Metode kerja Persiapan pakan dan adaptasi tikus dalam kandang

6. Spuit berukuran 1 ml dan 3 ml. 7. Antibiotik Tetracyclin 250 mg, anthelmintik Albendazole 5 dan asam asetil salisilat murni AAS serta 1 buah botol obat. Anti jamur Fluconazol 50 mgkg berat badan. 8. Timbangan digital Precisa 3000 D. 9. Alat nekropsi gunting, scalpel, pinset anatomis, pinset fisiologis, jarum fiksator, alas nekropsi, stiroform, wadah penyimpan organ, kaca pembesar berlampu untuk pengamatan Patologi Anatomi serta larutan pengawet Buffer Neutral Formaldehyde BNF 10 . 10. Bahan untuk processing jarinngan: alkohol dengan konsentrasi bertingkat. Alkohol absolut p.a, xylol p.a. p.a= pro analysis. 11. Bahan pewarnaan Hematoxylin Eosin HE. 12. Bahan untuk pewarnaan khusus mukosa Periodic Acid Schift-Alcian Blue. 13. Kamera digital untuk dokumentasi hasil pemeriksaan patologi anatomi PA dan histopatologi. 14. Mikoroskop cahaya binokuler. 15. Mikroskop Video Mikrometer 16. Counter

3.4. Metode kerja Persiapan pakan dan adaptasi tikus dalam kandang

Sebelum tikus digunakan untuk penelitian, terlebih dahulu dipersiapkan pakan tikus berbentuk pelet dengan komposisi bahan : jagung 73,943 , bungkil 14,505, dedak 6,8 , kapur 1,5 , tepung tulang 1,263, minyak 1, metionin 0,362, lisin 0,31, garam 0,213 dan vitamin+mineral mix 0,016. formulasi dan pembuatan pakan dilakukan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.. Pakan kemudian diiradiasi dengan kekuatan 10 KGray di BATAN, Jakarta Selatan untuk tujuan sterilisasi. Setiap hari tikus diberi 25 gram pakan per ekor. Adaptasi pada tikus dilakukan selama tiga minggu disertai dengan pemberian terapi obat antibiotik Tetracyclin 250 mg selama 3 hari dan anthelmintik Albendazole 5 Sanbe diberikan dengan dosis tunggal 10 mg. Pemberian Albendazole diulangi dengan jarak pemberian 1 minggu. Dilanjutkan dengan pemberian anti Cryptococcus, Fluconazole 50 mg satu kali pemberian selama 3 hari. Terapi obat bertujuan untuk menghilangkan bias yang dikhawatirkan akan mempengaruhi kondisi mukosa lambung dan saluran pencernaan lain. Berat badan tikus ditimbang seminggu sekali. Sisa pakan ditimbang setiap hari. Minum Aqua dilakukan setiap hari ad libitum. Perlakuan pemberian aspirin Asam Asetil Salisilat Pemberian AspirinAAS dilakukan pada kelompok tikus yang mendapat perlakuan terdiri dari 10 ekor tikus jantan secara per oral menggunakan sonde lambung dengan dosis tunggal 400 mg dalam 2 ml larutan aquadest selama 3 hari berturut-turut pada sore hari untuk menghindari fase adapatasi lambung terhadap Aspirin. Sebelum pemberian, tikus dipuasakan sebelumnya selama 2-3 jam. Tikus kelompok perlakuan setelah mendapat terapi Aspirin selanjutnya dibagi dalam kelompok Perlakuan Lesi Negatif dan Perlakuan Lesi Positif. Tikus kelompok Kontrol diberi aquadest melalui sonde lambung. Tahap nekropsi tikus 1. Pembiusan tikus Anestesi memakai kapas yang telah dibasahi dengan eter dan dimasukkan ke dalam wadah kaca unaerobic jar. Tikus selanjutnya dinekropsi. 2. Teknik nekropsi Tikus diletakkan di atas stiroform yang telah dilapisi aluminium foil pada posisi dorsal terlentang kemudian difiksasi dengan menggunakan jarum pentul pada keempat ekstremitasnya. Untuk mempermudah nekropsi, permukaan abdomen tikus dibasahi dengan alkohol 70. Tahap nekropsi dilakukan pada linea alba dengan membuka lapisan kulit dan fascia. Rongga abdomen dibuka sampai batas bawah diafragma. Organ yang diambil adalah lambung. Organ tersebut dimasukkan ke dalam larutan BNF 10 dan disimpan sampai proses berikutnya. 3. Trimming organ dan prosesing jaringan Sebelum dilakukan tahap dehidrasi dan embedding, organ dipotong tipis berukuran 3 mm sesuai dengan bagian yang akan diamati yaitu bagian lambung fundus, dan pylorus. Potongan dilakukan sesuai dengan bagian seperti tertera dalam gambar dibawah ini Potongan 3Regio AntrumPilorus Potongan2Regio FundusKorpus Gambar 5. Lambung monogastrik. Fox, 2002 Potongan tipis organ kemudian dimasukkan ke dalam tissue cassette dan diproses secara otomatis dalam tissue processor Sakura TM , Japan untuk proses dehidrasi. Dalam proses dehidrasi digunakan alkohol bertingkat mulai dari alkohol 70 , 80, 90, 95, hingga 100 absolute, diikuti clearing dengan larutan Xylene sebanyak 3 kali dan kemudian embedding menggunakan paraffin Shendon TM , UK. Dilanjutkan dengan pembuatan blok jaringan dalam paraffin cair yang mempunyai titik leleh 56- 57˚ C dalam mesin embedding tissue Sakura TM , Japan. Setelah dingin blok disimpan hingga trimming. 4. Trimming  Blok yang telah mengeras kemudian disimpan dalam refrigerator hingga akan dipotong menggunakan mikrotom setebal 3- 4 μm Spencer, USA.  Hasil potongan mikrotom dibentangkan di atas permukaan air dengan suhu 40˚ C, kemudian diletakkan di atas object glass yang telah dilapisi Ewitt sebagai pelekat dan dikeringkan.  Sebelum diwarnai, potongan organ di atas object glass diinkubasikan dalam inkubator Memert, Jerman dengan suhu 55˚ C selama semalam.  Kemudian diwarnai dengan Hematoxylin Eosin menurut metode Meyer Humason 1985. Pemeriksaan makroskopik PA Pemeriksaan makroskopik PA dilakukan untuk mengetahui adanya dilatasi lambung dengan mengukur diameter transversal dan sagital lambung tikus SD. Pemeriksaan Histopatologi HP Pemeriksaan histopatologi organ lambung dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif pada regio lambung kelenjar. Lambung kelenjar dibedakan menjadi dua regio, FundusKorpus dan AntrumPilorus. Pemeriksaan kuantitatif organ lambung dilakukan dengan beberapa parameter antara lain: 1. Pengukuran diameter lambung transversal dan sagital dalam sentimeter 2. Perhitungan jumlah sel mukus per satuan panjang 1000 µm menggunakan mikroskop videomikrometer pada 10 lapang pandang. Untuk mernghitung jumlah sel goblet digunakan pewarnaan PAS-AB. 3. Perhitungan jumlah sel perietal dan sel Chief dengan pewarnaan HE pada 10 lapang pandang. 4. Perhitungan jumlah infiltrasi sel radang pada tiap lapisan lambung pada 10 lapang pandang. Pemeriksaan Imunohistokimia Pemeriksaan imunohistokimia dilakukan untuk menentukan enzym cyclooxygenase 1 COX-1 dan cyclooxygenase 2 COX-2 pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan lesi positif, dengan antigen pada sel mukosa dan antibodi monoklonal Rabbit Monoclonal Antibody COX-1 dan COX-2 dengan pengenceran 180 produksi Cell Signaling Technology, USA. Tempat pemeriksaan di Bagian Patologi FK. Universitas Pajajaran RS Hasan Sadikin, Bandung. Penilaian hasil pemeriksaan secara kualitatif berdasarkan intensitas warna yang dilihat secara mikroskopik dengan menggunakan kriteria negatif dan positif.

3.5. Analisis dan Interpretasi Data