Histopatologi sel mukus lambung tikus pada Gastropati Aspirin

4.2. Histopatologi sel mukus lambung tikus pada Gastropati Aspirin

Hasil analisa statistik terhadap jumlah sel mukus pada FundusKorpus didapatkan : Tabel 4. Perbedaan jumlah sel mukus kelompok K,PLN dan PLP regio FundusKorpus. Kelompok Jumlah sel mukus Kontrol 10.43 + 4.28 a Perlakuan lesi Negatif PLN 16.50 + 0.71 ab Perlakuan lesi Positif PLP 18.25 + 5.06 b Huruf yang berbeda menunjukkan p0.05 Dari tabel 4 didapatkan jumlah sel mukus antara kelompok PLN tidak berbeda bermakna dengan kelompok K dan kelompok PLP. Perbedaan bermakna didapatkan pada kelompok K dan PLP. Perbedaan tidak bermakna antara kelompok PLN dan PLP menunjukkan bahwa proliferasi sel mukus dalam meningkatkan produksi mukus merupakan pencegahan primer. Meskipun tidak didapatkan efek topikal Aspirin pada mukosa kelompok PLN, masih didapatkan pada kelompok PLN peningkatan jumlah sel mukus yang tidak berbeda bermakna dengan kelompok PLP. Hal ini dapat dijelaskan bahwa efek sistemik Aspirin dalam menghambat COX-1 tidak bersifat total, sehingga proliferasi sel mukus masih dapat berlangsung. Sebaliknya proliferasi sel mukus pada kelompok PLP seharusnya melebihi kelompok PLN, akan tetapi tidak terjadi disebabkan oleh sebagian sel mukus mengalami kerusakan akibat terjadinya lesi, disertai hambatan COX-1 lebih kuat sehingga proses proliferasi yang terjadi tidak berjalan secara maksimal. Proliferasi sel mukus pada kelompok PLN berfungsi sebagai pencegahan primer sedangkan pada kelompok PLP sebagai pencegahan sekunder. Lesi mukosa akibat Aspirin lebih jarang terjadi pada regio FundusKorpus sebab fungsi sel mukus yang baik dan kontak obat dengan mukosa regio FK relatif singkat. Perbedaan tidak bermakna antara kelompok PLN dan K menunjukkan bahwa proliferasi sel mukus bersifat fisiologik berfungsi sebagai pencegahan primer. Tabel 5. Perbedaan jumlah sel mukus kelompok K,PLN dan PLP regio AntrumPilorus Kelompok Jumlah sel mukus Kontrol 11.67 + 1.97 a Perlakuan lesi Negatif PLN 11.00 + 2.74 a Perlakuan lesi Positif PLP 16.50 + 4.43 b Huruf yang berbeda menunjukkan p0.05 Hasil analisa statistik tabel 5 didapatkan sel mukus pada AntrumPilorus, kelompok PLN dan kelompok K didapatkan perbedaan yang tidak bermakna, sedangkan dengan kelompok PLP didapatkan perbedaan yang bermakna. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa jumlah sel mukus pada kelompok K maupun PLN tidak berbeda karena reaksi sel mukus kelompok PLN regio AntrumPilorus tidak terjadi oleh efek topikal Aspirin, sehingga pengaruh Aspirin terhadap peningkatan jumlah sel mukus tidak berbeda bermakna. Perbedaan bermakna kelompok PLN dan PLP disebabkan peningkatan jumlah sel mukus kelompok PLP merupakan mekanisme pencegahan sekunder dalam mencegah perluasan lesi mukosa. Peningkatan jumlah sel mukus berasal dari sel mukus permukaan dan sel mukus leher. Sel mukus permukaan lebih banyak dipengaruhi oleh Epidermal Growth Factor, sedangkan sel mukus leher dipengaruhi oleh aktifitas prostaglandin. Efek topikal Aspirin akan merangsang produksi mukus dari sel permukaan, sedangkan efek sistemik Aspirin dalam menghambat produksi mukus melalui jalur COX. Hambatan terhadap COX-1 tidak bersifat total, hal ini terbukti dengan ekspresi COX-1 pada pemeriksaan imunohistokimia. Hambatan terhadap COX-1 merupakan bagian dari etiologi terjadinya lesi mukosa lambung akibat Aspirin. A B Gambar 7. Histopatologi sel mukus mukosa lambung tikus SD normal A dan hipersekresi B. Perwarnaan PAS, perbesaran 400 kali. Bar 20 µm 4.3. Histopatologi sel radang, sel parietal dan sel chief lambung tikus pada Gastropati Aspirin Peran sel-sel mukosa lambung yang termasuk faktor agresif yaitu sel radang, sel parietal dan sel chief merupakan komponen yang akan memperberat lesi mukosa akibat efek samping Aspirin. Reaksi sel radang merupakan mekanisme pertahanan tubuh dalam menangkal pengaruh agen dari luar. Proses kemotaksis netrofil berhubungan dengan aktifitas interleukin 1, berfungsi dalam menghambat atau meningkatkan faktor proinflamasi yaitu Platelet Activating Factor PAF dan nitikoksida NO PAF bersifat sebagai faktor agresif, sedangkan NO bersifat sebagai faktor defensif. Aspirin akan menstimulasi pelepasan NO dari endotel vaskuler, berfungsi sebagai vaskulo protektif dan tidak berhubungan dengan COX Fiorucci dan Del Soldato 2003. Pengaruh sistemik Aspirin akan mengurangi jumlah infiltrasi sel radang pada mukosa lambung dan meningkatkan produksi NO. Proses ini merupakan mekanisme kerja aspirin dalam adaptasi mukosa lambung Laine dan Takeuchi etal. 2008. Pada penelitian ini jumlah sel radang pada ketiga kelompok yaitu kelompok kontrol K, Perlakuan Lesi Negatif PLN dan Perlakuan Lesi Positif PLP regio FundusKorpus kelompok PLN berbeda bermakna dengan kelompok K dan berbeda tidak bermakna dengan kelompok PLP. Perbedaan yang bermakna antara kelompok K dan PLN disebabkan oleh induktor yang berbeda yaitu aquades dan Aspirin. Efek sistemik Aspirin akan menghambat kerja isoenzim COX-2, dengan akibat terjadi aktifasi lekosit. Aktifasi lekosit akan berakibat lesi mukosa bila hambatan terhadap COX-2 tidak seimbang dengan hambatan COX-1. Keseimbangan dalam hambatan kedua isoenzim, aktifasi lekosit merupakan unsur ketahanan mukosa. Sel radang pada kelompok PLN dan PLP didapatkan perbedaan yang tidak bermakna, hal ini menunjukkan bahwa reaksi sel radang pada kelompok PLP lebih merupakan bagian faktor defensif dalam mencegah perluasan lesi mukosa.. Gambar 8. Jumlah sel radang kelompok K,PLN dan PLP regio FundusKorpus Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang bermakna Peradangan mukosa merupakan reaksi biokimiawi yang sangat kompleks sebagai mekanisme proteksi mukosa terhadap kerusakan sel epitel. Bila proses ini berlanjut, akan berubah menjadi faktor agresif dalam bentuk kerusakan sel epitel akibat pelepasan mediator inflamasi, pada peradangan akut. Aspirin merupakan salah satu faktor penyebab dalam patogenesis terjadinya lesi mukosa lambung akut.. Sel netrofil yang merupakan bagian dari unsur pertahanan mukosa akan ditarik kedaerah yang mengalami inflamasi dan akan membentuk oksigen dan nitrogen reaktif beserta enzim protease. Infiltrasi netrofil yang teraktifasi bisa bersifat faktor agresif dalam bentuk interaksi antara lekosit dengan sel endotel vaskuler. Kondisi ini akan berakibat lesi mukosa melalui gangguan aliran darah atau terbentuknya superoksida, sebagai suatu stres oksidatif. Disisi lain infiltrasi netrofil bisa sebagai faktor defensif melalui pembentukan nitrikoksida Yoshikawa dan Naito 2000. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan inducible nitric oxide synthase iNOS dan apoptosis disertai proliferasi sel epitel gaster, merupakan mekanisme peningkatan ketahanan mukosa. Kondisi inflamasi merupakan elemen penting dalam proses penyembuhan ulkus pada saluran cerna. Mediator inflamasi spesifik seperti NO, sitokin, proteinase activated receptors PAR dan poliamin merupakan kontributor dalam proses penyembuhan ulkus. Prostaglandin PG akan meningkatkan komponen komponen yang berfungsi dalam ketahanan mukosa, seperti produksi mukus dan bikarbonat, peningkatan aliran darah mukosa, ketahanan sel epitel terhadap induksi sitotoksin dan mengurangi infiltrasi lekosit kedalam mukosa Brzozowska dan Targosz etal. 2004, Martin dan Wallace 2006. Kerusakan mukosa gaster superfisial juga akan berakibat inflamasi, ditandai oleh peningkatan aliran darah, eksudasi plasma dan penarikan lekosit ke dalam mukosa. Keadaan ini akan meminimalisasi kerusakan jaringan, memfasilitasi perbaikan jaringan yang rusak dan mencegah masuknya benda asing termasuk mikroba dan produknya. Proses inflamasi akut bertujuan mengurangi kerusakan mukosa, yang mana bila reaksi berlanjut akan berakibat kerusakan mukosa. Aspirin akan berakibat reaksi inflamasi akut dan bisa menjadi inflamasi kronik. Regio AP sering didapatkan suatu inflamasi kronik, disebabkan pada daerah ini terjadi kontak langsung isi lambung dengan mukosa relatif lama, sehingga dapat menginduksi perubahan pada mukosa tersebut. Perubahan yang terjadi lebih cenderung pada penurunan ketahanan mukosa lambung Serhan dan Brain etal. 2007, Wallace 2008 Pada regio AntrumPilorus Gambar 9 jumlah sel radang pada kelompok PLN tidak berbeda bermakna dengan kelompok K dan PLP. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi sel radang tidak dipengaruhi oleh adanya lesi mukosa. Hal ini dapat dijelaskan bahwa reaksi sel radang pada regio ini merupakan faktor defensif untuk meningkatkan ketahanan mukosa. Peran sel radang pada regio ini tidak berpengaruh terhadap terjadinya lesi mukosa akut lambung. Jumlah sel radang lebih banyak pada kelompok PLP menunjukkan bahwa reaksi sel radang lebih merupakan mekanisme dalam mencegah perluasan lesi mukosa, berhubungan dengan peningkatan ketahanan mukosa lambung dengan memproduksi nitrikoksida Martin dan Wallace 2006. Gambar 9. Jumlah sel radang kelompok K,PLN,PLP regio AntrumPilorus Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan yang bermakna A B Gambar 10. Histopatologi edema pada submukosa A dan mukosa lambung B regio FK kelompok P. M= mukosa; MM= muskularis mukosa; S= submukosa; TM= tunika muskularis. Pewarnaan HE, perbesaran 400 x A dan 400 x, bar 20 µm B. A B Gambar 11 Infiltrasi sel radang pada lambung tanda panah pada kelompok Kontrol A dan pada kelompok Perlakuan B. M= mukosa; MM= muskularis mukosa; S= submukosa. Pewarnaan HE, perbesaran 400x, bar 20 µm. M Sel parietal sebagai penghasil asam lambung merupakan faktor agresif pada lambung. Lesi mukosa akut akibat Aspirin dapat terjadi sepanjang traktus gastro intestinalis, oleh sebab itu peran asam lambung dapat berpengaruh positif atau negatif terhadap terjadinya lesi mukosa Kato dan Aihara etal. 2005. Peran asam lambung pada lesi mukosa akut akibat Aspirin hanya pada esofagus, lambung dan duodenum, sedangkan OAINS enteropati bukan akibat pengaruh asam lambung, melainkan akibat asam empedu dan bakteri Park dan Chun etal. 2011. Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin, peran faktor agresif hanya sebagai kontributor dalam mempercepat terjadinya lesi. Lesi mukosa saluran cerna akibat Aspirin mempunyai patomekanisme yang berbeda tergantung dari lokasi terjadinya kelainan. Terjadinya lesi mukosa dimulai dengan penurunan faktor defensif mukosa yang berhubungan dengan produksi mukus. Mukus sebagai sawar terdepan akan dapat mencegah terjadinya lesi mukosa akibat efek topikal maupun sistemik Atuma dan Strugala etal. 2001, Adebayo dan Bjarnason 2006. Produksi asam lambung berbanding lurus dengan jumlah sel parietal. Bila sebagian sel parietal mengalami kerusakan piknosis, akan berakibat produksi asal lambung menurun Bowen 2002 Gambar 12. Sel parietal piknosis panah pada lesi mukosa akut Gastropati Aspirin. Perwarnaan HE, perbesaran 200 kali, bar 50 µm. Pada regio FundusKorpus didapatkan kelompok PLN tidak berbeda bermakna dengan kelompok K dan PLP, sedangkan kelompok K berbeda bermakna dengan kelompok PLP. Jumlah sel parietal secara fisiologik terdapat pada regio FundusKorpus, sedangkan pada regio AntrumPilorus jumlah sel parietal relatif lebih sedikit disebabkan kondisi mukosa regio ini sering terjadi inflamasi kronik, sehingga sel parietal yang masih berfungsi lebih sedikit dibandingkan regio KorpusFundus. Tidak didapatkan penambahan jumlah sel pada kelompok Perlakuan menunjukkan bahwa tidak terjadi peningkatan sekresi asam lambung. Jumlah sel parietal berbanding lurus dengan produksi asam lambung Bowen R. Dari hasil ini diketahui bahwa asam lambung tidak berperan langsung melainkan hanya sebagai kontributor dalam mempermudah terjadinya lesi. Bila sudah terjadi lesi mukosa, sebagian sel parietal akan mengalami piknosis sehingga produksi asam lambung akan berkurang. Perbedaan bermakna antara kelompok K dan PLP regio FK akibat dari jumlah sel parietal pada kelompok PLP lebih sedikit akibat terjadi kematian sel parietal dalam bentuk piknosis sehingga sekresi asam lambung akan menurun. Hal ini akan mempercepat proses penyembuhan lesi mukosa pada regio ini, akibat menurunnya produksi asam lambung sebagai faktor agresif. Gambar 13. Jumlah sel parietal kelompok K, PLN dan PLP regio FundusKorpus. Huruf berbeda menunjukkan perbedaan bermakna Pada gambar 13 didapatkan jumlah sel parietal pada regio AntrumPilorus, kelompok K, PLN dan PLP tidak berbeda bermakna. Hal ini menunjukkan peran asam lambung terhadap terjadinya lesi pada regio AntrumPilorus hanya sebagai faktor kontributor saja. Reaksi topikal Aspirin dengan mukosa tidak mempengaruhi terhadap produksi asam lambung sebab pada regio AntrumPilorus jumlah sel parietal pada regio ini sebagian mengalami piknosis akibat telah terjadi inflamasi kronik. Regio AntrumPilorus sebagai tempat penampungan isi lambung sebelum masuk ke duodenum, akibatnya pada regio ini sudah terjadi perubahan histopatologik dalam bentuk inflamasi kronik Takao dan Ishikawa etal. 2011. Kondisi ini akan mengurangi produksi asam lambung akibat sebagian sel parietal piknosis dan tidak berfungsi. Hal ini terbukti dari hasil penelitian kelompok PLP jumlah sel parietal lebih rendah dibandingkan kelompok PLN. Pada kelompok PLN didapatkan perbedaan tidak bermakna dengan kelompok K, membuktikan peran asam lambung bersifat fisiologis, dan hanya sebagai kontributor bila sudah terjadi lesi mukosa. Gambar 14. Jumlah sel parietal kelompok K, PLN, PLP regio AntrumPilorus Huruf berbeda menunjukkan perbedaan bermakna A B Gambar 15. Histopatologi sel parietal lambung Normal panah kuning dan sel parietal yang piknosis panahmerah B pada kelompok K dan PLP. Pewarnaan HE, perbesaran 400x, bar 20 µm Sel chief memproduksi pepsinogen, akan berubah menjadi pepsin akibat pengaruh keasaman lambung dengan pH rendah. Aktifitas sel parietal dalam memproduksi asam lambung akan mempengaruhi produksi sel chief, sebab keasaman yang tinggi akan berakibat pembentukan pepsin akan meningkat. Peningkatan pembentukan pepsin akan memperberat lesi mukosa yang sudah terjadi. Peningkatan jumlah produksi pepsin paralel dengan peningkatan jumlah sel chief. Asam lambung dan pepsin sebagai faktor agresif akan memperberat lesi mukosa bila terjadi infiltrasi ke sel epitel akibat rusaknya lapisan mukusVenables 1986, Bowen R, 2002. Pepsinogen dibagi dalam dua jenis yaitu Pepsinogen 1 PG1 dan Pepesinogen 2 PG2. PG1 banyak diproduksi pada daerah Kardia dan Fundus, sedangkan PG2 pada daerah Antrum. Pada gastritis atrofi didapatkan penurunan PG1 dan perbandingan PG1 dan PG2. Terdapat korelasi PG1 dengan proses inflamasi pada regio Antrum Takao dan Ishikawa etal. 2011. Pada hasil penelitian ini didapatkan pada regio FundusKorpus jumlah sel chief pada kelompok PLN tidak berbeda bermakna dengan dengan kelompok K, sedangkan berbeda bermakna dengan kelompok PLP. Penurunan jumlah sel chief pada kelompok PLP, disebabkan oleh terjadinya kerusakan sel akibat proses inflamasi atau jumlah pepsin yang sudah terbentuk cukup banyak akibat keasaman lambung yang rendah. Aktifitas pepsin yang tinggi merupakan kotributor dalam terjadinya lesi mukosa lambung akibat Aspirin. . Gambar 16. Jumlah sel chief kelompok K,PLN,PLP regio FundusKorpus Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan bermakna Pada regio FundusKorpus jumlah sel chief kelompok K dan PLN tidak berbeda bermakna, hal ini membuktikan fungsi sel chief bersifat fisiologik. Pada kedua kelompok tersebut tidak terjadi penetrasi asam kedalam mukosa sehingga aktifitas sel chief berjalan normal. Peran PG1 akan dapat diketahui dari proses inflamasi pada regio AntrumPilorus. Pada regio AntrumPilorus didapatkan jumlah sel chief kelompok PLN tidak berbeda bermakna dengan kelompok K dan PLP. Aktifitas sel chief pada kelompok PLP hanya sebagai kontributor terjadinya lesi mukosa lambung. Pada gambar 14 didapatkan jumlah sel parietal antara kelompok PLN dan PLP juga tidak berbeda bermakna. Hal ini sesuai dengan aktifitas sel chief dalam membentuk pepsin dari pepsinogen ditentukan oleh aktifitas sel parietal yang ditentukan dari jumlah sel dalam memproduksi asam lambung. Gambar 17. Jumlah sel chief kelompok K,PLN,PLP regio AntrumPilorus Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan bermakna Disamping itu jumlah sel parietal yang lebih sedikit pada regio AntrumPilorus akan berhubungan dengan jumlah sel chief dalam menghasilkan pepsin dari pepsinigen akibat pengaruh asam lambung. Proses inflamasi pada kelompok PLP akan menurunkan aktifitas sel chief pada regio KorpusFundus dalam menghasilkan PG1. Rasio PG1 dan PG2 yang rendah baik pada kelompok PLN maupun PLP menunjukkan aktifitas pepsin hanya sebagai kontributor dalam terjadinya lesi mukosa akut akibat Aspirin. . Gambar 18. Histologi sel parietal panah hitam dan sel chief panah merah lambung regio FundusKorpus. Pewarnaan HE, perbesaran 400 kali. Bar 20 µm

4.4. Reaksi isoenzim Cyclooxygenase COX-1 dan COX-2 pada Gastropati Aspirin