kurangnya informasi mengenai awal, akhir dan besarnya kekeringan yang seharusnya dapat dihitung dan dijadikan dasar perkiraan bagi dampak yang mungkin terjadi sehingga upaya mitigasi dapat dilakukan secepat mungkin jauh sebelum dampak terjadi. Ada kecenderungan bahwa kekeringan lebih sering terjadi dan intensitas meningkat serta durasinya bertambah panjang, sesuai kajian dari Adidarma dkk (2009) dan Puslitbang SDA (2012).

Selain banjir, masalah yang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung adalah kekeringan. Kekeringan parah terakhir yang terjadi di DAS Ciujung dan DAS sekitarnya, yaitu DAS Cidanau dan DAS Cidurian adalah tahun 2012. Bencana kekeringan ini mengakibatkan keringnya saluran irigasi dan sangat kurangnya pasokan air baku untuk di gunakan masyarakat sekitar, Selain banjir, masalah yang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung adalah kekeringan. Kekeringan parah terakhir yang terjadi di DAS Ciujung dan DAS sekitarnya, yaitu DAS Cidanau dan DAS Cidurian adalah tahun 2012. Bencana kekeringan ini mengakibatkan keringnya saluran irigasi dan sangat kurangnya pasokan air baku untuk di gunakan masyarakat sekitar,

Di wilayah tropis, termasuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung, penelitian tentang kekeringan masih jarang dilakukan. Oleh karena itu, terdapat peluang untuk menganalisis pola kekeringan di DAS Ciujung, seperti mengetahui durasi dan volume defisit maksimum. Pola kekeringan berguna untuk mencegah kerusakan pada kondisi kekeringan dan mengetahui kondisi- kondisi normal seperti pada saat kekeringan hidrologi agar reservoir di wilayah kajian dapat bekerja saat kondisi tersebut (Zelenhasic 2002).

Tujuan dari studi ini adalah melakukan analisis untuk mengetahui tingkat kekeringan, durasi kekeringan dan pola kekeringan yang dapat terjadi di suatu daerah, sehingga bisa dijadikan sebagai peringatan awal akan adanya kekeringan yang lebih jauh. Kekeringan dapat diketahui atau dianalisis dengan menggunakan beberapa metode, diantaranya Percent of Normal, Desil, Standardized Precipitation Index (SPI), Palmer Drought Severity Index (PDSI), dan Theory of Run .

Dengan menggunakan Theory of Run dapat dilakukan perhitungan indeks kekeringan berupa durasi kekeringan terpanjang dan jumlah kekeringan terbesar dengan periode ulang tertentu di suatu wilayah. Indeks kekeringan tersebut dapat digunakan untuk mengindikasikan tingkat keparahan kekeringan yang terkandung dalam seri data hujan. Tingkat keparahan kekeringan digambarkan oleh periode ulang. Indeks kekeringan perlu diketahui agar perencanaan waduk tidak mengalami overdesign (jika periode ulang kekeringan terlalu tinggi) atau sebaliknya.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang dan identifikasi masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah dalam uji kepanggahan data layak digunakan untuk analisis kekeringan?

2. Bagaimana kaitan nilai beberapa stasiun hujan terhadap korelasi?

3. Berapa lama durasi kekeringan dan jumlah kekeringan dalam periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun dan 20 tahun yang terjadi di DAS Ciujung?

4. Bagaimana pola kekeringan yang terjadi di DAS Ciujung?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari analisis kekeringan adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kepanggahan data yang akan di analisis.

2. Mengetahui kaitan nilai korelasi beberapa stasiun hujan.

3. Menegetahui durasi kekeringan (Ln) dan jumlah kekeringan (Dn) dengan periode ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun dan 20 tahun di DAS Ciujung.

4. Mengetahui pola kekeringan yang terjadi di DAS Ciujung dengan menggunakan Theory of Run .

D. Manfaat Penelitian

Tingkat kekeringan dan jumlah kekeringan yang dihasilkan dapat dimanfaatkan dalam:

1. Perencanaan bangunan air, seperti menentukan kapasitas tampungan waduk

2. Pengoperasian bangunan air, seperti operasi bangunan irigasi di musim kemarau

3. Penanggulangan dan pengurangan dampak kekeringan, meliputi penyusunan strategi yang bersifat reaktif dan proaktif.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah DAS Ciujung, yang memiliki luas daerah 1.987 km 2 , dan mencakup 10 stasiun curah hujan, diantaranya

Bojongmanik, Cibeureum, Sampang Pendeuy, Ciminyak, Cibologer, Cadasari, Pamarayan, Pasir Ona, Pipitan, dan Ragas Hilir.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Analisis Kekeringan dengan Menggunakan Medote Theory of Run Studi Kasus DAS Ciujung Sumber: sda.pu.go.id

Gambar 2. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung Sumber: BBWS Ciujung - Cidanau - Cidurian

F. Batasan Masalah

Agar masalah tidak melebar, maka pembahasan yang dilakukan sebagai berikut:

1. Analisis kekeringan dilakukan di 10 stasiun pos hujan DAS Ciujung.

2. Analisis menggunakan metode Theory of Run untuk mengetahui durasi kekeringan dan jumlah kekeringan dengan periode ulang 2 tahun, 5 tahun,

10 tahun, 15 tahun dan 20 tahun di DAS Ciujung.

3. Menggunakan Reciprocal Methode untuk pengisian kekosongan data hujan.

4. Analisis kekeringan dilakukan di stasiun-stasiun hujan di DAS Ciujung yang memenuhi nilai koefisien korelasi cukup (0,61 – 0,80).

G. Keaslian Penelitian

Penelitian analisis kekeringan ini telah diteliti oleh beberapa orang. Namun setiap penelitian memiliki lokasi dan waktu yang berbeda. Analisis kekeringan dengan menggunakan metode Theory of Run studi kasus DAS Ciujung ini belum pernah dilakukan oleh orang lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian yang dilakukan oleh Adyansyah Pratama (2014) dengan

judul “ Analisa Kekeringan Menggunakan Metode Theory of Run Pada Sub

DAS Ngrowo ” meninjau tingkat kekeringan dan durasi kekeringan yang dapat terjadi di Sub DAS Ngrowo. Salah satu metode untuk analisa kekeringan adalah menggunakan metode Theory of Run . Metode ini bertujuan untuk melakukan penghitungan kekeringan berupa durasi kekeringan terpanjang dan jumlah kekeringan terbesar pada lokasi stasiun hujan yang tersebar di suatu wilayah. Data hujan yang digunakan adalah data hujan bulanan selama 20 tahun (1993-2012) dari 18 stasiun hujan. Setelah melakukan analisa kekeringan menggunakan metode theory of run dibuat peta kekeringan dengan bantuan metode interpolasi kriging pada software Arc GIS. Hasil studi menunjukkan bahwa durasi kekeringan paling lama sebesar 17 bulan yang terjadi pada tahun 1998, untuk jumlah kekeringan kumulatif terbesar terjadi juga pada tahun 1998 dengan jumlah -2303 mm. Dari hasil analisa juga disimpulkan bahwa kekeringan meteorologi berhubungan dengan kekeringan hidrologi. Selain itu kekeringan meteorologi yang terjadi juga memiliki korelasi terhadap nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang merupakan indikator terjadinya El Nino.

Penelitian yang dilakukan oleh Basillius Retno Santoso dengan judul

“ Penerapan Teori Run untuk Menentukan Indeks Kekeringan di Kecamatan

Entikong ” meninjau tingkat kekeringan berdasarkan intensitas curah hujan yang ada di Kecamatan Entikong yang meliputi jumlah bulan kering (durasi kekeringan) dan jumlah kekeringan (total hujan minimum), serta memberikan strategi perencanaan penanganan kekeringan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan. Metodologi yang digunakan dalam penerapan Teori Run untuk menentukan indeks kekeringan di Kecamatan Entikong adalah dengan melakukan inventarisasi ata sekunder berupa data curah hujan dari stasiun SGU-06 Entikong Entikong ” meninjau tingkat kekeringan berdasarkan intensitas curah hujan yang ada di Kecamatan Entikong yang meliputi jumlah bulan kering (durasi kekeringan) dan jumlah kekeringan (total hujan minimum), serta memberikan strategi perencanaan penanganan kekeringan berdasarkan hasil analisis yang dilakukan. Metodologi yang digunakan dalam penerapan Teori Run untuk menentukan indeks kekeringan di Kecamatan Entikong adalah dengan melakukan inventarisasi ata sekunder berupa data curah hujan dari stasiun SGU-06 Entikong

Penelitian yang dilakukan oleh Novreta Ersyidarfia, Manyuk Fauzi,

dan Bambang Sujatmoko dengan judul “ Perhitungan Indeks Kekeringan Menggunakan Teori Run Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Indragiri ”

meninjau indeks kekeringan yang digunakan untuk mengindikasikan tingkat keparahan kekeringan yang terkandung dalam seri data hujan berupa durasi kekeringan dan jumlah kekeringan dengan menggunakan Teori Run. Data hujan yang digunakan adalah data hujan 25 tahun untuk Stasiun Air Molek, Pangkalan Kasai, Sentajo, dan Talang Jerinjing dan data hujan 15 tahun untuk Stasiun Air Molek, Pangkalan Kasai, Sentajo, Talang Jerinjing, Lirik, Sijunjung, Tembilahan, dan Usul. Periode waktu yang digunakan adalah bulanan, 15 harian, 10 harian, dan mingguan. Stasiun hujan yang mengalami durasi kekeringan dan jumlah kekeringan tertinggi untuk data 25 tahun adalah Stasiun Air Molek, sedangkan yang terendah adalah Stasiun Talang Jerinjing. Untuk data 15 tahun , durasi kekeringan tertinggi dan terendah untuk tiap periode waktu berada pada stasiun yang berbeda, sedangkan untuk jumlah kekeringan tertinggi berada pada Stasiun Pangkalan Kasai dan jumlah kekeringan terendah berada pada Stasiun Talang Jerinjing. Penggambaran nilai durasi kekeringan dan jumlah kekeringan dibantu dengan software Golden Sufer 8.0. penggambaran isohyet antara menggunakan empat stasiun hujan dan delapan stasiun hujan menggunakan nilai perbedaan kontur yang tidak terlalu signifikan.

Tabel 1. Tabel Pengelompokan Hasil Tinjauan Pustaka Terhadap Penelitian Sebelumnya

No Nama Peneliti

Hasil Analisa 1 Adyansyah

Untuk mengetahui tingkat Theory of Run Hasil studi menunjukkan bahwa durasi Pratama

DAS Ngrowo

Analisis

Kekeringan

kekeringan yang terjadi

kekeringan paling lama sebesar 17 bulan

pada Sub DAS Ngrowo

yang terjadi pada tahun 1998, untuk jumlah

sehingga bias dijadikan

kekeringan kumulatif terbesar terjadi juga

sebagai peringatan awal

pada tahun 1998 dengan jumlah -2303 mm.

akan adanya kekeringan

Dari hasil analisa juga disimpulkan bahwa

yang lebih jauh.

kekeringan

meteorologi berhubungan dengan kekeringan hidrologi. Selain itu kekeringan meteorologi yang terjadi juga memiliki korelasi terhadap nilai SOI (Southern

Oscillation Index) yang merupakan indikator terjadinya El Nino. 2 Basillius Retno Kecamatan

strategi Theory of Run Berdasarkan hasil perhitungan indeks Santoso

perencanaan penanganan

kekeringan untuk Kecamatan Entikong,

kekeringan

berdasarkan

diperoleh durasi kekeringan terpanjang

hasil analisis

untuk periode ulang 5 tahun adalah 8 bulan dan untuk periode ulang 10 tahun adalah 10 bulan. Jumlah kekeringan terbesar untuk periode ulang 5 tahun adalah 704,45 mm dan untuk periode ulang 10 tahun adalah 827,93 mm.

3 Novreta

mengindikasikan Theory of Run Data hujan yang digunakan adalah data Ersyidarfia,

DAS Indragiri

Analisis

untuk

hujan 25 tahun untuk Stasiun Air Molek, Manyuk Fauzi,

kekerinngan tingkat

keparahan

Pangkalan Kasai, Sentajo, dan Talang dan

kekeringan

yang

Jerinjing dan data hujan 15 tahun untuk Sujatmoko

Bambang

terkandung dalam seri

data hujan berupa durasi

Stasiun Air Molek, Pangkalan Kasai,

kekeringan dan jumlah

Sentajo, Talang Jerinjing, Lirik, Sijunjung,

kekeringan.

Tembilahan, dan Usul. Periode waktu yang digunakan adalah bulanan, 15 harian, 10 harian, dan mingguan. Stasiun hujan yang mengalami durasi kekeringan dan jumlah kekeringan tertinggi untuk data 25 tahun adalah Stasiun Air Molek, sedangkan yang terendah adalah Stasiun Talang Jerinjing. Untuk data 15 tahun , durasi kekeringan tertinggi dan terendah untuk tiap periode waktu berada pada stasiun yang berbeda, sedangkan

jumlah kekeringan tertinggi berada pada Stasiun Pangkalan Kasai dan jumlah kekeringan terendah berada pada Stasiun Talang Jerinjing. Penggambaran nilai durasi kekeringan dan jumlah kekeringan dibantu dengan software Golden Sufer 8.0.

untuk

4 Sulastri

Untuk menegetahui durasi Theory of Run Analisis kekeringan dilakukan di 6 stasiun Oktaviani

DAS Ciujung

Analisis

Kekeringan

kekeringan dan jumlah

hujan,

yaitu

Stasiun Bojongmanik,

kekeringan dengan periode

Pamarayan, Pipitan, Cibeureum, Pasir Ona,

ulang 2 tahun, 5 tahun, 10

dan Sampang Peundeuy dengan panjang

tahun, 15 tahun dan 20

data selama 17 tahun. Dari keenam stasiun

tahun di DAS Ciujung.

hujan, Stasiun Bojongmanik memiliki durasi dan defisit hujan yang paling besar, yaitu pada kala ulang 20 tahun dengan defisit 1574 mm, sedangkan stasiun Cibeureum memiliki durasi dan defisit hujan yang paling kecil, yaitu pada kala ulang 20 tahun dengan defisit 468 mm. Dari hasil analisa juga didapat tingkat kekeringan, untuk Stasiun Bojonmanik kondisi basah 45,1%; kondisi normal 6,37%; kondisi kering 48,4%. Stasiun Cibeureum kondisi basah 42,1%; kondisi normal 12,7%; kondisi kering 45,1%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa DAS Ciujung memiliki kondisi normal basah.

Sumber : Hasil Analisis (2015)

“ Analisa Kekeringan Menggunakan Metode Theory of Run Pada Sub DAS Ngrowo ”

Adyansyah

“ Penerapan Teori Run untuk Menentukan

“ Perhitungan Indeks Kekeringan Indeks Kekeringan di Kecamatan

“ Analisis Kekeringan dengan

menggunakan metode Theory of Run Menggunakan Teori Run Pada Daerah Entikong ”

Aliran Sungai (DAS) Indragiri ”

Studi Kasus DAS Ciujung ”

Basillius Oktaviani Novreta

Gambar 3. Posisi Penelitian terhadap Penelitian Sebelumnya Sumber: Hasil Analisis, 2015

Keterangan : Penelitian sejenis yang digunakan sebagai referensi Penelitian yang bersifat mendukung

BAB III LANDASAN TEORI

A. Kekeringan

1. Definisi Kekeringan

Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan ( slow-onset disaster ), berdampak sangat luas dan bersifat lintas sektor (ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, dan lain-lain). Kekeringan merupakan fenomena alam yang tidak dapat dielakkan dan merupakan variasi normal dari cuaca yang perlu dipahami. Variasi alam dapat terjadi dalam hitungan hari, minggu, bulan, tahun, bahkan abad. Dengan melakukan penelusuran data cuaca dalam waktu yang panjang, akan dapat dijumpai variasi cuaca yang beragam, misalnya bulan basah- bulan kering, tahun basah-tahun kering, dan dekade basah-dekade kering.

Berkurangnya curah hujan biasanya ditandai dengan berkurangnya air dalam tanah, sehingga pertanian merupakan sektor pertama yang akan terpengaruh. Cukup sulit untuk mengetahui kapan kekeringan akan dimulai dan berakhir, dan kriteria apa yang akan digunakan untuk menentukannya. Apakah kekeringan itu berakhir ditandai dengan faktor-faktor meteorologi dan klimatologi atau ditandai dengan berkurangnya dampak negatif yang dialami oleh manusia dan lingkungannya. (BMKG 1:2014)

Indonesia terletak di wilayah geografis dimana diapit oleh dua benua dan dua samudera. Indonesia juga terletak di sepanjang garis khatulistiwa. Semua fakta geografis ini membuat wilayah Indonesia rentan terhadap gejala kekeringan sebab iklim yang berlaku di wilayah tropis memang monsoon yang diketahui sangat sensitif terhadap perubahan ENSO atau El-Nino Southern Oscilation. ENSO inilah yang menjadi penyebab utama kekeringan yang muncul apabila suhu di Indonesia terletak di wilayah geografis dimana diapit oleh dua benua dan dua samudera. Indonesia juga terletak di sepanjang garis khatulistiwa. Semua fakta geografis ini membuat wilayah Indonesia rentan terhadap gejala kekeringan sebab iklim yang berlaku di wilayah tropis memang monsoon yang diketahui sangat sensitif terhadap perubahan ENSO atau El-Nino Southern Oscilation. ENSO inilah yang menjadi penyebab utama kekeringan yang muncul apabila suhu di

Meski demikian, anomali ENSO tidak menjadi penyebab satu- satunya atas gejala kekeringan di Indonesia. Kekeringan umunya diperparah penyebab lainnya, antara lain:

a) Terjadinya pergeseran DAS (Daerah Aliran Sungai) utamanya di wilayah hulu. Hal ini membuat lahan beralih fungsi, dari vegetasi menjadi non-vegetasi. Efek dari perubahan ini adalah sistem resapan air di tanah yang menjadi kacau dan akhirnya menyebabkan kekeringan.

b) Terjadinya kerusakan hidrologis wilayah hulu sehingga waduk dan juga saluran irigasi diisi oleh sedimen. Hal ini kemudian menjadikan kapasitas dan daya tampung menjadi berkurang. Cadangan air yang kurang akan memicu kekerinagn parah saat musim kemarau tiba.

c) Persoalan agronomis atau dikenal juga dengan nama kekeringan agronomis. Hal ini diakibatkan pola tanam petani di Indonesia yang memaksakan penanaman padi pada musim kemarau dan mengakibatkan cadangan air semakin tidak mencukupi.

2. Jenis-Jenis Kekeringan

a) Kekeringan Meteorologis Kekeringan ini berkaitan dengan tingkat curah hujan yang terjadi berada dibawah kondisi normalnya pada suatu musim. Perhitungan tingkat kekeringan meteorologis merupakan indikasi pertama terjadinya kondisi kekeringan. Intensitas kekeringan berdasarkan definisi meteorologis adalah sebagai berikut:

1) Kering: apabila curah hujan antara 70%-85% dari kondisi normal (curah hujan dibawah kondisi normal).

2) Sangat kering: apabila curah hujan antara 50%-70% dari kondisi normal (curah hujan jauh dibwah normal).

3) Amat sangat kering: apabila curah hujan <50% dari kondisi normal (curah hujan amat jauh dibawah normal).

b) Kekeringan Hidrologis Kekeringan ini terjadi berhubung dengan berkurangnya pasokan air permukaan dan air tanah. Kekeringan hidrologis diukur dari ketinggian muka air sungai, waduk, danau, dan air tanah. Ada jarak waktu antara berkurangnya curah hujan dengan berkurangnya ketinggian muka air sungai, danau dan air tanah, sehingga kekeringan hidrologis bukan merupakan gejala awal terjadinya kekeringan. Intensitas kekeringan berdasarkan definisi hidrologis adalah sebagai berikut:

1) Kering: apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran dibawah periode 5 tahunan.

2) Sangat kering: apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran jauh di bawah periode 25 tahunan.

3) Amat sangat kering: apabila debit air sungai mencapai periode ulang aliran amat jauh di bawah periode 50 tahunan.

c) Kekeringan Pertanian Kekeringan pertanian menghubungkan berbagai karakteristik meteorologi atau hidrologi dengan dampak pertanian. Kondisi kurang hujan dikaitkan dengan evapotranspirasi aktual dan potensi, air tanah yang menyusut, karakteristik dari tanaman tertentu seperti tingkat pertumbuhan, dan penyusutan aliran air sungai, waduk dan air tanah.

3. Analisis Kekeringan

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, ada beberapa pengertian kekeringan. Oleh karena analisis kekeringan meteorologi selalu digunakan dalam analisis lain seperti kekeringan hidrologi dan pertanian, maka kajian kekeringan difokuskan pada kekeringan meteorologi. Ada beberapa indeks kekeringan yang mengukur berapa besar hujan yang jatuh pada suatu periode tertentu dan menyimpang dari kondisi normal yang dihitung dari data historisnya.

Adapun macam-macam analisis indeks kekeringan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: Adapun macam-macam analisis indeks kekeringan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

b) Desil

c) Standardized Precipitation Index (SPI)

d) Palmer Drought Severity Index (PDSI)

e) Theory of Run

4. Kekeringan dan Banjir

Kekeringan dan banjir secara bersamaan maupun terpisah menjadi pandangan publik yang memilukan. Dalam beberapa dekade terakhir ini, kekeringan berlangsung di berbagai tempat di Indonesia. Akibatnya, jutaan hektar area pertanian di Jawa dan luar Jawa terancam gagal panen. Sementara itu, masih sangat kental dalam ingatan bahwa musim hujan selalu memaksa orang untuk tergopoh-gopoh karena datangnya banjir yang merendam berbagai kota.

Untuk mengkaji lebih dalam kedua kejadian itu, perlu dikemukakan faktor-faktor penyebab kekeringan dan banjir secara menyeluruh. Berdasarkan kaidah ilmu pada hidrologi dan keseimbangan Daerah Aliran Sungai (DAS), banjir dan kekeringan merupakan “saudara kembar” yang pemunculannya datang susul-menyusul. Faktor penyebab

kekeringan sama persis seperti faktor penyebab banjir. Keduanya berprilaku linier-dependent , artinya semua faktor yang menyebabkan kekeringan akan bergulir mendorong terjadinya banjir. Semakin parah kekeringan yang terjadi, semakin dahsyat pula banjir yang akan menyusul dan hal yang demikian berlaku sebaliknya.

Terdapat beberapa faktor penyebab kekeringan dan banjir, diantaranya adalah sebagai berikut:

a) Iklim Ekstrem

b) Daya Dukung DAS

c) Pola Pembangunan Sungai

d) Kesalahan Perencanaan dan Implementasi Pengembangan Kawasan

e) Kesalahan Konsep Drainase

f) Faktor Sosio-Hidraulik

5. Indeks Kekeringan Untuk Perencanaan Bangunan Air

Perencanaan bangunan air seperti waduk dan bendung membutuhkan seri data debit bulanan atau tengah bulanan yang cukup panjang. Dalam seri waktu tersebut fluktuasi data memberikan gambaran akan kondisi ekstrim yang pernah terjadi yaitu surplus mengakibatkan banjir dan defisit menimbulkan kekeringan yang pernah terjadi. Panjang data debit jauh lebih pendek dibandingkan dengan data hujan. Disamping itu watak seri data debit sangat tergantung dari alih fungsi lahan, sehingga tidak dapat diperhitungkan sebagai satu sampel data. Oleh karena itu data hujan lebih tepat digunakan untuk perhitungan kekeringan yang butuh data hidrologi menerus (berkesinambungan, continued ).

Seberapa kuatnya kekeringan yang terkandung secara historis dalam data mempengaruhi dimensi bangunan air. Misalnya, panjang data debit 20 tahun mengandung tingkat keparahan kekeringan periode ulang

50 tahun akan menghasilkan kapasitas waduk yang besar. Sebaliknya, dengan panjang data yang sama, dengan tingkat keparahan periode ulang

10 tahun misalnya, akan menghasilkan kapasitas waduk yang kecil. Oleh karena itu, peranan indeks kekeringan dengan tingkat keparahan tertentu sangat memegang peranan penting. Surplus tidak dapat mencerminkan kondisi banjir yang sebenarnya dibandingkan dengan defisit yang lebih mampu menggambarkan kondisi kekeringan.

B. Metode Theory of Run Prinsip perhitungan Theory of Run mengikuti proses peubah tanggal (univariate). Gambar 4 menunjukkan seri data, X (t,m), dari peubah hidrologi dalam hal ini hujan bulan m dan tahun ke t. Dengan menentukan rata-rata hujan bulanan jangka panjang sebagai nilai pemepatan, Y (m), seri data terpotong dibeberapa tempat, sehingga menimbulkan peubah baru. Pengertian baru yang timbul akibat perpotongan tersebut menghasilkan peubah seperti:

1. Bagian yang berada diatas garis normal ( run positive ), D (t,m), disebut surplus.

2. Bagian yang berada dibawah garis normal ( run negative ) disebut defisit.

a) Jumlah bagian yang mengalami defisit berkesinambungan disebut jumlah kekeringan dengan satuan mm.

b) Lama atau durasi terjadi pada bagian defisit yang berkesinambungan disebut durasi kekeringan dengan satuan bulan.

Setelah nilai pemepatan ditentukan, dari seri data hujan dapat dibentuk dua seri data baru yaitu durasi kekeringan, L n , dan jumlah kekeringan, D n , lihat gambar 4. Jika Y (m) < X (t,m), maka D (t,m) = X (t,m) – Y (m)………………..…...(1) Jumlah kekeringan:

D t, m A t, m …………….………(2) Durasi kekeringan:

D n = ∑ i m=1

A t, m ……………...…….…...……(3) Dengan:

L n = ∑ i m=1

A (t,m) adalah indikator bernilai 0, jika Y (m) ≥ X (t,m)

A (t,m) adalah indikator bernilai 1, jika Y (m) < X (t,m)

A (t,m) adalah indikator defisit atau surplus m

adalah bulan ke m; t adalah tahun ke t Y(m)

adalah pemepatan bulan m

X (t,m) adalah seri data hujan bulanan bulan m tahun t

D n adalah jumlah kekeringan dari bulan ke m sampai ke m+i (mm) L n

adalah durasi kekeringan dari bulan ke m sampai ke m+i (bulan)

Gambar 4. Durasi dan Jumlah Defisit Pos Bojong (23) Pekalongan

Sumber: Yevjevich et al (14)

Run sebagai ciri statistik dari suatu seri data, menggambarkan indeks kekeringan. Panjang run negatif menunjukkan lamanya kekeringan. Jumlah Run sebagai ciri statistik dari suatu seri data, menggambarkan indeks kekeringan. Panjang run negatif menunjukkan lamanya kekeringan. Jumlah

mencerminkan tingkat keparahan kekeringan. Seri data baru dipilah-pilah menjadi bagian-bagian dengan panjang data masing-masing T tahun, sesuai dengan periode ulangnya seperti 10 atau 20 tahun. Jika data yang tersedia 60 tahun, maka ada 6 buah nilai durasi kekeringan terpanjang 10 tahunan dan 6 nilai jumlah kekeringan terbesar 10 tahunan. Nilai-nilai tersebut dihitung rata-ratannya dan merupakan indeks kekeringan berupa durasi kekeringan terpanjang periode ulang T tahun dan jumlah kekeringan terbesar periode ulang T tahun.

C. Korelasi

Untuk mendapatkan gambaran hubungan variabel dari stasiun yang diisi dengan variabel stasiun pengisi untuk data asli maka dihitung koefisien korelasinya. Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi sebagai berikut :

Tabel 2. Interpretasi dari nilai korelasi

Nilai korelasi

Interpretasi

0 Tidak berkolerasi

Sangat rendah

Agak rendah

1 Sangat tinggi

Sumber: Husaini Usman (Pengantar Statistika 2006)

Persamaan untuk estimasi koefisien korelasi data asli tertera pada Persamaan (4) berikut.

1 n ( X 0 , i   X 0 )( X 1 , i   X 1 )( X 2 , i   X 2 ).......( X m ,   )

0 , 1 , 2 ,... m 

i Xm

 X 0 .  X 1 .  X 2 .......  Xm

Dimana :  0 , 1 , 2 ,.... m = nilai koefisien korelasi antar variabel data asli stasiun j yaitu variabel stasiun yang diisi dengan masing- masing stasiun

pengisi yang besarnya - 1≤ ≤1 X , Y

X 0 , i ... X m , i = variabel data asli ke i dari stasiun 0 sampai stasiun m

 Xm = rata-rata dari seri data asli di stasiun m  X 0 ...  Xm = simpangan baku data asli di stasiun 0 sampai stasiun m

n = jumlah data

D. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah sekitar sungai yang melebar sampai ke punggung bukit (gunung) yang merupakan daerah sumber air, tempat semua curahan air hujan yang jatuh diatasnya mengalir di sungai. (KBBI)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan di wilayah tersebut ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografi dan batas di laut sampai dengan perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. (UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air)

Jadi secara umum Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai hamparan wilayah atau kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau ke danau.

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan perhitungan, diperlukan data-data sebagai pendukung untuk analisis kekeringan. Teknik pengumpulan data yang diperlukan terbagi atas empat jenis, yaitu:

1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh seorang peneliti langsung dari objeknya (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Data diperoleh dengan cara wawancara dengan Pelaksana Lapangan, Bapak Muhammad Dheny Nugraha, di Unit Hidrologi dan Kualitas Air Hidrologi Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian. Data berkaitan dengan keadaan secara fisik Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung dalam setiap keadaan, yaitu pada saat mengalami kekeringan, normal, dan banjir, dan penggunaan air sungai Ciujung yang di sekitar sungai terdapat permukiman warga, sawah, dan industri. Dan juga dilakukan wawancara dengan Juru Bendung Pamarayan, Bapak Nendi di UNBAJA, berkaitan dengan batasan debit air Sungai Ciujung, diperoleh data sebagai berikut.

Tabel 3. Nilai Batasan Debit

Sangat Kering 3 <3m /s

3 Kering 3 10 m /s – 34 m /s

3 Normal 3 35 m /s – 749 m /s

3 Banjir 3 750 m /s – 2500 m /s

Sumber: Bapak Nendi (Juru Bendung Pamarayan)

2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh seorang peneliti secara tidak langsung dari objeknya, tetapi melalui sumber lain, baik lisan maupun tulis (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Data sekunder yang di 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh seorang peneliti secara tidak langsung dari objeknya, tetapi melalui sumber lain, baik lisan maupun tulis (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Data sekunder yang di

a) Data Curah Hujan Dalam analisis kekeringan menggunakan metode Theory of Run untuk suatu lokasi, dibutuhkan data curah hujan bulanan dengan periode waktu yang cukup panjang. Dalam studi ini di gunakan data curah hujan bulanan tahun 1998-2014 di 10 stasiun di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung.

b) Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung Peta yang diperlukan dalam analisis kekeringan di DAS Ciujung adalah peta aliran sungai dan peta penakar hujan.

3. Data Observasi Data observasi adalah data pengamatan atau penelusuran lapangan ( walk trough ) untuk mendapatkan keterangan yang ada di lokasi penelitian. Data tersebut bisa berbentuk kuisioner atau foto di lapangan. Proses observasi yang dilakukan penulis menunjukkan muka air normal di bagian hulu, tengah dan hilir sungai. Sedangkan dokumentasi keadaan sungai pada saat mengalami kekeringan di bagian hulu, tengah, dan hilir di induk sungai dan di anak sungai diambil dari Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian.

Bagian hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung di ambil di Bojongmanik. Pada saat terjadi kekeringan muka air sungai turun. Foto dokumentasi pada saat terjadi kekeringan ditunjukkan seperti pada Gambar

5 di bawah ini. Debit air pada saat terjadi kekeringan di Bojongmanik adalah 1,51 m 3 /s.

Gambar 5. Bagian Hulu Sungai Ciujung pada saat Mengalami Kekeringan Sumber: BBWS Cidanau-Ciujung-Cidurian (2012)

Adapun dalam kondisi muka air normal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung pada bagian hulu diperlihatkan seperti pada Gambar 6

berikut ini. Debit normal di Bojongmanik adalah 21,74 m 3 /s.

Gambar 6. Bagian Hulu Sungai Ciujung pada saat Muka Air Normal Sumber: BBWS Cidanau-Ciujung-Cidurian (2012)

Bagian tengah Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung di ambil di Jembatan Dua, Rangkasbitung. Pada saat terjadi kekeringan muka air Bagian tengah Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung di ambil di Jembatan Dua, Rangkasbitung. Pada saat terjadi kekeringan muka air

Gambar 7. Bagian Tengah Sungai Ciujung pada saat Mengalami Kekeringan Sumber: BBWS Cidanau-Ciujung-Cidurian (2012)

Adapun dalam kondisi muka air normal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung pada bagian tengah diperlihatkan seperti pada Gambar 8

berikut ini. Debit normal di Rangasbitung adalah 56,66 m 3 /s.

Gambar 8. Bagian Tengah Sungai Ciujung pada saat Muka Air Normal

Sumber: Dokumentasi Penulis (2015)

Bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung di ambil di Kragilan. Pada saat terjadi kekeringan muka air sungai turun dengan debit

3,68 m 3 /s. Foto dokumentasi pada saat terjadi kekeringan ditunjukkan seperti pada Gambar 9 di bawah ini.

Gambar 9. Bagian Hilir Sungai Ciujung pada saat Mengalami Kekeringan Sumber: BBWS Cidanau-Ciujung-Cidurian (2012)

Adapun dalam kondisi muka air normal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciujung pada bagian hilir diperlihatkan seperti pada Gambar 10 berikut ini. Debit normal di Kragilan adalah 76,86 m 3 /s.

Gambar 10. Bagian Hilir Sungai Ciujung pada saat Muka Air Normal

Sumber: Dokumentasi Penulis (2015)

Pada saat kekeringan melanda DAS Ciujung, muka air sungai utama dalam DAS ini menurun dari tinggi normalnya, tidak sampai kering. Tetapi anak Sungai Ciujung, yang terletak di Leuwidamar kering. Debit air

di Leuwidamar pada saat kekeringan adalah 0,11 m 3 /s.

Gambar 11. Bagian Tengah Anak Sungai Ciujung pada saat Mengalami

Kekeringan

Sumber: BBWS Cidanau-Ciujung-Cidurian (2012)

4. Data Literatur Data literatur adalah buku-buku bacaan, tulisan mengenai suatu bidang ilmu, jurnal dan pedoman sebagai pendukung penelitian. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)

B. Analisis Hidrologi

Dapat dikatakan valid jika memenuhi beberapa kriteria (Soemarto, 1987), yaitu bahwa data itu berada dalam range , tidak mempunyai trend, homogen dan bersifat acak. Pada studi ini analisis hidrologi yang digunakan adalah:

1. Pengisian data kosong

2. Uji korelasi

Analisis hidrologi yang dilakukan bertujuan untuk mendapatkan data hujan yang layak untuk digunakan.

C. Perhitungan Durasi Kekeringan dan Jumlah Kekeringan

Langkah analisis kekeringan menggunakan theory of run yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Analisis Parameter Statistik Curah Hujan, dengan menghitung nilai rata- rata, simpangan baku, koefisien kepencengan dari masing-masing bulan selama 17 tahun.

2. Menghitung nilai surplus dan defisit dengan mengurangkan data asli tiap- tiap bulan setiap tahunnya dengan rata-rata dari seluruh data pada bulan tersebut seperti pada persamaan (1) dan (2).

3. Melakukan perhitungan durasi kekeringan dengan menggunakan persamaan (3). Bila perhitungan yang dihasilkan adalah positif, diberi nilai nol (0) dan negative akan diberi nilai satu (1). Bila terjadi nilai negatif yang berurutan, maka jumlahkan nilai satu tersebut sampai di pisahkan kembali oleh nilai nol, untuk kemudian menghitung dari awal lagi. Langkah ini dilakukan dari data tahun pertama berurutan terus samapi data tahun terakhir.

4. Melakukan perhitungan jumlah kekeringan dengan persamaan (3). Proses ini hampir sama dengan cara menghitung nilai durasi kekeringan. Jika durasi kekeringan berurutan dan lebih dari satu maka pada bulan selanjutnya merupakan nilai kumulatifnya, demikian pula halnya dengan jumlah kekeringan. Jumalh defisitnya akan dikumulatifkan denagn acuan apakah nilainya surplus atau defisit. Jika bernilai positif maka diberi nilai nol (0), jika bernilai negatif maka di beri nilai sesuai dengan nilai tersebut. Ketika terjadi nilai negatif yang berurutan maka nilainya dikumulatifkan di bulan selanjutnya dan berhenti ketika bertemu nilai positif atau nol.

5. Klasifikasi tingkat kekeringan bertujuan untuk mengetahui tingkat kekeringan yang terjadi di setiap stasiun hujan. Klasifikasi dibagi menjadi

3 tingkatan, yaitu:

Tabel 4. Klasifikasi Tingkat kekeringan

Curah Hujan dari Kondisi Normal Tingkat Kekeringan

P = 70-85%

Kering

P = 50-70%

Sangat Kering

P = <50%

Amat Sangat Kering

Sumber: Sonjaya (2007:2)

Untuk klasifikasi kekeringan diperlukan juga menghitung jumlah curah hujan normal. Curah hujan normal adalah nilai rata-rata hujan suatu bulan di seluruh tahun pengamatan. Selain curah hujan normal dihitung juga jumlah curah hujan bulan-bulan kering, dilakukan dengan cara menjumlahkan curah hujan bulan-bulan yang berurutan. Jumlah curah hujan bulan-bulan kering dibandingkan dengan jumlah curah hujan normal, maka didapatkan klasifikasi tingkat kekeringan.

6. Setelah perhitungan dilakukan pada seluruh stasiun hujan selama 17 tahun, dilakukan rekapitulasi untuk nilai durasi kekeringan, jumlah kekeringan dan kriteria kekeringan.

D. Bagan Alir Metodologi Penelitian

Agar penulisan sistematis (urut) dan terstruktur, maka penulisan seperti diperlihatkan pada Gambar 12 di bawah ini.

Mulai

Pengumpulan Data dan Literatur:

1. Data Curah Hujan dan Peta DAS

2. Buku, Jurnal, dan Artikel yang Berkaitan

3. Peraturan yang Berkaitan

Data Asli Curah Hujan DAS Ciujung

Analisis Kekeringan:

1. Pengisian Kekosongan Data Hujan

2. Perhitungan Korelasi

3. Perhitungan Dengan Metode Theory of Run

Hasil Analisis

Gambar 12. Bagan Alir ( Flow Chart) Metodologi Penelitian Analisis Kekeringan dengan Menggunakan Medote Theory of Run Studi Kasus DAS Ciujung

Sumber: Hasil Analisis, 2015

E. Jadwal Penelitian

Adapun jadwal penelitian yang dilakukan seperti diperlihatkan pada Gambar 13 dibawah ini.

Gambar 13. Jadwal Penelitian Analisis Kekeringan dengan Menggunakan Medote Theory of Run Studi Kasus DAS Ciujung

Sumber: Hasil Analisis, 2015

F. Hipotesa Sementara

Analisis perkiraan tingkat kekeringan dan kebasahan di DAS Ciujung adalah Agak kering sampai dengan Sangat kering, dengan variasi yang berbeda berdasarkan kala ulangnya.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengisian Data Kosong

Terkadang stasiun hujan tidak dapat bekerja dengan baik, sehingga data curah hujan kurang lengkap. Dengan cara apapun data yang hilang (rusak, tidak terekam atau sangat meragukan) tidak dapat ditemukan kembali dengan tepat. Data kosong adalah data yang dalam satu tahun terdapat satu atau lebih data bulanan yang tidak tersedia. Namun data kosong tersebut dapat di bangkitkan kembali dengan cara pengisian data kosong yang di bantu dengan data yang tersedia di stasiun sekitarnya.

Persyaratan yang diperlukan untuk mengisi data hujan bulanan adalah sebagai berikut:

1. Data yang digunakan harus lolos penyaringan

2. Panjang pencatatan data yang tersedia antara stasiun hujan yang akan diisi dengan stasiun hujan pengisi harus sama

3. Jumlah stasiun pengisi minimal 3 stasiun

4. Jarak antara stasiun hujan pengisi dengan stasiun hujan yang akan diisi

maksimal 60 km dan sebaiknya masih dalam satu daerah aliran sungai

5. Pengisian data hujan dapat dilakukan apabila data kosong tidak lebih besar 25% dari hujan yang tersedia.

Ada tiga metode pengisian data kosong, diantaranya:

1. Metode Inverse Square Distance/Metode Reciprocal

2. Metode Normal Ratio Method

3. Metode Kombinasi Dalam analisis ini, pengisian kekosongan data hujan menggunakan

Metode Reciprocal. Persamaan untuk Metode Reciprocal tertera pada Persamaan (5) berikut:

Pi dxA dxB  dxN

2 ………………………………….……......(5) dxA dxB

dxN

Dimana: Pi

: Tinggi hujan di stasiun i yang akan dicari P A , B, … : Tinggi hujan di stasiun A, B, …

dxA , B, … : Jarak stasiun A, B, … ke stasiun i

Berikut adalah contoh perhitungan pengisian data kosong di stasiun Ragas Hilir pada bulan April tahun 1999, dengan 3 stasiun pengisi, yaitu stasiun Pamarayan, Pipitan, dan Cadasari. Tinggi hujan yang akan dicari : Stasiun Ragas Hilir Stasiun Pengisi

: Stasiun Pamarayan, Pipitan, dan Cadasari Jarak (km)

Ke

Pamarayan Pipitan Cadasari

= 74, 29 mm (Lampiran 3, Halaman 1)

B. Uji Kepanggahan

Analisis yang digunakan dalam analisis kerapatan jaringan stasiun pengukuran hujan ini adalah uji kepanggahan ( consistency ), karena dalam analisis ini tidak menggunakan data ekstrem curah hujan baik maksimum maupun minimum. Pengujian kepanggahan data menggunakan perhitungan korelasi dan kurva massa ganda ( double mass curve) untuk panjang data 17 tahun.

1. Korelasi

Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur kekuatan asosiasi (hubungan) linear antara dua variable. Korelasi tidak menunjukkan hubungan fungsional atau dengan kata lain, analisis korelasi tidak membedakan antara variabel dependen (terikat) dengan variabel independen (bebas)

Analisis kekeringan dilakukan di stasiun-stasiun hujan di DAS Ciujung yang memenuhi nilai koefisien korelasi cukup (0,61 – 0,80). Perhitungan koefisien korelasi menggunakan persamaan (4). Berikut hasil perhitungan koefisien korelasi untuk 10 stasiun di DAS Ciujung.

Tabel 5. Hasil Perhitungan Nilai Koefisien Korelasi 10 Stasiun DAS Ciujung

Stasiun Bjngmanik

Ciminyak Pasir Ona

Sampang Rata- Rata

Bojongmanik 1 1.000 Ciboleger

0.397 1 0.698 Ragas Hilir

1 0.444 Pasir Ona

Sumber: Analisis Penulis

Dari hasil perhitungan di atas, tidak semua stasiun hujan memenuhi nilai koefisien korelasi yang cukup. Stasiun yang memiliki nilai koefisien korelasi yang kecil tidak di gunakan dalam menganalisis kekeringan di DAS Ciujung. Maka dari 10 stasiun dipilih 6 stasiun yang digunakan untuk perhitungan.

Tabel 6. Hasil Perhitungan Nilai Koefisien Korelasi 6 Stasiun DAS Ciujung

Pasir Ona

Sampang Rata- Rata

Bojongmanik

1.000 Pamarayan

0.748 Pipitan