KOORDINASI ANTARA KECAMATAN DENGAN DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BERDASARKAN MUSRENBANG (Studi Pada Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur 2014)

(1)

KOORDINASI ANTARA KECAMATAN DENGAN DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

BERDASARKAN MUSRENBANG

(Studi Pada Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur 2014)

Oleh

Dwi Enggar Kusuma Sari

Salah satu persoalan pokok dalam pembangunan di Indonesia desa adalah kurang adanya koordinasi antar berbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut serta fokus kegiatan yang kurang begitu jelas. Tulisan ini mencoba menelaah beberapa persoalan mendasar dalam pembangunan perdesaan di lokasi penelitian. Musrenbang adalah salah satu forum dalam menampung aspirasi masyarakat. Forum ini juga yang akan merencanakan dan menetukan kegiatan-kegiatan pembangunan. Koordinasi dalam pelaksanaan Musrenbang merupakan salah satu penentu keberhasilan Musrenbang dalam penentuan skala prioritas.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Koordinasi Kecamatan dengan Desa dalam pelaksanaan pembangunan berdasarkan Musrenbang?.Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menjelaskan tentang koordinasi yang dilakukan oleh Kecamatan dan Desa dalam pelaksanaan pembangunan yang diprogramkan di desa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, dokumentasi, dan observasi. Penelitian ini difokuskan pada koordinasi terkait pelaksanaan pembangunan antara Kecamatan dengan Desa berdasarkan unsur-unsur koordinasi yakni sinkronisasi yang teratur, pengaturan waktu dan terpimpin, harmonis, dan tujuan yang ditetapkan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Koordinasi antara Kecamatan dengan Desa dalam Pelaksanaan Pembangunan belum dapat berjalan dengan optimal, Hal ini dikarenakan (1) terbatasnya alokasi dana dari pemerintah daerah kepada desa. (2)


(2)

(3)

(Study at Bandar Sribhawono Districts of East Lampung Regency 2014)

By

Dwi Enggar Kusuma Sari

One of the main problem in rural development in Indonesia is the lack of coordination between the various parties involved in the activity and the focus of activity is less clear. This paper try to examine some of the fundamental issues in the villages development in the research location. Musrenbang is one of the forums in accommodating the aspirations of the community. This forum will also plan and determine development activities. Coordination in the implementation of Musrenbang is one determinant of Musrenbang success in priorities setting.

Formulation of the problem in this research is found out how the Coordination between the Districts with the Village in the implementation of development based the Musrenbang ?. The purpose of the research is to find out provide and explain the coordination is done by the district and village in the implementation of development programmed in the village. The method used in this research is descriptive method with qualitative approaches and data collection techniques used interviews, documentation, and observation. This study focused on the coordination related the development implementation of the District of the village based on elements of coordination there are the orderly synchronization of effort, timing and directing, harmonious, and set goals.

The results of this research indicate that the coordination between the District of the Village in the Development can not do optimally. It caused by (1) the limited allocation of funds from the local government to the village. (2) Unscheduled in coordination especially when implementing coordination meetings is uncertainly depend on the situation


(4)

PELAKSANAAN PEMBANGUNAN BERDASARKAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG)

(Studi Pada Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur Tahun 2014)

oleh

Dwi Enggar Kusuma Sari

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA ADMINISTRASI NEGARA

Pada

Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

(6)

(7)

(8)

Penulis lahir di Lampung Timur pada 29 Agustus 1992. Anak kedua dari tiga saudara dari pasangan Ibu Sri Wijiati dan Bapak Teguh Wiyana. Pendidikan formal pertama penulis diawali di Taman Kanak-kanak (TK) Al Huda pada tahun 1997, Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Srimenanti Kabupaten Lampung Timur diselesaikan pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur diselesaikan pada tahun 2007 dan Yayasan Krida Kartikatama Metro diselesaikan pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu adminstrasi Negara FISIP UNILA melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Pada bulan January-Februari 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Putra Aji 2 Kecamatan Sukadana Kabupaten Lampung Timur yang telah memberikan banyak pengalaman berharga dan cerita yang tak mungkin terlupakan selama menjadi mahasiswa. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah beberapa kali mengikuti seminar yang diselenggarakan oleh lembaga kemahasiswaan di FISIP UNILA.


(9)

Bismillah Hirrahmnanirrohim

Ya Allah dengan segala kerendahan hati kuucapkan syukur atas karuniaMu, tiada kesombongan karena ku tahu semua adalah milikMu.

Kupersembahkan karya kecilku ini untuk orang yang kusayangi dan menyayangiku...

1. Lelaki yang terus bekerja keras demi masa depanku

Untuk Ayah...

Yang selalu mendoakan dan menyemangatiku dengan ketegasan, cinta dan kasih sayang.

2. Perempuan yang darahnya menetes karena kelahiranku

Untuk Ibu....

Yang tak pernah lelah mendoakan dan menyemangatiku dengan penuh kesabaran, kelembutan, cinta dan kasih sayang.

3. Seseorang yang selalu setia mendampingiku karena cintanya Mendukungku dengan kasih sayangnya demi cita-cita bersama


(10)

5. Yang selalu membimbing dan membantu skripsiku dengan penuh kesetiaan, kesabaran, dan persahabatan

Untuk Dosen Pembimbingku...

6. Terakhir, tetapi bukan yang terakhir kalinya Untuk teman dan shabat-sahabatku...

Simbol persahabatan, rasa memiliki, saling berbagi, cinta dan kasih sayang

Karena Allah SWT. Semoga kenangan yang kita lalui bersama menjadi sebuah kisah yang tak pernah terlupakan.


(11)

Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat

mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan

(Soe Hok Gie)

Diam dalam selubung doa itu lebih utama daripada seribu tahun

perjalanan tanpa pengharapan


(12)

Bismillah hirahmanirrohim Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillahirobbil’alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas ridho, rahmat, dan kasih sayang-Nya yang berlimpah sehingga penulis dapatmenyelesaikan skripsi “Koordinasi antara Kecamatan dengan Desa dalam Pelaksanaan Pembangunan berdasarkan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) (Studi pada Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana (S1) pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Dalam proses skripsi ini, penulis telah mendapat bantuan baik moril, materi, berupa petunjuk, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak secara langsung. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasihkepada:


(13)

kesabaran dan persahabatan.

2. Bapak Simon Sumanjoyo, S.AN., M.PA selaku pembimbing pembantu yang telah banyak memberi arahan, bimbingan, saran dan nasihat sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan dan kekurangan dalam skripsi.

3. Bapak Prof. Dr. Yulianto, M.S. selaku dosen pembahas dan penguji yang telah banyak memberikan kritik, saran, dan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.sos., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara atas ketersediaannya memberikan izin dan fasilitas dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dian Kaagungan, Dra.Mh selaku Pembimbing Akademik (PA). Terimakasih atas segala kesabaran dan arahannya dalam membimbing penulis sehingga menjadi mahasiswa yang baik semasa menjadi mahasiswa Ilmu Administrasi Negara di Universitas Lampung.

6. Bapak dan Ibu dosen-dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univrsitas Lampung khususnya Program Studi Ilmu Adminstrasi Negara FISIP Unila yang telah memberikan pengetahuan baru yang bermanfaat bagi penulis.

7. Staf administrasi pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Ibu Nur’aini yang ramah dalam memberikan informasi tentang kelengkapan berkas administrasi penyelesaian skripsi.


(14)

bimbingan bagi penulis selama proses penelitian.

9. Staf pegawai kantor Kelurahan Desa Mekar Jaya Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur yang telah bersedia mambantu penulis dalam memberikan informasi dalam penelitian.

10. Staf pegawai kantor Kelurahan Desa Sribhawono Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur yang telah bersedia mambantu penulis dalam memberikan informasi dalam penelitian

11. Segenap keluargaku atas perjuangan untuk pendidikan, terkhusus kepada kedua orang tuaku, Ayahanda Teguh Wiyana, S.Pd dan Ibunda Sri Wijiati, S.Pd yang telah mendidikku, melindungiku, menyayangiku dengan seluruh cinta dan kasih sayangnya sejak kecil hingga saat ini, terima kasih atas support yang sangat besar, di setiap langkahku teruntai setiap doa dan harapannya, serta tak lupa pula terima kasih untuk dukungan moril maupun materil terutama pada saat penulis menyelesaikan karya kecil ini.

12. Kakakku tersayang “Anik Puspa Sari” yang selalu cerewet dan tak berhenti -hentinya menanyakan kapan penulis lulus, berusaha menjadi lebih bijaksana dan dewasa adalah impian kami orang-orang yang menyayangimu.

13. Adikku tersayang “Priyo Ridho Laksono” yang terkadang tak pernah akur kepada penulis namun pada sebenarnya saling menyayangi diantara kami.


(15)

terus diingat untuk mendapatkan semangat agar cepat menyelesaikan skripsi.

15. Sahabat-sahabat terbaikku, Fika Febriana Simamura yang sebelumnya Siregar dan sekarang menjadi Silalahi namun nama Martosamp tetap tidak akan hilang, Desti Herawati Karisaputri, Desi Lisnawati Syahrini, Arum Nagita alias Ambar Wati, Anggun Restiani, Novi Artini, S.E, Bunga Janati, S.AN, Maya Larasati, S.AN, Indah Pratiwi, S.AN, terimakasih atas kebersamaan dan pengorbanan dalam memberikan dukungan dan semangat dalam persahabatan (Love you girls... :*, ({}) )

16. Seseorang yang selalu cerewet tak pernah lelah membantu penulis, memberikan semangat, mengingatkan, membimbing, menasihati, serta terkadang suka marah-marah.

17. Teman-teman seperjuangan “2010” yang telah banyak membantu memberikan semangat, motivasi dan inspirasi selama ini.Nuzul Liliana, Nona Veronika, Karina Aprilita, Shela Rohisti, Cory Maharani, Meri Asnida, Nurul Aninda Hasan, Mareta, Tami, Hani, Dora Sonia, Jenni Defari, Selly Strawbery, Sari Putri, Muhammad Aden Saputra, Satria Prima Putra, Fadri Ari Sandi, Jodi Prayuda, Ade Irawan, Abdu Rahman, Mugammad Rizal Putra, Desamon Eka Chandra, Sahara Taloren, Sari, Dita, Lica Lisnawati, Julian Fadly dan teman-teman satu angkatan lainnya yang sudah mendapatkan gelar S, AN serta teman-teman yang lain yang sedang berjuang atas karya ilmiah ini (sukses selalu untuk kita semua)


(16)

19. Seluruh pihak yang telah membantu penulis dalamm menyelesaiakn penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Semua bantuan yang telah diberikan kepada penulis, mungkin tidak dapat penulis balas secara langsung. Hanya Allah SWT maha pengasih dan penyayang yang mampu membalas semua kebaikan mereka dengan balasan yang setimpal, semoga karya ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua.

Amin...

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandar Lampung, 20 April 2015 Penulis


(17)

Tabel Halaman 1. Perubahan Kedudukan, Kewenangan dan Hubungan

Kerja Kecamatan Berdasarkan Undang-undang 4

2. Daftar Informan 67

3. Dokumentasi 69

4. RekapitulasiDAFTAR USULAN RENCANA KEGIATAN (DURK)

BANTUAN ALOKASI DANA DESA (ADD) TAHUN 2014 103 5. Hasil Musrenbang Usulan Prioritas Pembangunan Kecamatan Bandar


(18)

Gambar Halaman

1. Dokumentasi Kondisi Jalan di Desa Mekar Jaya 97 2. Dokumentasi Musrenbang di Kecamatan Bandar Sribhawono 104 3. Lokasi Pembangunan Balai Desa Mekar Jaya 109 4. Dokumentasi Lomba Desa di Wilayah Kecamatan Bandar

Sribhawono 113

5. Dokumentasi Kegiatan Membuat Badan Jalan di Desa Sribhawono 119 6. Dokumentasi Kegiatan Gotong Royong di Desa Sribhawono 120 7. Dokumentasi Kegiatan Gotong Royong di Desa Srimenanti 121


(19)

Bagan Halaman

1. Alur Pelimpahan Kewenangan Bupati/Walikota

kepada Camat dan Kepala Desa 4

2. Struktur Organisasi Kecamatan Menurut

Kepmendagri Nomor 158 Tahun 2004 33

3. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa 46

4. Kerangka Pikir 61

5. Analisis data Model Interaktif Menurut Miles dan Huberman 77 6. Struktur Organisasi Pemerintahan Kecamatan


(20)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP MOTTO

PERSEMBAHAN SANWACANA

DAFTAR ISI i

DAFTAR BAGAN iv

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR vi

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah 1

B. Perumusan Masalah 12

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 12

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan tentang Koordinasi 14

1. Pengertian Koordinasi 14

2. Unsur Koordinasi 16

3. Tipe Koordinasi 18

4. Syarat Koordinasi 19

5. Tujuan Koordinasi 23

B.Tinjauan tentang Kecamatan 25

1. Pengertian Kecamatan 25

2. Kedudukan Camat 27

3. Kewenangan, Tugas dan Fungsi Camat 30

4. Susunan Organisasi Kecamatan 32

C.Tinjauan tentang Desa 34

1. Pengertian Desa 34


(21)

3. Kedudukan Desa 36

4. Kewenangan Desa 37

5. Pemerintah Desa 40

6. Tugas Pokok dan Fungsi Pemerintah Desa 42 7. Organisasi Pemerintahan Desa dan Perangkat Desa 43 8. Tata Kerja Organisasi Pemerintah Desa 45

9. Hak dan Kewajiban Desa 47

10. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) 47

D.Tinjauan tentang Musrenbang 49

1. Pengertian Musrenbang 49

2. Posisi Musrenbang dalam Perencanaan Pembangunan 50 3. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan

(Musrenbangcam) 52

4. Perencanaan Pembangunan Daerah 57

E. Kerangka Pikir 58

III. METODE PENELITIAN 62

A.Tipe Penelitian 62

B.Fokus Masalah Penelitian 64

C.Lokasi Penelitian 65

D.Sumber Data 66

E. Teknik Pengumpulan Data 70

F. Teknik Analisis Data 74

G.Keabsahan Data 77

IV. GAMBARAN UMUM 82

A. Gambaran Umum Kecamatan Bandar Sribhawono

Kabupaten Lampung Timur 82

1. Sejarah Singkat Kecamatan Bandar Sribhawono 82 2. Visi dan Misi Kecamatan Bandar Sribhawono 83

3. Struktur Organisasi 84

B. Gambaran Umum Desa Mekar Jaya Kecamatan Bandar

Sribhawono Kabupaten Lampung Timur 86

1. Sejarah Singkat Desa Mekar Jaya 86

2. Lokasi Tata Letak Desa 87

C. Gambaran Umum Desa Sribhawono Kecamatan Bandar

Sribhawono Kabupaten Lampung Timur 88

1. Sejarah Singkat Desa Sribhawono 88

2. Lokasi dan Tata Letak Desa 89

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 90

1. Koordinasi Kecamatan dengan Desa terkait Pelaksanaan

Pembangunan dalam Penyelenggaran Daerah 91 a. Koordinasi Kecamatan dengan Desa Mekar Jaya


(22)

b. Koordinasi Kecamatan dengan Desa Sribhawono dalam

Pelaksanaan Pembangunan 97

2. Unsur-unsur Koordinasi antara Kecamatan dengan Desa Terkait Pelaksanaan Pembangunan dalam Penyelenggaraan

Daerah 98

a. Unsur sinkronisasi yang teratur 98

 Kegiatan Musrenbang Kecamatan di Kecamatan

Bandar Sribhawono 103

b. Pengaturan waktu (timing) dan terpimpin (directing) 110

c. Harmonis (harmonius) 116

d. Tujuan yang ditetapkan 122

3. Kendala-kendala koordinasi antara Kecamatan

Dengan Desa 126

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 132

A. Kesimpulan 132

B. Saran 134

DAFTAR PUSTAKA 135


(23)

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu wujud pemerintahan yang memberikan pelayanan langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat adalah Kecamatan. sebagai subsistem pemerintahan di Indonesia, kecamatan mempunyai kedudukan cukup strategis dan menjalankan peran fungsional dalam pelayanan dan administrasi pemerintahan, pembangunan serta kemasyarakatan. Kecamatan secara umum dahulu merupakan satuan wilayah dan sekarang menjadi satuan administrasi (http://jurisprudence-

journal.org/2012/07/pergeseran-kedudukan-camat-dalam-penyelenggaraan-pemerintahan-daerah-perspektif-normatif/ di akses 9 Desember 2013).

Setelah diberlakukannya Undang-Undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah direvisi melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang meletakkan otonomi secara utuh dan bulat di tingkat Kabupaten, memunculkan berbagai perubahan dalam kaitanya dengan potensi ataupun fungsi Kecamatan. Kecamatan bukan lagi menjadi wilayah administrasi tetapi hanya sebagai wilayah kerja Camat. Pada bagian lain dengan Desa bukan lagi merupakan bawahan Kecamatan, menjadikan hubungan antara Pemerintah Desa dan Kecamatan seakan terputus. Implikasi dari


(24)

hal itu, Kepala Desa seolah tidak mau lagi dikoordinir oleh Camat dalam menjalankan roda pemerintahan. Berbagai permasalahan Desa yang seharusnya dapat diselesaikan di tingkat Kecamatan, justru langsung dibawa ke Kabupaten(http://jurisprudence-journal.org/2012/07/pergeseran-kedudukan-camat-dalam-penyelenggaraan-pemerintahan-daerah-perspektif-normatif/ di akses 9 Desember 2013).

Seiring dengan perubahan kebijakan penyelenggaraan dan sistem pemerintahan daerah di Indonesia ditandai dengan kehadiran Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 telah memberi warna baru terhadap lembaga Kecamatan. Dikatakan demikian Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 merupakan “kontrakonsep” terhadap Undang-undang yang lama karena adanya perbedaan filosofi serta paradigma yang mendasarinya. Perubahan tersebut (dalam Sadu Wasistiono, 2009:1-2) meliputi antara lain:

a. Dari filosofi “keseragaman” berubah menjadi filosofi “keanekaragaman” dalam kesatuan. Daerah diberikan kebebsan yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masayarakat setempat, termasuk kebebasan mengatur organisasi kecamatannya.

b. Dari paradigma administratif yang mengutamakan dayaguna dan hasilguna pemerintahan menjadi paradigma demokratisasi, partisipasi masyarakat serta pelayanan.

c. Tugas utama pemerintah daerah yang semula sebagai promotor pembangunan berubah menjadi pelayanan masyarakat, sehingga unit-unit pemerintahan


(25)

yang berhadapan dan memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat perlu diperkuat.

d. Dari dominasi eksekutif (executive heavy) berubah ke arah dominasi legislatif (legislative heavy).

e. Pola otonomi yang digunakan adalah a-simetris, menggantikan pola otonomi simetris.

f. Pengaturan terhadap Desa yang terbatas, menggantikan pengaturan yang luas dan seragam secara nasional..

g. Penggunaan pendekatan”besaran dan isi otonom” (size and content approach) dalam pembagian daerah otonom, menggantikan pendekatan berjenjang (level approach).

Berbeda dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, di dalam Pasal 127 ayat (1) UU Nomor 32 tahun 2004 dikemukakan bahwa: “Kelurahan/Desa di bentuk di wilayah kecamatan dengan Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah”. Artinya Kelurahan bukan perangkat kecamatan seperti pada UU sebelumnya dimana Kelurahan dipimpin oleh Lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota. Konsekuensi logis dari pernyataan tersebut, di dalam menjalankan tugasnya Lurah tidak lagi bertanggung jawab kepada Camat, melainkan kepada Bupati/Walikota melalui Camat (Sadu Wasistiono, 2009:45-46)


(26)

Maka hubungan kerja antara Bupati/Walikota, Camat dan Lurah dapat digambarkan bagaimana alur pelimpahan kewenangan Bupati/Walikota kepada Camat dan Lurah adalah sebagai berikut :

Bagan 1.1. Alur Pelimpahan Kewenangan dari Bupati/Walikota Kepada Camat dan Kepala Desa

Arus Arus Pelimpahan

Pertanggungjawaban Wewenang

Arus Pembinaan

Sumber: Sadu Wasistiono, 2009:46

Sehubungan dengan hal tersebut, maka perubahan status, kedudukan, tugas dan wewenang serta hubungan kerja Kecamatan dapat dirinci dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 1.1. Perubahan Kedudukan, Kewenangan dan Hubungan Kerja Kecamatan berdasarkan Undnag-undang

Kecamatan UU No 5 Th 1974

UU No 22 Th 1999

UU No 32 Th 2004 Kedudukan Sebagai kepala

wilayah yang memipunyai wilayah administratif pemerintahan Sebagai wilayah kerja camat yang sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota

Sebagai pelaksana sebagian urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Bupati/Walikota sebagai perangkat derah kabupaten/kota Kewenangan (Tugas dan Fungsi) kewenangan atribut dan kewenangan kewenangan delegatif kewenangan delegatif Kepala Desa Bupati/Walikota Camat


(27)

delegatif. Hubungan Kerja dengan : a.Bupati/Walikota b.Perangkat daerah Kabupaten/Kota b.Instansi Vertikal dan Dinas Daerah c.Pemerintah Desa -Sebagai kepala wilayah yang mempunyai hubungan kerja secara hirarkhi vertikal ke atas secara berjenjang sampai ke Presiden bersifat sentralistik dan bersifat vertikal hierarkhis Bersifat hirarkhis -pada Instansi Vertikal, tidak otomastis bersifat koordinatif(kerja biasa). Sedangkan pada Dinas Daerah, bersifat koordinatif dan teknis fungsional bersifat koordinasi dan fasilitasi -Bersifat koordinasi teknis fungsional dan teknis operasional pada Instansi Vertikal, bersifat koordinasi teknis funngsional

bersifat koordinasi, pembinaan dan fasilitasi Sumber : Sadu Wasistiono (2009)

Selanjutnya, berdasarkan perubahan Undang-undang tentang otonomi daerah dalam penyelenggaran pemerintahan daerah yang berkaitan dengan hubungan kecamatan dengan desa juga memerlukan pengawasan pelaksanaannya agar bisa berjalan dengan maksimal. Pedoman dalam pengawasan tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Daerah Pasal 36 yaitu pengawasan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah berpedoman pada norma:

a. obyektif, profesional, independen dan tidak mencari-cari kesalahan b. terus-menerus untuk memperoleh hasil yang berkesinambungan c. efektif untuk menjamin adanya tindakan koreksi yang cepat dan tepat


(28)

d. mendidik dan dinamis

Dari hal tersebut terdapat perbedaan baik status pada Kecamatan maupun kedudukan Camat dan tentunya mempengaruhi apa yang menjadi kewenangan dan tanggung jawab Camat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan juga berpengaruh terhadap eksistensi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan.

Wilayah daerah Kabupaten Lampung Timur khususnya pada Kecamatan Bandar Sribhawono telah dijadikan objek penelitian karena wilayah yang infrastrukur pembangunan jalan belum optimal sehingga cukup sulit dijangkau untuk menuju wilayah kabupaten tersebut. Untuk menuju ke Kabupaten Lampung Timur, sebelah barat berbatasan dengan Sekampung udik dengan melalui jalan yang cukup parah seperti Sukabumi, Tanjung Bintang dan Gunung Agung. Di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Way Jepara yang wilayah tersebut adalah jalan menuju ke Ibukota Kabupaten yaitu Sukadana yang sekarang sedang mengerjakan perbaikan jalan.

Sebagai sebuah organisasi yang hidup dan melayani kehidupan masyarakat yang penuh dinamika, kecamatan mengalami banyak masalah sebagai organisasi administratif. Kecamatan Bandar Sribhawono memiliki penduduk 43.171 jiwa dengan luas wilayah 100,27 km2. Ibukota Kecamatan Bandar Sribahowono, berkedudukan di desa Sribhawono yang wilayah kecamatannya meliputi 7 (tujuh) desa diantara Desa Sribhawono yang merupakan desa terpusat yang berjarak 2 Km dari kantor kecamatan, Desa Sadar Sriwijaya, Desa Srimenanti, Desa Sri Pendowo, Desa Waringin Jaya, Desa Bandar Agung, dan Desa Mekar jaya yang


(29)

merupakan desa terjauh yang berjarak 10 Km dari wilayah kecamatan (sumber: BPS Kabupaten Lampung Timur 2009/2010)

Mekar Jaya adalah desa terjauh dari Kecamatan Bandar Sribhawono. Oleh karena itu, bagaimana koordinasi antara kecamatan dengan pemerintah desa, apakah sudah efektif atau belum dalam menjalankan penyelenggaraan otonomi daerah dengan melaksanakan program-program, khususnya pada pelaksanaan pembangunan dimana harus membuat perencanaan pembangunan terdahulu dengan melalui kegiatan musyawarah rencana pembangunan atau sering disebut musrenbang jika dilihat dari akses jalan yang kurang memadai. Maka dari masalah tersebut peneliti menduga dengan masih adanya akses jalan tersebut untuk menuju wilayah kecamatan kemungkinan akan menjadi suatu hambatan pada desa-desa untuk melakukan koordinasi atau menyampaikan hal-hal yang berkaitan tentang kegiatan pemerintahan. Karena komunikasi secara langsung akan lebih efektif dibandingkan berkomunikasi dengan cara lain di dalam suatu organisasi dengan tujuan agar koordinasi antara pemerintah desa dengan pemerintah kecamatan dapat berjalan dengan optimal dalam pelaksanaan penyelenggaran pemerintahan daerah mengingat banyaknya kegiatan-kegiatan dan unsur – unsur yang berbeda dalam proses penyelenggaraan kegiatan agar semua kegiatan yang berjalan bisa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, dan pada sisi lain keberhasilan sebuah kegiatan tidak akan merusak keberhasilan kegiatan lainnya.

Koordinasi merupakan sebuah proses yang meliput beberapa langkah sebagai proses input koordinasi adalah saling memberi informasi tentang hal-hal tertentu


(30)

melalui komunikasi. Sumber informasi (sender) menyampaikan berita tertentu kepada masyarakat umum atau unit kerja lainnya (receiver). Unit kerja yang berkepentingan bisa langsung menyesuaikan diri dengan informasi itu atau memberikan feedback kepada sender atau masyarakat (Taliziduhu Ndraha 2003:295). Koordinasi yang dilakukan Kecamatan Bandar Sribhawono dengan Desa Mekar Jaya terkait pelaksana pembangunan dimulai dari sosialisasi informasi, rapat-rapat koordinasi, komunikasi, pelaporan pelaksanaan program-program, insentif koordinasi(sumber: sekretaris camat Kecamatan Bandar Srihawono)

Masalah pemerataan pembangunan tidak hanya pada akses jalan yang kurang memadahi namun terdapat pada pembangunan sarana dan prasarana yang kurang merata dilihat dari fasilitas sekolahan yang hanya mempunyai 2 sekolahan yakni Taman Kanak-kanan (TK) dan Sekolah Dasar (SD) di Desa Mekar Jaya. Karena semua sarana dan prasarana hanya tersedia dan berpusat di desa Sribhawono dan desa Srimenanti. Bahkan klinik kesehatan pun juga tidak tersedia, masyarakat Mekar Jaya harus menuju ke Puskesmas Sribhawono. Hal ini bisa mengakibatkan kesenjangan dan kecemburuan sosial antar desa terutama pada desa-desa yang dianggap desa tertinggal. Karena bagaimana cara pemerintah kecamatan dalam melakukan koordinasi pada tiap-tiap desa apakah sama atau terjadi spesialisasi yang mengakibatkan masih ada desa yang belum mendapatkan fasilitas atau pemerataan pada pelaksanaan pembanguan.


(31)

Pembangunan mempunyai pengertian yang sangat luas, secara sederhana pembangunan itu adalah perubahan kearah yang lebih baik dan lebih maju dari sebelumnya. Pembangunan dapat diartikan juga sebagai gagasan untuk meweujudkan sesuatu yang di cita-citakan. Dimana gagasan tersebut lahir dalam bentuk usaha untuk mengarahkan dan melaksanakan pembinaan, pengembangan, serta pembangunan bangsa. Perubahan ke arah perbaikan itu sendiri memerlukan pengerahan segala budi daya manusia untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan. Dengan sendirinya pembangunan merupakan proses penalaran dalam rangka menciptakan kebudayaan dan peradaban manusia. Oleh karena itu, agar pelaksanaan pembangunan dapat tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan maka perlu adanya perencanaan yang matang dan bisa terkoordinir dengan baik.

Arah pembangunan ditentukan oleh perencanaan pembangunan yang dilaksanakan baik dalam lingkup daerah (kabupaten/kota), provinsi maupun nasional. Seperti yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang merupakan perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Dalam peraturan tersebut dikemukakan bahwa setiap daerah mempunyai kewajiban menyusun perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan daerah dirangkum dalam sebuah dokumen yang dikenal dengan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD), yaitu dokumen yang berisi tentang kebijakan publik dan arah kebijakan pembangunan daerah dalam kurun waktu satu tahun. Isi dari RKPD tersebut mencakup rancangan kerangka ekonomi daerah, program


(32)

prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan

(sumber:http://www.banyuwangikab.go.id/media/perencanaan_anggaran/pdf/Ran cangan_BABIRKPD2014.pdf diakses pada 11 Desember 2014).

Selain merupakan dokumen perencanaan pemerintah untuk periode satu tahun, Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lampung Timur Tahun 2010-2015 dengan berpedoman pada RKPD Provinsi Lampung dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Penyusunan RKPD Kabupaten Lampung Timur tahun 2014, tidak lepas dari hasil evaluasi pelaksanaan pembangunan daerah pada tahun sebelumnya serta hasil penjaringan aspirasi masyarakat yang biasa disebut Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tahunan yang dimulai dari Musrenbang desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.

Musrenbang merupakan rangkain kegiatan penting dalam penyusunan rencana pembangunan nasional yang terpadu. Dalam hal ini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menyusun dokumen rencana kerja pemerintah (RKP) dan rencana kerja pemerintah daerah sebagai landasan penyusunan RAPBN/RAPBD tahun berikutnya. Musrenbang berfungsi sebagai forum untuk menghasilkan kesepatan antar pelaku pembangunan tentang rancangan RKP dan rancangan RKPD yang menitikberatkan pada pembahasan untuk sinkronisasi rencana kerja antara lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional di daerah. Akan tetapi forum musrenbang selama ini


(33)

terbukti mengandung sejumlah kelemahan di hampir semua levelnya. Di level bawah proses musrenbang telah mengalami distorsi dalam pelaksanaannya. Kendala utama di tingkat desa/kelurahan ialah menyangkut kurangnya dilibatnya berbagai unsur (stakeholder) yang terlibat ditingkat desa/kelurahan di dalam penyusunan musyawarah rencana pembangunan desa. Musyawarah rencana pembangunan desa hanya disusun oleh sebagian elite di desa/kelurahan tersebut, bahkan banyak desa yang hanya melibatkan kepala desa dan sekretaris desa. Dengan demikian, proyek yang diusulkan juga menjadi kepentingan elite desa/kelurahan. Bahkan sering kali pembangunan di setiap wilayah dikaitkan dengan politik. Contohnya di sebuah Kabupaten ada program bantuan untuk rehab sekolah yang jumlahnya terbatas, anggota legislatif yang berada di Desa tersebut berperan besar dalam tarik menarik program bantuan itu karena ingin dilihat berperan oleh masyarakat yang ada di wilayahnya (Menurut Sekretaris Desa Mekar Jaya)

Oleh karena itu peneliti mencoba mendeskripsikan koordinasi yang dijalankan oleh Kecamatan Bandar Sribhawono dengan Desa Mekar Jaya terkait pelaksanaan pembangunan dengan melaksanakan kegiatan musrenbang. Karena terlihat bahwa wilayah Kecamatan Bandar Sribhawono termasuk pada wilayah pengembangan yang menitikberatkan pada upaya peningkatan kualitas sarana dan prasarana yang sudah ada. Akan menjadi hal yang menarik untuk diteliti bagaimana peran camat sebagai koordinator dalam melakukan upaya perbaikan mutu pelayanan terkait sebagai penyelenggara pemerintahan daerah khusunya pada perencanaan pembangunan.


(34)

Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk menganalisis mengenai kedudukan camat seiring dengan diberlakukannya berbagai peraturan perundang-undangan tentang Pemerintahan Daerah dilakukan penelitian dengan judul : “Koordinasi

antara Kecamatan dengan Desa dalam Pelaksanaan Pembangunan berdasarkan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) (Studi

pada Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur)”

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana Koordinasi antara Kecamatan dengan Desa dalam dalam Pelaksanaan Pembangunan berdasarkan Musrenbang di Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur?

2. Kendala-kendala apa saja yang terjadi dalam Koordinasi kecamatan dengan desa dalam pelaksanaan pembangunan berdasarkan Musrenbang di Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Ada pun tujuan penelitian adalah sebagai berikut :

a. Mendeskripsikan Koordinasi kecamatan dengan desa dalam terkait pelaksanaan pembangunan berdasarkan Musrenbang di Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur.


(35)

b. Mendeskripsikan kendala-kendala yang terjadi dalam Koordinasi kecamatan dengan desa dalam pelaksanaan pembangunan berdasarkan Musrenbang di Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur.

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian pengetahuan tentang ilmu Administrasi Negara khususnya tentang koordinasi kecamatan dengan desa dalam pemerataan pembanguanan. b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan

pertimbangan serta saran bagi koordinasi pemerintah kabupaten, kecamatan dan kepala desa sebagai perangkat daerah dalam melaksanakan program-program khususnya pada perbaikan jalan dan pemerataan pembangunan sebagai sarana dan prasarana.


(36)

A. Tinjauan Tentang Koordinasi 1. Pengertian Koordinasi

Koordinasi berasal dari kata coordination, co dan ordinare yang berarti to regulate. Dari pendekatan empirik yang dikaitkan dengan etimologi, koordinasi dikaitkan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat (equal in rank or order, of the same rank or order not subordinate)untuk saling member informasi dan sebagai kewenangan untuk menggerakkan, menyerasikan, menyelaraskan, dan menyeimbangkan kegiatan-kegiatan yang sesifik atau berbeda-beda agar semuanya terarah pada tujuan tetentu. Sedangkan secara fungsional, koordinasi dilakukan guna untuk mengurangi dampak negatif spesialisasi dan mengefektifkan pembagian kerja (Talizuduhu Ndraha, 2003:290).

Menurut Talizuduhu Ndraha dalam Kybernology (2003:291):

“Koordinasi dapat didefinisikan sebagai proses penyepakatan bersama secara bersama mengingat berbagai kegiatan atau unsur yang berbeda-beda sedemikian rupa sehingga di sisi yang satu semua kegiatan atau unsur itu


(37)

terarah pada pencapaian suatu tujuan yang telah ditetapkan, dan di sisi lain keberhasilan kegiatan yang satu tidak merusak keberhasilan kegiatan lain”

Dr. Awaluddin Djamin, M.P.A dalam Malayu.S.P. Hasibuan (2011:86) mendefinisikan bahwa koordinasi adalah suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam pelaksanaan tugas-tugas tertentu sedemikian rupa, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu, dan saling melengkapi.

Kordinasi menurut Malayu S.P. Hasibuan (2011:85) adalah mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen (6M) dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi.

Menurut tinjauan manajemen, koordinasi adalah pernyataan usaha manusia yang meliputi:

1. Jumlah usaha baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif

2. Waktu yang tepat dari usaha-usaha ini

3. Pengarahan usaha-usaha ini

(Malayu S.P. Hasibuan,2011:86)

Koordinasi berlangsung pada setiap level, fungsi dan siklus manajemen. Untuk mengefektifkan koordinasi, semua mata rantai siklus manajemen dan teknikal operasional harus distandarisasikan secara penuh. Koordinasi merupakan fungsi organisasi, begitu suatu organisasi dibentuk atau terbentuk maka


(38)

koordinasi internal dan eksternal harus berjalan. Koordinasi juga merupakan syarat mutlak untuk menjamin agar semua kegiatan kerja dalam organisasi dapat berjalan dengan harmonis dan efesien.

Dari definisi-definisi koordinasi di atas, dapat disimpulkan bahwa koordinasi adalah adalah suatu usaha, kegiatan-kegiatan, kerjasama dan kesepakatan bersama secara teratur serasi, selaras, seimbang dan serempak dalam mencapai suatu tujuan tertentu serta mencegah terjadinya konflik, kekacauan, percekcokan, kekosongan pekerjaan dan sebagainya dalam suatu organisasi.

2. Unsur Kordinasi

Unsur-unsur koordinasi menurut Terry (2006:126):

a. Unsur-unsur sinkronisasi yang teratur (orderly synchronization of effort)

Menurut Dr. Awaluddin Djamin, M.P.A sinkronisasi adalah suatu usaha untuk menyesuaikan, menyelaraskan kegiatan-kegiatan, tindakan-tindakan, unit-unit, sehingga diperoleh keserasian dalam pelaksaan tugas atau kerja (Malayu S.P Hasibuan, 2011:86)

b. Pengaturan waktu(timing)dan terpimpin(directing)

Pengaturan waktu menunjukkan penentuan waktu dan perkiraan masa pengerjaan dari keseluruhan kegiatan. Sedanngkan terpimpin (directing) yaitu kegiatan yang berhubungan dengan usaha-usaha bimbingan, memberikan arahan, saran-saran, perintah-perintah, instruksi-instruksi agar tujuan yang telah ditentukan semula dapat dicapai.


(39)

c. Harmonis(harmonius)

Menurut Glenn Griswold dalam Kustadi Suhandang (2004:45-46) pengertian harmonis dalam arti adanya saling pengertian dan penyesuaian antara kedua belah pihak, satu sama lain saling memberikan keuntungan dan merasa senang

d. Tujuan yang ditetapkan(stated objective)

Menurut G.R. Terry dalam Malayu S.P. Hasibuan (2011:17) tujuan adalah hasil yang diinginkan yang melukiskan skop yang jelas, serta memberikan arah kepada usaha-usaha seorang manajer.

Tujuan yang ingin dicapai selalu ditetapkan dalam suatu renacana (plan), karena itu hendaknya tujuan ditetapkan jelas, realistis dan cukup menantang untuk diperjuangkan berdasarkan pada potensiyang dimiliki.

Sifat-sifat Koordinasi( Coordination Characteristic)

dalam Malayu S.P. Hasibuan (2011:87):

1. Koordinasi adalah dinamis bukan statis

2. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator (manajer) dalam rangka mencapai sasaran

3. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.

Dua pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami gejala koordinasi yaitu:


(40)

Pendekatan ini yang digunakan oleh pemerintah Indonesia. Menurut pendekatan politik, koordinator ditentukan lebih dahulu atau ditetapkan secara bersama-bersama dengan antar unit kerja yang lain.

b. Pendekatan Manajemen atau empirik

Koordinasi merupakan kebutuhan setiap orang atau institusi. Kebutuhan akan koordinasi mendorong seseorang atau kelompok untuk berkoordinasi satu dengan yang lain (Talizuduhu Ndraha,2003).

Prinsip koordinasi adalah semua kegiatan organisasi harus dikoordinasikan, hal ini penting untuk mencegah kesimpangsiuran tugas dan tanggung jawab. Kerjasama merupakan asas koordinasi, artinya mereka harus bertindak bersam-asama agar terdapat suatu kesatuan yang dalam tindakan. Jadi, koordinasi sebagai pengaturan yang tertib dari suatu kumpulan atau gabungan usaha untuk menciptakan kesatuan dalam mencapai tujuan bersama.

3. Tipe Koordinasi

Tipe koordinasi dilihat dari sudut pandang politik menurut Malayu S.P. hasibuan (2001:86) adalah:

a. Koordinasi vertical (vertical coordination), adalah kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya.

b. Koordinasi horizontal (horizontal coordination) adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang


(41)

dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat.

Koordinasi Horisontal dibagi atas dua, yaitu:

1) Interdiciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka mengarahkan,

menyatukan tindakantindakan, mewujudkan, dan menciptakan disiplin antara unit yang satu dengan unit yang lain secara intern maupun secara ekstern pada unitunit yang sama tugasnya.

2) Interrelated adalah koordinasi antarbadan (instansi); unit-unit yang fungsinya berbeda, tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantungan atau mempunyai kaitan baik, cara intern maupun ekstern yang levelnya setaraf.

4. Syarat Koordinasi

Syarat-syarat Koordinasi berdasarkan pendapat Malayu S.P. Hasibuan(2011:88) adalah:

1. Sense of cooperation (perasaan untuk bekerja sama), ini harus dilihat dari sudut bagian per bagian bidang pekerjaan, bukan orang per orang.

2. Rivalry, dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan persaingan antara bagian-bagian, agar bagian-bagian ini berlomba-lomba untuk mencapai kemajuan.


(42)

3. Team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus saling menghargai.

4. Esprit de corps, artinya bagian-bagian yang diikutsertakan atau dihargai, umumnya akan menambah kegiatan yang bersemangat.

Koordinasi tidak dapat diperintahkan, dipaksakan, tetapi akan lebih baik dengan cara persuasif (permintaan dan permohonan) kepada bawahan. Karena dengan cara persuasif akan lebih dihayati, ditaati oleh bawahan, seba mereka merasa dihargai dan dihormati. Koordinasi merupakan sebuah proses yang meliputi beberapa langkah. Sebagai proses, input koordinasi adalah saling member informasi tentang hal tertentu melalui pola komunikasi. Sumber informasi (sender) menyampaikan berita tertentu kepada masyarakat umum atau unit kerja lainnya (receiver). Unit kerja yang berkepentingan, bisa langsung menyesuaikan diri dengan informasi itu, atau memberikan feedback kepada sender atau masyarakat. Masyarakat atau receiver bias memberikan tanggapan baik dan sterusnya.

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2011:88) cara mengadakan koordinasi dapat ditempuh dengan jalan:

1) Memberikan keterangan langsung dan secara bersahabat. Keterangan mengenai pekerjaan saja tidak cukup, karena tindakan-tindakan yang tepat harus diambil untuk menciptakan dan menghasilkan kordinasi yang baik.


(43)

2) Mengusahakan agar pengetahuan dan penerimaan tujuan yang akan dicapai oleh anggota, tidak menurut masing-masing individu anggota dengan tujuannya sendiri-sendiri. Tujuan itu adalah tujuan bersama.

3) Mendorong para anggota untuk bertukar pikiran, mengemukakan ide, saran-saran, dan lain sebagainya.

4) Mendorong para anggota untuk berpartisipasi dalam tingkat perumusan dan penciptaan sasaran.

5) Membinahuman relationsyang baik antara sesama karyawan.

6) Manajer sering melakukan komunikasi informal dengan para bawahan.

Suatu koordinasi akan lebih baik, jika memperoleh dukungan partisipasi dari bawahan, dan pihak-pihak yang terkait yang akan melakukan pekerjaan diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan, supaya mereka antusias dalam melaksanakannya.

Koordinasi dapat dilakukan melalui atau dengan menggunakan alat seperti: rapat-rapat koordinasi, permintaan data/informasi/prndapat dari instansi, konsultasi, seminar, lokakarya dan lain-lain (Talizuduhu Ndraha, 1988:123).

Menurut Melayu S.P. Hasibuan (2011:86) pentingnya koordinasi dalam suatu organisasi adalah:

a. Untuk mencegah terjadinya kekacauan, percekcokan, dan kekembaran atau kekosongan pekerjaan


(44)

b. Agar orang-orang dan pekerjaannya diselaraskan serta diarahkan untuk pencapaian tujuan perusahaan

c. Agar saran dan prasaran dimanfaatkan untuk mencapai tujuan

d. Supaya semua unsur manajemen (6M) dan pekerjaan masing-masing individu karyawan harus membantu tercapainya tujuan organisasi

e. Supaya semua tugas, kegiatan, dan pekerjaan terintegrasi kepada sasaran yang diinginkan.

Paul R. Lawrence dan Jay W. Lorch dalam Manajemen (Handoko, 2003:197) mengungkapkan 4 (empat) tipe perbedaan dalam sikap dan cara kerja yang mempersulit tugas pengkoordinasian, yaitu:

1. Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan tertentu

Masing-masing subunit memiliki pandangan yang berbeda tentang cara yang paling baik untuk mengembangkan organisasi

2. Perbedaan dalam orientasi waktu

Subunit-subunit tertentu memprioritaskan masalah-masalah yanng dapat ditanggulangi segera sedangkan subunit-subunit yang lain memprioritaskan masalah-masalah yang membutuhkan waktu yang lama

3. Perbedaan dalam orientasi antar pribadi

Dalam subunit-subunit tertentu, cara-cara berkomunikasi berlangsung cepat, sedangkan dalam subunit-subunit yang lain berlangsung secara lambat.


(45)

Setiap unit dalam organisasi dapat memiliki metode dan standar yang berbeda-beda dalam mengevaluasi kemajuan-kemajuan organisasi.

5. Tujuan Koordinasi

Tujuan koordinasi menurut Malayu.S.P. Hasibuan (2011:87):

1. Untuk mengarahkan dan menyatukan semua tindakan serta pemikiran kea rah tercapainya sasaran perusahaan

2. Untuk menjuruskan keterampilan spesialis kea rah sasaran perusahaan

3. Untuk menghindari dan kekosongan tumpang-tindih pekerjaan

4. Untuk menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dari sasaran.

Tujuan koordinasi menurut Talizuduhu Ndrha (2003:29):

1. Menciptakan dan memelihara efektifitas organisasi setinggi mungkin melalui sinkronisasi, penyerasian, kebersamaan dan kesinambungan antar berbagai kegiatan dependen suatu organisasi.

2. Mencegah konflik dan menciptakan efisiensi setinggi-tingginya setiap kegiatan interdependen yang berbeda-beda melalui kesepakatan-kesepakatan yang mengingat semua pihak yang bersangkutan.

3. Menciptakan dan memelihara iklim dan sikap responsif antisipatif di kalangan unit kerja dependen dan independen yang berbeda-beda agar keberhasilan unit kerja yang satu tidak dirusak oleh keberhasilan unit kerja yang lain, melalui jaringan informasi dan komunikasi yang efektif.


(46)

Hubungan koordinasi dengan fungsi-fungsi manajemen

1. Perencanaan dan koordinasi (planning and coordination)

Perencanaan akan mempengaruhi koordinasi, artinya semakin baik dan terincinya rencana maka akan semakin mudah melakukan koordinasi. Jika perencanaan disusun dengan baik dan hubungan rencana jangka panjang (long range planning = LRP) dan rencana jangka pendek (short range

planning= SRP0 terintegrasi dengan baik secara harmonis maka penerapan

koordinasi akan lebih mudah.

2. Pengorganisasian dan koordinasi (organizing and coordination)

Pengorganisasian berhubungan dengan koordinasi, artinya jika organisasi baik maka pelaksanaan koordinasi akan lebih mudah. Organisasi yang baik, apabila hubungan-hubungan antara individu karyawan baik, hubungna pekerja baik,job descriptionsetiap pejabat jelas.

3. Pengarahan dan koordinasi (directing and coordination)

Pengarahan mempengaruhi koordinasi, artinya dengan menggunakan bermacam-macam variasi dalam intensitas directing force akan membantu menciptakan koordinasi.

4. Pengisian jabatan dan koordinasi (staffing and coordination)

Penempatan karyawan membantu koordinasi, artinya jika setiap pejabat sudah ditempatkan sesuai dengan keahliannya maka koordinasi akan lebih mudah


(47)

6. Pengendalian berhubungan langsung dengan koordinasi. Penilaian yang terus-menerus atas kemajuan pekerjaan akan membantu menyelaraskan usaha-usaha, sehingga tujuan yang ditentukan semula dihasilkan, diperoleh dan tercapai dengan baik.

(Malayu S.P. Hasibuan, 2011:89).

Keberhasilan pencapaian tujuan koordinasi secara keseluruhan tergantung pada hal-hal sebagai berikut (Talizuduhu Ndraha, 1988:120):

1. Sejauh mana masing-masing instansi memenuhi tugas kewajiban dan tanggung jawab yang telah dilaksanakan

2. Sejauhmana program suatu instansi serasi dengan program instansi lainnya.

3. Sejauhmana instansi memelihara kesinambungan programnya dengan program instansi lain, dalam hal instansi-instansi yang bersangkutan memegang peranan profesional sepanjang penyelenggaraan proyek

4. Sejauhmana keberhasilan suatu instansi tidak menimbulkan kerugian bagi instansi lainnya.

B. Tinjauan tentang Kecamatan

1. Pengertian Kecamatan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 dalam tinjauan hukum administrasi daerah, Kecamatan dinyatakan:


(48)

Pasal 1 Ayat (5)

Kecamatan adalah Kecamatan atau sebutan lain adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah Kabupaten/Kota.

Pasal 2 Ayat (1)

Kecamatan dibentuk di wilayah kabupaten/kota dengan Peraturan Daerah Pemerintah ini.

Kecamatan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah adalah wilayah administrative pemerintahan dalam rangka dekonsentrasi yakni lingkungan kerja perangkat Pemerintah yang menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan umum di Daerah. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang menerima pelimpahan sebagian wewenang Bupati/Walikota dalam bidang desentralisasi yang bersifat delegasi (Sadu Wasistiono, 2009:2)

Kehadiran Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah direvisi melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 membawa berbagai perubahan baru dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah telah mengubah secara mendasar praktek-praktek pemerintahan. Sedangkan pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, Kecamatan merupakan wilayah kerja Camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Artinya, apabila dulu Kecamatan merupakan


(49)

salah satu wilayah administrasi pemerintahan, selain nasional, propinsi, kabupaten/kotamadya, dan kota administratif. (Nurmayani, 2009:49)

Sementara menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, Kecamatan merupakan wilayah kerja camat sebagai perangkat Daerah Kabupaten/Kota, dan Camat menerima pelimpahan wewenang Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah. Camat juga melaksanakan tugas umum pemerintahan (Sadu Wasistiono, 2009:2)

Dari definisi-definisi Kecamatan di atas, dapat disimpulkan bahwa Kecamatan adalah perangkat daerah Kabupaten dan Daerah Kota atau unsur bagian dari pemerintahan kabupaten/kota dalam melaksanakan tugas dari limpahan wewenang bupati/walikota yang dahulu Kecamatan merupakan wilayah kekuasaan yang sekarang bukan lagi wilayah administrasi pemerintahan, namun sekarang menjadi wilayah pelayanan yang bertugas memberikan pelayanan tertentu kepada masyarakat dalam wilayah kerja tertentu.

2. Kedudukan Camat

a. Kedudukan Camat menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974

Pada saat Undang-undang No. 5 Tahun 1974 berlaku, kedudukan Kecamatan sebagai wilayah administratif pemerintahan dalam rangka pelaksanaan asas dekonsentrasi serta camat sebagai kepala wilayah. Hal ini sejalan dengan sistem pemerintahan yang bersifat sentralistik represif, sehingga pemerintah pusat memerlukan perpanjangan tangan sampai ke unit yang terbawah. Kedudukan camat sebagai penguasa wilayah Kecamatan memunculkan


(50)

derivasinya berupa kepala wilayah sebagai penguasa tunggal di bidang pemerintahan di wilayah administratif.

Dilihat dari sistem pemerintahan Republik Indonesia, khususnya berkaitan dengan pelaksanaan asa dekonsentrasi, Kecamatan merupakan ujung tombak dari Pemerintah Pusat yang langsung berhadapan dengan masyarakat luas. Kedudukan organisasi Kecamatan adalah sebagai perangkat pusat di daerah dalam rangka menjalankan asas dekonsentrasi (Sadu Wasistiono, 2009:6)

b. Kedudukan Camat menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

Kedudukan Kecamatan menurut menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah merupakan perangkat daerah kabupaten dan daerah kota, dan Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten dan daerah kota. Status organisasi Kecamatan tidak disebutkan secara eksplisit dalam UU Nomor 22 Tahun 1999. Dilihat dari karakteristik pekerjaannya, Kecamatan lebih tepat dikelompokkan ke dalam unsur pelaksana. Berbeda dengan dinas daerah yang merupakan unsur pelaksana teknis, Kecamatan merupakan unsur pelaksana kewilayahan (Sadu Wasistiono:2002). Konsekuensinya, Kecamatan merupakan garis depan pemberian pelayanan pada masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan paradigma mendekatkan pelayanan pada masyarakat (close to costumer) yang digunakan di sektor swasta. Tujuannya adalah agar pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih cepat, mudah dan transparan (Sadu Wasistiono, 2009:22)


(51)

Perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan Kecamatan sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 22 Tahun 1999, kemudian dilanjutkan pada UU Nomor 32 Tahun 2004. Perubahannya mencakup mengenai kedudukan Kecamatan menjadi perangkat daerah kabupaten/kota, dan camat menjadi pelaksana sebagian urusan pemerintahan yang menjadi wewenang Bupati/Walikota. Di dalam Pasal 120 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2004 dinyatakan bahwa, “Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, Kecamatan, dan kelurahan”. Pasal tersebut menunjukkan adanya dua perubahan penting yaitu:

a) Kecamatan bukan lagi wilayah administratif pemerintahan dan dipersepsikan merupakan wilayah kekuasaan camat. Dengan paradigma baru, Kecamatan merupakan suatu wilayah kerja atau areal tempat Camat bekerja.

b) Camat adalah perangkat Daerah Kabupaten dan Daerah Kota dan bukan lagi kepala wilayah administrasi pemerintahan, dengan demikian camat bukan lagi penguasa tunggal yang berfungsi sebagai administrator pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, akan tetapi merupakan pelaksana sebagian wewenang yang dilimpahkan oleh Bupati/Walikota(Sadu Wasistiono, 2009:33)


(52)

3. Kewenangan, Tugas dan Fungsi Camat a. Kewenangan

Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah, Kecamatan bertanggung jawab kepada Kepala Wilayah Kabupaten atau Kotamadya atau Kota Administratif yang bersangkutan. Dilihat dari sumbernya, kewenangan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kewenangan atributif dan kewenangan delegatif. Kewenangan atributif adalah kewenangan yang melekat dan diberikan kepada suatu intitusi atau pejabat berdasarkan peraturan perundang-undangan, sedangkan kewenangan delegatif adalah kewenangan yang berasal dari pendelegasian kewenangan dari institusi atau pejabat yang lebih tinggi tingkatannya.

Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, Sebagai Perangkat Daerah, Camat memiliki kewenangan delegatif seperti yang dinyatakan dalam Pasal 126 ayat (2) bahwa: “Kecamatan dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenangan Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah”.

Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan camat meliputi 5 (lima) bidang kewenangan pemerintah pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004 tentang Pedoman Organisasi Kecamatan yaitu (Sadu Wasistiono, 2009:35-36) :

1. bidang pemerintahan


(53)

3. bidang pendidikan dan kesehatan

4. bidang sosial dan kesejahteraan

5. bidang pertanahan

Selanjutnya pada Pasal 15 ayat (2) PP Nomor 19 Tahun 2008 ditambahkan rambu-rambu kewenangan yang perlu didelegasikan oleh Bupati/Walikota kepada Camat untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah, yang meliputi aspek:

1) perizinan

2) rekomendasi

3) koordinasi

4) pembinaan

5) pengawasan

6) fasilitas

7) penetapan

8) penyelenggaraan

9) kewenangan lain yang dilimpahkan

b. Tugas dan Fungsi

Camat mempunyai tugas melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.


(54)

Camat juga melaksanakan tugas umum pemerintahan yang merupakan kewenangan atributif sebagaimana diatur dalam Pasal 126 ayat (3) yaitu sebagai berikut:

a. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat

b. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum

c. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan

d. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum

e. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan ditingkat Kecamatan

f. Membina penyelenggaraan pemerintahan Desa dan/atau Kecamatan

g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan pemerintah Desa atau kelurahan.

(Sadu Wasistiono, 2009:34)

4. Susunan Organisasi Kecamatan

Pada pasal 126 ayat (5) dan (6) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Camat dalam menjalankan tugas-tugasnya dibantu oleh perangkat Kecamatan dan bertanggungjawab kepada


(55)

Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah kabupaten/kota Susunan organisasi Kecamatan terdiri dari (Sadu Wasistiono, 2009:41):

a. Camat

b. Sekretaris Kecamatan c. Seksi Pemerintahan

d. Seksi Ketentraman Ketertiban Umum

e. Seksi lain dalam lingkungan Kecamatan yang nomenklaturnya disesuaikan dengan spesifikasi dan karakteristik wilayah Kecamatan sesuai kebutuhan daerah

f. Kelompok jabaran fungsional

Adapun susunan organisasi Kecamatan dapat digambarkan sebagai berikut: Bagan 2.1. Bagan Struktur Organisasi Kecamatan Menurut

Kepmendagri Nomor 158 Tahun 2004

Keterangan : Garis Hubungan Operasional

Garis Hubungan Koordinasi dan Fasilitasi Sumber : Sadu Wasistiono, 2009:42

SEKRETARIS KECAMATAN KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL

CAMAT

SEKSI KETENTRAMAN DAN KETERTIBAN UMUM SEKSI

PEMERINTAHAN

SEKSI SEKSI SEKSI


(56)

C. Tinjauan tentang Desa 1. Pengertian Desa

Desa berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah Desa atau yang disebut nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yuridiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asa-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan/atau dibentuk dalam sistem pemerintahan Nasional dan berada di kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

HAW. Widjaja (2012:3) mendefinisikan bahwa Desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal usul yang bersifat istimewa. Kemudian arti Desa menurut Bintarto, seperti dikutip oleh Sadu Wasistiono dan M. Irwan Tahir (2006:8) (dalam Nurmayani, 2009:92), Desa dari segi geografis adalah suatu hasil dari perwujudan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya.

Dalam Undang-undang Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia


(57)

Dari definisi-definisi Desa diatas, dapat disimpulkan bahwa Desa adalah suatu kesatuan hukum, wilayah tempat tinggal yang dihuni oleh sejumlah penduduk yang memliki batas wilayah, kewenangan, dan organisasi pemerintahan terendah dalam mengatur dan mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakat.

2. Ciri-ciri Desa

Dalam tinjauan hukum adminstrasi daerah, ciri-ciri Desa secara umum menurut Sadu Wasistiono dan M. Irwan Tahir (2006:16) seperti dikutip oleh Nurmayani (2009:92) antara lain:

a. Desa umumnya terletak di atau sangat dengan pusat wilayah usaha tani (sudut pandang ekonomi)

b. Dalam wilayahnya itu perekonomian merupakan kegiatan ekonomi dominan

c. Faktor-faktor penguasaan tanah menentukan corak kehidupan masyarakat

d. Tidak seperti di kota ataupun kota besar yang penduduknya sebagian besar merupakan pendatang populasi penduduk Desa lebih bersifat “terganti oleh dirinya sendiri”

e. Kontrol sosial lebih bersifat informal dan interaksi antar warga Desa lebih bersifat personal dalam bentuk tatap muka, dan

f. Mempunyai tingkat homogenitas yang relatif tinggi dan ikatan sosial yang relatif lebih ketat dari pada kota.


(58)

3. Kedudukan Desa

Berdasarkan sketsa teori dan pengalaman sejarah, setidaknya ada tiga posisi politik Desa bila ditempatkan dalam reformasi negara:

a. Desa sebagai organisasi komunitas lokal yang mempunyai pemerintahan sendiri atau disebut dengan self-governing community yang berarti komunitas lokal membentuk dan menyelenggarakan pemerintahan sendiri berdasarkan pranata lokal, bersifat swadaya dan otonom, tidak dibentuk oleh kekuatan eksternal dan tidak terikat secara struktural dengan organisasi eksternal seperti negara.

b. Desa sebagai bentuk pemerintah lokal yang otonom atau disebut local self government. Posisi ini sama dengan proyeksi tentang “Desa otonom” yang dikemukakan Selo Sumardjan dan Ibnu Tricahyo. Local self government merupakan bentuk pemerintahan lokal secara otonom, sebagai konsekuensi dari desentralisasi politik (devolusi), yakni negara mengakui pemerintah daerah yang sudah aada atau membentuk daerah baru, yang kemudian disertai pembagian atau penyerahan kewenangan kepada pemerintah lokal.

c. Desa sebagai bentuk pemerintahan negara di tingkat lokal atau disebut dengan local state government. Ini merupakan bentuk lain dari pemerintahan yang sentralistik, yang tidak melakukan devolusi, melainkan hanya melakukan dekonsentrasi.(Sutoro Eko, 2006, Mempertegas Posisi Politik dan Kewenangan Desa, Jakarta)


(59)

4. Kewenangan Desa

Dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang peyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembina kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.

Kewenangan Desa meliputi:

a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul

b. Kewenangan lokal berskala Desa

c. Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan kewenangan berdasarkan hak asal usul, kewenangan lokal berskala Desa, dan pelaksanaan kewenangan yang ditugaskan dan pelaksanaan kewenangan tugas lain dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, diatur dan diurus oleh Desa.

Dilihat dari sisi historis dan legal-formal, Desa mempunyai empat jenis kewenangan antara lain:


(60)

a. Kewenangan generik atau kewenangan asli, yang sering disebut hak atau kewenangan asal-usul yang melekat pada Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum.

Ada beberapa jenis kewenangan generik yang sering dibicarakan:

a. Kewenangan membentuk dan mengelola sistem pemerintahan sendiri

b. Kewenangan mengelola sumberdaya lokal

c. Kewenangan mengelola dan menjalankan hukum adat setempat

d. Kewenangan mengelola dan merawat nilai-nilai budaya lokal

e. Kewenangan yudikatif atau peradilan komunitas (community justice system)

b. Kewenangan devolutif, yaitu kewenangan yang harus ada atau melekat kepada Desa karena posisinya sebagai pemerintahan lokal. (Sutoro Eko, 2006, Mempertegas Posisi Politik dan Kewenangan Desa, Jakarta)

Sebagai contoh, ada sejumlah kewenangan Desa yang bisa dikategorikan sebagai kewenangan devolutif:

a) Penetapan bentuk dan susunan organisasi pemerintahan Desa

b) Pencalonan, pemilihan dan penetapan Kepala Desa

c) Pencalonan, pemilihan, pengangkatan dan penetapan perangkat Desa


(61)

e) Penetapan dan pembentukan BPD

f) Pencalonan, pemilihan dan penetapan anggota BPD

g) Penyusunan dan penetapan APBDes

h) Penetapan peraturan Desa

i) Penetapan kerjasama antar Desa

j) Penetapan dan pembentukan BUMD

b. Kewenangan distributif, yakni kewenangan mengelola urusan pemerintahan yang dibagi (bukan sekedar delegasi) oleh pemerintah kepada Desa.

c. Kewenangan dalam pelaksanaan tugas pembantuan

Dalam perspektif Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menjadi kewenangan Desa dalam urusan pemerintahan adalah (J. Kaloh, 2007:185):

a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa

b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewajiban kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya ke Desa

c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, dan SDM

d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan ke Desa


(62)

Sedangkan kewenangan Desa menurut PP No 72 Tahun 2005 tentang Desa, urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Desa mencakup:

a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asa usul Desa

b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa

c. Tugas pembantuan dari Pemerintah, Pemerintah Provonsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota, dan

d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada Desa

5. Pemerintah Desa

Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh Perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain. Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintah Desa, bertugas menyelenggarakan Pemerintah Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.

Dalam PP No 72 Tahun 2005 tentang Desa, pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintaha Negara Kesatuan Republik Indonesia


(63)

Dalam melaksanakan tugas, Kepala Desa berwenang:

a. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa

b. Mengangkat dan meberhentikan perangkat Desa

c. Memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa

d. Menetapkan Peraturan Desa

e. Menetapakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

f. Membina kehidupan masyarakat Desa

g. Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat Desa

h. Mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif

i. Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa)

Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintah Desa dan badan permusyawaratan Desa. Desa di kabupaten/kota secara bertahap dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan sesuai usul dan prakarsa pemerintah Desa bersama badan permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan perda. Sedangkan pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Kepala Desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk Desa warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintahan. Kepala Desa terpilih dilantik oleh Bupati/Walikota.


(64)

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa:

a. kepastian hukum

b. tertib penyelenggaraan pemerintahan

c. tertib kepentingan umum

d. keterbukaan

e. proporsionalitas

f. profesionalitas

g. akuntabilita

h. efektivitas dan efisiensi

i. kearifan lokal

j. keberagaman

k. partisipatif

6. Tugas Pokok dan Fungsi Pemerintah Desa

Untuk menyelenggarakan tugas pokoknya, pemerintah Desa mempunyai fungsi:


(65)

b. Pelaksanaan tugas di bidang pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan yang menjadi tanggungjawabnya

c. Pelaksanaan pembinaan perekonomian Desa

d. Pelaksanaan peningkatan partisipasi dan swadaya gotong royong masyarakat

e. Pelaksnaan pembinaan ketentraman dan ketertiban masyarakat

f. Pelaksanaan musyawarah penyelesaian perselisihan masyarakat Desa

g. Penyusunan, pengajuan peraturan Desa dan menetapkannya sebagai peraturan Desa bersama BPD

h. Pelaksanaan tugas yang dilimpahkan kepada pemerintah Desa

(Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah)

7. Organisasi Pemerintahan Desa dan Perangkat Desa

Pemerintah Desa dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh perangkat Desa, diantaranya:

a. Perangkat Desa terdiri dari:

1. Unsur Sekretariat Desa

2. Unsur Pelaksana Teknis Lapangan


(66)

b. Unsur Sekretariat Desa, terdiri dari:

1. Sekretaris Desa

2. Kepala-kepala Urusan

c. Urusan Pelaksanaan Teknis Lapangan, terdiri dari:

1. Kepala Seksi Pamong Tani

2. Kepala Seksi Keamanan

d. Unsur wilayah terdiri dari Kepala-kepala Dusun

e. Jumlah Kepala Urusan Sekretaris Desa terdiri dari 5 (lima) Kepala Urusan, yaitu Kepala Urusan Pemerintahan, Kepala Urusan Pembangunan, Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat, Kepala Urusan Kuangan, dan Kepala Urusan Umum

f. Jumlah Kepala Seksi Teknis Lapangan menyesuaikan

g. Jumlah Kepala Dusun paling sedikit 2 (dua) Dusun dan sebanyak-banyaknya menyesuaikan.

(Nurmayani, 2009:103)

Menurut Kepmendagri No. 64 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa, disebutkan bahwa susunan organisasi pemerintahan Desa atau yang disebut dengan nama lain terdiri dari atas:

a. Pimpinan (Kepala Desa)


(67)

a) Sekretariat Desa adalah unsur staf atau unsur pelayanan

b) Unsur pelaksana adalah unsur pembantu Kepala Desa yang melaksanakan urusan teknis di lapangan seperti urusan pamong tani Desa, urusan pengairan, urusan keamanan/polisi Desa, dan linnya

c) Unsur wilayah adalah unsur pembantu kepala Desa diwilayahnya seperti kepala dusun.

8. Tata Kerja Organisasi Pemerintah Desa

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, kegiatan yang dilaksanakan dalam pelaksanaan organisasi pemerintahan di Desa diantaranya:

a. Dalam mnelaksanakan tugasnya, kepala Desa, sekretaris Desa, kepala urusan, unsur pelaksana dan unsur wilayah wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dilingkungan masing-masing maupun antar satuan organisasi Desa sesuai dengan tugasnya masing-masing

b. Kepala Desa memimpin penyelenggaraan pemerintahan Desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD

c. Kepala Desa bertanggungjawab kepada rakyat melalui BPD serta menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada bupati dengan tembusan kepada camat


(68)

d. Pertanggungjawan dan laporan tugas disampaokan sekurang-kurangnya sekali dalam satu tahun pada setiap akhir tahun anggaran

e. Sekretaris Desa, unsur pelaksana dan unsur wilayah dalam melaksanakan tugasnya berada dibawah dan bertanggungjawab kepada kepala Desa serta melaporkan pelaksanaan tugsanya.

f. Kepala urusan berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Desa

g. Setiap unsur pimpinan satuan organisasi di lingkungan pemeritahan Desa wajib melaksanakan pengawasan melekat

h. Setiap unsur pimpinan satuan organisasi di lingkungan pemerintahan Desa bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya serta memberi bimbingan dan petunjuk dalam pelaksanaan tugasnya.

Adapun struktur organisasi pemerintahan Desa dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 2.2. Bagan Struktur Organisasi Pemerintahan Desa

Sumber: Peraturan Pemerintah No 72 Tahun 2005 tentang Desa

KEPALA DESA BPD

UNSUR WILAYAH

UNSUR STAF SEKRETARIAT


(69)

9. Hak dan Kewajiban Desa a. Desa berhak:

a) Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul, adat istiadat, nilai sosial budaya masyarakat Desa

b) Menetapkan dan mengelola kelembagaan Desa

c) Mendapatkan sumber pendapatan

b. Desa berkewajiban:

a) Melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan masyarakat Desa dalam rangka kerukunan naional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

b) Meningkatkan kuallitas kehidupan masyarakat Desa

c) Mengembangkan kehidupan demokrasi

d) Mengembangkan pemberdayaan masyarakat Desa

e) Memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Desa (Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa)

10. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan Desa bersama kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Kemudian


(70)

berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi:

a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa

b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa

c. Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa

Menurut Soewito MD (2007:165) dalam Nurmayani (2009:105) BPD mempunyai 3 (tiga) fungsi pokok, yaitu:

1. Fungsi Legislasi, yaitu pembuatan peraturan Desa bersama kepala Desa.

2. Fungsi Anggaran, yaitu penyusunan rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintahan Desa dan BPD, ditetapkan dengan peraturan Desa.

3. Fungsi Pengawasan, yaitu BPD mengadakan pengamatan dan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan Desa dan peraturan kepala Desa serta pelaksanaan berbagai peraturan/ketentuan hukum lainnya.

Tugas dan Wewenang Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

BPD mempunyai tugas dan wewenang, sebagai berikut:


(71)

b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan Desa dan peraturan kepala Desa

c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala Desa

d. Membentuk panitia pemilihan kepala Desa

e. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan, dan menyalurkan aspirsi masyarakat

f. Memberikan persetujuan pemberhentian/pemberhentian sementara perangkat Desa

g. Menyusun tata tertib BPD

D. Tinjauan tentang Musrenbang 1. Pengertian Musrenbang

Musrenbang adalah forum resmi yang mempertemukan masyarakat dan pemerintah. Kegiatan itu sangat strategis sebagai dasar merumuskan, memutuskan dan membangun, sinkronisasi serta sinergi maupun komunikasi antar pemangku kepentingan dalam mencari alternatif penyelesaian berbagai masalah pembangunan daerah, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Dalam rangka menyusun RKP dan RKP daerah, pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyusun dokumen rencana kerja. Penyusunan rancangan tersebut dilakukan melalui proses pembahasan yang terkoordinasi antara


(72)

Bappeda dengan seluruh satuan kerja perangkat daearah (SKPD) melalui penyelenggaraan Musrenbang di daerah masing-masing (Surat Edaran Bersama Menteri Negara Perencanaan Pembangunan dan Menteri Dalam Negeri dalam pelaksanaan Musrenbang ,2007: 2).

Musrenbang merupakan tahapan yang dilakukan untuk menyusun APBD. Perencanaan dilakukan mulai dari tingkat desa/kelurahan dengan menyelenggarakan Musrenbangdes atau Musrenbangkel. Setelaah itu, proses dilanjutkan di tingkat kecamatan (Musrenbangcem).

Musrenbang sebagai forum antar pelaku dilaksanakan dalam rangka menyusun rencana kerja pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Musrenbang dilaksanakan setiap tahun oleh para pemangku kepentingan, dalam hal ini, pihak yang berkepentingan untuk mengatasi masalah di level masing-masing dan pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah untuk menyepakati rencana kegiatan tahun anggaran berikutnya.

2. Posisi Musrenbang dalam Perencanaan Pembangunan

Beberapa lembaga/kementerian yang memegang mandat dan mempunyai tanggungjawab dalam pelaksanaan Musrenbang adalah berikut:

1. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) 3. Kementerian Dalam Negeri

4. Kementerian Keuangan 5. Kepala SKPD


(73)

7. Bupati 8. Camat

9. Lurah/Kepala Desa

(PP No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rancangan Kerja dan Anggaran Kementrian/Lembaga)

Dalam proses rencana pembangunan ada tiga kementerian yang mempunyai mandat secara langsung, yakni Kementerian Dalam Negeri (UU No. 32 Tahun 2004), Bappenas (UU No. 25 Tahun 2004), dan Kementerian Keuangan (UU No. 17 Tahun 2003). Hubungan kerja antara Bappenas dan Kementerian Keuangaan dijembatani dengan PP 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah dan PP No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga. Sementara Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah jo Permendagri 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Permendagri 13 Tahun 2006 menjembatani hubungan kerja antara Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri. Hubungan kerja antara Bappenas dan Kemendagri dijembatani dengan SKBMeneg PPN/Kepala Bappenas, Mendagri dan Menkeu.

Dengan adanya UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, daerah mempunyai wewenangnya sendiri untuk menentukan wilayahnya, wewenang Bappenas sebagai Badan Perencanaan Pembangunan Nasional terhadap Bappeda, bersifat koordinasi. Bappenas bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Bappeda tidak bertanggungjawab secara langsung kepada Bappenas. Bappeda tingkat bertanggung jawab kepada Gubenur dan Bappeda tingkat II bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota.


(1)

bukan sebagai penentu dan pengambil kebijakan. Dari hal tersebut, program kegiatan yang telah dilaksanakan diantaranya adalah program APBD dengan jenis lapen kegiatannya yaitu pembangunan sumur bor dan jalan lapen di beberapa desa. Pada program APBN program yang dilakukan yaitu pembangunan danau Kemuning di Desa Sribhawono dan Program Gerbang Indah Bumei Tuwah Bepadan pada tiap-tiap desa.

B. Saran

1. Untuk meningkatkan pelaksanaan koordinasi antara kecamatan dengan desa maka akses jalan yang ada di Desa khususnya Mekar Jaya perlu segera di relisasikan agar bisa dilalui sehingga memudahkan masyarakat khususnya pamong yang ada di desa tersebut dalam melaksanakan koordinasi dan urusan lain yang berkaitan khususnya pada pelaksaan pembangunan.

2. Berkaitan dengan pengalokasian anggaran yang dikarenakan oleh dana yang terbatas maka program-program yang ada harus tepat sasaran (disesuaikan dengan kebutuhan yang paling penting/skala prioritas) agar alokasi anggaran yang ada bisa lebih besar maka perlu menempatkan Putra Daerah dalam kancah perpolitikan sehingga bisa memperjuangkan kepentingan yang ada di Kecamatan tersebut.

3. Dalam pelaksanaan koordinasi diperlukan penyusunan agenda yang baik agar pelaksanaan program-program yang ada baik dalam proses perumusan kebijakan hingga pelaksanaan pembangunan bisa berjalan dengan baik dan sistematis.


(2)

✆✝ ✞

4. Koordinasi antara Kecamatan dengan Desa khususnya dalam pelaksanan pembangunan harus dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya berkoordinasi dengan cara membangun komunikasi yang baik antara pihak-pihak yang saling berkoordinasi, kegiatan yang menyangkut kepentingan koordinasi harus dapat diagendakan atau diprogramkan dengan demikian ada suatu kejelasan dalam membangun kesepakatan atau komitmen sehingga menimbulkan masukan balik (feedback) pada setiap proses koordinasi. 5. Untuk meningkatkan partisipsi masyarakat yang berkaitan dengan swadaya

masyarakat Kecamatan harus lebih sering mengadakan kegiatan yang mengikutsertakan desa-desa yang ada dan masyarakat sehingga tingkat partisipasinya bisa lebih baik dan keinginan untuk maju juga meningkat. Selain itu, untuk lebih meningkatkan lagi partisipasi masyarakat dalam Pembangunan Desa, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan alokasi dana setiap tahunnya. Sehingga dengan keberhasilan pembangunan desa akan menjadi keberhasilan pembangunan secara menyeluruh di kabupaten.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Handoko, T. Hani. 2013. Manajemen Edisi Kedua. (Cetakan Kedelapanbelas. BPFE-Yogyakarta). Yogyakarta

Kaloh, J. 2007. Mencari Bentuk Otonomi Daerah(Edisi Revisi). PT. Rineka Cipta. Jakarta

Kansil, C.S.T. 2005. Sistem Pemerintahan Indonesia (Edisi Revisi). Bumi Aksara. Jakarta

Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Roasdakaraya. Bandung

Ndraha, Taliziduhu. 2003. Kybernologi : Ilmu Pemerintahan Baru. Rieneke Cipta. Jakarta

2005. Kybernologi Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan. PT. Rineka Cipta. Jakarta

Nurmayani. 2009. Hukum Administrasi Daerah (Buku Ajar). Universitas Lampung. Bandar Lampung

S.P. Hasibuan, Malayu. 2011. Manajemen, Dasar, Pengertian dan Masalah. Edisi Revisi. Bumi Aksara. Jakarta

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung

Suhandang, Kustadi. 2004. Public Relation, Perusahaan. Nuansa. Bandung


(4)

136

Terry, George R. 2000. Principles of Management. PT Bumi Aksara. Jakarta

Wasistiono, Sadu dan Ismail Nurdin. 2009. Perkembangan Organisasi Kecamatan dari Masa Ke Masa. Fokusmedia. Bandung

Widjaja, HAW. 2012. Otonomi Desa Merupakan Otonom yang Asli, Bulat dan Utuh (Cetakan ke-6). Rajawali Pers. Jakarta

Sumber Lain:

Buku Badan Pusat Statistik Kabupaten Lampung Timur. 2009/2010. Bandar Sribhawono Dalam Angka

Buku Monografi Kecamataan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur Tahun 2013

Eko, Sutoro. 2006. Mempertegas Posisi Politik Dan Kewenangan Desa (Serasehan Nasional Menggagas Masyarakat dan Desa Departemen Dalam Negeri, Forum Penembangan Pembaharuan Desa dan Demokratic Reform Support Program). Makalah. USAID. Jakarta

Dokumen :

Hasil Musyawarah Perencenaan Pembangunan Usulan Prioritas Pembangunan Untuk Tahun Anggaran 2015 Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur Tahun 2014

Laporan Tahunan Pelaksanaan Tugas Camat Kecamatan Bandar Sribhawono Tahun 2013

Monografi Desa Mekar Jaya Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur tahun 2014


(5)

Rekapitulasi Daftar Rencana Usulan Kegiatan (DURK) Bantuan Alokasi Dana Desa (ADD) Tahun 2014 Kecamatan Bandar Sribhawono Kabupaten Lampung Timur

Undang-undang tentang Otonomi Daerah. 2009, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Nuansa Aulia. Bandung

Undang-undang Republik Indonesi Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintah Desa

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 158 Tahun 2004 tentang Pedoman Organisasi Kecamatan

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Daerah

Website:

http://jurisprudence-journal.org/2012/07/pergeseran-kedudukan-camat-dalam-penyelenggaraan-pemerintahan-daerah-perspektif-normatif/ diakses 9 Desember 2013


(6)

138

http://www.damandiri.or.id/ diakses 23 April 2014

http://repository.usu.ac.id/bitstream/byPY Hutabarat-2011.com diakses pada 30 Juli 2014

http://www.kalyanamitra.or.id/wp-content/uploads/2012/07/Menelisik-Partisipasi-Perempuan-dalam-Musrenbang.pdf diakses pada 11 Desember 2014

http://eprints.undip.ac.id/24263/1/AGUS_HARTO_WIBOWO.pdf diakses pada 11 Desember 2014

http;///repository.ipdn.ac.id/51/5/3._musrenbang_kecamatan_OK.pdf


Dokumen yang terkait

Hubungan Alokasi Dana Desa Dengan Pembangunan Desa Di Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat

25 179 111

KOORDINASI ANTARA KELOMPOK TANI DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PEMBANGUNAN DESA FAJAR BARU KECAMATAN JATI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

4 93 80

KECEPATAN DIFUSI INOVASI KOMODITAS JAGUNG HIBRIDA DI DESA BANDAR AGUNG KECAMATAN BANDAR SRIBHAWONO KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

1 5 78

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) DI KECAMATAN SUKADANA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

3 32 109

PERSEPSI PETANI TERHADAP BUDIDAYA JAGUNG HIBRIDA DALAM MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI DESA BANDAR AGUNG KECAMATAN BANDAR SRIBHAWONO KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

0 11 85

EFEKTIFITAS PELAKSANAAN MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) DI KECAMATAN SUKADANA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

0 8 16

ANALISIS PENDAPATAN DAN RISIKO USAHATANI JAGUNG DI DESA BANDAR AGUNG KECAMATAN BANDAR SRIBHAWONO KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

4 18 15

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) TINGKAT KECAMATAN (Studi pada Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan Kotabumi Selatan, Kabupaten Lampung Utara)

0 8 4

KOORDINASI MULTISTAKEHOLDER DALAM PROSES REKRUITMEN BURUH MIGRAN ASAL KABUPATEN LAMPUNG TIMUR (Studi tentang Koordinasi Multistakeholder di Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur)

3 32 96

Partisipasi Masyrakat dalam Pelaksanaan Program Pembangunan Desa (Musrenbang Desa ) Studi deskriptif Desa Negeri Bayu Muslimin Kecamatan Tapian Dolok Kabupaten Simalungun)

0 0 3