5. Simpulan dan Saran
Dari 30 mahasiswa yang menjadi sampel penelitian, diperoleh nilai rata-rata tes yaitu sebesar 49.06, sedangkan persentase kesalahan mahasiswa
dalam menggunakan modalitas toui adalah sebesar 50.93. Kesalahan dan faktor penyebab kesalahan penggunaan modalitas toui
bentuk beki da, koto da dan mono da yang dilakukan oleh responden adalah sebagai berikut:
1. Kesalahan dalam penggunaan modalitas toui Kesalahan mahasiswa dalam penggunaan modalitas toui bentuk
beki da, koto da dan mono da adalah sebagai berikut: a. Kesalahan pada penggunaan bentuk modalitas toui yang memiliki
fungsi lebih dari satu, misalnya pada penggunaan modalitas toui bentuk beki da, yang dapat digunakan untuk menyatakan sebuah saran
yang berisi pengharapan dan jika dirubah menjadi bentuk lampau, yaitu beki datta atau beki dewanakatta dapat digunakan untuk
menunjukan rasa penyesalan kepada lawan bicara. b. Kesalahan dalam perubahan kata benda pada kalimat yang
mengandung modalitas toui bentuk beki da. Sebagai contoh, kata benda teinei yang bila digabungkan dengan beki da menjadi teinei
dearu beki da, bukan teinei ni beki da atau pun teinei no beki da. c. Kesalahan dalam menggunakan bentuk modalitas toui yang memiliki
kemiripan arti dan fungsi yang sama, tetapi memiliki kesan atau
xvii
nuansa yang berbeda. Misalnya pada modalitas toui bentuk beki da dan koto da, yang memiliki fungsi yang sama, yaitu untuk
menyatakan sebuah nasihat yang bersifat pribadi. d. Kesalahan dalam menggunakan bentuk modalitas toui koto da yang
memiliki penanda subjek yang berbeda dari bentuk mono da dan beki da.
e. Kesalahan dalam pembentukan kalimat yang mengandung bentuk modalitas beki da. Sebagai contoh, sebelum kata beki da, kata kerja
yang digunakan adalah kata kerja bentuk kamus. Untuk kata benda, ditambah dearu.
2. Faktor penyebab kesalahan Kesalahan mahasiswa dalam menggunakan modalitas toui
disebabkan oleh beberapa faktor penyebab, yaitu: a. Mahasiswa tidak memahami fungsi dari masing-masing bentuk
modalitas. b. Mahasiswa tidak memahami penggunaan partikel pada kalimat yang
mengandung modalitas beki da. Sebagai contoh, mereka terkecoh dengan partikel ni yang memiliki fungsi sebagai penunjuk keterangan
cara. c. Mahasiswa terkecoh dengan modalitas lain yang memiliki padanan
kata yang sama dalam bahasa Indonesia, seperti kata koto da dan beki da
yang bermakna „seharusnya‟.
xviii
d. Mahasiswa tidak memahami konteks kalimat sebelumnya yang menjadi petunjuk jawaban.
e. Mahasiswa tidak memahami pembentukan kalimat yang mengandung bentuk beki da.
f. Mahasiswa tidak memperhatikan subjek dalam kalimat. Contohnya, subjek pada koto da harus yang memiliki status sosial yang lebih tingi
dari lawan bicara. g. Mahasiswa tidak bisa membedakan fungsi mono yang memiliki
kemiripan fungsi dengan beki, yaitu menyatakan sebuah anjuran. Berdasarkan simpulan di atas, penulis dapat merekomendasikan
beberapa hal sebagai berikut: 1. Saran untuk pengajar bahasa Jepang
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan agar pengajar bahasa Jepang sering memberikan latihan, seperti latihan membuat kalimat
dengan bentuk modalitas toui. Selain itu, diharapkan agar pengajar meninjau kembali buku ajar yang digunakan, apakah penjelasan di dalam
buku ajar sudah lengkap dan mudah dipahami atau belum. 2. Saran untuk pembelajar bahasa Jepang
Mahasiswa diharapkan untuk lebih sering berlatih mengerjakan soal tentang modalitas toui, dan berupaya menambah wawasan dengan
mencari buku penunjang tentang modalitas toui, selain buku pelajaran yang digunakan dalam perkuliahan. Dalam memilih dan menggunakan
modalitas toui yang tepat, diharapkan mahasiswa tidak hanya
xix