Sistem Kepartaian di Indonesia

C. Sistem Kepartaian di Indonesia

Berbicara mengenai sistem kepartaian di Indonesia maka kita tidak menemukan peraturan perundang-undanganpun yang mengatur mengenai sistem kepartaian di Indonesia. Undang-undang dasar 1945 sendiri tidak menentukan sistem kepartaian apa yang dianut, karena sistem kepartaian memang bukanlah hal yang prinsipil dalam bernegara dan dapat berubah-ubah sesuai dengan dinamika masyarakat. 48 Sekalipun tidak tercantum secara tegas di dalam peraturan perundang- undangan manapun di Indonesia, namun UUD 1945 secara tersirat menunjukkan adanya suatu sistem kepartaian yang multi partai yaitu di dalam pasal 6A ayat 2 yang menyatakan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum. Frasa “gabungan partai politik” menunjukkan adanya lebih dari satu partai yang mengikuti suatu pemilihan umum tersebut. Dalam sejarah Indonesia, sistem kepartaian yang ada di indonesia sendiri sejak pelaksanaan pemilihan umum yang pertama hingga pemilihan umum 2009 adalah sistem kepartaian yang multi partai. Namun, pada masa kepemimpinan soeharto sistem multi partai yang berlaku ialah sistem multi partai terbatas yang mana pendirian partai politik dibatasi hanya 3 saja yaitu Golkar,PPP, dam PDI. Pada awalnya, kemunculan partai – partai politik di Indonesia bermula dari Maklumat Pemerintah yang ditandatangani oleh wakil presiden pada tanggal 48 Janedjri M.Gaffar http:www.unisosdem.orgarticle_detail.php?aid=11963coid=3caid=21gid=3 diakses pada tanggal 16 April 2013 Pukul 21.28 Universitas Sumatera Utara 3 november 1945 yang mana maklumat itu memberikan kebebasan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik untuk menyongsong pemilihan umum. Isi dari maklumat itu adalah : 49 1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin kejadian yang teratur segala aliran paham ada dalam masyarakat 2. Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun, sebelumnya dilangsungkan pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat pada bulan januari 1964. Sekalipun maklumat keluar pada 3 november 1945, namun Pemilihan umum itu sendiri baru terselenggara pada tahun 1955 dan dilakukan dengan dua tahap yakni untuk memilih anggota DPR dan anggota dewan konstituante dan pemilihan umum pada tahun 1955 yang juga pemilihan umum nasional pertama yang dilakukan di Indonesia. Pemilihan umum pertama di Indonesia tersebut diikuti oleh sangat banyak partai sehingga hal ini menunjukkn bahwa sejak tahun 1955 Indonesia telah menganut sistem kepartaian yang multi partai yakni Polarisme terpolarisasi yaitu masing-masing partai politik memiliki yang berbeda tajam antara satu sama lain dan hal tersebut tercermin dari perolehan empat besar suara hasil pemilihan umum tahun 1955. Sehingga, Herbet feith menyimpulkan bahwa ada lima aliran ideologi yang berpengaruh di Indonesia yakni komunisme, nasionalisme, radikal, tradisionalisme jawa, islam, dan sosialisme demokrasi. 50 49 Maklumat Pemerintah 3 November 1945 50 http:setabasri01.blogspot.com200902sistem-kepartaian-di-indonesia.html diakses pada tanggal 16 April 2013 Pukul 23.56 WIB Universitas Sumatera Utara Perkembangan partai politik itu sendiri pada awal kemerdekaan di era pemerintahan demokrasi liberal diwarnai dengan perdebatan antara soekarno dan hatta mengenai format sistem kepartaian yang ideal. Soekarno berpendapat bahwa demokrasi tidak perlu diterjemahkan sebagai kesempatan rakyat untuk membentuk partai sehingga soekarno mengajukan PNI sebagai satu-satunya partai politik. 51 Sementara Hatta menginginkan rakyat diberikan kebebasan untuk membentuk partai politik karena keterlibatan rakyat adalah suatu yang tak terelakkan dalam pendirian partai politik. Namun pada akhirnya, dengan keluarnya maklumat wakil presiden pada tanggal 3 November 1945 akhirnya maka Indonesia masuk ke era multi-partai yang mana dalam kurun waktu 1945 hingga 1950 lahirlah partai-partai politik dengan garis ideologi yang bermacam- macam. Multi Partai pada masa demokrasi liberal di era pemerintahan soekarno pada awal kemerdekaan terbukti mampu menjatuhkan pemerintah, sehingga tercatat bahwa sampai pada tahun 1947 telah terjadi tiga kali perubahan kabinet yakni kabinet syahrir I, kabinet syahrir II, dan kabinet syahrir III. Era perkembangan partai politik selanjutnya yang juga masih dalam pemerintahan soekarno yakni pada masa pemerintahan demokrasi terpimpin. Pada masa ini, peta politik Indonesia pada demokrasi terpimpin berubah secara drastis, 51 Sigit Pamungkas, Op.Cit Halaman 149 Universitas Sumatera Utara yaitu dengan semakin berkurangnya peranan partai-partai politik, kecuali yang dekat dengan Soekarno. 52 Pada masa demokrasi terpimpin ini juga presiden Sokarno mengubur partai-partai politik dengan dikeluarkannya dekrit presiden tanggal 5 Juli 1959 yang berisi : 53 1. Pembubaran Konstituante 2. Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat- singkatnya. Dekrit presiden ini sendiri menandai berakhirnya pemerintahan oleh parti- partai, berakhirnya sistem parlementarian berayun ke presidensialisme dan berakhirnya liberalisme politik otoritarianisme. 54 Pasca dikeluarkannya dekrit presiden ini, Soekarno kemudian membubarkan DPR hasil pemilihan umum tahun 1955. Soekarno juga kemudian mengeluarkan peraturan mengenai penyederhanaan partai yakni Penpres Nomor 7 tahun 1959, dan peraturan mengenai pengakuan,pengawasan, dan pembubaran partai politik yakni Penpres Nomor 13 tahun 1960. Soekarno kemudian hanya mengakui adanya sepuluh partai politik yakni PNI,NU,PKI,Partai Katolik,Partai Indonesia,Partai Murba,PSII,IPKI,Parkindo,dan Perti. Disamping itu,pada tahun 1960 pemerintah juga membentuk suatu wadah untuk memobilisasi semua kekuatan politik di bawah pengawasan pemerintah, 52 Ibid.Halaman 151 53 Dekrit Presiden 5 Juli 1959 54 Sigit Pamungkas, Op.Cit Hlm. 151 Universitas Sumatera Utara yang di dasarkan pada ideologi Nasionalis,Agama,Komunis yang disebut Front Nasional. Front Nasional diisi oleh semua partai, dan juga oleh kelompok- kelompok yang sebelumnya belum mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan seperti golongan fungsional dan abri. 55 Yang diharapkan dari pembentukan Front Nasional ini sebenarnya adalah untuk melemahkan kedudukan partai-partai politik. 56 Namun pada masa ini PKI berhasil berkembang sangat pesat hingga akhirnya meletusnya perisstiwa Gerakan 30 September PKI yang menjadi akhir dari sistem pemerintahan demokrasi terpimpin oleh soekarno dan kemudian memberikan mandat kepada soeharto untuk melakukan pembenahan terhadap situasi politik yang carut marut dan kemudian akhirnya Soeharto diangkat menjadi presiden sehingga masuklah sistem kepartaian ke era orde baru atau era kepemimpinan soeharto. Sementara itu, perkembangan partai politik pada rezim soeharto sangat dibatasi sehingga terbentuklah suatu sistem multi partai yang terbatas. Era Partai politik di masa orde baru ini diawali dengan pembubaran PKI dan Partindo sehingga hanya tinggal delapan partai politik era soekarno yang hidup. Perlahan – perlahan peran partai politik mulai dibatasi di dalam kehidupan politik dan kemudain dikendalikan oleh negara. 57 Sejarah juga mencatat bahwa pada awal pemerintahan soeharto selain membubarkan PKI dan Partindo selain itu pemerintah orde baru juga melakukan larangan terhadap bangkitnya kembali 55 Miriam Budiarjo,Op.Cit .Halaman 441 56 Ibid 57 Sigit Pamungkas,Op.Cit Halaman 153 Universitas Sumatera Utara masyumi serta penolakan terhadap berdirinya Partai Demokrasi Islam Indonesia pada tahun 1967. Pemilihan Umum tahun 1971 dimenangi oleh Golkar. Kemenangan Golkar membuat golkar menjadi partai yang berkuasa dalam parlemen sehingga memudahkan Golkar dalam memuluskan kepentingan politik orde baru termasuk dalam hal kepartaian. Upaya yang dilakukan pemerintah orde baru dalam menata sistem kepartaian di Indonesia dimulai dengan mengeluarkan kebijakan penggabungan partai-partai atau fusi dalam rangka penyederhanaan partai politik. Di hadapan partai politik, Presiden Soeharto mengemukakan sarannya agar partai mengelompokkan diri menjadi tiga kelompok yakni Golongan Nasional,Golongan Spiritual,dan Golongan karya. 58 Upaya penyederhanaan partai politik itu sendiri dimulai dari pembentukan koalisi di dalam parlemen yakni kelompok Golongan Spiritual yang disebut kelompok persatuan pembangunan yang berisi partai-partai politik islam yakni NU,Parmusi,PSII,serta perti dan kelompok Golongan Nasional yang disebut kelompok demokrasi pembangunan yang berisi, PNI,IPKI,Murba,Parkindo,dan Partai Katolik. Setelah terbentuknya penggolongan-penggolongan di dalam parlemen kemudian Orde Baru memaksakan untuk melakukan fusi partai politik demi terciptanya suatu sistem kepartaian yang sederhana yakni partai-partai dalam kelompok persatuan pembangunan bergabung menjadi satu Partai persatuan pembangunan, dan partai-partai dalam kelompok demokrasi pembangunan 58 Miriam Budiarjo,Op.Cit Halaman 445 Universitas Sumatera Utara menjadi satu partai yakni Partai Demokrasi Indonesia. Sehingga terciptalah suatu sistem kepartaian yang sederhana yakni dua partai satu golkar. Golkar pada saat itu tidak ingin disebutkan sebagai partai politik namun organisasi kekaryaan, meskipun hakekat Golkar adalah partai politik. 59 Selain itu, Orde Baru juga menetapkan bahwa pancasila merupakan satu-satunya asas partai politik. Upaya yang dilakukan orde baru pada masa itu tergolong sukses menciptakan suatu sistem multi partai sederhana dengan pemilihan umum yang diikuti oleh tiga peserta saja. Namun, penyeleggaraan pemerintahan oleh orde baru dan kekuasaan golkar selama bertahun-tahun ternyata semakin mengekang kebebasan setiap orang sehingga tidak diperkenankan munculnya partai-partai baru sebagai peserta pemilu, karena soeharto berpandangan bahwa partai politik sebagai sumber kekacauan dari sistem politik yang dibangun. 60 Namun, oleh karena pengekangan-pengekangan yang dilakukan oleh pemerintah orde baru sehingga muncullah gelombang-gelombang protes hingga berujung pada jatuhnya pemerintahan soeharto pada 21 mei 1998 yang disebut sebagai era reformasi. Perkembangan kepartaian pasca jatuhnya Soeharto yang dsiebut dengan era reformasi cukup besar. Hal ini diakibatkan karena pada masa orde baru partai- partai politik tidak diperkenankan berdiri, sehingga dapat dikatakan bahwa pendirian partai-partai politik ini sebagai suatu ekspresi kebebasan. Desakan- desakan juga muncul dimasa pemerintahan awal reformasi yang menginginkan agar kehidupan politik Indonesia lebih demokratis sehingga oleh 59 Sigit Pamungkas, Op.Cit Halaman 154 60 Miriam Budiarjo,Op.Cit Halaman 448 Universitas Sumatera Utara karena itu BJ Habibie mengeluarkan Undang-undang nomor 2 tahun 1999, sehingga oleh karenanya partai-partai politik baru mulai muncul dan tercatat pemilihan umum tahun 1999 diikuti oleh 48 Partai dari 141 Partai Politik yang mendaftarkan diri di Departemen Kehakiman. Sistem kepartaian yang multi partai dalam era reformasi kali ini memunculkan banyak sekali partai politik dengan beragam ideologi yang mencapai ratusan partai politik. Pada masa ini BOUCHIER mengatakan bahwa ada kemiripan antara masa awal reformasi ini dengan november 1945, masa ketika partai politik tumbuh subur. 61 Kemiripan itu adalah sehubungan dengan hal-hal yaitu, euphoria berhasil keluar dari suatu kurun panjang represi politik, banyaknya kepentingan politik yang sodok menyodok berebut posisi, dan tidak adanya otoritas politik yang punya kemauan mencegah hal itu. 62 Pada masa era reformasi ini terbentuk suatu sistem kepartaian yang pluarlisme terbatas. Ciri utamanya adalah terdapat partai politik dengan perolehan suara yang cukup seimbang lebih dari lima partai, arus interaksi partai multilateral, dan di dalam kekuasaan terjadi fregmentasi. 63 Sistem kepartaian yang seperti ini membuat situasi politik menjadi rumit karena terjadi koalisi-koalisi partai politik yang bergantung kepada kepentingan partai-partai politik saja. Dengan munculnya banyak sekali partai politik, upaya untuk kembali menyederhanakan partai politik pun muncul. Hal ini disebabkan oleh munculnya 61 Sigit Pamungkas, Op.Cit Halaman 156 62 Ibid. Halaman 157 63 Ibid. Halaman 162 Universitas Sumatera Utara keanehan dalam sistem presidensial yakni mengenal istilah koalisi dan komposisi kabinet yang berbentuk kabinet warna warni yang berisi unsur-unsur partai yang ada DPR. Penyederhanaan sendiri dimulai dengan menerapkan electoral threshold ET pada pemilihan umum 2004 dan Parliemantary Threshold PT pada pemilihan umum 2009. Pemberlakuan electoral threshold dan Parliemantary Threshold diharapkan akan menjadi cara alamiah untuk mengurangi partai politik. Ketentuan ET pada tahun 2004 menetapkan ada tujuh partai politik yang lolos dan sepuluh partai politik yang tidak lolos. Kesepuluh partai politik yang tidak lolos ET ini tidak diperkenankan ikut pemilihan umum berikutnya kecuali harus memenuhi ketentuan di dalam undang-undang, namun demikian kesepuluh partai politik ini tetap boleh menempatkan wakilnya duduk di legislatif. Sementara itu ketentuan PT pada tahun 2009 menetapkan sembilan partai politik lolos dan sekitar tiga puluh sembilan partai politik yang tidak lolos. Partai politik yang tidak lolos ambang batas PT tidak diperkenankan untuk mendudukkan wakilnya di legislatif sekalipun wakilnya tersebut memenuhi jumlah suara. Namun usaha menyederhanakan jumlah partai dengan cara ini ternyata tidak berjalan maksimal, kerena ternyata hasrat untuk mendirikan partai politik tetaplah besar. Untuk menyiasati ini, akhirnya dikeluarkanlah suatu peraturan perundang-undangan yang pada intinya untuk mempersulit berdirinya partai politik dengan mengharuskan partai politik yang ingin mengikuti pemilu selain mengikuti verifikasi di Departemen Hukum dan Ham juga melakukan verifikasi di KPU dengan standard yang telah di tetapkan. Universitas Sumatera Utara Menyongsong pemilihan umum 2014 hasrat untuk meminimalkan jumlah partai juga besar. Melalui Undang-undang nomor 8 tahun 2012 persyaratan semakin diperketat salah satunya dengan mensyaratkan partai politik harus lulus verifikasi di seratus persen provinsi yang ada di Indonesia yang mencakup kepengurusan, keanggotaan,dan keterwakilan perempuan. Disisi lain, untuk mensiasati kesulitan verifikasi itu, partai-partai di DPR juga mencantumkan suatu peraturan dalam pasal 8, yang mana dikatakan bahwa partai yang sudah lolos ambang batas pada pemilu yang lalu diperbolehkan untuk ikut menjadi peserta pemilu berikutnya, walaupun kemudian pasal ini dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 52PUU-X2012 yang menyatakan bahwa semua partai politik wajib mengikuti verifikasi. Dengan peraturan demikian, keberadaan partai politikpun semakin sederhana atau sedikit. Berdasarkan hasil verifikasi KPU akhirnya hanya sepuluh partai politik ditetapkan oleh KPU menjadi peserta pemilu melalui rapat pleno terbuka yakni sembilan partai yang memiliki kursi di DPR dan satu partai baru yaitu NasDem. Namun hasil ini kemudian berubah karena adanya putusan Bawaslu dan PTTUN yang kemudian meloloskan PKPI dan PBB sehingga jumlah partai politik yang akan mengikuti pemilu 2014 bertambah menjadi dua belas. Universitas Sumatera Utara BAB III PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA

A. Pemilihan Umum