2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Di dalam suatu negara dengan wilayah yang luas membutuhkan suatu sistem pemerintahan governance yang baik. Sistem ini sangat diperlukan
setidaknya oleh dua hal: pertama sebagai alat untuk melaksanakan berbagai pelayanan publik di berbagai daerah, kedua sebagai alat bagi masyarakat setempat
untuk berperan serta aktif dalam menetukan arah dan cara mengembangkan taraf hidupnya sendiri selaras dengan peluang dan tantangan yang dihadapi dalam
koridor-koridor kepentingan nasional. Sejak berlakunya kebijakan otonomi daerah pada tanggal 1 januari 2001, terjadi
perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan mekanisme pemerintahan di daerah, dimana otonomi benar-benar akan terlaksana dan menjadi kenyataan,
sehingga diperlukan suatu kemampuan Pemerintah Daerah dalam menyusun perencanaan anggaran, baik dari sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran.
Penyelenggaraan otonomi daerah ini di dukung oleh UU Nomor 22 Tahun 1991 tentang Pemerintahan Daerah, yang kini direvisi menjadi UU Nomor 32 Tahun
2004, tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya
saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
3
keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan, yang kini direvisi menjadi UU Nomor 33 Tahun 2004, ditegaskan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah, pemerintah pusat akan
mentransfer dana perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum dan bagian daerah dari bagi hasil pajak dan bukan pajak. Dimana
disamping Dana Perimbangan tersebut pemerintah daerah memiliki sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah, pinjaman daerah, maupun
penerimaan daerha lain yang sah. Salah satu aspek penting pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
yang harus diatur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD.Dimana APBD merupakan
kebijaksanaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disusun berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta berbagai pertimbangan lainnya
dengan maksud agar penyusunan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi anggaran pendapatan belanja daerah mudah dilakukan. Pada sisi yang lain
anggaran pendapatan belanja daerah dapat pula menjadi sarana bagi pihak tertentu untuk melihat atau mengetahui kemampuan daerah baik dari sisi pendapatan dan
sisi belanja, sedangkan dari sisi anggaran belanja rutin merupakan salah satu alternatif yang dapat merangsang kesinambungan serta konsistensi pembangunan
di daerah secara keseluruhan menuju tercapainya sasaran yang telah di sepakati bersama. Oleh sebab itu, kegiatan rutin yang akan dilaksanakan merupakan salah
satu aspek yang menentukan keberhasilan pembangunan.
4
Pendapatan daerah merupakan sumber untuk membiayai belanja daerah belanja langsung dan belanja tidak langsung.Seharusnya, pengalokasian
pendapatan daerah ke belanja langsung harus lebih besar dari pada kebelanja tidak langsung.Hal ini dikarenakan belanja langsung merupakan suatu tindakan
pengeluaran biaya untuk menciptakan pembangunan yang nantinya berguna untuk kesejahteraan
masyarakat.Namun kebanyakan
fenomena sekarang
ini memperlihatkan bahwa pengalokasian belanja langsung lebih kecil dari pada
pengalokasian belanja tidak langsung. Keadaan ini mendorong penulis ingin mengetahui apakah pengalokasian
belanja daerah terhadap belanja langsung dan belanja tidak langsung tidak ideal setiap tahunnya atau mungkin ideal setiap tahunnya. Oleh karena itu, maka
penulispun tertarik untuk melakukan penelitian untuk mencari tahu bagaimana dan berapa pengkomposisian belanja daerah yang terjadi di Kabupaten Humbang
Hasundutan serta sekaligus ingin mengetahui kendala Pemerintah Kabupaten Humbang Hasundutan dalam mengalokasikan belanja daerahnya. Ketertarikan
penulis terhadap pengkomposisian belanja daerah di Kabupaten Humbang Hasundutan ini akan dituangkan penulis didalam ssebuah skripsi yang berjudul :
“Analisis Komposisi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung Pada Pemerintahan Kabupaten Humbang Hasundutan.”
2.2 Perumusan Masalah