2. Badan Perwakilan bersifat badan perwakilan kepentingan-kepentingan
khusus persekutuan hidup itu 3.
Pemilihan organis menghasilkan dewan korporatif 4.
Wakil-wakil dalam badan perwakilan berdasarkan pengangkatan
B. Sejarah Pemilihan Umum di Indonesia
Pemilihan umum merupakan salah satu ciri-ciri dari suatu negara yang menyatakan dirinya sebagai suatu negara yang demokratis. Pemilihan umum
dilakukan oleh negara-negara sebagai suatu sarana dari kedaulatan rakyat. Berbicara mengenai sejarah pemilihan umum di Indonesia, sebelum Indonesia
melakukan pemilihan umum yang bersifat nasional, di Indonesia telah terlebih dahulu diselenggarakan pemilihan umum yang bersifat lokal yakni pada tahun
1951 di minahasa dan yogyakarta.
80
Sebelum kemerdekaan Indonesia juga, pemilu sudah pernah dilakukan. Pemilu ini dilakukan pada masa pemerintahan kolonial Belanda yang mana pada masa itu
pemilihan umum dilakukan untuk memilih anggota Volksraad. Anggota Volksraad terdiri atas orang Eropa, Indo Arab, Indo Cina dan Pribumi.
81
Anggota voolskraad inilah yang dipilih sebagian oleh rakyat yang memiliki hak pilih dan kemudian sebagian lagi diangkat oleh gubernur jenderal.
Di awal kemerdekaan Indonesia, penyelenggaraan pemilihan umum untuk pertama kali tidak akan bisa terlepas dari maklumat pemerintah yang dikeluarkan
80
Dedi Mulyadi, Op.Cit Halaman 285
81
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
oleh wakil presiden pada tanggal 3 November 1945 yang memberikan kebebasan kepada rakyat untuk membentuk partai politik guna mengikuti pemilihan umum
anggota badan perwakilan rakyat yang direncanakan akan dilaksanakan di bulan januari 1964, Namun pemilu tersebut tidak dapat segera dilaksanakan. Beberapa
hal yang menyebabkan pemilihan umum ini kemudian tidak dapat dilaksanakan adalah :
82
1. Perangkat undang-undang pemilu belum dibuat. Dengan demikian
pemerintah belum siap menyelenggarakan pemilu 2.
Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu
3. Ancaman gangguan dari luar
4. Para pemimpin negara lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.
Seiring berjalannya waktu, pemerintah kemudian menerbitkan suatu undang- undang yang mengatur mengenai pemilihan umum agar pemilihan umum dapat
segera terlaksana. Undang-undang yang pertama kali dikeluarkan sebagai dasar hukum pemilu adalah Undang-undang Nomor 27 tahun 1948 tentang pemilihan
umum, yang kemudian diganti lagi dengan Undang-undang Nomor 12 tahun 1949. Undang- undang ini dikeluarkan dengan harapan bahwa pemilihan umum
dapat segera terlaksana dengan Undang-undang pemilu tersebut sebagai dasar hukum untuk menyelenggarakan pemilihan umum, namun hal ini juga gagal oleh
karena kemudian pemerintahan Negara republik indonesia yang berbentuk negara kesatuan berubah menjadi Republik Indonesia Serikat.
82
Ibid. Hlm. 286
Universitas Sumatera Utara
Keberadaan pemerintahan negara republik Indonesia serikat usianya cukup singkat, oleh karena itu di dalam pemerintahan Republik Indonesia Serikat,
undang-undang yang mengatur mengenai pemilihan umum belum sempat dibentuk. Namun demikian, kemauan untuk melaksanakan pemilu di dalam
pemerintahan RIS ini setidaknya terlihat dalam Undang-Undang Dasar RIS sebagai berikut :
83
1. Jaminan bahwa setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan
dengan langsung atau dengan perantaraan wakil-wakil yang dipilih dengan bebas menurut cara yang ditentukan oleh undang-undang. Hal ini
menunjukkan keinginan meletakakn dasar negara demokrasi perwakilan.
2. Di dalam asas-asas dasar bernegara memberi landasan paradigmatig
bahwa kemauan rakyat adalah dasar kekuasaan penguasa, kemauan itu dinyatakan dalam pemilihan berkala yang jujur dan yang dilakukan
menurut hak pilih yang sedapat mungkin bersifat umum dan berkesamaan, serta dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara yang
juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan rakyat dikejawantahkan dalam suatu pemilu yang jujur,
bebas, dan rahasia.
Undang-undang RIS ini sendiri tidak berlangsung lama oleh karena
pemerintahan republik indonesia serikat juga tidak bertahan lama dan kembali lagi ke bentuk negara kesatuan. Kembalinya Indonesia dari negara yang berbentuk
serikat ke negara kesatuan otomatis ikut pula merubah Undang-undang dasar yang sudah di buat sebelumnya. Undang-undang dasar RIS kemudian digantikan
dengan Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950 yang mana sesuai dengan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia dalam Undang-undang Nomor 7 tahun
1950 yang memberlakukan UUDS 1950 sebagai konstitusi Negara republik Indonesia.
83
Ibid. Halaman 287
Universitas Sumatera Utara
UUDS 1950 inilah kemudian yang menjadi landasan konstitusional pelaksanaan pemilihan umum untuk pertama kali di Indonesia yang
diselenggarakan pada tahun 1955. Pemilihan umum pada saat itu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR dan anggota badan konstituante yang mana
kemudian badan konstituante inilah yang akan membentuk undang-undang dasar yang tetap. Pengaturan penting sebagai dasar pemilu yang demokratis di dalam
UUDS ini antara lain :
84
1. Jaminan bahwa warga negara berhak turut serta dalam penyelenggaraam
pemerintah secara langsung atau dengan perantara perwakilan wakil-wakil yang dipilih dengan bebas
2. Meletakkan asas dasar kedaulatan. Kemauan rakyat adalah dasar
kekuasaan penguasa. Kemauan itu dinyatakan dalam pemilihan secara berkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat
umum, berkesamaan, rahasia dan bebas 3.
Secara tegas menentukan bahwa semua anggota DPR dipilih melalui suatu pemilihan umum, berbeda dengan UUD 1945, yang tidak tegas mengatur
semua anggota DPR dipilih melaui pemilu, sehingga dalam praktik selama orde baru sebagian anggota DPR ditetapkan melalui pengangkatan
4. Untuk menyusun UUD yang permanen, menugaskan pada badan
konstituante hasil pemilu bersama pemerintah membentuk UUD yang akan menggantikan UUDS
84
Ibid.Halaman 288
Universitas Sumatera Utara
5. Agar badan konstituante memiliki legalitas dan legitimasi, maka seluruh
anggota dipilih melalui pemilu yang khusus diadakan untuk memilih anggota konstituante. Jumlah anggota konstituante ditetapkan berdasarkan
penghitungan dimana setiap 150.000 penduduk diwakili satu orang anggota.
Dengan adanya landasan konstitusional penyelenggaran pemilu tersebut maka kemudian dibentuklah Rancangan undang-undang pemilu yang pertama kali di
buat pada masa pemerintahan perdana menteri M. Natsir dan baru terselesaikan pada kabinet perdana menteri wilopo dengan lahirnya Undang-undang nomor 7
tahun 1953 tentang pemilihan umum. UU Nomor 7 tahun 1953 inilah yang kemudian menjadi dasar penyelenggaran pemilu nasional pertama di Indonesia
pada tahun 1955. Pemilihan umum tahun 1955 dilaksanakan pada masa kabinet Burhanudin
Harahap dan merupakan pemilihan umum yang pertama kali di selenggarakan di Indonesia. Asas yang digunakan di dalam pemilihan umum ini meliputi :
85
1. Umum, berarti setiap warga negara yang memenuhi syarat-syarat yang
telah ditentukan berhak untuk memilih dan dipilih 2.
Berkesamaan yaitu bahwa semua wakil rakyat di DPR dan DPRD harus dipilih melalui pemilu tidak ada yang diangkat
3. Langsung, yaitu bahwa untuk memberikan suaranya pemilih berusaha
datang sendiri di tempat pemberian suara yang ditentukan tidak boleh diwakilkan
4. Bebas, yaitu bahwa para pemilih tidak ada paksaan atau intervensi di
dalam memberikan suaranya 5.
Rahasia, yaitu bahwa pemilih dijamin akan kerahasiaan pilihannya.
85
Titik Triwulan Tutik, Op.Cit Halaman. 346
Universitas Sumatera Utara
Pemilihan umum pada tahun 1955 ini berlangsung di dalam dua tahapan yakni tahap pertama untuk memilih anggota DPR dan tahap kedua untuk memilih
anggota badan konstituante. Pemilihan umum pada tahun 1955 ini berlangsung sangat demokratis, tidak ada pembatasan partai-partai, dan tidak ada usaha
pemerintah mengadakan intervensi terhadap partai-partai sekalipun kampanye berjalan seru, terutama antara masyumi dan PNI, serta administrasi teknis berjalan
lancar dan jujur.
86
Pemilihan umum pada tahun 1955 ini kemudian menghasilkan dua puluh tujuh partai dan satu perorangan yang totalnya berjumlah 257 kursi yang mana pada
pemilihan umum ini terdapat empat partai politik yang memiliki suara yang menonjol yakni Masyumi,PNI,NU,dan PKI. Pemilu yang dilaksanakan pada tahun
1955 ini sesungguhnya adalah pelaksanaan dari maklumat wakil presiden yang telah dikeluarkan pada tanggal 3 november 1945 yang mana meminta
pembentukan partai-partai dan melaksanakan pemilihan umum. Pemilihan umum nasional yang kedua berlangsung pada tahun 1971 pada
masa pemerintahan orde baru. Pemilu kedua ini seyogianya berlangsung pada tahun 1968, namun oleh soeharto kemudian pemilu diundur menjadi tahun 1971
yang mana keputusan untuk mundurnya pelaksanaan pemilu ditetapkan oleh MPR tahun 1969 sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Soeharto pada masa itu.
Pemilihan umum tahun 1971 ini dilaksanakan dengan landasan konstitusioanl yakni Undang-undang dasar 1945 oleh karena konstitusi negara akhirnya kembali
86
Miriam Budiarjo,Op.Cit Halaman 474
Universitas Sumatera Utara
kepada kepada undang-undang dasar 1945 dan tidak memberlakukan lagi UUDS 1950. Landasan hukum yang menjadi landasan terhadap pelaksanaan pemilihan
umum pada tahun 1971 ini adalah Tap MPRS Nomor XLIIMPRS1968 tentang perubahan Tap MPRS Nomor XIMPRS1966 tentang pemilihan umum yang
mana ketetapan MPRS ini menetapkan bahwa pemilihan umum di laksanakan pada tanggal 5 Juli 1971, dan undang-undang yang mengatur tentang
penyelenggaraan pemilu ini adalah UU Nomor 15 Tahun 1969. Pemilihan umum yang dilaksanakan pada tahun 1971 adalah untuk memilih
anggota DPRD Tingkat II, DPRD Tingkat I, dan DPR RI. Pemilu pada tahun 1971 ini diikuti oleh sembilan partai politik dan satu golongan karya. Pemilu tahun
1971 merupakan pemilu yang spesifik, karena sebagai upaya awal pemerintah orde baru menyederhanakan kepartaian disamping memantapkan langkah
pemerintah sebagai peserta pemilu melalui golongan karya golkar.
87
di dalam pemilu tahun 1971 hak pilih abri dihapuskan akan tetapi abri memiliki jatah kursi
di DPR sebanyak seratus kursi yang mana untuk mengisi jabatan tersebut dilakukan melalui pengangkatan. Hal ini diatur dalam UU Nomor 16 tahun 1969
tentang susunan kedudukan MPR,DPR,dan DPRD. Pemilu pada tahun 1971 menghasilkan Golkar sebagai pemenang mutlak
pemilu dengan memperoleh 62,80 persen suara atau setara dengan memperoleh 236 kursi di DPR. Kemenangan mutlak golkar ini tidak terlepas dari peran
soeharto yang pada saat itu menjabat sebagai pejabat presiden republik Indonesia. Soeharto melakukan propaganda-propaganda agar Golkar memenangi pemilu
87
Dedi Mulyadi,Op.Cit Halaman 302
Universitas Sumatera Utara
pada saat itu, diantaranya adalah dengan mewajibkan pegawai negeri untuk memilih Golkar dalam pemilihan umum.
Perbedaan yang sangat signifikan antara pemilu tahun 1955 dengan pemilu yang diselenggrakan pada tahun 1971 adalah :
1. Hak pilih ABRI dihapuskan, dengan tujuan ABRI netral dari pengaruh
aliran ideologi politik dan fokus pada peran pertahanan dan keamanan negara
2. Birokrasi pemerintahan diharuskan bersikap netral, namun dalam
pelaksanaannya lahir kebijakan yang berpihak kepada Golkar antara lain dengan megharuskan PNS memilih Golkar
3. Jumlah partai yang menjadi kontestan pemilu disederhanakan, hanya
diikuti oleh sembilan partai dan satu Golkar.
88
Pemilihan umum selanjutnya adalah pemilu pada tahun 1977 yang mana menjadi pemilu nasional ketiga yang diselenggarakan di Indonesia. Landasan
hukum penyelenggaraan pemilihan umum pada tahun 1977 adalah undang-undang nomor 4 tahun 1975 tentang pemilihan umum. Pemilihan umum tahun 1977
diikuti oleh tiga kontestan yakni PDI,PPP, dan Golkar sebagai hasil dari penyederhanaan kontestan pemilu yang diselenggarakan pada tahun 1971, yang
mana pada saat itu kontestan pemilu ada sepuluh yakni sembilan partai politik dan satu golkar.
88
Dedi Mulyadi,Op.Cit
Universitas Sumatera Utara
Pemilu 1977 dilakukan dengan sistem pemilu yang proporsional dan kembali menempatkan Golkar sebagai pemenang pemilu dengan mengumpulkan 62,11
persen suara disusul oleh PPP dengan 29,29 persen suara dan PDI dengan suara 8,60 Persen suara. Namun dalam pemilihan ini, sekalipun berada di posisi kedua
namun perolehan suara PPP dalam pemilu tahun 1977 ini meningkat di berbagai daerah.
TAP MPR Nomor VIIMPR1978 menugaskan kepada presiden untuk menyelenggarakan pemilu selambat-lambatnya tahun 1982 yang dilaksanakan
serentak di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
89
oleh karena itu, kemudian pemilu diselenggarakan pada tahun 1982 dengan peraturan perundang-
undangan yang mengaturnya yakni UU Nomor 2 Tahun 1980 tentang pemilihan umum.
Pemilihan umum tahun 1982 ini kemudian menjadi pemilu nasional keempat yang diselenggarakan di Indonesia. Pada pemilu ini, peserta pemilu masih sama
seperti pemilu sebelumnya yakni tiga kontestan yaitu Golkar,PPP, dan PDI. Perolehan suara tertinggi tetap diraih oleh Golkar dengan 64,34 persen suara
disusul oleh PPP dan PDI. Perolehan suara golkar pada pemilu kali ini menunjukkan kenaikan suara golkar dalam pemilu tahun 1982 dibandingkan
dengan pemilu 1977. Setelah pemilu tahun 1982, pemilu kembali dilaksanakan pada tahun 1987
yang mana pemilu ini sebagai pemilu nasional keenam di indonesia. Pemilu tahun
89
Ibid. Hlm. 306
Universitas Sumatera Utara
1987 dilaksanakan sesuai dengan ketetapan MPR yakni TAP MPR Nomor IIIMPR1983 mengenai pemilihan umum yang mana ketetapan tersebut
memberikan penugasan kepada presiden untuk melaksanakan pemilu setiap lima tahun sekali secara serentak. Sebagai dasar yang mengatur ketentuan teknis dari
penyelenggaraan pemilu tersebut, maka pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah PP nomor 35 tahun 1985 tentang penyelenggaraan pemilu.
Seperti pada pemilu sebelumnya, pemilu tahun 1987 juga diikuti oleh tiga kontestan yakni PPP,PDI dan Golkar dan hasil pemilu 1987 juga kembali
memenangkan Golkar sebagai pemenang pemilu dengan perolehan suara 73,16 , yang mana suara ini meningkat dibandingkan pemilu sebelumnya. Kenaikan suara
Golkar ini tidak terlepas dari penurunan suara PPP pada pemilu tahun 1987. Penurunan suara PPP pada pemilu tahun 1987 diantaranya disebabkan adanya
peraturan yakni UU Nomor 3 tahun 1985 yang mengharuskan partai berideologi pancasila. Hal ini memaksa PPP yang sebelumnya berideologi islam harus
mengubah ideologinya menjadi pancasila. Analisis dua masalah besar yang dihadapi oleh PPP pada pemilu 1987 yang
mengakibatkan anjloknya perolehan suaranya adalah : 1.
Pemberlakuan asas tunggal yang mengharuskan merubah lambang partai tidak lagi menggunakan lambang ka’bah
Universitas Sumatera Utara
2. Hasil muktamar NU tahun 1984 di situbondo yang memutuskan kembali
ke Khitah 1926
90
Setelah pemilu 1987, pemilu kembali diselenggarakan pada tahun 1992. Pemilu ini sekaligus sebagai pemilu nasional keenam di Indonesia.
Penyelenggaraan pemilu pada tahun 1992 ini dilakukan dengan dasar hukum yani PP Nomor 37 tahun 1990 tentang penyelenggaraan pemilu. Hasil pemilu pada
tahun 1992 menunjukkan penurunan suara Golkar, namun Golkar sebagai partai penguasa tetap memenangkan Pemilu dengan mengumpulkan suara sebanyak
68,10 . Pemilu kembali dilaksanakan pada tahun 1997, yakni lima tahun setelah
pemilu terakhir dilaksanakan. Pemilu 1997 merupakan kulminasi ketidakberdayaan masyarakat, terutama yang belum dan tidak melek politik akibat
intimidasi dan tekanan dari pihak otorita untuk menyampaikan aspirasi politiknya.
91
Hal ini disebabkan oleh para penguasa dan elit politik pada saat itu ingin kembali berkuasa sehingga melakukan gerakan – gerakan dengan menggunakan
fasilitas-fasilitas negara dan birokrasi-birokrasi di daerah untuk melakukan pemenangan terhadap golongan penguasa tersebut.
Pemilu pada tahun 1997 ini diwarnai dengan riak-riak politik yang mana menjelang pemilu 1997, terjadi konflik internal di tubuh PDI. Konflik ini tidak
lepas dari campur tangan pemerintah pada saat itu yang tidak senang dengan terpilihnya Megawati sebagai Ketua Umum PDI mengalahkan Kubu Suryadi.
90
Ibid.
91
Titik Triwulan Tutik, Op.Cit Halaman. 364
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah berusaha untuk menggulingkan kedudukan Mega sebagai ketua umum PDI dengan melakukan suatu operasi yang mana pemerintah menggunakan orang-
orang disekitar Mega untuk melakukan suatu upaya melaksanakan kongres luar biasa untuk menggeser kedudukan Mega. Dengan didukung penuh oleh fasilitas
dari pemerintah, akhirnya Kongres Luar Biasa PDI sukses menggeser Mega dan mendudukkan kembali Suryadi sebagai ketua umum PDI. Hal ini membuat
pendukung mega kecewa dan mengalihkan dukungannya ke PPP. Pemilu tahun 1997 yang kembali memenangkan Golkar adalah pemilu
terakhir yang dilaksanakan pada era soeharto. Hal ini disebabkan karena pasca dilaksanakannya pemilu 1997, gelombang-gelombang protes mulai berdatangan
atas kecurangan-kecurangan yang diduga dilakukan pada pemilu 1997. Selain itu gelombang-gelombang demonstrasi juga bermunculan akibat krisis moneter
sehingga berujung pada lengsernya Soeharto dari kursi kepresidenan, dan mendudukkan B.J Habibie yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden
sebagai Presiden Republik Indonesia. Pemilihan umum yang seyogianya dilaksanakan pada tahun 2002, akhirnya
dipercepat menjadi tahun 1999. Hal ini berdasarkan tekanan dari DPRMPR yang akhirnya mencabut TAP. MPR yang mengatur mengenai pelaksanaan pemilu pada
tahun 2002 yang akhirnya dicabut dan dijadwalkan menjadi mei 1999. Akhirnya Pemilu dilaksanakan pada tahun 1999 dialam yang jauh lebih demokratis
dibandingkan pemilu sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
Pemilu tahun 1999 merupakan pemilu yang diselenggarakan di awal masa reformasi dan tercatat diikuti oleh 48 Partai politik dan menempatkan PDI
Perjuangan sebagai pemenang pemilu dengan perolehan kursi sebanyak 153 Kursi. Pemilu 1999 berlangsung damai dan tertib tanpa adanya kekacauan.
Dua pemilu berikutnya setelah pemilu tahun 1999, pemilu tahun 2004 dan pemilu tahun 2009. Pemilu tahun 2004 dan pemilu tahun 2009 merupakan dua
pemilu terakhir yang diselenggarakan Indonesia pada masa reformasi ini. Pemilu 2004 dilaksanakan secara demokratis dan untuk pertama kalinya presiden dipilih
oleh rakyat. Pemilu tahun 2004 menghasilkan Partai Golkar kembali sebagai pemenang pemili legislatif. Pemilu pada tahun 2004 merupakan pemilu yang
kesembilan yang dilaksanakan di Indonesia yang diikuti oleh 24 Partai Politik. Setelah pemilu 2009, Pemilu nasional selanjutnya adalah pemilu tahun 2009, yang
merupakan pemilu nasional yang kesepuluh. Pemilu 2009 diikuti oleh 44 partai politik yang mana pemilu tahun 2009 ini dimenangkan oleh Partai Demokrat.
Pemilu tahun 2009 dilaksanakan lebih demokratis dan kompetitif karena pemilihan calon didasarkan dengan perolehan suara terbanyak dan bukan
berdasarkan nomor urut. Pemilu 2009 meberlakukan aturan Parliementary Threshold dan hanya sembilan partai yang mampu memenuhi ambang batas
tersebut.
C. Sistem Pemilihan Umum di Indonesia