Analisis Hubungan PDSI dengan Karakteristik Kekeringan

17

4.6 Analisis Hubungan PDSI dengan Karakteristik Kekeringan

4.6.1 Hubungan PDSI dengan CH bulanan

Fluktuasi indeks kekeringan dipengaruhi oleh fluktuasi curah hujan. Dilihat dari hasil nilai indeks Palmer dan curah hujan bulanan pada masing-masing 40 stasiun, bentuk regresi linear dan regresi kuadratik tidak berpola dan memiliki nilai R P 2 P yang beragam. Garis regresi linear seluruhnya 40 stasiun tergambar garis semakin ke kanan, semakin naik. Hal ini dapat dikatakan semakin tinggi curah hujan maka semakin tinggi pula nilai indeks Palmernya. Sedangkan untuk garis regresi kuadratik terbentuk garis dengan dua pola, yaitu garis setengah lingkaran dengan puncak menghadap ke atas dan garis yang hampir mengikuti garis regresi linear. Nilai R P 2 P dari hubungan curah hujan dan indeks kekeringan pada setiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil regresi antara curah hujan dengan nilai indeks kekeringan secara linear dan kuadratik menunjukkan adanya pengaruh yang cukup erat di stasiun Cikomara Gambar 10. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R P 2 P terbesar, ada pada stasiun tersebut dengan nilai R P 2 P nya sebesar 0.445. Hal ini dapat disebabkan oleh curah hujan tahunan yang tinggi di stasiun Cikomara yaitu sebesar 3046 mmtahun. Nilai R P 2 P linear dan kuadratik ada yang sama persis seperti yang terjadi di stasiun Cicinta dengan nilai R P 2 P 0.1909 dengan curah hujan 1908 mmtahun. y = 0.0106x - 2.4393 R 2 = 0.4445 y = -1E-05x 2 + 0.0183x - 3.2955 R 2 = 0.4714 -6 -4 -2 2 4 6 8 10 100 200 300 400 500 600 700 800 curah hujan PD S I Gambar 10. Grafik Linear dan kuadratik stasiun Cikomara Membandingkan nilai R P 2 P linear dan kuadratik hitung dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear ≥0.030 dan R P 2 P kuadratik ≥0.047 pada data ≤125 bulan, yang terdapat di stasiun Babadan, Banjaririgasi, Bojong Manik, Ciboleger, Cicinta, Cisalak Baru, Ragashilir, dan pada data 125-150 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025-0.030 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039-0.047 yang terdapat di stasiun Banyawakan, Bobojong, Kalimati, Pamanuk, Rancasumur, pada data 150-200 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025- 0.019 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039- 0.030 yang terdapat di stasiun Balaraja, Bumi Ayu Benda, Gunung Tunggal, Karang Kobong, Kosambi, Panancangan, Pipitan, Sepatan, Serpong, Toge, pada data 200-300 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.019-0.013 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.030-0.020 yang terdapat di stasiun Baros, Bengkok Ciminyak, Batu Bantar Cimanuk, Cikasungka, Cikomara, Cimarga, Ciomas, Citeureup, Gardutanjak, Kosambi Dalam, Kalenpetung, Pamarayan, Pasir Ona Cijoro, Petir, Sampai Suka Rendah, Sampang Peundeuy, Taktakan, Telagasari, menunjukkan bahwa hasil analisis regresi nilai R P 2 P linear dan kuadratik pada seluruh stasiun dari hasil yang dihitung secara manual selalu lebih besar dan hal ini dapat dikatakan seluruh stasiun memiliki nilai yang signifikan terhadap R P 2 P tabel 0.05.

4.6.2 Hubungan PDSI dengan Jumlah Hari Hujan

Fluktuasi indeks kekeringan Palmer dengan jumlah hari hujan pada masing-masing 40 stasiun memiliki bentuk regresi linear dan regresi kuadratik yang tidak berpola. Sama seperti fluktuasi antara PDSI dengan curah hujan bulanan, fluktuasi antara PDSI dengan jumlah hari hujan juga memiliki garis regresi linear seluruhnya 40 stasiun tergambar garis semakin ke kanan, semakin naik. Hal ini dapat dikatakan semakin meningkatnya jumlah hari hujan maka semakin tinggi pula nilai indeks Palmernya. Sedangkan untuk garis regresi kuadratik terbentuk garis dengan dua pola, yaitu garis setengah lingkaran dengan puncak menghadap ke atas dan garis yang hampir mengikuti garis regresi linear. Seluruh nilai R P 2 P pada regresi linear, selalu lebih kecil dibandingkan regresi kuadratiknya. Kecuali pada stasiun Cicinta, yang memiliki nilai sama antara linear dengan kuadratiknya dengan nilai R P 2 P 0.1938. Nilai R P 2 P dari hubungan jumlah hari hujan dan indeks kekeringan pada setiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil regresi antara jumlah hari hujan dengan nilai indeks kekeringan secara linear dan kuadratik menunjukkan adanya pengaruh yang cukup erat di stasiun Banjar irigasi dan Kalimati Gambar 11 dan 12. Hal ini 18 ditunjukkan dengan nilai R P 2 P terbesar, terdapat pada stasiun tersebut sebesar 0.3059 untuk linear yang terjadi pada curah hujan tahunan 2081 mmtahun di stasiun Banjaririgasi dan 0.3546 untuk kuadratik yang terjadi pada curah hujan tahunan 1116 mmtahun di stasiun Kalimati. y = 0.2167x - 3.0601 R 2 = 0.3059 y = 0.0035x 2 + 0.1239x - 2.5586 R 2 = 0.3104 -4 -2 2 4 6 8 5 10 15 20 25 30 35 hari hujan PD S I Gambar 11. Grafik Linear dan kuadratik stasiun Banjaririgasi y = 0.4274x - 1.8362 R 2 = 0.2544 y = -0.0439x 2 + 1.0563x - 2.8063 R 2 = 0.3546 -8 -6 -4 -2 2 4 6 8 5 10 15 20 25 hari hujan PD SI Gambar 12. Grafik Linear dan kuadratik stasiun Kalimati Membandingkan nilai R P 2 P linear dan kuadratik dari hasil yang diperoleh secara manual dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.030 dan R P 2 P kuadratik sebesar 0.047 pada data ≤125 bulan, yang terdapat di stasiun Babadan, Banjaririgasi, Bojong Manik, Ciboleger, Cicinta, Cisalak Baru, Ragashilir, dan pada data 125-150 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025 dan 0.030 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039 dan 0.047 yang terdapat di stasiun Banyawakan, Bobojong, Kalimati, Pamanuk, Rancasumur, pada data 150-200 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025 dan 0.019 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039 dan 0.030 yang terdapat di stasiun Balaraja, Bumi Ayu Benda, Gunung Tunggal, Karang Kobong, Kosambi, Panancangan, Pipitan, Sepatan, Serpong, Toge, pada data 200-300 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.019 dan 0.013 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.030 dan 0.020 yang terdapat di stasiun Baros, Bengkok Ciminyak, Batu Bantar Cimanuk, Cikasungka, Cikomara, Cimarga, Ciomas, Citeureup, Gardutanjak, Kosambi Dalam, Kalenpetung, Pamarayan, Pasir Ona Cijoro, Petir, Sampai Suka Rendah, Sampang Peundeuy, Taktakan, Telagasari, menunjukkan bahwa hasil analisis regresi nilai R P 2 P linear dan kuadratik pada seluruh stasiun dari hasil yang dihitung secara manual selalu lebih besar dan hal ini dinyatakan memiliki nilai yang signifikan terhadap R P 2 P tabel 0.05 hampir di seluruh stasiun. Kecuali R P 2 P linear dan kuadratik pada stasiun Panancangan dan Ciboleger yang tidak signifikan serta R P 2 P linear yang tidak signifikan di stasiun Kalenpetung.

4.6.3 Hubungan PDSI dengan Jumlah Hari Kering

Fluktuasi indeks kekeringan Palmer dan curah hujan bulanan pada masing-masing 40 stasiun, bentuk regresi linear dan regresi kuadratiknya tidak berpola dan memiliki nilai R P 2 P linear yang selalu lebih kecil dibandingkan nilai R P 2 P kuadratiknya. Garis regresi linear seluruhnya 40 stasiun tergambar garis semakin ke kanan, semakin menurun. Hal ini dapat dikatakan semakin tinggi jumlah hari hujan maka semakin rendah nilai indeks Palmernya. Garis regresi kuadratiknya terbentuk garis dengan dua pola, yaitu garis setengah lingkaran dengan puncak menghadap ke atas dan garis yang hampir mengikuti garis regresi linear. Nilai R P 2 P dari hubungan jumlah hari kering dan indeks kekeringan pada setiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil regresi antara jumlah hari kering dengan nilai indeks kekeringan secara linear dan kuadratik menunjukkan adanya pengaruh yang cukup erat di stasiun Pasir Ona Cijoro dan Kalimati Gambar 13 dan 14. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R P 2 P terbesar, terdapat pada stasiun tersebut sebesar 0.2561 untuk linear yang terjadi pada curah hujan tahunan 2217 mmtahun di stasiun Pasir Ona Cijoro dan 0.3247 untuk kuadratik yang terjadi pada curah hujan tahunan 1116 mmtahun di stasiun Kalimati. Nilai linear dan kuadratik terendah ada pada stasiun Panancangan. Mungkin hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya data yang hilang atau kosong di stasiun Panancangan. 19 y = -0.3917x + 10.249 R 2 = 0.2326 y = -0.0414x 2 + 1.5403x - 11.007 R 2 = 0.3247 -8 -6 -4 -2 2 4 6 8 5 10 15 20 25 30 35 jumlah hari kering PD SI Gambar 13. Grafik Linear dan kuadratik stasiun Kalimati y = -0.2225x + 5.2873 R 2 = 0.2561 y = -0.0142x 2 + 0.364x - 0.242 R 2 = 0.3146 -8 -6 -4 -2 2 4 6 5 10 15 20 25 30 35 jumlah hari kering PD SI Gambar 14. Grafik Linear dan kuadratik stasiun Pasir Ona Cijoro Membandingkan nilai R P 2 P linear dan kuadratik dari hasil yang diperoleh secara manual dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.030 dan R P 2 P kuadratik sebesar 0.047 pada data ≤125 bulan, yang terdapat di stasiun Babadan, Banjaririgasi, Bojong Manik, Ciboleger, Cicinta, Cisalak Baru, Ragashilir, dan pada data 125-150 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025 dan 0.030 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039 dan 0.047 yang terdapat di stasiun Banyawakan, Bobojong, Kalimati, Pamanuk, Rancasumur, pada data 150-200 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025 dan 0.019 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039 dan 0.030 yang terdapat di stasiun Balaraja, Bumi Ayu Benda, Gunung Tunggal, Karang Kobong, Kosambi, Panancangan, Pipitan, Sepatan, Serpong, Toge, pada data 200-300 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.019 dan 0.013 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.030 dan 0.020 yang terdapat di stasiun Baros, Bengkok Ciminyak, Batu Bantar Cimanuk, Cikasungka, Cikomara, Cimarga, Ciomas, Citeureup, Gardutanjak, Kosambi Dalam, Kalenpetung, Pamarayan, Pasir Ona Cijoro, Petir, Sampai Suka Rendah, Sampang Peundeuy, Taktakan, Telagasari, diketahui bahwa hasil analisis regresi nilai R P 2 P linear dan kuadratik pada seluruh stasiun dari hasil yang dihitung secara manual selalu lebih besar dan hal ini dinyatakan memiliki nilai yang signifikan terhadap R P 2 P tabel 0.05 hampir di seluruh stasiun. Kecuali R P 2 P linear dan kuadratik pada stasiun Panancangan yang tidak signifikan. 4.6.4 Hubungan PDSI dengan DHK ≥5 Hari Berturut-turut Fluktuasi indeks kekeringan Palmer dengan peluang DHK ≥5 hari berturut-turut pada masing-masing 40 stasiun memiliki bentuk regresi linear dan regresi kuadratik yang tidak berpola. Sama seperti fluktuasi antara PDSI dengan jumlah hari kering, fluktuasi antara PDSI dengan peluang DHK ≥5 hari berturut-turut juga memiliki garis regresi linear seluruhnya 40 stasiun tergambar garis semakin ke kanan, semakin menurun. Hal ini dapat dikatakan semakin meningkatnya peluang DHK ≥5 hari berturut-turut maka semakin rendah nilai indeks Palmernya. Sedangkan untuk garis regresi kuadratiknya terbentuk garis dengan tiga pola, yaitu garis setengah lingkaran dengan puncak menghadap ke atas, garis setengah lingkaran dengan puncak menghadap ke bawah, dan garis yang hampir mengikuti garis regresi linear. Terdapat beberapa stasiun yang memiliki nilai R P 2 P sama antara linear dengan kuadratiknya antara lain yaitu stasiun Balaraja, Bobojong, Karangkobong, dan Petir. Nilai R P 2 P dari hubungan peluang DHK ≥5 hari berturut-turut dan indeks kekeringan pada setiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil regresi antara DHK ≥5 hari berturut-turut dengan nilai indeks kekeringan secara linear dan kuadratik menunjukkan adanya pengaruh yang cukup erat di stasiun Pasir Ona Cijoro Gambar 15. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R P 2 P terbesar, terdapat pada stasiun tersebut sebesar 0.3634 untuk linear dan 0.3674 untuk kuadratik, dimana nilai curah hujan tahunannya 2217 mmtahun. Nilai linear dan kuadratik terendah ada pada stasiun Ciboleger dan Panancangan. Mungkin hal ini dapat disebabkan oleh curah hujan yang sedikit di stasiun Ciboleger dan data yang hilang atau kosong di stasiun Panancangan. 20 y = -6.8872x + 1.533 R 2 = 0.3634 y = 3.88x 2 - 9.6731x + 1.6418 R 2 = 0.3674 -8 -6 -4 -2 2 4 6 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700 0.800 DHK lebih dari 5 PD SI Gambar 15. Grafik Linear dan kuadratik stasiun Pasir Ona Cijoro Membandingkan nilai R P 2 P linear dan kuadratik dari hasil yang diperoleh secara manual dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.030 dan R P 2 P kuadratik sebesar 0.047 pada data ≤125 bulan, yang terdapat di stasiun Babadan, Banjaririgasi, Bojong Manik, Ciboleger, Cicinta, Cisalak Baru, Ragashilir, diketahui bahwa nilai R P 2 P linear dan kuadratik manualnya mendekati nilai R P 2 P tabelnya. Kecuali di stasiun Ciboleger, dimana nilai R P 2 P linearnya lebih kecil 0.0002 dari R P 2 P tabelnya 0.0303 dan di stasiun Ragas Hilir R P 2 P kuadratiknya 0.039 juga lebih kecil dari R P 2 P kuadratik tabelnya 0.047. Pada data 125-150 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025 dan 0.030 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039 dan 0.047 yang terdapat di stasiun Banyawakan, Bobojong, Kalimati, Pamanuk, Rancasumur, pada data 150-200 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025 dan 0.019 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039 dan 0.030 yang terdapat di stasiun Balaraja, Bumi Ayu Benda, Gunung Tunggal, Karang Kobong, Kosambi, Panancangan, Pipitan, Sepatan, Serpong, Toge, pada data 200-300 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.019 dan 0.013 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.030 dan 0.020 yang terdapat di stasiun Baros, Bengkok Ciminyak, Batu Bantar Cimanuk, Cikasungka, Cikomara, Cimarga, Ciomas, Citeureup, Gardutanjak, Kosambi Dalam, Kalenpetung, Pamarayan, Pasir Ona Cijoro, Petir, Sampai Suka Rendah, Sampang Peundeuy, Taktakan, Telagasari, diketahui bahwa nilai R P 2 P linear dan kuadratik dari hasil yang dihitung secara manual hampir selalu lebih. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hasil analisis regresi nilai R P 2 P linear dan kuadratik pada seluruh stasiun dari hasil yang dihitung secara manual selalu lebih besar dan hal ini dinyatakan memiliki nilai yang signifikan terhadap R P 2 P tabel 0.05 hampir di seluruh stasiun. Kecuali R P 2 P linear dan kuadratik pada stasiun Panancangan dan Ciboleger yang tidak signifikan serta R P 2 P kuadratik yang tidak signifikan di stasiun Ragashilir. 4.6.5 Hubungan PDSI dengan DHK ≥10 Hari Berturut-turut Fluktuasi indeks kekeringan Palmer dengan peluang DHK ≥10 hari berturut-turut pada masing-masing 40 stasiun memiliki bentuk regresi linear dan regresi kuadratik yang tidak berpola. Sama seperti fluktuasi antara PDSI dengan jumlah hari kering dan peluang DHK ≥5 hari berturut- turut, fluktuasi antara PDSI dengan peluang DHK ≥10 hari berturut-turut juga memiliki garis regresi linear seluruhnya 40 stasiun tergambar garis semakin ke kanan, semakin menurun. Hal ini dapat dikatakan semakin meningkatnya peluang DHK ≥10 hari berturut-turut maka semakin rendah nilai indeks Palmernya. Sedangkan untuk garis regresi kuadratiknya terbentuk garis dengan tiga pola, yaitu garis setengah lingkaran dengan puncak menghadap ke atas, garis setengah lingkaran dengan puncak menghadap ke bawah, dan garis yang hampir mengikuti garis regresi linear. Terdapat stasiun yang memiliki nilai R P 2 P sama antara linear dengan kuadratiknya yaitu stasiun Kalenpetung. Nilai R P 2 P dari hubungan peluang DHK ≥10 hari berturut-turut dan indeks kekeringan pada setiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil regresi antara peluang DHK ≥10 hari berturut-turut dengan nilai indeks kekeringan secara linear dan kuadratik menunjukkan adanya pengaruh yang cukup erat di stasiun Pasir Ona Cijoro Gambar 16. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R P 2 P terbesar, terdapat pada stasiun tersebut sebesar 0.3387 untuk linear dan 0.3494 untuk kuadratik, dimana nilai curah hujan tahunannya 2217 mmtahun. Nilai linear dan kuadratik terendah ada pada stasiun Ciboleger. Mungkin hal ini dapat disebabkan oleh curah hujan yang sedikit di stasiun Ciboleger. 21 y = -9.9826x + 1.2952 R 2 = 0.3387 y = 17.165x 2 - 18.224x + 1.4011 R 2 = 0.3494 -8 -6 -4 -2 2 4 6 0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 DHK lebih dari 10 PD S I Gambar 16. Grafik Linear dan kuadratik stasiun Pasir Ona Cijoro Membandingkan nilai R P 2 P linear dan kuadratik dari hasil yang diperoleh secara manual dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.030 dan R P 2 P kuadratik sebesar 0.047 pada data ≤125 bulan, yang terdapat di stasiun Babadan, Banjaririgasi, Bojong Manik, Cicinta, Cisalak Baru, diketahui bahwa nilai R P 2 P linear dan kuadratik manualnya mendekati nilai R P 2 P tabelnya. Kecuali di stasiun Ciboleger, dimana nilai R P 2 P linearnya lebih kecil 0.0004 dari R P 2 P tabelnya 0.0303 dan di stasiun Ragas Hilir R P 2 P kuadratik 0.047 dan R P 2 P linear 0.0302 sama dengan R P 2 P tabelnya. Pada data 125-150 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025 dan 0.030 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039 dan 0.047 yang terdapat di stasiun Banyawakan, Bobojong, Kalimati, Pamanuk, Rancasumur, serta pada data 150-200 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025 dan 0.019 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039 dan 0.030 yang terdapat di stasiun Balaraja, Bumi Ayu Benda, Gunung Tunggal, Karang Kobong, Kosambi, Panancangan, Pipitan, Sepatan, Serpong, Toge, pada data 200-300 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.019 dan 0.013 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.030 dan 0.020 yang terdapat di stasiun Baros, Bengkok Ciminyak, Batu Bantar Cimanuk, Cikasungka, Cikomara, Cimarga, Ciomas, Citeureup, Gardutanjak, Kosambi Dalam, Kalenpetung, Pamarayan, Pasir Ona Cijoro, Petir, Sampai Suka Rendah, Sampang Peundeuy, Taktakan, Telagasari, diketahui bahwa nilai R P 2 P linear dan kuadratik dari hasil yang diperoleh secara manual hampir selalu lebih besar. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hasil analisis regresi nilai R P 2 P linear dan kuadratik pada seluruh stasiun dari hasil yang dihitung secara manual selalu lebih besar dan hal ini dinyatakan memiliki nilai yang signifikan terhadap R P 2 P tabel 0.05 hampir di seluruh stasiun. Kecuali R P 2 P linear dan kuadratik pada stasiun Panancangan, Ciboleger, Ragashilir yang tidak signifikan.

4.6.6 Hubungan PDSI dengan DHK ≥15 Hari

Berturut-turut Fluktuasi indeks kekeringan Palmer dengan peluang DHK ≥15 hari berturut-turut pada masing-masing 40 stasiun memiliki bentuk regresi linear dan regresi kuadratik yang juga tidak berpola. Sama seperti fluktuasi antara PDSI dengan jumlah hari kering, peluang DHK ≥5 hari berturut-turut dan DHK ≥10 hari berturut-turut, fluktuasi antara PDSI dengan peluang DHK ≥15 hari berturut-turut juga memiliki garis regresi linear seluruhnya 40 stasiun tergambar garis semakin ke kanan, semakin menurun. Hal ini dapat dikatakan semakin meningkatnya peluang DHK ≥15 hari berturut-turut maka semakin rendah nilai indeks Palmernya. Sedangkan untuk garis regresi kuadratiknya terbentuk garis dengan tiga pola, yaitu garis setengah lingkaran dengan puncak menghadap ke atas, garis setengah lingkaran dengan puncak menghadap ke bawah, dan garis yang hampir mengikuti garis regresi linear. Terdapat stasiun yang memiliki nilai R P 2 P sama antara linear dengan kuadratiknya yaitu stasiun Babadan dan Telagasari. Nilai R P 2 P dari hubungan peluang DHK ≥15 hari berturut-turut dan indeks kekeringan pada setiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil regresi antara peluang DHK ≥15 hari berturut-turut dengan nilai indeks kekeringan secara linear dan kuadratik menunjukkan adanya pengaruh yang cukup erat di stasiun Kalimati Gambar 17. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R P 2 P terbesar, terdapat pada stasiun tersebut sebesar 0.3312 untuk linear dan 0.3345 untuk kuadratik, dimana nilai curah hujan tahunannya 1116 mmtahun. Nilai linear dan kuadratik terendah ada pada stasiun Ciboleger. Hal ini dapat disebabkan oleh curah hujan yang sedikit di stasiun Ciboleger. 22 y = -16.367x + 1.8163 R 2 = 0.3312 y = 40.478x 2 - 28.7x + 1.917 R 2 = 0.3345 -8 -6 -4 -2 2 4 6 8 0.000 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 DHK lebih dari 15 PD S I Gambar 17. Grafik Linear dan kuadratik stasiun Kalimati Membandingkan nilai R P 2 P linear dan kuadratik dari hasil yang diperoleh secara manual dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.030 dan R P 2 P kuadratik sebesar 0.047 pada data ≤125 bulan, yang terdapat di stasiun Babadan, Banjaririgasi, Bojong Manik, Cicinta, Cisalak Baru, Ragas Hilir diketahui bahwa nilai R P 2 P linear dan kuadratik manualnya mendekati nilai R P 2 P tabelnya. Kecuali di stasiun Ciboleger, dimana nilai R P 2 P linearnya lebih kecil 0.0011 dari R P 2 P tabelnya 0.0303. Pada data 125-150 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025 dan 0.030 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039 dan 0.047 yang terdapat di stasiun Banyawakan, Bobojong, Kalimati, Pamanuk, Rancasumur, serta pada data 150-200 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025 dan 0.019 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039 dan 0.030 yang terdapat di stasiun Balaraja, Bumi Ayu Benda, Gunung Tunggal, Karang Kobong, Kosambi, Panancangan, Pipitan, Sepatan, Serpong, Toge, pada data 200-300 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.019 dan 0.013 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.030 dan 0.020 yang terdapat di stasiun Baros, Bengkok Ciminyak, Batu Bantar Cimanuk, Cikasungka, Cikomara, Cimarga, Ciomas, Citeureup, Gardutanjak, Kosambi Dalam, Kalenpetung, Pamarayan, Pasir Ona Cijoro, Petir, Sampai Suka Rendah, Sampang Peundeuy, Taktakan, Telagasari, diketahui bahwa hasil analisis regresi nilai R P 2 P linear dan kuadratik pada seluruh stasiun dari hasil yang dihitung secara manual selalu lebih besar dan hal ini dinyatakan memiliki nilai yang signifikan terhadap R P 2 P tabel 0.05 hampir di seluruh stasiun. Kecuali R P 2 P linear dan kuadratik pada stasiun Banjaririgasi, Panancangan, Ciboleger, Ragashilir yang tidak signifikan serta R P 2 P kuadratik yang tidak signifikan di stasiun Cikasungka dan Toge.

4.6.7 Hubungan PDSI dengan Peluang Hari Kering Setelah Hari Sebelumnya juga

Kering P00 Fluktuasi indeks kekeringan Palmer dengan P00 hari berturut-turut pada masing- masing 40 stasiun memiliki bentuk regresi linear dan regresi kuadratik yang juga tidak berpola. Sama seperti fluktuasi antara PDSI dengan jumlah hari kering, peluang DHK ≥5, DHK≥10, dan DHK ≥15 fluktuasi antara PDSI dengan P00 juga memiliki garis regresi linear seluruhnya 40 stasiun tergambar garis semakin ke kanan, semakin menurun. Hal ini dapat dikatakan semakin meningkatnya P00 maka semakin rendah nilai indeks Palmernya. Sedangkan untuk garis regresi kuadratiknya terbentuk garis dengan tiga pola, yaitu garis setengah lingkaran dengan puncak menghadap ke atas, garis setengah lingkaran dengan puncak menghadap ke bawah, dan garis yang hampir mengikuti garis regresi linear. Terdapat stasiun yang memiliki nilai R P 2 P sama antara linear dengan kuadratiknya yaitu di Stasiun Gardutanjak. Nilai R P 2 P dari hubungan P00 dan indeks kekeringan pada setiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil regresi antara P00 dengan nilai indeks kekeringan secara linear dan kuadratik menunjukkan adanya pengaruh yang cukup erat di stasiun Kalimati Gambar 18. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R P 2 P terbesar, terdapat pada stasiun tersebut sebesar 0.2448 untuk linear dan 0.3429 untuk kuadratik, dimana nilai curah hujan tahunannya 1116 mmtahun. Nilai linear dan kuadratik terendah ada pada stasiun Ciboleger. Mungkin hal ini dapat disebabkan oleh curah hujan yang sedikit di stasiun Ciboleger. y = -14.809x + 12.95 R 2 = 0.2448 y = -49.965x 2 + 64.932x - 17.731 R 2 = 0.3429 -8 -6 -4 -2 2 4 6 8 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 P00 PD SI Gambar 18. Grafik Linear dan kuadratik stasiun Kalimati 23 Membandingkan nilai R P 2 P linear dan kuadratik dari hasil yang diperoleh secara manual dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.030 dan R P 2 P kuadratik sebesar 0.047 pada data ≤125 bulan, yang terdapat di stasiun Banjaririgasi, Bojong Manik, Cicinta, Cisalak Baru, Ragas Hilir diketahui bahwa nilai R P 2 P linear dan kuadratik manualnya mendekati nilai R P 2 P tabelnya. Kecuali di stasiun Ciboleger, dimana nilai R P 2 P linearnya lebih kecil 0.0011 dari R P 2 P tabelnya 0.0303 dan stasiun Babadan nilai R P 2 P linear 0.0103dan kuadratik 0.0261 manualnya lebih kecil dari R P 2 P tabel linear 0.030276 dan kuadratiknya 0.046656. Pada data 125-150 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025 dan 0.030 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039 dan 0.047 yang terdapat di stasiun Banyawakan, Bobojong, Kalimati, Pamanuk, Rancasumur, serta pada data 150-200 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025 dan 0.019 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039 dan 0.030 yang terdapat di stasiun Balaraja, Bumi Ayu Benda, Gunung Tunggal, Karang Kobong, Kosambi, Panancangan, Pipitan, Sepatan, Serpong, Toge, pada data 200-300 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.019 dan 0.013 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.030 dan 0.020 yang terdapat di stasiun Baros, Bengkok Ciminyak, Batu Bantar Cimanuk, Cikasungka, Cikomara, Cimarga, Ciomas, Citeureup, Gardutanjak, Kosambi Dalam, Kalenpetung, Pamarayan, Pasir Ona Cijoro, Petir, Sampai Suka Rendah, Sampang Peundeuy, Taktakan, Telagasari, diketahui bahwa nilai R P 2 P linear dan kuadratik dari hasil yang diperoleh secara manual hampir selalu lebih besar dan ada nilai yang mendekati R P 2 P tabel. hasil analisis regresi nilai R P 2 P linear dan kuadratik pada seluruh stasiun dari hasil yang dihitung secara manual selalu lebih besar dan hal ini dinyatakan memiliki nilai yang signifikan terhadap R P 2 P tabel 0.05 hampir di seluruh stasiun. Kecuali R P 2 P linear dan kuadratik pada stasiun Babadan, Panancangan, Ciboleger, yang tidak signifikan serta R P 2 P kuadratik yang tidak signifikan di stasiun Toge.

4.6.8 Hubungan PDSI dengan Peluang Hari Kering Setelah Hari Sebelumnya

Hujan P10 Fluktuasi indeks kekeringan Palmer dengan P10 hari berturut-turut pada masing- masing 40 stasiun memiliki bentuk regresi linear dan regresi kuadratik yang juga tidak berpola. Sama seperti fluktuasi antara PDSI dengan jumlah hari kering, peluang DHK ≥5, DHK ≥10, DHK≥15 dan P00 fluktuasi antara PDSI dengan P10 juga memiliki garis regresi linear seluruhnya 40 stasiun tergambar garis semakin ke kanan, semakin menurun. Hal ini dapat dikatakan semakin meningkatnya P10 maka semakin rendah nilai indeks Palmernya. Sedangkan untuk garis regresi kuadratiknya terbentuk garis dengan tiga pola, yaitu garis setengah lingkaran dengan puncak menghadap ke atas, garis setengah lingkaran dengan puncak menghadap ke bawah, dan garis yang hampir mengikuti garis regresi linear. Terdapat stasiun yang memiliki nilai R P 2 P sama antara linear dengan kuadratiknya yaitu di Stasiun Gunung Tunggal. Nilai R P 2 P dari hubungan P10 dan indeks kekeringan pada setiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil regresi antara P10 dengan nilai indeks kekeringan secara linear dan kuadratik menunjukkan adanya pengaruh yang cukup erat di stasiun Gardutanjak dan Kalimati Gambar 19. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R P 2 P terbesar, terdapat pada stasiun tersebut sebesar 0.2104 untuk linear dan 0.3081 untuk kuadratik, dimana nilai curah hujan tahunan untuk stasiun Gardutanjak yaitu sebesar 3638 mmtahun. Nilai linear dan kuadratik terendah ada pada stasiun Petir dan Kosambi Dalam. Mungkin hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya data yang hilang di stasiun Petir. y = 3.9709x - 1.9987 R 2 = 0.171 y = -14.008x 2 + 17.529x - 2.9488 R 2 = 0.3081 -8 -6 -4 -2 2 4 6 8 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 P10 PD S I Gambar 19. Grafik Linear dan kuadratik stasiun Kalimati Membandingkan nilai R P 2 P linear dan kuadratik dari hasil yang diperoleh secara manual dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.030 dan R P 2 P kuadratik sebesar 0.047 pada data ≤125 bulan, yang terdapat di stasiun Babadan, Cicinta, Cisalak Baru, Ragas Hilir diketahui bahwa nilai R P 2 P linear dan kuadratik manualnya lebih kecil dari nilai R P 2 P tabelnya. Kecuali di stasiun Bojong 24 Manik, Banjaririgasi, Ciboleger, dimana nilai R P 2 P linear manualnya lebih besar dari R P 2 P tabelnya. Namun di stasiun bojong Manik, juga mengalami nilai R P 2 P kuadratik manualnya lebih kecil dari R P 2 P tabelnya. Pada data 125-150 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025 dan 0.030 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039 dan 0.047 yang terdapat di stasiun Banyawakan, Bobojong, Kalimati, Pamanuk, Rancasumur, serta pada data 150-200 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.025 dan 0.019 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.039 dan 0.030 yang terdapat di stasiun Balaraja, Bumi Ayu Benda, Gunung Tunggal, Karang Kobong, Kosambi, Panancangan, Pipitan, Sepatan, Serpong, Toge, pada data 200-300 bulan, dengan R P 2 P di tabel 0.05 R P 2 P linear sebesar 0.019 dan 0.013 kemudian R P 2 P kuadratik sebesar 0.030 dan 0.020 yang terdapat di stasiun Baros, Bengkok Ciminyak, Batu Bantar Cimanuk, Cikasungka, Cikomara, Cimarga, Ciomas, Citeureup, Gardutanjak, Kosambi Dalam, Kalenpetung, Pamarayan, Pasir Ona Cijoro, Petir, Sampai Suka Rendah, Sampang Peundeuy, Taktakan, Telagasari, diketahui bahwa nilai R P 2 P linear dan kuadratik dari hasil yang diperoleh secara manual 50 nilainya selalu lebih kecil dari nilai R P 2 P tabel. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa hasil analisis regresi nilai R P 2 P linear dan kuadratik pada seluruh stasiun dari hasil yang dihitung secara manual selalu lebih besar dan hal ini dinyatakan memiliki nilai yang signifikan terhadap R P 2 P tabel 0.05 hampir di seluruh stasiun. Kecuali R P 2 P linear dan kuadratik pada stasiun Bumi Ayu Benda, Cisalak Baru, Kosambi Dalam, Panancangan, Petir, yang tidak signifikan dan R P 2 P linear yang tidak signifikan di stasiun Babadan, Baros, Bengkokciminyak, Ciomas, Kalenpetung, Pamanuk, Pasir Ona Cijoro, Pipitan, Ragashilir, Rancasumur, Sampai Suka rendah, Sepatan, Serpong, Taktakan, Telagasari, serta R P 2 P kuadratik yang tidak signifikan di stasiun Bojong Manik. 4.7 Analisis Korelasi dan Regresi Linear Berganda Antara PDSI dengan 8 Parameter Karakteristik Kekeringan Analisis korelasi antara 8 parameter karakteristik kekeringan ini dilakukan pada 4 stasiun yang dianggap mewakili. Stasiun dipilih dengan curah hujan tahunan, kurang dari sama dengan 1000 mmtahun, antara 1000 sampai dengan 2000 mmtahun, antara 2000 sampai dengan 3000 mmtahun, dan lebih dari sama dengan 3000 mmtahun. Jika pada kisaran curah hujan tersebut terdapat banyak stasiun, diseleksi kembali data yang terlengkap Lampiran 11. Setelah dilakukan penyeleksian untuk dianalisis lebih lanjut, terpilih stasiun Ciboleger untuk mewakili CH ≤ 1000 mmtahun, stasiun Kosambi Dalam mewakili CH antara 1000 sampai dengan 2000 mmtahun, stasiun Sampang peudeuy mewakili CH antara 2000 sampai dengan 3000 mmtahun, dan stasiun Bengkok Ciminyak mewakili CH ≥ 3000 mmtahun. Korelasi antara PDSI dengan 8 parameter karakteristik kekeringan yang diproses melalui software minitab versi 14 pada 4 stasiun terpilih Lampiran 12, dapat diketahui bahwa di stasiun Ciboleger, Kosambi Dalam, Sampang Peudeuy, Bengkok Ciminyak, seluruh korelasinya PDSI paling berpengaruh terhadap curah hujan dibandingkan 7 parameter lainnya. Nilai masing- masing korelasi antara PDSI dengan CHnya adalah sebagai berikut, stasiun Ciboleger sebesar 0.407, stasiun Kosambi Dalam sebesar 0.358, stasiun Sampang Peudeuy sebesar 0.433, dan stasiun Bengkok Ciminyak sebesar 0.579. Regresi berganda dilakukan untuk mengetahui empat rumus PDSI pada empat stasiun. Kemudian dianalisis lagi menggunakan metode stepwise untuk memilih parameter apa saja yang dapat dihilangkan karena dianggap tidak terlalu berpengaruh di masing-masing 4 stasiun. Melalui metode stepwise, stasiun Ciboleger, PDSI besar dipengaruhi oleh parameter curah hujan dan peluang hari kering setelah hari sebelumnya juga kering P00, sedangkan parameter lain pada persamaan tersebut dapat dihilangkan. Sebagai contoh, dari persamaan regresi linear berganda: PDSI = - 0.22 + 0.0176 CH - 0.045 HH - 0.257 JHK - 22.6 DHK ≥ 5 + 45.0 DHK ≥ 10 - 18.7 DHK ≥ 15 + 8.25 P00 + 1.18 P10 Dengan metode stepwise menjadi: PDSI = - 4.935 + 0.0290 CH + 4.7 P00 Persamaan tersebut dianggap sudah mewakili dibandingkan pada persamaan regresi berganda. Begitupula yang terjadi di tiga stasiun lainnya. Stasiun Kosambi Dalam, PDSI besar dipengaruhi atau dapat diwakili oleh parameter curah hujan, DHK ≥15, dan JHK. Stasiun Sampang Peudeuy, PDSI besar dipengaruhi atau dapat diwakili oleh parameter curah hujan, hari hujan, dan DHK ≥5. Stasiun Bengkok Ciminyak, PDSI besar dipengaruhi atau dapat diwakili oleh parameter curah hujan, hari hujan dan peluang hari kering setelah hari sebelumnya hujan P10. 4.8 Analisis hubungan Rata-rata PDSI dengan Rata-rata Curah Hujan pada Bulan Terkering dan Terbasah Curah hujan bulanan pada masing- masing stasiun dipilih yang terkering dan terbasah di setiap bulan, lalu dikumpulkan untuk dirata-rata. Hal ini diikuti oleh hasil PDSI di masing-masing CH bulan terkering dan terbasah yang telah diseleksi. Setelah didapat satu nilai indeks dengan satu curah hujan rata- rata bulanan pada bulan terkering dan terbasah Lampiran 13 lalu dibuat peta hubungan antara PDSI dengan CH pada bulan terkering dan peta hubungan PDSI dengan CH pada bulan terbasah Gambar 20 dan Gambar 21. Sebaran curah hujan rata-rata bulanan pada bulan terkering di masing-masing stasiun bervariasi, berkisar antara 3.5mmbulan hingga 94.89 mmbulan dengan nilai indeks kekeringan antara -1.2 stasiun Ciboleger hingga 2.76 stasiun Panancangan, dapat diartikan sifat cuaca yang terjadi antara sedikit kering hingga agak basah menurut Palmer di bulan terkering. Sedangkan sebaran curah hujan rata-rata bulanan pada bulan terbasah, berkisar antara 152.7 mmbulan hingga 632.75 mmbulan dengan nilai indeks kekeringan antara -0.38 stasiun Ragashilir hingga 3.82 stasiun Panancangan, dapat diartikan sifat cuaca yang terjadi antara normal hingga sangat basah menurut Palmer di bulan terbasah. Rata-rata nilai indeks pada bulan terkering dari 40 stasiun yaitu -0.21 dengan rata-rata curah hujan bulanan 27.74 mmbulan yang berarti pada bulan terkering memiliki sifat cuaca normal menurut Palmer untuk provinsi Banten. Sedangkan rata-rata nilai indeks pada bulan terbasah dari 40 stasiun yaitu 1.23 dengan rata-rata curah hujan 414.44 mmbulan yang berarti pada bulan terbasah memiliki sifat cuaca sedikit basah menurut Palmer untuk provinsi Banten. 25 26 Gambar 20. Peta Hubungan PDSI dengan CH pada Bulan Terkering Gambar 21. Peta Hubungan PDSI dengan CH pada Bulan Terbasah

4.9 Analisis Survey Lapang