Klasifikasi Sistem Kepartaian Kesimpulan Dan Saran

Sebagai contoh ialah kelahiran Partai Buruh Inggris pada tahun 1899 sebagai hasil dari kongres serikat buruh di Inggris pada saat itu. Selain itu ada pula partai – partai yang muncul dengan latar belakang agraris yang muncul akibat pengaruh daripada koperasi-koperasi pertanian dan asosiasi-asosiasi pertanian adapula partai yang muncul yang berasal dari pengaruh gereja dan sekte – sekte keagamaan seperti munculnya Partai Katolik Konservatif,Partai Kristen Historis,dan Partai Kristen Demokrat.

B. Klasifikasi Sistem Kepartaian

Sistem kepartaian pada awalnya ditemukan dalam karya Duverger, yaitu untuk menggambarkan bentuk dan corak dari kehidupan bersama partai politik di beberapa negara. 36 Duverger membayangkan sistem kepartaian adalah relasi diantara karakteristik tertentu partai politik diantaranya jumlah, ukuran respektif, sekutu, lokasi geografis, distribusi politik, dan sebagainya. 37 Sistem kepartaian sangat berkaitan erat dengan stabilitas dan instabilitas suatu pemerintahan. Pada umumnya, sistem dwi partai dipandang sebagai sistem kepartaian yang paling ideal bagi seluruh sistem pemerintahan. Rokkan berpendapat seperti yang dikutib Lane bahwa apakah sebuah negara berada dalam situasi politik yang stabil atau senantiasa bergejolak dapat diketahui dengan melihat sistem kepartaiannya, konfigurasi dan warisan sejarahnya. 38 36 Sigit Pamungkas,Op.Cit Halaman. 42 37 Ibid. Halaman 43 38 Ibid. Universitas Sumatera Utara Sementara itu, Sigit Pamungkas dalam bukunya partai politik teori dan praktik di Indonesia, setidaknya ada empat pendekatan dalam memahami sistem kepartaian di sebuah negara. Empat pendekatan itu adalah : 1. Pendekatan berbasis numerik Partai 2. Pendekatan berbasis ukuran dan kekuatan relatif partai 3. Pendekatan berbasis pola formasi pemerintahan 4. Pendekatan berbasis jumlah dan jarak ideologi partai Sebagai penjabarannya, pendekatan pertama yang dikenal adalah pendekatan berbasis numerik partai maksudnya adalah metode pendekatan ini menggolongkan sistem kepartaian sesuai dengan jumlah keberadaan partai politik di dalam suatu negara. Pendekatan ini membagi sistem kepartaian menjadi tiga yaitu sistem partai tunggal yang mana hanya ada satu kekuatan partai dalam suatu parlemen, kemudian sistem dwi partai yang mana ada dua kekuatan partai dalam suatu parlemen dan sistem multi partai yang mana terdapat lebih dari dua kekuatan partai dalam suatu parlemen. Pendekatan yang kedua ialah pendekatan berbasis ukuran dan kekuatan relatif partai dimana pendekatan ini pertama kali di lakukan oleh Jean Blondel pada tahun 1968 yang mana pada intinya pendekatan ini dilakukan dengan menghitung ukuran dan kekuatan relatif yang bersumber dari perolehan suara suatu partai politik. Pendekatan ini dilakukan dengan memperhatikan bagian rata- rata suara yang dimenangkan oleh dua partai terbesar dan kemudian Universitas Sumatera Utara mepertimbangkan perbandingan bagian partai pertama pada partai kedua dan ketiga. 39 Pendekatan yang berbasis ukuran dan kekuatan relatif partai ini kemudian menggolongkan sistem kepartaian menjadi empat sistem, yaitu : 1. Sistem Dua Partai, yang mana dalam sistem ini adalah ketika hasil dari pemilihan umum menunjukkan suara dari dua partai politik dalam suatu negara lebih besar 89 jumlah suara sah. Sebagai contoh : Amerika Serikat 2. Sistem Dua setengah Partai, yang mana di dalam sistem ini adalah ketika hasil dari pemilihan umum menunjukkan suara dari dua partai politik dalam suatu negara berkisar dari 75 hingga 80 namun terjadi perbedaan sekitar 10,5 jumlah suara antara suara partai pertama dengan suara partai kedua. Sebagai contoh : Kanada 3. Sistem Multipartai-predominan, yang mana di dalam sistem ini terdapat satu partai politik besar didalam suatu negara yang memiliki suara diatas 40 atau bahkan lebih sebagai hasil dari pemilihan umum. Sebagai Contoh : Swedia 4. Sistem Multi Partai tanpa partai predominan, yang mana dalam sistem ini tidak ada satupun partai politik dalam negara tersebut yang mampu memperoleh suara hingga angka 40 pada pemilihan umum. Sebagai Contoh : Belanda 39 Ibid.Halaman 46 Universitas Sumatera Utara Sementara itu, Pendekatan yang ketiga adalah pendekatan yang berbasis pola formasi pemerintahan yang mana termasuk pendekatan ini yaitu pola klasifikasi yang dikembangkan oleh Dahl dan Rokkan. Dahl, pada tahun 1966 mengklasifikasikan sistem kepartaian berdasarkan tingkat kompetisi antar partai politik sehingga muncullah metode dengan pola oposisi partai di arena elektoral dan legislatif yang mana dengan pola seperti itu maka ditemukan empat tipe kepartaian yakni sistem kepartaian yang kompetitif ketat, sistem kepartaian yang kooperatif dalam sistem kompetitif, sistem kepartaian yang bergabung dalam sistem kompetitif dan sistem kepartaian bergabung sepenuhnya. Sementara itu, cara klasifikasi sarjana lain yang masuk dalam pendekatan berbasis pola formasi pemerintahan adalah klasifikasi yang dilakukan oleh Rokkan. Rokkan pada tahun 1970 menggunakan pola pemerintah dan oposisi untuk mengklasifikasikan sistem kepartaian. 40 Dengan cara yang dikemukakan Rokkan ini, maka akan tercipta setidaknya tiga tipe kepartaian yakni dengan pola 1 vs 1+1 , pola 1 vs 3-4, dan sistem multi partai dengan pola 1 vs 1 vs 1 + 2-3. Untuk menjelaskan tipe kepartaian yang dikemukakan oleh Rokkan, maka dilakukan penjelasan oleh Peter Mair, yang mana menurut penjelasan Peter Mair menyatakan bahwa pola 1 vs 1+1 adalah suatu pola dengan sistem yang di dominasi dengan kompetisi diantara dua partai politik utama dengan partai ketiga yang juga ikut terlibat di dalamnya. 41 40 Ibid. Halaman 47 41 Ibid. Universitas Sumatera Utara Kemudian, masih menurut Peter Mair, pola 1 vs 3-4 adalah suatu pola dimana terdapat satu partai politik besar yang beroposisi dengan gabungan beberapa partai-partai politik kecil. Untuk pola 1 vs 1 vs 1 + 2-3 PETER MAIR, menjelaskan bahwa pola ini merupakan suatu sistem dimana dalam sistem ini kompetisi antar partai politi di dominasi oleh tiga atau bahkan lebih partai politik besar yang maan perolehan suaranya relatif sama. Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan yang berbasis jumlah dan jarak ideologi partai yang mana pendekatan ini di konsepkan oleh Sartori pada tahun 1976 sehingga dengan pendekatan ini akan ditemukan tujuh sistem kepartaian sebagaimana yang tercantum dalam buku partai politik teori dan praktik di Indonesia yaitu sistem partai tunggal, sistem partai hegemonik, sistem partai predominan, sistem dua partai, sistem pluralisme terbatas, sistem pluralisme ekstrim, dan sistem atomik. Sementara itu pendapat lain dari Maurice Duverger pada tahun 1954 mengemukakan ada tiga klasifikasi sistem kepartaian yakni sistem partai tungal, sistem dua partai , dan sistem multi partai. 1. Sistem Partai Tunggal Sistem Partai Tunggal merupakan sistem kepartaian yang ada di dalam suatu negara yang mana dalam negara tersebut hanya terdapat satu partai politik yang dominan. Sebagian pengamat berpendapat bahwa istilah sistem partai tunggal Universitas Sumatera Utara merupakan istilah yang menyangkal diri sendiri sebab suatu sistem selalu mengandung lebih dari satu bagian. 42 Pada umumnya sistem kepartaian yang seperti ini dianut oleh negara – negara yang baru saja merdeka,oleh karena sebagai sebuah negara baru, negara tersebut belum mampu untuk mencipatakan sebuah demokrasi dengan memunculkan beberapa partai politik. beberapa negara-negara yang menganut sistem kepartaian seperti ini yaitu Afrika,China,Kuba,dan Uni Soviet pada masa jayanya. Pola sistem kepartaian ini disebutkan adalah suatu sistem kepartaian yang tidak kompetitif oleh karena dalam sistem ini setiap golongan maupun setiap orang mau ataupun tidak mau harus menerima setiap pimpinan partai politik sehingga apabila tidak dapat menerima pimpinan partai politik tersebut dianggap sebagai suatu tindakan penghianatan. Negara yang paling berhasil menganut sistem ini adalah Uni soviet pada masa kejayaannya. Partai Komunis Uni soviet berhasil menyingkirkan partai-partai politik lain dan bekerja secara tidak kompetitif. Di negara Uni Soviet ini tidak diperkenankan adanya partai politik lain untuk tumbuh dan berkembang selain dari pada Partai Komunis Uni Soviet dan setiap munculnya oposisi maka akan diaggap sebagai suatu penghianatan. Partai tunggal dan organisasi yang bernaung di bawahnya berfungsi sebagai pembimbing dan penggerak masyarakat dan menekankan perpaduan dari kepentingan partai dengan kepentingan rakyat secara menyeuluruh. 43 42 Miriam Budiarjo, Op.Cit Halaman 415 43 Ibid.Halaman 416 Universitas Sumatera Utara 2. Sistem Dua Partai Sistem Dua Partai dapat diartikan yakni ada dua kekuatan partai politik yang dominan di dalam suatu negara. Miriam Budiarjo, dalam buku dasar-dasar ilmu politik memberikan pengertian bahwa sistem dua partai adalah adanya dua partai diantara beberapa partai, yang berhasil memenangkan dua tempat teratas dalam suatu pemilihan umum secara bergiliran, sehingga dengan demikian mempunyai suatu kedudukan yang dominan. Dalam sistem ini, partai terbagi menjadi dua yakni partai berkuasa dan partai posisi. pembagian partai ini didasarkan pada hasil pemilihan umum yang mana partai yang menang akan menjadi partai penguasa dan partai yang kalah dalam pemilihan umum akan menjadi partai oposisi. Dalam sistem ini partai yang kalah berperan sebagai pengecam utama tapi yang setia loyal opposition terhadap kebijaksanaan partai yang duduk dalam pemerintahan, dengan pengertian bahwa peranan ini sewaktu-waktu dapat bertukar tangan. 44 Sistem Dua Partai sendiri dikatakan sebagai suatu sistem kepartaian yang ideal dan dapat menjaga kekondusifan stabilitas politik dalam suatu negara oleh karena hanya ada dua partai yang dominan dalam suatu pemerintahan sehingga dengan demikian jelas terbagi mana partai ya pro terhadap pemerintahan dan yang menjadi oposisi terhadap pemerintahan. Namun, terdapat kritik dari sarjana Ilmu Politik, Robert Dahl. Dahl berpendapat bahwa dalam masyarakat sistem dua partai apabila terjadi perbadaan pandangan maka akan yang akan terjadi adalah 44 Ibid.Halaman. 417 Universitas Sumatera Utara mempertajam perbedaan oleh karena tidak ada kelompok ditengah-tengah yang dapat merdekannya. Negara-negara yang menganut sistem dua partai umumnya merupakan negara- negara anglo saxon seperti Inggris dan Amerika. Inggris merupakan salah satu negara yang disebut ideal dalam melaksanakan sistem dua partai. Sistem dua partai ini dapat berjalan dengan baik apabila memenuhi tiga syarat yaitu, komposisi masyarakat bersifat homogen, adanya konsesus kuat dalam masyarakat mengenai asas dan tujuan sosial dan politik, dan adanya kontinuitas sejarah. 45 Sistem dua partai ini pada umumnya disertai dengan sistem pemiliihan yang bersistem distrik yang mana dalam pemilihan yang bersifat distrik tersebut satu wakil untuk mewakili satu daerah sehingga dengan demikian pertumbuhan partai politik kecil akan terhambat, sehingga yang kemudian muncul hanyalah partai- partai dominan. 3. Sistem Multi Partai Sistem multi partai adalah suatu sistem kepartaian yang mana di dalam suatu negara ada terdapat banyak partai politik. Miriam Budiarjo, mengemukakan bahwa keanekaragaman budaya politik yang ada di dalam suatu masyarakat akan mendorong pilihan ke arah sistem multi partai. Apabila didalam suatu negara terdapat beragam suku,agama, maupun ras akan mendorong masyarakat untuk membentuk suatu kelompok sendiri yang kemudian kelompok-kelompok yang plural ini mendorong pilihan kepada sistem Multi 45 Ibid. Halaman 417 Universitas Sumatera Utara Partai oleh karena adanya pluralitas budaya dan pluralitas politik tersebut. Negara- negara yang menganut sistem multi partai ini diantaranya adalah Indonesia,Malaysia , dan Belanda. Sistem Multi partai ini apabila dihubungkan dengan sistem pemerintahan maka sistem pemerintahan yang cocok dengan sistem multi partai ini adalah sistem pemerintahan parlementer karena sistem pemerintahan ini memusatkan kekuasaannya pada legislatif. Sistem multi partai ini yang kemudian dapat memunculkan koalisi antar partai politik karena, hasil dari pemilihan umum dengan sistem multi partai ini cenderung jarang menempatkan satu partai politik yang akan menjadi partai politik yang dominan sehingga memerlukan koalisi untuk membentuk suatu pemerintahan yang kuat di parlemen. Sistem multi partai ini juga dinilai tidak cocok di terapkan di nagara yang menganut sistem pemerintahan presidensial. Hal ini karena stabilitas yang dikehendaki dalam sistem presidensial hanya dapat terwujud jika tidak terlalu banyak partai yang merebutkan kekuasaan. 46 Apabila dikaitkan dengan sistem pemilihan maka sistem multi partai ini diperkuat dengan sistem pemilihan perwakilan berimbang yang mana dengan sistem pemilihan ini maka partai-partai kecil dapat menarik keuntungan dari ketentuan bahwa kelebihan suara yang diperolehnya di suatu daerah pemilihan dapat di tarik ke daerah pemilihan lain untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan guna memenangkan satu kursi. 47 46 Janedjri M Gaffar http:www.unisosdem.orgarticle_detail.php?aid=11963coid=3caid=21gid=3 diakses pada tanggal 16 April 2013 Pukul 19.57 47 Miriam Budiarjo,Op.Cit Hlm.420 Universitas Sumatera Utara

C. Sistem Kepartaian di Indonesia