4
Pendapatan daerah merupakan sumber untuk membiayai belanja daerah belanja langsung dan belanja tidak langsung.Seharusnya, pengalokasian
pendapatan daerah ke belanja langsung harus lebih besar dari pada kebelanja tidak langsung.Hal ini dikarenakan belanja langsung merupakan suatu tindakan
pengeluaran biaya untuk menciptakan pembangunan yang nantinya berguna untuk kesejahteraan
masyarakat.Namun kebanyakan
fenomena sekarang
ini memperlihatkan bahwa pengalokasian belanja langsung lebih kecil dari pada
pengalokasian belanja tidak langsung. Keadaan ini mendorong penulis ingin mengetahui apakah pengalokasian
belanja daerah terhadap belanja langsung dan belanja tidak langsung tidak ideal setiap tahunnya atau mungkin ideal setiap tahunnya. Oleh karena itu, maka
penulispun tertarik untuk melakukan penelitian untuk mencari tahu bagaimana dan berapa pengkomposisian belanja daerah yang terjadi di Kabupaten Humbang
Hasundutan serta sekaligus ingin mengetahui kendala Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan dalam mengalokasikan belanja daerahnya. Ketertarikan
penulis terhadap pengkomposisian belanja daerah di Kabupaten Humbang Hasundutan ini akan dituangkan penulis didalam ssebuah skripsi yang berjudul :
“Analisis Komposisi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung Pada Pemerintahan Kabupaten Humbang Hasundutan.”
2.2 Perumusan Masalah
5
Moh. Nazir mengemukakan : “Masalah timbul karena adanya tantangan, adanya kesangsian, ataupun kebingungan kita terhadap suatu hal atau fenomena,
adanya kemenduaan arti ambiquity, adanya halangan dan rintangan, adanya celah gap baik antar kegiatan atau antar fenomena, baik yang telah ada ataupun
yang akan ada.” Sumadi Suryabrata mengemukakan bahwa: “Masalah atau permasalahan
ada kalau ada kesenjangan gapantara das sollen dan das sein; ada perbedaan antara apa yang seharusnya dan apa yang ada dalam kenyataan, antara apa yang
diperlukan dan apa yang tersedia, antara harapan dan kenyataan dan yang sejenis dengan itu.”
Dari uraian latar belakang masalah, secara sederhana dapat dirumuskan permasalahanyang akan diteliti yaitu :
Bagaimana pengalokasian belanja langsung dan belanja tidak langsung dalam APBD Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan?
2.3 Batasan penelitian
Agar lingkup permasalahan pada penelitian ini tidak menjadi luas, maka penulispun membatasi penelitian ini dengan menggunakan data Laporan Realisasi
APBD Pemerintahan Kabupaten Humbang Hasundutan di periode 2008-2012.
2.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengalokasian belanja langsung dan belanja tidak langsung di Pemerintah Kabupaten Humbang
Hasundutan.
BAB II
6
LANDASAN TEORI
2.1. Keuangan Daerah
Berdasarkan PP Nomor 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam ketentuan umumnya menyatakan bahwa “Keuangan daerah adalah
semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk
kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.”
2.1.1. Dasar Hukum Keuangan Daerah
Menurut Indra Bastian, bahwa “Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, didasarkan pada prinsip otonomi daerah
dalam pengelolaan sumber daya. Prinsip otonomi daerah memberikan kewenangan yang luas dan tanggung jawab yang nyata kepada pemerintahan
daerah secara proporsional.” Pada pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945, dijelaskan bahwa pemerintah
daerah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang merupakan urusan pemerintahan pusat, berdasarkan undang-undang,
peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi serta tugas pembantuan.
2.1.2 Pengelolaan Keuangan Daerah
7
Menurut Mamesah Halim menyatakan bahwa “Keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai dengan
uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki oleh Negara atau daerah
yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku.”
Dari definisi tersebut dapat diperoleh kesimpulan, yaitu : a.
Yang dimaksud dengan semua hak adalah hak untuk memungut sumber- sumber penerimaan daerah, seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil
perusahaan milik daerah, dan lain-lain, dan atau hak untuk menerima sumber-sumber penerimaan lain seperti Dana Alokasi Umum dan Dana
Alokasi Khusus sesuai dengan peraturan yang ditetapkan. Hak tersebut akan menaikkan kekayaan daerah.
b. Yang dimaksud dengan semua kewajiban adalah kewajiban untuk
mengeluarkan uang untuk membayar tagihan-tagihan pada daerah dalam rangka menyelenggarakan fungsi pemerintah,infrastruktur, pelayanan
umum, dan pengembangan ekonomi. Kewajiban tersebut dapat menurunkan kekayaan daerah.
3.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD
8
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD merupakan instrument kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah. Sejak Repelita I Tahun 1967
sampai denga pertengahan Repelita IV Tahun 1999, APBD di Indonesia disusun menurut tahun anggaran yang dimulai pada tanggal 1 April dan berakhir 31 Maret
tahun berikutnya. Dimulai sejak tahun anggaran 2001 sampai dengan saat ini pendapatan dan belanja daerah di Indonesia disusun menurut tahun anggaran yang
dimulai pada tanggal 1 Januari dan berakhir 31 Desember.
3.2.1. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD
Menurut Dedy Nordiawan, bahwa “APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui DPRD dan ditetapkan dengan
peraturan daerah.”
Menurut Halim , bahwa“APBD adalah suatu Anggaran Daerah.” APBD memiliki unsur-unsur :
1 Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci.
2 Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk
menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktivitas-aktivitas tersebut, dan adanya biaya-biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-
pengeluaran yang akan dilaksanakan. 3
Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4
Periode anggaran, yaitu biasanya 1 satu tahun.
9
Menurut Saragih bahwa, “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD adalah dasar dari pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran
tertentu, umumnya satu tahun.”
3.2.2. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD
Menurut Mardiasmo, “Anggaran Pendapatan dan Belanja NegaraDaerah APBNAPBD yang dipresentasikan setiap tahun oleh eksekutif, memberi
informasi rinci kepada DPRDPRD dan masyarakat tentang program-program apa yang direncanakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas kehidupan rakyat,
dan bagaimana program-program tersebut dibiayai.” Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD diawali
dengan penyampaian kebijakan umum APBDKUA sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun
berjalan.Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati DPRD, pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran
sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD.
Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Raperda tentang APBD beserta dokumen-dokumen pendukungnya harus dilakukan pada minggu pertama
bulan Oktober.Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Raperda tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang
bersangkutan dilaksanakan.APBD yang disetujui DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.Apabila DPRD tidak
menyetujui Rancangan Peraturan Daerah, untuk membiayai keperluan setiap
10
bulan pemerintah daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
Penyusunan APBD sangatlah penting, khususnya dalam rangka penyelenggaraan fungsi otonomi daerah yaitu untuk :
a. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada Rakyat Daerah yang bersangkutan.
b. Merupakan suatu sarana untuk mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
c. Memberi isi dan arti kepada tanggung jawab pemerintah Daerah umumnya dan Kepala Daerah khususnya, karena Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah itu menggambarkan seluruh perencanaan kebijaksanaan Pemerintah Daerah.
d. Merupakan suatu sarana untuk melaksanakan pengawasan terhadap Daerah dengan cara yang lebih mudah dan berhasil guna.
e. Merupakan suatu pemberian kuasa kepada Kepala Daerah untuk melaksanakan penyelenggaraan Keuangan Daerah di dalam batas-batas
tertentu. f. APBD harus disusun dengan mengikutkan suatu perencanaan jangka panjang
yang baik dan mempertimbangkan dengan seksama skala prioritas. Selanjutnya dalam pelaksanaannya haruslah terarah pada sasaran-sasaran
yang telah ditetapkan dengan cara yang berdaya guna dan berhasil guna. Seiring berjalannya waktu, maka terjadilah sebuah perubahan dalam
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD di Pemerintah
11
Daerah. APBD yang sebelumnya disusun dengan berpedoman pada Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 yang berisikan tentang pedoman pengurusan,
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah serta tata usaha keuangan daerah dan penyusunan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
kini pedoman penyusunan APBD tersebut telah berganti dengan memakai Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 yang berisikan tentang pedoman pengelolaan
keuangan daerah.
3.3. Konsep Belanja Daerah
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupatenkota yang terdiri
dari urusan wajib,urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan
perundang-undangan. Belanja daerah mencakup berbagai proses dan keputusan untuk meperoleh
barang dan jasa yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah daerah, termasuk dinas dan instansi pemerintah daerah. Belanja ini berkaitan dengan
belanja pegawai; belanja operasional seperti pengadaan barang investaris kantor dan Alat Tulis Kantor ATK; belanja pemeliharaan dan lain-lain.
Pemerintah daerah menetapkan target pencapaian kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan
kegiatan, yang bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektifitas dan efisiensi penggunaan anggaran.
12
Menurut Bahtiar Arif, dkk bahwa, “Pelaksanaan anggaran belanja dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan, yaitu:
a. Hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan;
b. Efektif, terarah, dan terkendali sesuai dengan rencana, programkegiatan setiap departemenlembaga pemerintahannon-pemerintahan;
c. Mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri dan potensial nasional.”
3.3.1. Pengertian Belanja
Beberapa definisi belanja telah dikemukakan para ahli. Diantaranya adalah pengertian belanja menurut Indra Bastian dan Gatot soepriyanto : “Belanja adalah
jenis biaya yang timbulnya berdampak langsung kepada berkurangnya saldo kas maupun uang entitas yang berada di bank.”
Menurut Abdul Hafiz Tanjung : “Belanja merupakan pengeluaran daerah yang mengurangi ekuitas atau kekayaan daerah dan tidak dapat diperoleh kembali
pembayarannya oleh pemerintah.” Menurut Deddi Nordiawan dan Ayuningtias : “Belanja adalah semua
pengeluaran dari Rekening Kas Umum NegaraDaerah yang mengurangi ekuitas dana lancer dalam periode tahun anggran bersangkutan yang tidak akan diperoleh
pembayarannya kembali oleh pemerintah.”
Menurut Nunuy Nur Afiah: “Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan
13
kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.”
3.3.2. Klasifikasi Belanja
Menurut Tulis S.Meliala, dkk : ”Belanja diklasifikasikan menurut organisasi , fungsi dan ekonomi. Klasifikasi belanja menurut organisasi artinya
anggaran dialokasikan ke organisasi sesuai dengan struktur organisasi pemerintah daerah yang bersangkutan.”
Klasifikasi berdasarkan fungsi dibuat sesuai dengan urusan pemerintahan, sehingga perlu dilihat hubungannya dengan program dan kegiatan suatu entitas
atau satuan kerja. Belanja ini terdiri dari: pelayanan umum, pertahanan, ketertiban dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum,
kesehatan, pariwisata dan budaya, agama, pendidikan, perlindungan sosial. Klasifikasi belanja menurut ekonomi atau jenisnya antara lain:
1. Belanja operasi, adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari
pemerintah pusat dan daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja ini meliputi belanja pegawai, belanja barang non investasi, pembayaran
bunga hutang, subsidi, hibah, bantuan sosial dan belanja operasional lainnya.
2. Belanja modal, yaitu pengeluaran anggaran untuk perolehan asset tetap atau
asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. 3.
Belanja tak terduga, adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang.
14
3.4. Kelompok Belanja
Dalam rangka memudahkan penilaian kewajaran biaya suatu program atau kegiatan, maka belanja terdiri dari dua kelompok, yaitu:
3.4.1. Belanja Langsung
Belanja langsung dipergunakan dalam rangka memenuhi kepentingan masyarakat dan merupakan suatu tindakan untuk menciptakan pembangunan
yang nantinya berguna untuk kesejahteraan masyarakat, dan pengalokasian belanja langsung harus lebih besar dari pengalokasian belanja tidak langsung
yaitu dilakukan dengan menekan pengeluaran anggaran belanja tidak langsung seminimal mungkin, sehingga alokasi anggaran belanja langsung bisa lebih
besar. Komposisi belanja langsung idealnya adalah 70 untuk pembangunan. Seperti yang dikemukakan oleh Herdino Wahyono bahwa: ”komposisi ideal
anggaran di daerah adalah 70:30 yaitu 70 utntuk pembangunan dan 30 untuk belanja rutin dan gaji pegawai.”
Bambang Agus Salam berpendapat bahwa: ” Belanja publik idealnya 70 sampai 80 dalam APBD.” Pemerintah daerah harus melakukan upaya efesiensi
dalam pengelolaan keuangan daerah. Untuk membiayai pembangunan selama ini, sumber pendapatan sebagian besar daerah masih tergantung pada pemerintah
pusat seperti Dana Alokasi Umum DAU maupun Dana Alokasi Khusus DAK. Disisi lain, pemasukan dari Pendapatan Asli Daerah PAD masih relatif kecil
15
jumlahnya. Sebagian besar dari DAU tersebut habis terserap pada belanja
pegawai.
Menurut Mahmudi :“Belanja langsung, yaitu belanja yang terkait langsung dengan program dan kegiatan.” Belanja langsung meliputi :
a Belanja pegawai, yaitu belanja kompensasi baik dalam bentuk uang maupun
barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberikan kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil PNS, dan pegawai
yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dimana pekerjaan tersebut
yang berkaitan dengan pembentukan modal. Belanja pegawai meliputi:
- Honorarium PNS - Honorarium Non-PNS
- Uang Lembur - Belanja Beasiswa Pendidikan PNS
- Belanja Kursus, Pelatihan, Sosialisasi, dan Bimbingan Teknis PNS b
Belanja barang dan jasa, yaitu pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang
dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja
perjalanan. Belanja barang dan jasa meliputi:
- Belanja Bahan Pakai Habis
16
- Belanja BahanMaterial - Belanja Jasa Kantor
- Belanja Premi Asuransi - Belanja Perawatan Kendaraan Bermotor
- Belanja Cetak dan Penggandaan - Belanja Sewa RumahGedungGudang parker
- Belanja Sewa Sarana Mobilitas - Belanja Sewa Alat Berat
- Belanja Sewa Perlengkapan dan Peralatan Kantor - Belanja Makanan dan Minuman
- Belanja Pakaian Dinas dan atribut - Belanja Pakaian Kerja
- Belanja Pakaian Khusus dan Hari-hari tertentu - Belanja Perjalanan Dinas
- Belanja Pemulangan Pegawai c
Belanja modal, yaitu pengeluaran anggaran untuk perolehan asset tetap dan asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
Belanja modal meliputi: - Belanja Modal Pengadaan Tanah
- Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Berat - Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Angkutan Darat Bermotor dan Tidak
Bermotor
17
- Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Angkutan di Air Bermotor dan Tidak Bermotor
- Belanja Modal pengadaan Alat-alat Angkutan Udara - Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Bengkel
- Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Pengelolaan Pertanian dan Peternakan - Belanja Modal Pengadaan Peralatan Kantor
- Belanja Modal Pengadaan Perlengkapan Kantor - Belanja Modal Pengadaan Komputer
- Belanja Modal Pengadaan Mebel - Belanja Modal Pengadaan Peralatan Dapur
- Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Studio - Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Komunikasi
- Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Ukur - Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Kedokteran
- Belanja Modal Pengadaan Alat-alat Laboratorium - Belanja Modal Pengadaan Konstruksi Jembatan
- Belanja Modal Pengadaan Konstruksi Jalan - Belanja Modal Pengadaan konstruksi Jaringan Air
- Belanja Modal Pengadaan Jalan,Taman, dan Hutan Kota - Belanja Modal Pengadaan Instalasi Listrik dan Telepon
- Belanja Modal Pengadaan KonstruksiPembelian Bangunan - Belanja Modal Pengadaan BukuKepustakaan
- Belanja Modal Pengadaan Barang Bercorak Kesenian, Kebudayaan
18
- Belanja Modal Pengadaan HewanTernak dan Tanaman - Belanja Modal Pengadaan Alat-alat PersenjataanKeamanan
3.4.2. Belanja tidak langsung
Belanja tidak langsung atau belanja non publik yang cukup dominan untuk biaya rutin seperti gaji PNS, listrik, air, jasa komunikasi, perwatan kantor atau
gedung, pengadaan perlengkapan, biaya rapat, dinas luar kota, dan konsumsi. Pengalokasian belanja tidak langsung idealnya adalah 30 untuk belanja rutin
dan gaji pegawai. Seperti yang dikemukakan oleh Humas Kukar bahwa: “Adapun penggunaan
belanja tidak langsung sebesar 30 terdiri dari belanja aparatur desa, belanja non aparatur desa, belanja bunga, belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja
bantuan keuangan, serta belanja tak terduga.” Pengalokasian belanja tidak langsung tersebut sering lebih besar dari pada
pengalokasian belanja langsung yang terkait secara langsung dengan pembangunan. Hal ini terjadi akibat program dalam penuyusunan APBD yang
tidak tepat sasaran dan juga merupakan akibat dari kebijakan pemerintah pusat yang terus menambah jumlah PNS serta kenaikan gaji PNS namun tidak di
imbangi dengan kenaikan Dana Alokasi Umum DAU, sementara selama ini asumsi belanja gaji pegawai sumber dananya berasal dari DAU.
Menurut Mahmudi: “Belanja tidak langsung, yaitu belanja yang tidak terkait langsung dengan program dan kegiatan.” Belanja tidak langsung meliputi :
19
a Belanja pegawai, yaitu belanja kompensasi baik dalam bentuk uang
maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang diberikan kepada Pejabat Negara, PNS, dan pegawai yang
dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan kecuali yang berkaitan dengan
pembentukan modal. Belanja pegawai meliputi:
- Gaji dan Tunjangan - Tambahan Penghasilan PNS
- Belanja Penerimaan Lainnya Pimpinan dan Anggota DPRD - Biaya Pemungutan Pajak Daerah
b Belanja bunga, yaitu pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga
interest atas kewajiban penggunaan pokok utang principal outstanding
yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang.
c Belanja subsidi, yaitu alokasi anggran yang diberikan kepada
perusahaanlembaga yang meproduksi, menjual, atau mengimport barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa
sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. d
Belanja hibah, yaitu digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang danatau jasa kepada Pemerintah atau
pemerintah daerah lainnya, dan kelompok masyarakatperorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya.
20
e Belanja bantuan social, yaitu transfer uang atau barang yang diberikan
kepada masyarakat guna melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial.
f Belanja bagi hasil, yaitu digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil
yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupatenkota atau pendapatan kabupatenkota kepada pemerintah desa atau pendapatan
pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
g Bantuan keuangan, yaitu digunakan untuk menganggarkan bantuan
keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupatenkota, pemerintah desa dan kepada pemerintah daerah lainnya
atau dari pemerintah kabupatenkota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan danatau peningkatan
kemampuan keuangan. h
Belanja tidak terduga, yaitu pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang bersifat tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan
bencana alam, bencana social, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah
pusatdaerah. Perubahanpengelompokan belanja daerah dari Kepmendagri Nomor
29 Tahun 2002 menjadi Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dapat ditransformasikan pada table berikut ini
21
Tabel 2.1 Struktur APBD Belanja
Kepmendagri No.29 Tahun 2002
Permendagri No.59 Tahun 2007 Revisi atas Permendagri
No.13 Tahun 2007
Klasifikasi belanja menurut bidang kewenangan
pemerintah daerah,
organisasi, kelompok, jenis, objek, dan rincian objek belanja.
Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintah daerah, organsasi, program,
kegiatan kelompok, jenis, objek dan rincian objek belanja.
Pemisahan secara tegas antara belanja aparatur dan pelayanan public.
Pemisahan kebutuhan belanja antara aparatur
dan pelayanan
public tercermin dalam program dan kegiatan.
Pengelompokan Belanja Administrasi Umum BAU, Belanja Operasi dan
PemeliharaanBOP, Belanja Modal BM, Belanja Tidak Tersangka, dan
Belanja Bantuan Keuangan cenderung menimbulkan terjadinya tumpang tindih
penganggaran. Belanja dikelompokan dalam Belanja
Langsung dan Belanja Tidak Langsung sehingga tercipta efisiensi mulai saat
penganggaran.
Menggabungkan antara jenis belanja sebagai input dan kegiatan dijadikan
sebagai jenis biaya. Restrukturasi jenis-jenis belanja.
Sumber : Diolah penulis dari Kepmendagri No.29 Tahun 2002 dan Permendagri No.59 Tahun 2007
22
Tabel 2.2 Jenis dan Kelompok Belanja
Kepmendagri No.29 Tahun 2002
Permendagri No.59 Tahun 2007 Revisi atas Permendagri No 13
Tahun 2006
Belanja Administrasi dan Umum : Belanja Tidak Langsung :
- Belanja Pegawai
- Belanja Pegawai
- Belanja Barang dan Jasa
- Belanja Bunga
- Belanja Perjalanan Dinas
- Belanja Subsidi
- Belanja Pemeliharaan
- Belanja Hibah
Belanja Operasi dan Pemeliharaan :
- Belanja Bantuan Sosial
- Belanja Pegawai
- Belanja Bagi Hasil
- Belanja Barang dan Jasa
- Belanja Bantuan Keuangan
- Belanja Perjalanan Dinas
- Belanja Tak Terduga
- Belanja Pemeliharaan
Belanja Langsung : Belanja Modal
- Belanja Pegawai
Belanja Bantuan Keuangan -
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Tidak Tersangka -
Belanja Modal Sumber :Diolah Penulis dari Kepmendagri No.29 Tahun 2002 dan Permendagri
No.59 Tahun 2007
23
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain penelitian
Pada dasarnya desain penelitian merupakan blueprint yang menjelaskan setiap prosedur penelitian mulai dari tujuan penelitian sampai dengan analisis
data. Desain penelitian dibuat dengan tujuan agar pelaksanaan penelitian dapat dijalankan dengan baik , benar dan lancar. Kerangka kerja meliputi:
1. Tujuannya yaitu untuk mengetahui bagaimana pengalokasian komposisi belanja langsung dan belanja tidak langsung di Pemerintah Kabupaten
Humbang Hasundutan. 2. Pelaksanaan program penelitian yaitu pada tanggal 24 Mei 2013 di
Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan. 3. Analisis datanya yaitu dengan mengukur persentase belanja langsung dan
belanja tidak langsung setiap tahunnya di Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yaitu dapat diartikan sebagai pemecahan masalah yang dinyatakan
dalam bentuk kata, kalimat, gambar. Dengan demikian, penelitian ini berusaha mendiskripsikan tentang komposisi belanja langsung dan belanja tidak langsung
di Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan.
24
3.2 Objek Penelitian