ANALISIS DISPARITAS PIDANA TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA (Studi Perkara Nomor : 350/Pid.Sus/2014/PN.TK dan 79/Pid/2012/PNK)

(1)

Muhammad Shobirin :DisparitasPenjatuhanPidanaOleh Hakim TerhadapKasus-KasusNarkotika Di…, 2002 USU Repository © 2008

ANALISIS DISPARITAS PIDANA TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA

(Studi Perkara Nomor : 350/Pid.Sus/2014/PN.TK dan 79/Pid/2012/PNK) Oleh

Muhammad Dery Greastyan

ABSTRAK

Penyalahgunaan narkoba mendorong adanya peredaran gelap, sedangkan peredaran gelap narkoba menyebabkan penyalahgunaan yang makin meluas dan berdimensi internasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba dan upaya pemberantasan peredaran gelap mengingat kemajuan perkembangan komunikasi, informasi dan transportasi dalam era globalisasi saat ini. Pada kenyataan terdapat pemidanaan yang berbeda pelaku tindak pidana narkotika, yaitu antara pidana penjara dan pidana rehabilitasi medis, sehingga terdapat disparitas atau perbedaan dalam pidana yang ditetapkan.Tujuan penelitian ini adalah yaitu untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pemidanaan terhadap pengguna narkotika antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara dan menganalisis apa faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap putusan pidan.

Berdasarkan pasal Undang-Undang Narkotika diketahui bahwa pelaku tindak pidana narkoba diancam dengan pidana yang tinggi dan berat dengan dimungkinkannya terdakwa divonis maksimal yakni pidana mati selain pidana penjara dan pidana denda. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pada penelitian ini metode penelitian dlakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari berbagai bahan hukum yang berhubungan dengan penelitian ini, yang terdiri dari: bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Narasumber penelitian terdiri dari Hakim pada Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Kabag Pembinaan Operasional pada Reserse Unit Narkoba Polda Lampung dan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung. Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan cara dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti untuk diinterprestaskan dan ditarik kesimpulan.


(2)

Muhammad Shobirin :DisparitasPenjatuhanPidanaOleh Hakim TerhadapKasus-KasusNarkotika Di…, 2002 USU Repository © 2008

Muhammad Dery Greastyan Berdasarkan hasil penelitian terlihat seringkali terjadi disparitas pemidanaan oleh hakim dalam kasus-kasus narkotika yang cenderung mengabaikan nilai-nilai keadilan. Faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap putusan pidana antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama pengguna narkotika adalah pertama dilihat dari faktor kemanfaatan bagi terdakwa apakah terdakwa layak untuk dipidana ataukah justru dengan adanya pemidanaan dikhawatirkan tujuan pemidanaan yang bertujuan untuk memperbaiki kelakuan terdakwa, justru malah akan menyimpangi dari tujuan awal pemidanaan tersebut, dan kedua adalah faktor tuntutan dari masyarakat yang resah akan perbuatan pelaku yang bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas narkoba.


(3)

ANALISIS DISPARITAS PIDANA TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA

(Studi Perkara Nomor : 350/Pid.Sus/2014/PN.TK dan 79/Pid/2012/PNK)

Oleh

Muhaammad Dery Greastyan

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2015


(4)

ANALISIS DISPARITAS PIDANA TERHADAP PENGGUNA NARKOTIKA

(Studi Perkara Nomor : 350/Pid.Sus/2014/PN.TK dan 79/Pid/2012/PNK)

(Skripsi)

Oleh

MUHAMMAD DERY GREASTYAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 16

II. TINJAUAN PUSTAKA... 18

A. Tindak Pidana Narkotika... 18

B. Pidana Penjara ... 22

C. Rehabilitasi Terhadap Pengguna Narkotika ... 25

III. METODE PENELITIAN ... 31

A. Pendekatan Masalah ... 31

B. Sumber dan Jenis Data ... 31

C. Penentuan Narasumber... 33

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data... 34

E. Analisis Data... 34

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 35

A. Dasar Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Putusan Berbeda Antara Pidana Rehabilitas dan Pidana Penjara Pada Perkara Tindak Pidana Narkotika ... 35

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Putusan Hakim terhadap Putusan Pidana Antara Pidana Rehabilitasi dan Pidana Penjara terhadap Sesama Pengguna Narkotika ... 45


(6)

V. PENUTUP ... 55

A. Simpulan... 55 B. Saran ... 56


(7)

(8)

(9)

MOTO

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah

(Thomas Alva Edison)

Banyak orang tak beriman yang ingin mendekat dan mencintai Tuhan, tapi yang membuat mereka tersandung adalah kemasyuran, keangkuhan dan nafsu yang tak

berkesudahan (Jalaluddin Rumi)

Pendidikan merupakan senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk merubah dunia.

(Nelson Mandela)

Sesungguhnya bersama kesukaran ada keringanan, karna itu bila kau telah selesai (mengerjakan yang lain) dan kepada tuhan,berharaplah

(Q.S Al Insyirah 6-8)

Ada banyak jalan untuk bergerak maju tapi hanya ada satu cara untuk tetap berdiri tegak


(10)

iv

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat dengan kasih

sayang-Nya yang tiada tertandingi sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan

tepat pada waktunya

Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-orang yang terkasih yang saya

sayangi dan saya hormati dalam hidup saya

Teruntuk papa dan mama tercinta

Surya Gatot Asmara

dan

Zulyana

,

anugerah Allah yang paling tulus yang diberikan kepada saya karena telah

memiliki orang tua yang senantiasa mencintai, menyayangi, dan senantiasa

mendoakan dalam setiap sujudnya kepada Sang Pencipta, memberikan segala

pengorbanan dan kebaikannya, semoga Allah SWT senantiasa merahmati dan

memberkahi serta selalu memberi limpahan kesehatan kepada Ayah dan Mama.

Amin

Teruntuk Adikku tersayang Shintya Dwi Greastyan dan Muhammad

Ramadhan Greastyan yang selalu

memberikan semangat.

Teruntuk seseorang yang telah menemani di kala aku tersenyum bahagian dan

selalu di sisiku di kala aku sedih karena duka, semoga kita bisa bersama


(11)

v

Untuk seluruh ibu dan bapak dosenku di Fakultas Hukum Universitas

Lampung , terutama untuk dosen Pembimbing Akademik Bu Siti Azizah, S.H

dosen Pembimbing I Tri Andarisman, S.H., M.H dan dosen Pembimbing II

Reynaldy Amrullah, S.H., M.H terimakasih atas segala ilmu, bimbingan,

pelajaran serta waktu yang diluangkan

demi terselesaikannya Skripsi ini.

Untuk Almamater Universitas Lampung yang telah menjadi jalan untuk

tempatku melangkah menuju masa depan

Dan untuk semua yang menjadi bagian hidupku, yang tak mampu kusebutkan

satu persatu. Kupersembahkan ini untuk kalian semua, terimakasih atas doa


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 8 Desember 1993, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Bapak Surya Gatot Asmara dan Ibu Zulyana, SPd,MPd. Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Sari Teladan Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1999. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 Beringin Raya Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 14 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2008.

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Di Fakultas Hukum Universitas Lampung, penulis mengambil minat Pidana. Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung Umbar, Kecamatan. Kelumbayan, Kabupaten.Tanggamus.


(13)

iv

SANWACANA

Assalamu’alaikum, Wr.Wb

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan ridho-nya, sehingga Penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Disparitas Pidana Terhadap Pengguna Narkotika Studi perkara nomor (350/Pid.Sus/2014/PN.TK dan 79/Pid/2012/PNK)”adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Terselesaikannya skripsi ini merupakan ikhtiar Penulis yang tak luput dari bantuan, dukungan dan bimbingan berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., Plh. Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Bapak Tri Andarisman, S.H., M.H., sebagai pembimbing I yang telah memberikan saran, bimbingan, nasehat serta dorongan motivasi yang tinggi kepada penulis sehingga dapat terselesaikanya skipsi ini.


(14)

v

4. Bapak RinaldyAmrullah, S.H, M.H, sebagai pembimbing II yang telah memberikan saran, bimbingan, serta dorongan motivasi yang tinggi kepada penulis sehingga dapat terselesaikan skripsi ini.

5. Ibu Dr Erna Dewi, S.H., M.H., selaku pembahas I yang telah banyak memberikan saran dan kritiknya.

6. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., selaku pembahas II yang telah banyak memberikan saran dan kritiknya.

7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

8. Seluruh karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung, Mba Yanti, Mba Sri, Babe,Pak Herman.

9. Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Karang dan Hakim yang telah bersedia memberikan iformasi yang berkaitan dengan skripsi ini.

10. Kepolisian Reserse Unit Narkoba Polda Lampung dan juga Kabag Pembinaan Operasional yang telah beredia di wawancara sehingga terselesaikan skripsi ini.

11. Untuk sahabat tercinta Rika Safitri yang selalu ada di saat suka dan duka dan selalu memberikan semangat.

12. Sahabat-sahabat kampus tersayang penulis anggota SOBAT KOPET diantaranya Putera, Ferdyan, Mamed, Himawan, Eri, Kresna, Ody , Ardian Mufty (abah), Fahmi Reza, Gerry (doyok), Hilman, Dananjaya, Tyo, Darvi, Udin, Riefko, Iskandar (ndar), dan seluruh teman – teman Fakultas Hukum Universitas Lampung angkatan 2011 lain nya yang tidak bisa disebutkan


(15)

vi

semua. Terimakasih atas keceriaan, Kebodohan, Loyalitas Tanpa Batas Yang kalian berikan.

13. Saudara – Saudara OLOK Restu, Adit, Ipin, Farhan, Rakhmat, Remon, Langgeng, Eko, Eki, Rastri, Lala, Ipat, resa, ardi, redi, silvi, egi yang selalu memberikan keceriaan ketika sulit menghadang dan memberi solusi ketika banyaknya pertimbangan.

14. Buat keluarga besar KKN di Pekon Umbar Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus diantaranya bapak dan ibu, Bapak Kepala Kampung, Bapak Kaur , dan pemuda-pemudi Pekon Umbar, bang Jani, Santi,fia,nurika,bang revi dll, serta teman–teman yang sudah menemani suka duka selama 40 hari Agus, Ijal, Faisal,Kiki, Rayi, Ane, Umi. Terimakasih atas kebaikan, canda tawa, kebersamaan kalian selama KKN.

15. Almamater tercinta dan seluruh civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Amiin ya Rabbal Alamin..

Bandar Lampung, 2015 Penulis,


(16)

(17)

1

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Penyalahgunaan narkoba mendorong adanya peredaran gelap, sedangkan peredaran gelap narkoba menyebabkan penyalahgunaan yang makin meluas dan berdimensi internasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan narkoba dan upaya pemberantasan peredaran gelap mengingat kemajuan perkembangan komunikasi, informasi dan transportasi dalam era globalisasi saat ini. Hal ini tidak saja merugikan bagi penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional, sehingga hal ini merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan negara.

Kebijakan penanggulangan kejahatan terhadap pengedar narkotika dengan pidana penjara terdapat dalam pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pemidanaan pelaku pengguna narkotika mempunyai implikasi moral yang berbeda satu sama lain. Pemidanaan sebagai ganjaran negatif terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh warga masyarakat sehingga pandangan ini melihat pemidanaan hanya sebagai pembalasan terhadap kesalahan yang dilakukan atas dasar tanggung jawab moralnya masing-masing. Selain itu pemidanaan dapat bermanfaat dalam untuk mencapai situasi atau keadaan yang ingin dihasilkan dengan dijatuhkanya pidana itu.


(18)

2

Pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah laku terpidana dan di pihak lain pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk mencegah orang lain dari kemungkinan melakukan perbuatan yang serupa. Tujuan pemidanaan adalah : a) Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum

demi pengayoman masyarakat;

b) Memasyarakat terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna;

c) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat;

d) Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.1

Tujuan pemidanaan mengandung unsur perlindungan masyarakat, pandangan rehabilitasi dan resosialisasi terpidana. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan merendahkan martabat. Pandangan ini mengerucut pada dua kepentingan, yakni perlindungan masyarakat dan pembinaan bagi pelaku, pemidanaan mengakui asas-asas atau keadaan yang meringankan Pidana mendasarkan pada keadaan obyektif dan mempertimbangkan kebutuhan adanya pembinaan individual dari pelaku tindak pidana. Dengan kata lain tujuan pemidanaan adalah untuk mencapai manfaat untuk melindungi masyarakat dan menuju kesejahteraan masyarat.

Tujuan pemidanaan bukan merupakan pembalasan kepada pelaku di mana sanksi ditekankan pada tujuannya, yakni untuk mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan.

Resosialisasi pelaku tindak pidana kembali ke masyarakat menjadi baik sesuai dengan prinsip pemasyarakatan, bahwa pelaku kejahatan adalah orang yang jiwanya tersesat sehingga perlu diayomi. Tujuan pemidanaan itu baik, tetapi pada

1

Muladi.Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana.Badan Penerbi UNDIP. Semarang. 2001.hlm.75.


(19)

3

pelaksanaannya di dalam lembaga pemasyarakatan tidak sesuai dengan yang diharapkan, bahkan menimbulkan dampak negatif bagi pelaku tindak pidana, antara lain tindakan kekerasan di dalam lembaga pemasyarakatan, alasan hilangnya hak keperdataan seseorang (seperti hak waris), setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan susah mencari pekerjaan, karena timbulnya stigma atau label negatif terhadap mantan narapidana.

Mengingat dampak negatif yang sedemikian luas maka dicarikan upaya-upaya lain untuk menghindari pidana penjara, antara lain berupa mengefektifkan pidana denda, pidana kerja sosial dan secara khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang kemudian dalam pelaksanaan undang-undang tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika.

Sesuai dengan uraian di atas bahwa pengguna narkotika secara ilegal merupakan suatu tindak pidana terhadap pelaku pengedar atau pengguna harus dikenakan pidana sebagai upaya mencegah meluasnya tindak pidana narkotika (upaya represif) berupa penegakan hukum tetapi juga merupakan upaya preventif dalam menanggulangi kejahatan narkotika.

Tujuan dari peraturan pemerintah itu sangat baik, sebagaimana yang telah diuraikan di atas yaitu untuk mengurangi dampak negatif apalagi terhadap pelaku tindak pidana narkotika, pelakunya masih remaja yang pada umumnya adalah sebagai korban, tidak sepatutnya dipidana penjara tetapi direhabilitasi. Terhadap pengguna narkotika sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu


(20)

4

Narkotika menyatakan Wajib Lapor adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya, dan/atau orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Rehabilitasi medis sebagai pembaharuan hukum pidana harus dilakukan dengan pendekatan kebijakan, karena pada hakikatnya ia hanya merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan. Di dalam setiap kebijakan terkandung pula pertimbangan nilai, oleh karena itu pembaharuan hukum pidana harus pula berorientasi pada pendekatan nilai. Pembaharuan hukum pidana dilihat dari sudut pendekatan kebijakan sebagai bagian dari kebijakan sosial, artinya bagian dari upaya untuk mengatasi masalah-masalah sosial (termasuk didalamnya masalah kemanusiaan) dalam rangka mencapai/menunjang tujuan nasional yaitu kesejahteraan masyarakat, selain itu sebagai bagian dari kebijakan kriminal, artinya bagian dari upaya perlindungan masyarakat (khususnya upaya penanggulangan kejahatan).

Pada kenyataan terdapat pemidanaan yang berbeda pelaku tindak pidana narkotika, yaitu antara pidana penjara dan pidana rehabilitasi medis, sehingga terdapat disparitas atau perbedaan dalam pidana yang ditetapkan. Pidana penjara dikenal sebagai reaksi masyarakat sebagai adanya tindakan pidana yang dilakukan oleh seorang pelanggar hukum. Oleh karena itu pidana penjara juga disebut sebagai pidana hilang kemerdekaan. Seseorang dibuat tidak berdaya dan diasingkan secara sosial dari lingkungan semula.


(21)

5

Majelis hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pengguna narkotika seharusnya mengedepankan keadilan dan berpegang teguh pada prinsip kesamaan warganegara di depan hukum, tetapi pada kenyataannya majelis hakim menjatuhkan pidana yang berbeda terhadap dua pelaku tindak pidana penyalagunaan narkotika, antara penjara dan pidana rehabilitasi. Hal ini nampak pada Perkara Nomor : 350/Pid.Sus/2014/PN.TK dan Perkara Nomor : 79/Pid/2012/PNTK.

Pelaku tindak pidana penyalagunaan narkotika dalam Perkara Nomor : 350/Pid.Sus/2014/PN.TK bernama Indra Samiaji Bin Jumaidi divonis pidana penjara selama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan penjara kerena melanggar Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu penyalahgunaan narkotika golongan I untuk dirinya sendiri. Pada pihak lain pelaku penyalahgunaan narkotika dalam Perkara Nomor : 79/Pid/2012/PNTK, bernama Tesar Esandra, SH., M.Kn Bin Novandra divonis pidana rehabilitasi medis, padahal pelaku juga melanggar Pasar 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Sesuai dengan kedua putusan hakim tesebut maka ditemukan adanya disparitas pidana terhadap pelaku tindak pidana penyalagunaan narkotika, yang menimbulkan pandangan negatif masyarakat terhadap hakim dapat dihindari dengan memutus perkara secara adil dan teliti, sehingga tidak menimbulkan kesenjangan terhadap suatu putusan. Dari dalam diri hakim hendaknya lahir, tumbuh dan berkembang adanya sikap/sifat kepuasan moral jika keputusan yang dibuatnya dapat menjadi tolak ukur untuk kasus yang sama, sebagai bahan


(22)

6

referensi bagi kalangan teoritis dan praktisi hukum serta kepuasan nurani jika sampai dikuatkan dan tidak dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung jika perkara sampai ke tingkat banding atau kasasi, yaitu mulai dari perlunya kehati-hatian serta dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan, baik bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik dalam membuatnya.2

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka penulis akan melakukan penelitian dan menuangkannya ke dalam skripsi berjudul : Analisis Disparitas Pemindanaan Terhadap pengguna Narkotika Antara Pidana Rehabilitasi dan Pidana Penjara (Studi Perkara Nomor : 350/Pid.Sus/2014/PN.TK dan 79/Pid/2012/PNTK).

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian 1. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Apa Dasar pertimbangan hakim terhadap putusan pidana antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama pengguna narkotika?

b. Apakah Faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap putusan pidana antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama pengguna narkotika?

2

Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana, Teori, Praktik, Teknik Penyusunan dan Permasalahannya,Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010,hlm.155.


(23)

7

2. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah hukum pidana dan dibatasi pada kajian mengenai disparitas pemidanaan terhadap pengguna narkotika antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara dan keadilan substatif dalam disparitas pemidanaan terhadap pengguna narkotika antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara. Ruang lingkup Lokasi Penelitian adalah pada Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang dan Penelitian dilaksanakan pada Tahun 2014.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pemidanaan terhadap pengguna narkotika antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara.

b. Untuk mengetahui dan menganalisis apa faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap putusan pidana antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama pengguna narkotika.

c. Untuk mengetahui dan menganalisis terjadi disparitas pemidanaanan antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama pengguna narkotika


(24)

8

2. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut :

a. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah kajian ilmu hukum pidana, khususnya yang berhubungan dengan disparitas pemidanaan terhadap pengguna narkotika antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara.

b. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan dan kontibusi positif bagi aparat penegak hukum dalam menanggulangi tindak pidana penyalagunaan narkotika di masa-masa yang akan datang.

D. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan pengabstraksian hasil pemikiran sebagai kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan penelitian ilmiah, khususnya dalam penelitian ilmu hukum. Kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Teori Disparitas

Disparitasi adalah penerapan pidana (disparity of sentencing) yang tidak sama (same offence) atau terhadap tindak pidana yang sifat berbahayanya dapat diperbandingkan tanpa dasar pemberian yang jelas. Disparitasi pidana dipersepsi publik sebagai bukti ketiadaan keadilan (societal justice).


(25)

9

Secara yuridis formal, kondisi ini tidak dapat dianggap telah melanggar hukum, meskipun demikian, seringkali orang melupakan bahwa elemen “Keadilan” pada

dasarnya harus melekat pada putusan yang diberikan oleh hakim.3

Faktor yang dapat menyebabkan timbulnya disparitas pidana adalah tidak adanya pedoman pemidanaan bagi hakim dalam menjatuhkan pidana. Pedoman pemberian pidana akan memudahkan hakim dalam menetapkan pemidanaannya, setelah terbukti bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya.4

Pedoman pemberian pidana itu memuat hal-hal yang bersifat objektif mengenai hal-hal yang berkaitan dengan di pelaku tindak pidana sehingga dengan memperhatikan hal-hal tersebut penjatuhan pidana lebih proporsional dan lebih dipahami mengapa pidananya seperti hasil putusan yang dijatuhkan oleh hakim. Pendapat sudarto ini dibenarkan pula oleh Muladi, karena masalahnya bukan menghilangkan disparitas secara mutlak, tetapi disparitas tersebut harus rasional.5

Untuk menghilangkan adanya perasaan-perasaan tidak puas terhadap putusan hakim pidana yang pidananya berbeda sangat menyolok untuk pelanggaran hukum yang sama, maka dirasa perlu untuk mengadakan usaha-usaha agar terdapat penghukuman yang tepat dan serasi.

3

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta.1993.hlm.46.

4

Sudarto.Kapita Selekta Hukum Pidana.Alimni. Bandung. 1986.hlm.34

5


(26)

10

Untuk keserasian hukum diperlukan pedoman/indikator dalam bentuk yang dinamakan checking points yang disusun setelah mengadakan simposium atau seminar, baik yang bersifat regional maupun nasional dengan mengikutsertakan ahli-ahli yang disebut behavior scientist.” (Istilah uniformitas pemidanaan ini

dirasa dapat menimbulkan pengertian yang kurang sesuai dan oleh karenanya kata ketetapan dan keserasian pemidanaan lebih dipergunakan).6

Hal lain yang dapat menimbulkan disparitas pidana adalah ketidakadaan pedoman pemidanaan dalam perundang-undangan atau dalam praktek pengadilan. Tanpa pedoman yang memadai dalam undang-undang hukum pidana dikhawatirkan masalah disparitas pidana dikemudian hari akan menjadi lebih parah dibandingkan dengan saat ini. Dengan tidak adanya pedoman dalam hukum pidana, keanekaragaman pidana akan terjadi walaupun hakim-hakim akan melaksanakan tugas pemidanaan dengan penuh tanggung jawab dan secermat mungkin.

Maksud patokan pemidanaan adalah pidana rata-rata yang dijatuhkan hakim dalam wilayah pengadilan tertentu, misalnya Wilayah Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat. Dengan demikian pidana yang terlalu ekstrim, terlalu berat, atau terlalu ringan dapat dibatasi. Patokan ini tidak bersifat mutlak. Setiap majelis hakim bebas untuk menyimpang dari patokan tersebut, asalkan memberikan pertimbangan yang cukup dalam putusannya.7

6

Ibid.hlm.34

7

Andi Hamzah.Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia.jakarta.2001.hal.101-102.


(27)

11

Hal tersebut dapat dilihat Pasal 12 ayat (2) KUHP, yang menyebutkan bahwa pidana penjara waktu tertentu paling pendek 1 (satu) hari dan paling lama 15 (lima belas) tahun berturut-turut. Sedangkan dalam ayat (4) nya diatur bahwa pidana penjara selama waktu tertentu sekali kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun. Demikian pula dengan pidana kurungan dalam Pasal 18 ayat (1) KUHP, dinyatakan bahwa pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun. Pasal 18 ayat (3) KUHP diatur bahwa pidana kurungan sekali kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan.

Pasal 30 KUHP, diatur bahwa pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh sen. Apabila pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan dan lamanya pidana denda tidak dibayar, ia diganti dengan pidana kurungan dan lamanya pidana kurungan pengganti denda paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan.

Faktor eksternal yang membuat hakim bebas menjatuhkan pidana yang bersumber pada ketentuan Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 memberikan landasan hukum bagi kekuasan hakim dimana kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Ketentuan ini memberikan jaminan terhadap kebebasan lembaga peradilan sebagai lembaga yang merdeka, termasuk didalamnya, kebebasan hakim dalam menjalankan tugasnya. Hakim bebas memilih jenis pidana, karena tersedia jenis pidana didalam pengancaman pidana dalam perundang-undangan pidana.8

8

Barda Nawawi Arief. Masalah Penegak Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.PT.Citra Aditya Bakti. Bandung.2001.hal.23


(28)

12

Ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut:

1. Teori Keseimbangan

Yang dimaksud dengan keseimbangan disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban.

2. Teori Pendekatan Seni Dan Intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan hakim menyesuaikan dengan keadaan dan pidana yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana, hakim akan melihat keadaan pihak terdakwa atau penuntut umum dalam perkara pidana. Pendekatan seni dipergunakan oleh hakim dalam penjatuhan suatu putusan, lebih ditentukan oleh instink atau intuisi dari pada pengetahuan dari hakim.

3. Teori Pendekatan Keilmuan

Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim.


(29)

13

Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau instink semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.

4. Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.

5. TeoriRatio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasari pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara. Pada titik keadilan atau titik kepastian hukum, sedangkan titik kemanfaatan berada diantara kedua titik tersebut. Pada saat hakim menjatuhkan putusan yang lebih dekat mengarah kepada asas kepastian hukum, maka secara otomatis pula hakim akan menjauh dari titik keadilan.


(30)

14

Sebaliknya kalau hakim menjatuhkan putusan lebih dekat mengarah kepada keadilan, maka secara otomatis pula hakim akan menjauhi titik kepastian hukum. Sehingga batas-batas kebebasan hakim hanya dapat bergerak di antara 2 (dua) titik pembatas tersebut. Hakim dalam memeriksa dan menjatuhkan putusan suatu perkara bersifat bebas dan tanpa batas.

b. Asas-asas Pertimbangan Hukum dalam Putusan Perkara Pidana.

Menurut Gustav Radbruch, hukum mempunyai 3 (tiga) nilai dasar, yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Selanjutnya gustav Radbruch mengajarkan penggunaan asas priorotas dari ketiga asas tersebut, antara lain : keadilan merupakan prioritas pertama, kemudian kemanfaatan dan terakhir kepastian hukum. Hakim dalam memutuskan perkara secara kasuistis selalu di hadapkan pada ketiga asas, antara lain :

1) Asas Kepastian Hukum. 2) Asas Keadilan

3) Asas Kemanfaatan.

Ketiga asas tersebut harus dilaksanakan secara kompromi, yaitu dengan cara menerapkan ketiga-tiganya secara berimbang atau proporsional, sehingga tidak perlu mengikuti asas prioritas sebagaimana yang dikemukakan oleh Gustav Radbruch.


(31)

15

2. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian9. Batasan pengertian dari istilah yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Disparitas adalah penerapan pidana (disparity of sentencing)yang tidak sama

(same offence) atau terhadap tindak pidana yang sifat berbahayanya dapat dibandingkan tanpa dasar pemberian yang jelas.10

b. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan).

c. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan).

d. Narkotika menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

9

Soerjono Soekarto.Pengantar Penelitian Hukum.Rineka Cipta. Jakarta. 1986.hlm.103

10

Muladi. Hak Asasi Manusia Politik dan Sistem Peradilan Pidana. Badan Penerbit UNDIP. Semarang. 2001.hlm.75.


(32)

16

e. Penyalahguna narkotika adalah setiap orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum [Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009].

f. Pecandu narkotika menurut Pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalagunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Bab ini berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori dan Konseptuan serta Sistematika Penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan dengan penyusunan skripsi dan diambil dari berbagai referensi atau bahan pustaka terdiri dari pengertian tindak pidana narkotika, pidana penjara dan pidana rehabilitasi.

III.METODE PENELITIAN

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, tersiri dari Pendekatan Masalah, Sumber Data, Penentuan Populasi dan Sampel, Prosedur Pengumpulan dan


(33)

17

Pengolahan Data Serta Analisis Data. Analisis dapat dirumuskan sebagai suatu proses penguraian secara sistematis dan konsisten terhadap gejala-gejala tertentu. Penguraian sistematis terhadap gejala atau data yang telah diperoleh baik melalui pendekatan kepustakaan maupun pendekatan sejarah, komparatif dan kasus dipaparkan secara deskriptif dan menggunakan analisis kualitatif dengan penguraian secara deskriptif analisis dan preskriptif, kombinasikan dengan analisis yuridis dan konseptual.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berisi deskripsi dan pembahasan mengenai disparitas pemidanaan terhadap pengguna narkotika antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara dan keadilan substantif dalam disparitas pemidanaan terhadap pengguna narkotika antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara.

V. PENUTUP

Berisi kesimpulan umum yang didasarkan pada hasil analisis dan pembahasan penelitian serta berbagai saran sesuai dengan permasalahan yang ditunjukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan penelitian.


(34)

18

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tindak Pidana Narkotika

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang telah dilakukannya1.

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Narkotika adalah bahan/zat/obat yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosial karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan (dependensi)2.

1

Andi Hamzah. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta.2001.

2


(35)

19

Narkotika adalah bahan/zat/obat yang umumnya digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan, yang menitikberatkan pada upaya penanggulangan dari sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial. Napza sering disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran3.

Beberapa jenis narkotika yang sering disalahgunakan adalah sebagai berikut:

a. Narkotika Golongan I

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat tinggi menimbulkan ketergantungan, (contoh:heroin/putaw, kokain, ganja).

b. Narkotika Golongan II

Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan (Contoh,

morfin, petidin).

c. Narkotika Golongan III

Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh:Kodein)4

3

Erwin Mappaseng. Pemberantasan dan Pencegahan Narkoba yang dilakukan oleh Polri dalam Aspek Hukum dan Pelaksanaannya.Buana Ilmu. Surabaya. 2002.hlm.2

4Ibid.


(36)

20

Berdasarkan pasal Undang-Undang Narkotika diketahui bahwa pelaku tindak pidana narkoba diancam dengan pidana yang tinggi dan berat dengan dimungkinkannya terdakwa divonis maksimal yakni pidana mati selain pidana penjara dan pidana denda. Mengingat tindak pidana narkotika termasuk dalam jenis tindak pidana khusus maka ancaman pidana terhadapnya dapat dijatuhkan secara kumulatif dengan menjatuhkan 2 (dua) jenis pidana pokok sekaligus, misalnya pidana penjara dan pidana denda atau pidana mati dan pidana denda.

Pengaturan mengenai tindak pidana narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika di antaranya sebagai berikut :

Pasal 111 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika :

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (Empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika :

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melibihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling


(37)

21

lama 20 (dua puluh) tahun dan pidanan denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 113 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). (2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau

menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 114 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika :

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Selanjutnya dalam ketentuan pidana Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dinyatakan bahwa :

(1) Setiap Penyalahguna :

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan


(38)

22

c. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55 dan Pasal 103.

(3) Dalam hal penyalahguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalahguna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi social.

B. Pidana Penjara

Pengaturan pidana penjara secara umum terlihat ketentuannya dalam KUHP Buku I, diantaranya Pasal 10, 12 sampai pasal 17, Pasal 20, 24 sampai dengan Pasal 29 dan Pasal 32 sampai dengan Pasal 34, Pasal 10 KUHP mengelompokan jenis-jenis pidana ke dalam pidana pokok dan pidana tambahan, kelompok pidana pokok meliputi pidana mati, penjara atau kurungan dan pidana denda, sedangkan perampasan barang-barang tertentu, pencabutan hak-hak tertentu dan pengumuman putusan hakim termasuk pidana tambahan.

Pidana adalah penderitaan yang sengaja. Dibebankan kepada seseorang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Pidana sebagai reaksi atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara kepada si pembuat delik itu. Pidana pada hakekanya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan. Pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (orang yang berwenang) dan pidana dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.5

5


(39)

23

Pidana dapat pula diartikan rekasi sosial yang terjadi berhubungan adanya pelanggaran terhadap aturan hukum, dijatuhkan dan dilaksanakan oleh orang-orang yang berkuasa sehubungan dengan tertib hukum yang dilanggar, mengandung penderitaan atau konsekuensi lain yang tidak menyenangkan dan menyatakan pencelaan tehadap di pelanggar. Unsur-unsur dalam pidana adalah:

a. Mengandung penderitaan atau konsekuensi-konsekuensi lain yang tidak menyenangkan.

b. Dikenakan kepada seseorang yang benar-benar disangka benar melakukan tindak pidana.

c. Dilakukan dengan sengaja oleh orang-orang yang berlainan dan dari pelaku tindak pidana.

d. Dijatuhkan dan dilaksanakan oleh penguasa sesuai dengan ketentuan suatu item hukum yang dilanggar oleh tindak pidana tersebut6

Hubungan antara pembinaan dengan pemidanaan berkaitan erat karena obyek kajian dari pembinaan adalah narapidana yang melakukan kejahatan dan dipidana. Pemidaman itu sendiri berarti pengenaan pidana, sedangkan pidana adalah sanksi atau nestapa yang menimbulkan derita bagi pelaku tindak pidana.

Tinjauan perkembangan hukum difokuskan pada hubungan timbal balik antara diferensiasi hukum dengan diferensiasi sosial yang dimungkinkan untuk menggarap kembali peraturan-peraturan, kemampuan membentuk hukum, keadilan dan institusi penegak hukum. Diferensiasi itu sendiri merupakan ciri yang melekat pada masyarakat yang tengah mengalami perkembangan. Melalui diferensiasi ini suatu masyarakat terurai ke dalam bidang spesialisasi yang masing-masing sedikit banyak mendapatkan kedudukan yang otonom7.

6

Muladi dan Barda Nawawi Arief. Teori-teori Kebijakan Hukum Pidana. Alumni,Bandung.1984.hlm.76-77

7

Barda Nawawi Arief. Masalah Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan .PT.Citra Aditya Bakti. Bandung.2001.hlm.23


(40)

24

Perkembangan tersebut menyebabkan susunan masyarakat menjadi semakin kompleks, karena dengan diferensiasi dimungkinkan untuk menimbulkan daya adaptasi masyarakat yang lebih besar terhadap lingkungannya. Sebagai salah satu sub-sistem dalam masyarakat, hukum tidak terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat. Hukum disamping mempunyai kepentingan sendiri untuk mewujudkan nilai-nilai tertentu di dalam masyarakat terkait pada bahan-bahan yang disediakan oleh masyarakat. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum sangat dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di sekelilingnya.

Menurut Wolfgang Friedmann perubahan hukum dalam masyarakat yang sedang berubah meliputi perubahan hukum tidak tertulis (common low), perubahan di dalam menafsirkan perundang-undangan, perubahan konsepsi mengenai hak milik umpamanya dalam masyarakat industri moderen, perubahan pembatasan hak milik yang bersifat publik, perubahan fungsi dari perjanjian kontrak, peralihan tanggung jawab dari tuntutan ganti rugi ke ansuransi, perubahan dalam jangkauan ruang lingkup hukum internasional dan perubahan-perubahan lain8

Apabila hukum itu dipakai dalam arti suatu bentuk karya manusia tertentu dalam rangka mengatur kehidupannya, maka dapat dijumpai dalam berbagai lambang. Di antara lambang tersebut yang paling tegas dan terperinci mengutarakan isinya adalah bentuk tertulis atau dalam lebih sering dikenal dengan bentuk sistem hukum formal.

8


(41)

25

Kepastian hukum disebabkan oleh sifat kekakuan bentuk pengaturan ini dan gilirannya menyebabkan timbulnya keadaan yang lain bagi seperti kesenjangan di antara keadaan-keadaan, hubungan-hubungan serta peristiwa-peristiwa dalam masyarakat yang diatur oleh hukum formal tersebut.

C. Rehabilitasi terhadap Pengguna Narkotika

Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 1 ayat (16) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika. Pasal 1 ayat (17) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar berkas pecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

Penjelasan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mneyatakan bahwa yang dimaksud dengan “Korban penyalahgunaan narkotika”

adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika.

Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 tentang Narkotika menyatakan :

(1) Orang tua atau wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh


(42)

26

pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

(2) Pencandu narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penjelasan Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa: ketentuan ini menegaskan bahwa untuk membantu Pemerintah dalam menanggulangi masalah dan bahaya penyalahgunaan narkotika, khususnya untuk pecandu narkotika, maka diperlukan keikutsertaan orang tua/wali, masyarakat, guna meningkatkan tanggung jawab pengawasan dan bimbingan terhadap anak-anaknya. Yang dimaksud dengan “belum cukup umur”

adalah seseorang yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun.

Pecandu narkotika mempunyai posisi sedikit berbeda dengan pelaku tindak pidana lainnya, yakni masalah pecandu narkotika menurut ketentuan undang-undang. Di satu sisi merupakan pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika, namun di sisi lain merupakan korban. Pecandu narkotika menurut undang-undang di satu sisi merupakan pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika adalah dengan adanya ketentuan undang-undang narkotika yang mengatur mengenai pidana penjara yang diberikan kepada para pelaku penyalahgunaan narkotika. Kemudian, di sisi lainnya dapat dikatakan bahwa menurut undang-undang narkotika, pecandu narkotika tersebut merupakan korban adalah ditunjukkan dengan adanya ketentuan bahwa terhadap pecandu narkotika dapat dijatuhi vonis rehabilitasi.


(43)

27

Hal ini berarti undang-undang di satu sisi masih menganggap pecandu narkotika sebagai pelaku tindak pidana, dan di sisi lain merupakan korban dari penyalahgunaan narkotika yang dilakukannya.

Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika menyatakan wajib lapor adalah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya, dan/atau orang tua wali dari pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada institusi penerima wajib lapor untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Rehabilitasi terhadap pecandu narkotika menganut teori treatment sebab rehabilitasi terhadap pecandu narkotika merupakan suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan. Hal tersebut sesuai dengan pemidanaan yang dimaksudkan pada aliran teoritreatment

yaitu untuk memberi tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan

(rehabilitation) kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti dari penghukuman. Pelaku kejahatan adalah orang yang sakit sehingga membutuhkan perawatan

(treatment)dan perbaikan(rehabilitation).9

Treatment sebagai tujuan pemidanaan sangat pantas diarahkan pada pelaku kejahatan, bukan pada perbuatannya. Pemidanaan yang dimaksudkan pada aliran ini adalah untuk memberi tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan

(rehabilitation) kepada pelaku kejahatan sebagai pengganti dari penghukuman.

9

Barda Nawawi Arief. RUU KUHP Baru Sebuah Restrukturisasi/Rekonstruksi Sistem Hukum Pidana Indonesia.Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.2009.hlm.23-24


(44)

28

Pelaku kejahatan adalah orang yang sakit sehingga membutuhkan tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation). Perbuatan seseorang tidak bisa hanya dilihat dari aspek yuridis semata terlepas dari orang yang melakukannya. Perbuatan seseorang itu harus dilihat secara konkrit bahwa dalam kenyataannya perbuatan seseorang itu dipengaruhi oleh watak pribadinya, faktor-faktor biologis, maupun faktor-faktor-faktor-faktor lingkungan. Bentuk pertanggungjawaban si pembuat lebih bersifat tindakan (treatment) untuk melindungi kepentingan masyarakat. Metode treatment sebagai pengganti pemidanaan, menjadikan pendekatan medis menjadi model yang digemari dalam kriminologi.

Metode treatment sebagai pengganti pemidanaan sebagaimana yang dipelopori oleh aliran positif, menjadikan pendekatan secara medis menjadi model yang digemari dalam krimonologi. Pengamatan mengenai bahaya sosial yang potensial dan perlindungan sosial menjadi standar dalam menjustifikasi suatu perbuatan, daripada pertanggungjawaban moral dan keadilan.

Formulasi pemidanaan bagi pengedar narkotika harus sesuai dengan semangat tujuan pemidanaan dalam KUHP salah satunya adalah perlindungan masyarakat

(social defence) dengan rumusan mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi pengayoman masyarakat dan menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat. Penerapan tentang bagaimana kebutuhan perlindungan masyarakat ini, RUU KUHP mengatur tentang adanya penentuan pidana minimum dan maksimum dalam delik-delik tertentu.


(45)

29

Ketentuan mengenai perumusan pidana maksimum dan minimum dalam penjelasan KUHP dikenal dengan pola pemidanaan baru, yaitu minimum khusus dengan tujuan untuk menghindari adanya disparitas pidana yang sangat mencolok untuk tindak pidana yang secara hakiki tidak berbeda kualitasnya, lebih mengefektifkan pengaruh prevensi umum. Khususnya bagi tindak pidana yang dipandang membahayakan dan meresahkan masyarakat. Ketentuan mengenai pidana penjara menganut asas maksimum khusus dan minimum khusus.

Pidana minimum khusus pada prinsipnya merupakan suatu pengecualian, yaitu hanya untuk tindak pidana tertentu yang dipandang sangat merugikan, membahayakan, atau meresahkan masyarakat dan untuk tindak pidana yang dikualifikasi atau diperberat oleh akibatnya. Ketentuan mengenai pidana minimum (khusus) dan maksimum menegaskan bahwa terhadap kejahatan-kejahatan yang meresahkan masyarakat diberlakukan ancaman secara khsus. Hal ini pun berlaku bagi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Psikotropika.

Ketentuan mengenai pemidanaan dalam KUHP memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan atau penyesuaian pidana kepada narapidana. Pelaku yang jatuhi pidana atau tindakan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dilakukan perubahan atau penyesuaian dengan mengingat perkembangan narapidana dan tujuan pemidanaan.

Penjelasan ketentuan ini memberikan ketegasan bahwa tujuan pemidanaan adalah berorientasi untuk pembinaan terpidana, yakni dengan menyatakan bahwa terpidana yang memenuhi syarat-syarat selalu harus dimungkinkan dilakukan perubahan atau penyesuaian atas pidananya, yang disesuaikan dengan kemajuan


(46)

30

yang diperoleh selama terpidana dalam pembinaan. Dalam pengertian seperti ini maka yang diperhitungkan dalam perubahan atau pengurangan atas pidana hanyalah untuk kemajuan positif yang dicapai oleh terpidana dan perubahan yang akan menunjang kemajuan positif yang lebih besar lagi.


(47)

31

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dilakukan untuk memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan atau kajian ilmu hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan penelitian berdasarkan realitas yang ada atau studi kasus.1

B. Sumber dan Jenis Data

Data merupakan sekumpulan informasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian yang berasal dari berbagai sumber. Data terdiri dari data langsung yang diperoleh dari lapangan dan data tidak langsung yang diperoleh dari studi pustaka. Jenis data meliputi data primer dan data sekunder.2

Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari berbagai bahan hukum yang berhubungan dengan penelitian ini, yang terdiri dari:

1

Soerjono Soekanto.Pengantar Penelitian Hukum.Rineka Cipta.Jakarta.1983.hlm.14

2


(48)

32

1. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer dalam penelitian ini bersumber dari :

a. undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

c. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;

d. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika menyatakan wajib lapor.

3. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari bahan-bahan hukum yang dapat membantu menganalisa serta memahami permalahan, seperti literatur hukum, kamus hukum dan sumber lain yang sesuai.


(49)

33

C. Penentuan Narasumber

Penelitian ini membutuhkan narasumber yang berfungsi sebagai pemberi informasi dan data yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Narasumber penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Hakim Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjung Karang = 1 orang

2) Penyidik Reskrim Unit Narkoba Polda = 1 orang

3) Dosen Hukum Pidana Universitas Lampung = 2 orang +

Jumlah = 4 orang

a. Seleksi Data

Data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

b. Klasifikasi Data

Penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk kepentingan penelitian.

c. Penyusunan Data

Penempatan data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sesuai sistematika yang ditetapkan untuk mempermudah interpretasi data.


(50)

34

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka (library research). Studi pustaka adalah pengumpulan data dengan melakukan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan dan dilakukan pula studi dokumentasi untuk mengumpulkan berbagai dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

2. Pengolahan Data

Setelah melakukan pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data lapangan atau data empirik, sehingga data yang diperoleh dapat mempermudah permasalahan yang diteliti. Pengolahan data meliputi tahapan sebagai berikut:

E. Analisis Data

Setelah pengolahan data selesai, maka dilakukan analisis data. Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan cara dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti untuk diinterprestaskan dan ditarik kesimpulan guna menjawab permasalahan penelitian.


(51)

56

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dasar pertimbangan hakim terhadap putusan pidana antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama pengguna narkotika hakim lebih melihat bahwa Indra Samiaji Bin Jumaidi divonis pidana penjara selama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan penjara kerena dalam pembuktian dalam persidangan tersangka melanggar Pasal 127 Ayat (1) huruf a dan Pasal 114 ayat(1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu penyalahgunaan narkotika golongan I untuk dirinya sendiri dan sebagai pengedar, dan Tesar Esandra Bin Novandra divonis pidana rehabilitasi medis, karena pelaku terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkoba melanggar Pasar 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap putusan pidana antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama pengguna narkotika adalah pertama dilihat dari faktor kemanfaatan bagi terdakwa apakah terdakwa layak untuk dipidana ataukah justru dengan adanya


(52)

56

pemidanaan dikhawatirkan tujuan pemidanaan yang bertujuan untuk memperbaiki kelakuan terdakwa, justru malah akan menyimpangi dari tujuan awal pemidanaan tersebut, dan kedua adalah faktor tuntutan dari masyarakat yang resah akan perbuatan pelaku yang bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas narkoba. Disparitas pemidanaanan antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama pengguna narkotika adalah terjadinya disparitas antara Indra Samiaji Bin Jumaidi dengan Tesar Esandra Bin Novandra padahal mereka sama-sama melanggar Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu penyalahgunaan narkotika golongan I untuk dirinya sendiri.dikarenakan terdapat kasus yang berbeda dari cara keduanya mewujudkan delik yakni Indra Samiaji Bin Jumaidi lebih tepat dikatakan sebagai pengedar karena berdasarkan fakta-fakta di persidangan yang dihimpun oleh keterangan saksi bahwa Indra Samiaji Bin Jumaidi bukan saja pemakai tetapi melakukan peredaran narkoba di lingkungan tempat tinggalnya sedangkan Tesar Esandra, SH., M.Kn Bin Novandra lebih tepat dikatakan sebagai pemakai karena terdakwa mendapatkan narkoba dari temannya yang menawarkan narkoba itu kepadanya.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Majelis hakim yang menangani tindak pidana narkotika di masa yang akan datang diharapkan untuk lebih cermat dan tepat dalam menjatuhkan putusan terhadap pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak


(53)

56

langsung dalam terjadinya atau mempermudah terlaksananya tindak pidana tersebut sesuai dengan berat atau ringannya kesalahan yang dilakukan oleh pelaku .

2. Pengawasan terhadap penyalahgunaan dan peredaran narkotika hendaknya dioptimalkan dengan cara mentaati semua prosedur dan ketentuan yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini penting dilakukan dalam rangka meminimalisasi terjadinya tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran narkotika yang semakin berkembang.


(54)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

Atmasasmita, Romli. 1996.Sistem Peradilan Pidana.Binacipta. Bandung. Dharana Lastarya. Narkoba, Perlukah Mengenalnya. Pakarnya. Jakarta. 2006. Erwin Mappaseng. Pemberantasan dan Pencegahan Narkoba yang dilakukan oleh

Polri dalam Aspek Hukum dan Pelaksanaannya. Buana Ilmu. Surabaya. 2002.

Hamzah, Andi. 2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta.

---, 2001.Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia.Ghalia Indonesia. Jakarta.

Hans Kelsen,Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Penerbit Nusa Media, Bandung, 2011

Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana, Teori, Praktik, Moeljatno. 1993.Asas-asas Hukum Pidana.Rineka Cipta. Jakarta.

---, 1993. Perbuatan pidana dan pertanggung jawaban dalam hukum pidana,

Bina Aksara, Jakarta. 1993.

Muladi.Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana. Badan Penerbit UNDIP. Semarang.2001

Nawawi Arief, Barda. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

---, 2001.Kebijakan Hukum Pidana.PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. ---, 2003.Sistem Peradilan Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI. Jakarta.

Reksodiputro, Mardjono. 1994. Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam batas-batas Toleransi) Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum UI. Jakarta

---, 1994.Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana


(55)

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 1983.

---, 1983. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1983.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1991

Teknik Penyusunan dan Permasalahannya, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010,

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1985 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika

C. Sumber Lainnya

Kamus Bahasa Indonesia, http://m.artikata.com,tanggal 28 Oktober 2012, jam 11.00 wib.


(1)

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan teknik studi pustaka (library research). Studi pustaka adalah pengumpulan data dengan melakukan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari buku-buku literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan dan dilakukan pula studi dokumentasi untuk mengumpulkan berbagai dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

2. Pengolahan Data

Setelah melakukan pengumpulan data, selanjutnya dilakukan pengolahan data lapangan atau data empirik, sehingga data yang diperoleh dapat mempermudah permasalahan yang diteliti. Pengolahan data meliputi tahapan sebagai berikut: E. Analisis Data

Setelah pengolahan data selesai, maka dilakukan analisis data. Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu dengan cara dideskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti untuk diinterprestaskan dan ditarik kesimpulan guna menjawab permasalahan penelitian.


(2)

56

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dasar pertimbangan hakim terhadap putusan pidana antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama pengguna narkotika hakim lebih melihat bahwa Indra Samiaji Bin Jumaidi divonis pidana penjara selama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan penjara kerena dalam pembuktian dalam persidangan tersangka melanggar Pasal 127 Ayat (1) huruf a dan Pasal 114 ayat(1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu penyalahgunaan narkotika golongan I untuk dirinya sendiri dan sebagai pengedar, dan Tesar Esandra Bin Novandra divonis pidana rehabilitasi medis, karena pelaku terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkoba melanggar Pasar 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi putusan hakim terhadap putusan pidana antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama pengguna narkotika adalah pertama dilihat dari faktor kemanfaatan bagi terdakwa apakah terdakwa layak untuk dipidana ataukah justru dengan adanya


(3)

pemidanaan dikhawatirkan tujuan pemidanaan yang bertujuan untuk memperbaiki kelakuan terdakwa, justru malah akan menyimpangi dari tujuan awal pemidanaan tersebut, dan kedua adalah faktor tuntutan dari masyarakat yang resah akan perbuatan pelaku yang bertentangan dengan program pemerintah yang sedang giat-giatnya memberantas narkoba. Disparitas pemidanaanan antara pidana rehabilitasi dan pidana penjara terhadap sesama pengguna narkotika adalah terjadinya disparitas antara Indra Samiaji Bin Jumaidi dengan Tesar Esandra Bin Novandra padahal mereka sama-sama melanggar Pasal 127 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu penyalahgunaan narkotika golongan I untuk dirinya sendiri.dikarenakan terdapat kasus yang berbeda dari cara keduanya mewujudkan delik yakni Indra Samiaji Bin Jumaidi lebih tepat dikatakan sebagai pengedar karena berdasarkan fakta-fakta di persidangan yang dihimpun oleh keterangan saksi bahwa Indra Samiaji Bin Jumaidi bukan saja pemakai tetapi melakukan peredaran narkoba di lingkungan tempat tinggalnya sedangkan Tesar Esandra, SH., M.Kn Bin Novandra lebih tepat dikatakan sebagai pemakai karena terdakwa mendapatkan narkoba dari temannya yang menawarkan narkoba itu kepadanya.

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Majelis hakim yang menangani tindak pidana narkotika di masa yang akan datang diharapkan untuk lebih cermat dan tepat dalam menjatuhkan putusan terhadap pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak


(4)

56

langsung dalam terjadinya atau mempermudah terlaksananya tindak pidana tersebut sesuai dengan berat atau ringannya kesalahan yang dilakukan oleh pelaku .

2. Pengawasan terhadap penyalahgunaan dan peredaran narkotika hendaknya dioptimalkan dengan cara mentaati semua prosedur dan ketentuan yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini penting dilakukan dalam rangka meminimalisasi terjadinya tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran narkotika yang semakin berkembang.


(5)

A. Buku-Buku

Atmasasmita, Romli. 1996.Sistem Peradilan Pidana.Binacipta. Bandung. Dharana Lastarya. Narkoba, Perlukah Mengenalnya. Pakarnya. Jakarta. 2006. Erwin Mappaseng. Pemberantasan dan Pencegahan Narkoba yang dilakukan oleh

Polri dalam Aspek Hukum dan Pelaksanaannya. Buana Ilmu. Surabaya. 2002.

Hamzah, Andi. 2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta.

---, 2001.Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia.Ghalia Indonesia. Jakarta.

Hans Kelsen,Teori Hukum Murni Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Penerbit Nusa Media, Bandung, 2011

Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana, Teori, Praktik, Moeljatno. 1993.Asas-asas Hukum Pidana.Rineka Cipta. Jakarta.

---, 1993. Perbuatan pidana dan pertanggung jawaban dalam hukum pidana, Bina Aksara, Jakarta. 1993.

Muladi.Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana. Badan Penerbit UNDIP. Semarang.2001

Nawawi Arief, Barda. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

---, 2001.Kebijakan Hukum Pidana.PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. ---, 2003.Sistem Peradilan Pidana. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum UI. Jakarta.

Reksodiputro, Mardjono. 1994. Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam batas-batas Toleransi) Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum UI. Jakarta

---, 1994.Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana Sudarto. 1986.Kapita Selekta Hukum Pidana.Alumni. Bandung.


(6)

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 1983.

---, 1983. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1983.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1991

Teknik Penyusunan dan Permasalahannya, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010,

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1985 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika

C. Sumber Lainnya

Kamus Bahasa Indonesia, http://m.artikata.com,tanggal 28 Oktober 2012, jam 11.00 wib.


Dokumen yang terkait

Peranan Kejaksaan Dalam Melakukan Penuntutan Perkara Tindak Pidana Narkotika

18 154 142

ANALISIS PENJATUHAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Perkara Nomor 892/Pid.SUS (A)/2011/ PN.TK)

0 9 60

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PEGAWAI NEGERI SIPIL PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Perkara Nomor : 43 / Pid / Sus / 2011 / PN.TK)

1 11 23

ANALISIS TERHADAP DISPARITAS PEMIDANAAN PUTUSAN PENGADILAN PERKARA TINDAK PIDANA PORNOGRAFI (STUDI KASUS ARIEL PETERPAN PADA WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI KELAS IA BANDUNG)”

6 52 59

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA (Studi Perkara Nomor 35/Pid. B/2011/PN.M)

0 2 52

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN (Studi Kasus Perkara Nomor 137/Pid.B/2014/PN.BU)

0 4 53

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP DISPARITAS PIDANA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN Tinjauan Yuridis Terhadap Disparitas Pidana Dalam Perkara Tindak Pidana Pencurian.

0 1 17

SKRIPSI DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PERKARA TINDAK PIDANA Disparitas Pidana Dalam Putusan Perkara Tindak Pidana Pencurian Di Pengadilan Negeri Klaten (Studi Kasus Putusan No.97/Pid.B/2013/Pn.Klt Dan Putusan No.53/Pid.B/2013/PN.Klt).

0 1 11

DISPARITAS PIDANA DALAM PUTUSAN PERKARA TINDAK PIDANA PENCURIAN DI PENGADILAN NEGERI KLATEN Disparitas Pidana Dalam Putusan Perkara Tindak Pidana Pencurian Di Pengadilan Negeri Klaten (Studi Kasus Putusan No.97/Pid.B/2013/Pn.Klt Dan Putusan No.53/Pid.B/

0 2 20

DISPARITAS PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNA NARKOTIKA ANAK (Studi Putusan No. 412/Pid.Sus/2014/PN.TK dan No. 432/Pid.B/2014/PN.TK)

0 0 12