ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR) BANK SWASTA NASIONAL DI LAMPUNG (PERIODE 2010 : 03 – 2014 : 06)

(1)

ANALYSIS FACTORS WHICH AFFECT THE MORGAGE DEMANDS OF PRIVATE NATIONAL BANK IN LAMPUNG

(PERIOD 2010 : 03 – 2014 : 06) By

GELLA NADIA DWI PUTRI ABSTRACT

The purpose of the research is to identify and analyze factors that affect morgage demandsof private nasional bank in Lampung. The used variables come fromconsumption interest rate, consumer price index of housing sector, GDP per capita and exchange rate. It utilizes time-series data from March 2010 to June 2014.

This research method is quantitative descriptive analysis usinganalysis tool which is Error Correction Model(ECM). The result of this research implies all the independent variables have a short-term impact tomorgages demand of private nasional bank in Lampung. Each of variable shows positive and negative effects. Consumption interest ratevariable is quite significant and leaving negative effects. Otherwise, GDP per capitashows positive effects and also significant. Meanwhile, consumer price index of housing sectorand exchange rate are not significant on affecting morgages demand of private nasional bank in Lampung.

Keywords: morgage demand, Error Correction Model (ECM), consumption interest rate, consumer price index of housing sector, GDP per capita and exchange rate.


(2)

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR)

BANK SWASTA NASIONAL DI LAMPUNG (PERIODE 2010 : 03 – 2014 : 06)

Oleh

GELLA NADIA DWI PUTRI ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisi faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kredit kepemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung. Beberapa variabel bebas yang digunakan adalah suku bunga kredit konsumsi, indeks harga konsumen sektor perumahan, PDRB per kapita dan nilai tukar. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data time series dengan periode penelitian Maret 2010 sampai Juni 2014.

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif dan menggunakan alat analisis yaitu metode Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka pendek variabel-variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi permintaan kredit kepemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung. Secara parsial variabel suku bunga kredit konsumsi berpengaruh negatif signifikan terhadap permintaan kredit kepemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung. Variabel PDRB per kapita berpengaruh positif signifikan terhadap permintaan kredit kepemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung. Sedangkan indeks harga konsumen sektor

perumahan dan nilai tukartidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan kredit kepemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung.

Kata Kunci: Permintaan kredit kepemilikan rumah (KPR), suku bunga kredit Konsumsi, indeks harga konsumen sektor perumahan, PDRB perkapita, nilai tukar, Error Correction Model (ECM).


(3)

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR)

BANK SWASTA NASIONAL DI LAMPUNG PERIODE 2010: 03 – 2014: 06

Oleh

GELLA NADIA DWI PUTRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT KEPEMILIKAN RUMAH (KPR)

BANK SWASTA NASIONAL DI LAMPUNG PERIODE 2010: 03 – 2014: 06

(Skripsi)

Oleh

Gella Nadia Dwi Putri

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian... 9

E. Kerangka Pemikiran ... 10

F. Hipotesis ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori ... 14

1. Teori Permintaan Aset ... 14

2. Kredit ... 20

2.1 Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Pengkreditan Bank ... 22

2.2 Batas maksimal Pemberian Kredit ... 24

2.3 Penilaian Kualitas Aset ... 28

2.4 Sistem Informasi Debitur ... 33

2.5 Kredit Perumahan ... 35

3. Suku Bunga ... 43

4. Harga Rumah ... 45

5. Pendapatan Masyarakat ... 46

6. Nilai Tukar ... 48


(6)

III.METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Sumber Data ... 55

B. Definisi Operasional Variabel... 56

1. Permintaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) ... 56

2. Suku Bunga Konsumsi ... 56

3. Indeks Harga Konsumen (IHK) Sektor Perumahan ... 57

4. Pertumbuhan PDRB per kapita ... 57

5. Pertumbuhan Nilai Tukar ... 57

C. Model Analisis ... 58

1. Model Ekonomi ... 58

2. Model Error Correction Model... 58

D. Prosedur Analisis Data ... 59

1. Uji Stasionary (Unit Root Test) ... 59

2. Uji Kointegritas ... 60

3. Estimasi Error Correction Model (ECM) ... 61

4. Koefisien Determinasi ... 61

5. Uji Hipotesis... 62

5.1 Uji t statistik (UjiParsial) ... 62

5.2 Uji F statistik ... 63

IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Stasionaritas (Unit Root Test) ... 65

B. Uji Kointegrasi ... 67

C. Estimasi Error Correction Model (ECM) ... 68

D. Koefisien Determinasi ... 70

E. Uji Hipotesis ... 71

1. Uji t statistik (UjiParsial) ... 71

2. Uji F statistik ... 72

F. Pembahasan ... 73

1. Suku Bunga Konsumsi ... 73

2. Indeks Harga Konsumen (IHK) Sektor Perumahan ... 74

3. PDRB per Kapita ... 75

4. Nilai Tukar ... 76

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Perkembangan Permintaan KPR Bank Pemerintah dan

Pembangunan Daerah, Bank Swasta Nasional dan Bank Asing

di Lampung Periode 2010 – 2013 ... 3 2. Perkembangan Permintaan KPR Banks Swasta Nasional di Lampung

dan Suku Bunga Kredit Konsumsi di Indonesia Periode

2010 – 2013 ... 5 3. Perkembangan Permintaan KPR Banks Swasta Nasional di Lampung

dan Indeks Harga Konsumen (IHK) Sektor Perumahan di Lampung Periode 2010 – 2013... 6 4. Perkembangan Permintaan KPR Banks Swasta Nasional di Lampung dan PDRB per Kapita di Lampung Periode 2010 – 2013 ... 7 5. Perkembangan Permintaan KPR Banks Swasta Nasional di Lampung dan Nilai Tukar Periode 2010 – 2013 ... 7 6. Model Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Permintaan KPR Bank Swasta Nasional di Lampung Periode 2010:03-2014:03 ... 10 7. Macam-Macam Elastisitas Harga Permintaan ... 18 8. Kurva Angel ... 47


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data Penelitian ... L1 2. Uji Unit Root Variabel Terikat dan Variabel Bebas

pada Tingkat Level... L2 3. Uji Unit Root Variabel Terikat dan Variabel Bebas

pada Tingkat first difference ... L3 4. Hasil Uji Kointegrasi Engel-Granger (EG) dan Hasil Estimasi

ECM Suku Bunga Kredit Konsumsi, Indeks Harga Konsumen Sektor Perumahan, PDRB per Kapita dan Nilai Tukar

terhadap Permintaan KPR ... L4 5. Tabel T Statistik ... L5 6. Tabel F Statistik ... L6


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perkembangan Pertumbuhan KPR Bank Swasta Nasional

Di Lampung Periode 2010 – 2013 ... 4

2. Respon Jumlah Permintaan Aset Terhadap Perubahan Kekayaan, Perkiraan Imbal Hasil, Resiko, dan Likuiditas ... 16

3. Ringkasan Hasil Penelitian Empirik (Arindam Bandyopadhyay dan Asish Saha) ... 49

4. Ringkasan Hasil Penelitian Empirik (Bank Sentral Eropa) ... 50

5. Ringkasan Hasil Penelitian Empirik (Sam Meng, Nam T. Hoang dan Mahinda Siriwardana) ... 51

6. Ringkasan Hasil Penelitian Empirik (Santiago Carbó Valverde dan Francisco Rodríguez Fernández) ... 52

7. Ringkasan Hasil Penelitian Empirik (Marcus de Graaf dan Jan Rouwendal) ... 52

8. Ringkasan Hasil Penelitian Empirik (Zhou Yu) ... 53

9. Ringkasan Hasil Penelitian Empirik (Aulia Ratuningtyas) ... 54

10.Nama, Satuan Pengukuran, Sumber data ... 55

11.Hasil Uji Unit Root dengan Phillips-Perron pada Ordo Level Periode 2010:03 – 2014:06 ... 66

12.Hasil Uji Unit Root dengan Phillips-Perron pada Ordo First Difference Periode2010:03 – 2014:06 ... 67

13.Hasil Uji Kointegrasi pada Persamaan Permintaan KPR Periode 2010:03 – 2014:06 ... 68


(10)

14.Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM) ... 69 15.Hasil Uji t Untuk Jangka Panjang dengan tingkat keyakinan 90%

dan df = 48 ... 71 16.Hasil Uji f Untuk Jangka Panjang dengan tingkat keyakinan 90%


(11)

MOTO

.

“Boleh jadi manusia mencintai sesuatu yang membahayakan dirinya dan membenci sesuatu yang bermanfaat baginya. “

(Nabi Muhammad SAW)

“Anything’s possible if you’ve got enough nerve”. (J.K Rowling)

"It always seems impossible until it’s done." (Nelson Mandela)

“Success is not the key to happiness, happiness is the key to success, if you love what you doing, you will be successfull.”


(12)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam selalu

tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.

Kupersembahkan skripsi ini kepada:

Kedua orang tua ku yang kusayangi, terima kasih atas dukungan secara moral dan materi, memberikan nasihat saran semangat dan doa untukku. Terima kasih untuk

pengorbanan yang luar biasa dan segala yang telah dilakukan untuk ku.

Kakakku dan adikku yang kusayangi, yang selalu memberikan dukungan dan doa agar terus berusaha dan berjuang untuk menyelesaikan pendidikan.

Keluarga besarku yang selalu memberikan doa dan motivasi

Sahabat-sahabatku tersayang, yang selalu menemani di setiap hari-hariku dan memberikan semangat dan doa. Kebersamaan dengan kalian tidak akan pernah

terlupakan.

Almamater tercinta, Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.


(13)

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjungkarang pada tanggal 11 September 1993, merupakan anak kedua dari 2 (dua) bersaudara pasangan Bapak Elkana Rio Adil dan Ibu Indriyani Widyastuti.

Penulis memulai jenjang pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) Kartini di Bandar Lampung, diselesaikan tahun 1999. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Kartika Jaya II-5 Bandar Lampung pada tahun 2005. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 10 Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai Mahasiswi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN tertulis.

Pada tahun 2013 penulis melakukan kunjungan ke Bank Indonesia, Kementrian Koperasi dan UKM, dan Badan Kebijakan Fiskal. Pada Januari 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di desa Sendang Mulyo, Kecamatan Sendang Agung, Kabupaten Lampung Selatan. Tahun 2014, penulis menjadi Surveyor Bank Indonesia Kantor Perwakilan Lampung dari Bulan Juli


(15)

(16)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor – Faktor yang

Mempengaruhi Permintaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung Periode 20010:03-2014:06” sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak terbantu dan didukung oleh berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak Muhammad Husaini, S.E., M.E.P. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. 3. Ibu Asih Murwiati, S.E., M.E. selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung. 4. Bapak Dr. Nairobi, S.E., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik dan


(17)

merupakan mahasiswa baru Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Bapak Dr. Toto Gunarto, S.E., M.Si. dan Ibu Nurbetty Herlina Sitorus S.E., M.Si. serta Ibu Dr. Marselina Muchtar, S.E., M.P.M , selaku pembahas pada seminar usul penelitian dan seminar hasil yang telah memberikan banyak sumbangan pemikiran, kritik dan saran demi terselesaikannya skripsi ini. 6. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu dan

pelajaran yang sangat bermanfaat selama masa perkuliahan.

7. Seluruh Staf dan petugas di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, terutama untuk ibu Hudaiyah yang telah membantu dan memberikan kemudahan dalam

penyelesaian segala persyaratan administrasi.

8. Bapak dan ibuku tersayang, terima kasih atas pengorbanan yang sangat luar biasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan hingga saat ini, terima kasih atas kasih sayang yang selalu diberikan serta doa yang selalu dipanjatkan. 9. Kakakku, Virdias Eka Diputri dan adikku, Ahmad Bagus Tri Pahlawan..

Terima kasih atas doa, dukungan dan bantuan untuk terus berjuang menyelesaikan pendidikan.

10.Teman terbaikku, Grandtino Arganata dan sahabatku DA (Windy, Feby, Aming dan Lia) kesayangan.. Terima kasih atas bantuan, dukungan, doa, nasihat, waktu yang telah diberikan, selalu menjadi pendengar yang baik, selalu ada disaat senang dan sedih dan menjadi tempat berbagi pengalaman yang aneh, bodoh dan konyol,


(18)

kebersaman, suka cita, canda tawa, serta semangat selama ini. Terima kasih telah menjadi tempat curhat dan tempat berbagi pendapat hingga sekarang. 12.Sahabat-sahabat seperjuangan seluruh angkatan 2011 Ekonomi Pembangunan,

Nurul Ulfa, Winda, Gita Bapak, Gita N, Yesi, Desi, Mba Dewi, Suci Melyani, Kartika, Caca, Butet, Ari, Dewi, Cella, Putri, Nanang, Sunarmo, Yeni serta seluruh teman-teman EP’11 yang tidak dapat disebutkan satu persatu terima kasih atas kebersamaannya selama ini.

13.Teman-teman KKN kesayangan, Jihan, Ivone, Harisa, Intan, Mbak hixkia, Rafi, Made, Bang Hafid, Bang Aji, Bang Imam, Bang Herlambang. Terima kasih telah banyak memberikan masukan, nasihat semangat serta dukungan. 14.Semua pihak yang telah membantu dan memberikan kontribusi dalam

penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak. Semoga segala bantuan, bimbingan, dukungan dan do’a yang diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT.Aamiin.

Bandar Lampung, Juni 2015 Penulis,


(19)

(20)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap orang. Pola konsumsi yang sebelumnya hanya berkisar pada kebutuhan pangan dan sandang melebar menjadi kebutuhan perumahan disebabkan oleh laju

pertumbuhan penduduk Indonesia yang meningkat dari tahun ke tahun dan adanya perpidahan penduduk. UU No. 01 tahun 2011 menyebutkan bahwa rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebangai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya serta aset bagi pemiliknya. Global House Price Index menyatakan Indonesia memimpin dalam daftar negara dengan pertumbuhan properti hunian tertinggi di Asia Tenggara (ASEAN) sepanjang 2013.

Beberapa penelitian menganalisis tentang permintaan rumah di berbagai negara.1 Mereka menemukan faktor pendapatan dan harga dapat mempengaruhi

permintaan rumah. Hasil penelitian tersebut menyatakan pendapatan berpengaruh positif terhadap permintaan rumah. Jika pendapatan masyarakat mengalami

1

Guillaume Xhignesse, Bruno Bianchet, Mario Cools, Henry-Jean Gathon, Bernard Jurion and Jacques Teller (2012); Jayantha W.M. (2012); Teck Hong Tan (2008); Zhou Yu (2013); Carl R. Gwin dan Seow-Eng Ong (2004); Carol Rapaport (1996)


(21)

peningkatan maka permintaan rumah akan mengalami peningkatan. Boston Consulting Group mengungkapkan Indonesia adalah salah satu negara dengan pertumbuhan kelas menengah yang signifikan, pertumbuhan kelas menengah meningkatkan daya beli masyarakat dan menyebabkan kenaikan permintaan properti. Hasil riset Jones Lang Lasalle (JLL) memaparkan perkembangan pasar properti Indonesia mengalami peningkatan secara perlahan di kuartal II-2014. JLL memprediksi sektor properti akan kembali tumbuh mulai tahun 2015.

Selanjutnya hasil penelitian menyatakan harga berpengaruh negatif terhadap pemintaan rumah. Jika harga rumah mengalami peningkatan maka pemintaan rumah akan mengalami penurunan. Indonesia Property Watch (IPW) mengatakan sektor properti di daerah Jabodetabek mengalami penurunan di tahun 2014 kuartal III. Bank Indonesia mengatakan faktor utama penyebab kenaikan harga properti residensial adalah kenaikan harga bahan bangunan, kenaikan BBM, dan upah pekerja.

Manusia memiliki kebutuhan yang beragam. Rumah merupakan salah satu kebutuhan manusia yang harus dipenuhi. Masyarakat kalangan menengah keatas tidak memiliki kesulitan dalam membeli rumah secara tunai. Sebaliknya,

masyarakat menengah kebawah akan kesulitan dalam membeli rumah secara tunai sehingga perbankan memberikan fasilitan kredit dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan rumah. UU Perbankan No. 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.


(22)

Surat edaran Bank Indonesia No. 12/38/DPNP tanggal 31 Desember 2010 menjelaskan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah kredit konsumsi untuk kepemilikan rumah tinggal berupa rumah tapak atau rumah susun atau apartemen (tidak termasuk rumah kantor dan rumah toko) dengan agunan berupa rumah tinggal yang diberikan bank kepada debitur perorangan dengan jumlah maksimum pinjaman yang ditetapkan berdasarkan nilai agunan. Melalui kredit kepemilikan rumah (KPR) seseorang dapat memiliki rumah tanpa dana besar diawal dan langsung dapat ditempati sehingga membuat kredit ini berkembang pesat.

Gambar 1. Perkembangan Permintaan KPR Bank Pemerintah dan Pembangunan Daerah, Bank Swasta Nasional dan Bank Asing di Lampung Periode 2010:03-2013:12 (dalam miliar rupiah)

Sumber: Bank Indonesia, Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah 2010-2013. Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch menyatakan provinsi lampung merupakan salah satu provinsi memiliki pertumbuhan properti yang pesat pada tahun 2014. Bank Indonesia memberikan informasi besaran permintaan KPR beberapa kelompok bank melalui statistik ekonomi dan keuangan daerah Provinsi Lampung. Beberapa kelompok bank tersebut dibagi berdasarkan kepemilikan modal bank antara lain yaitu Bank Pemerintah dan Pembangunan Daerah, Bank Swasta Nasional, Bank Asing dan Bank Pengkreditan Rakyat. Dari Tabel 1, Bank

0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 Mar -10 Jun -10 S ep -10 D es -10 M ar -11 Jun -11 S ep -11 D es -11 M ar -12 Jun -12 S ep -12 D es -12 M ar -13 Jun -13 S ep -13 D es -13 BPD BSN BA


(23)

Swasta Nasional memiliki keunggulan dalam permintaan kredit kepemilikan rumah (KPR) dibandingkan dengan kelompok bank yang lainnya pada awal periode penelitian. Tetapi pada akhir tahun 2013 permintaan KPR Bank Swasta Nasional lebih kecil bila dibandingkan dengan Bank Pemerintah dan

Pembangunan Daerah.

Tabel 1. Perkembangan Pertumbuhan KPR Bank Swasta Nasional di Lampung Periode 2010-2013 (dalam persen)

Tahun Permintaan KPR

(dalam miliar rupiah) Pertumbuhan (%)

2010 7,754,181 -

2011 9,005,505 16.13741

2012 10,068,003 11.79832

2013 13,192,947 31.03837

Sumber: Bank Indonesia 2010-2013.

Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI) mengatakan pelemahan di sektor property disebabkan pelemahan permintaan KPR. Pelemahan permintaan KPR diakibatkan oleh kebijakan Loan to Value (LTV)2 yang dikeluarkan Bank Indonesia sejak 15 Juni 2012. Berdasarkan tabel 1, permintaan KPR mengalami peningkatan dengan pertumbuhan hingga 20% di tahun 2012. Peningkatan tersebut tidak dialami di semua wilayah di Indonesia. Indonesia Property Watch (IPW) menyatakan peningkatan kegiatan properti terjadi di luar daerah

Jabodetabek seperti Cikarang, Karawang, Malang, Surabaya, Makassar, Lampung, dan Balikpapan. Peningkatan pertumbuhan KPR didukung oleh pernyataan Bank Indonesia bahwa kenaikan harga rumah terendah terjadi di Bandar Lampung dan Pontianak.

2

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Loan to Value (LTV) adalah angka rasio antara nilai kredit atau pembiayaan yang dapat diberikan oleh Bank terhadap nilai agunan berupa Properti pada saat pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan harga penilaian terakhir.


(24)

Di beberapa negara terdapat konsep yang sama dengan KPR yaitu Pinjaman Hipotek3. Beberapa peneliti telah melakukan kajian tentang permintaan pinjaman hipotek (KPR) di beberapa negara, yaitu European Central Bank (2009)

menganalisis tentang permintaan KPR di beberapa negara Eropa, Meng dan kawan-kawan (2011) menganalisis tentang permintaan KPR di Australia,

Valverde dan Fernández (2009) menganalisis tentang permintaan KPR di Spanyol serta Bandyopadhyay dan Saha (2009) menganalisis tentang permintaan KPR di India. Mereka memfokuskan penelitian pada pengaruh suku bunga, pendapatan dan harga terhadap permintaan KPR di masing-masing negara. Hasil penelitian dominan menyatakan suku bunga berpengaruh negatif terhadap permintaan KPR. Jika suku bunga mengalami peningkatan maka permintaan KPR akan mengalami penurunan dan sebaliknya.

Gambar 2. Perkembangan Permintaan KPR Bank Swasta Nasional di Lampung dan Suku Bunga Kredit Konsumsi di Indonesia Periode 2010-2013 (dalam miliar rupiah dan persen)

Sumber: Bank Indonesia, Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah 2010-2013.

Berdasarkan Gambar 1, terlihat ketidak-seragaman hubungan antara permintaan KPR dan suku bunga. Selama periode pengamatan terjadi hubungan negatif antara permintaan KPR dan suku bunga. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

3

Pinjaman hipotekadalah pinjaman yag diberikan bank untuk membeli properti dan menjadikan properti tersebut sebagai jaminan.

12.80 13.00 13.20 13.40 13.60 13.80 14.00 14.20 0 2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000

2009.5 2010 2010.5 2011 2011.5 2012 2012.5 2013 2013.5

Permintaan KPR


(25)

European Central Bank (2009), Meng dan kawan-kawan (2011) dan Valverde dan Fernández (2009) menyatakan suku bunga berpengaruh negatif terhadap

permintaan KPR.

Gambar 3. Perkembangan Permintaan KPR Bank Swasta Nasional di Lampung dan Indeks Harga Konsumen (IHK) Sektor Perumahan di Lampung Periode 2010-2013 (dalam miliar rupiah dan persen)

Sumber: Bank Indonesia, Statisti Ekonomi dan Keuangan Daerah 2010-2013 dan Badan Pusat Statistik Lampung.

Berdasarkan Gambar 3, terlihat ada keseragaman hubungan antara permintaan KPR dan IHK Sektor Perumahan. Selama periode pengamatan terjadi hubungan positif antara permintaan KPR dan IHK Sektor Perumahan. Jika IHK Sektor Perumahan mengalami peningkatan maka permintaan KPR akan mengalami peningkatan dan sebaliknya. Hasil penelitian oleh European Central Bank (2009), Meng dan kawan-kawan (2011) dan Valverde dan Fernández (2009) menyatakan harga berpengaruh positif terhadap permintaan KPR. Jika harga rumah mengalami peningkatan maka permintaan KPR akan mengalami

peningkatan. Kajian yang dilakukan Bandyopadhyay dan Saha (2009) tentang permintaan KPR di India menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan harga berpengaruh negatif terhadap permintaan KPR di India. Jika harga rumah mengalami peningkatan maka permintaan KPR di India akan mengalami penurunan. 0 2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000 130 135 140 145 150

2009.5 2010 2010.5 2011 2011.5 2012 2012.5 2013 2013.5

IHKP


(26)

Gambar 4. Perkembangan Permintaan KPR Bank Swasta Nasional di Lampung dan PDRB per Kapita di Lampung Periode 2010-2013 (dalam miliar rupiah)

Sumber: Bank Indonesia, Statisti Ekonomi dan Keuangan Daerah 2010-2013.

Berdasarkan Gambar 2, terlihat ada keseragaman hubungan antara permintaan KPR dan PDRB. Selama periode pengamatan terjadi hubungan positif antara permintaan KPR dan PDRB. Jika PDRB mengalami peningkatan maka

permintaan KPR akan mengalami peningkatan dan sebaliknya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh European Central Bank (2009), Meng dan kawan-kawan (2011), Valverde dan Fernández (2009) dan Bandyopadhyay dan Saha (2009) menyatakan pendapatan masyarakat berpengaruh positif terhadap permintaan KPR.

Gambar 5. Perkembangan Permintaan KPR Bank Swasta Nasional di Lampung dan Nilai Tukar Periode 2010-2013 (dalam miliar rupiah dan ribu rupiah)

Sumber: Bank Indonesia, Statisti Ekonomi dan Keuangan Daerah 2010-2013.

4,800,000 5,000,000 5,200,000 5,400,000 5,600,000 5,800,000 6,000,000 0 2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000

2009.5 2010 2010.5 2011 2011.5 2012 2012.5 2013 2013.5

Permintaan KPR PDRB 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 0 2,000,000 4,000,000 6,000,000 8,000,000 10,000,000 12,000,000 14,000,000

2009.5 2010 2010.5 2011 2011.5 2012 2012.5 2013 2013.5

Permintaan KPR


(27)

Berdasarkan Gambar 4, terlihat ada keseragaman hubungan antara permintaan KPR dan nilai tukar. Selama periode pengamatan terjadi hubungan positif antara permintaan KPR dan nilai tukar. Jika nilai tukar mengalami peningkatan maka permintaan KPR akan mengalami peningkatan dan sebaliknya. Guo dan

Stepanyan (2011) menganalisis permintaan kredit di beberapa negara berkembang dan menyatakan nilai tukar berpengaruh positif terhadap permintaan kredit. Berbeda dengan penelitian Guo dan Stepanyan (2011) , Turkalj dan kawan-kawan (2007) mengemukakan nilai tukar berpengaruh negatif terhadap permintaan kredit di Kroasia. Jika nilai tukar mengalami depresiasi maka permintaan kredit akan mengalami peningkatan dan sebaliknya. Ratuningtyas (2014) melakukan penelitian yang lebih spesifik yaitu permintaan KPR di Indonesia. Ia menemukan nilai tukar berpengaruh positif terhadap permintaan kredit. Depresiasi nilai tukar akan mengakibatkan penurunan terhadap permintaan kredit dan sebaliknya.

B. Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah suku bunga kredit konsumsi berpengaruh terhadap permintaan kredit pemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung dalam jangka pendek?

2. Apakah indeks harga konsumen (IHK) sektor perumahan di Lampung berpengaruh terhadap permintaan kredit pemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung dalam jangka pendek?


(28)

3. Apakah PDRB per kapita di Lampung berpengaruh terhadap permintaan kredit pemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung dalam jangka pendek?

4. Apakah nilai tukar berpengaruh terhadap permintaan kredit pemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung dalam jangka pendek?

C. Tujuan Penelitian

a. Menganalisis pengaruh suku bunga kredit konsumsi terhadap permintaan kredit pemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung dalam jangka pendek.

b. Menganalisis pengaruh indeks harga konsumsi (IHK) sektor perumahan di Lampung terhadap permintaan kredit pemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung dalam jangka pendek.

c. Menganalisis pengaruh PDRB per kapita di Lampung terhadap permintaan kredit pemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung dalam jangka pendek.

d. Menganalisis pengaruh nilai tukar terhadap permintaan kredit pemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung dalam jangka pendek.

D. Manfaat Penelitian

a. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai arah kebijakan yang sebaiknya diambil oleh pihak bank dalam meningkatkan permintaan KPR.


(29)

c. Memberikan gambaran bagaimana permintaan kredit khususnya kredit pemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional dalam ruang lingkup regional wilayah bandar lampung.

d. Sebagai sumbangan bahan informasi terhadap penelitian-penelitian selanjutnya.

E. Kerangka Pemikiran

Setiap manusia memiliki kebutuhan yang beraneka ragam dan ingin memenuhi kebutuhan tersebut baik secara tunai maupun kredit. Salah satu kebutuhan penting setiap manusia adalah tempat tinggal. Untuk membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal, bank membentuk suatu penyaluran kredit di bidang konsumsi berupa kredit kepemilikan rumah (KPR).

Gambar 6. Model Kerngka Pemikiran Analisis Faktor-Faktor yang Mempengarhi Permintaan KPR Bank Swasta Nasional di Lampung periode 2010:03- 2014:06.

Sumber: Diadaptasi dari European Central Bank (2009); Sam Meng, Nam T. Hoang dan Mahinda Siriwardana (2011); Santiago Carbó Valverde dan Francisco Rodríguez Fernández (2009); Ratuningtyas (2014)

Suku Bunga Kredit Konsumsi

Indeks Harga Konsumsi Sektor

Perumahan

PDRB per Kapita

Nilai Tukar


(30)

Tingkat ketergantungan dalam pembelian rumah sangat dekat kaitannya dengan kredit kepemilikan rumah. European Central Bank (2009); Sam Meng, Nam T. Hoang dan Mahinda Siriwardana (2011); Santiago Carbó Valverde (2009) menyatakan permintaan KPR berpengaruh negatif terhadap tingkat suku bunga. Jika suku bunga mengalami penurunan maka permintaan KPR akan mengalami peningkatan dan jika suku bunga mengalami peningkatan maka permintaan KPR akan mengalami penurunan. Ini disebabkan karena semakin tinggi tingkat bunga yang ditawarkan akan mengakibatkan semakin besar dana yang harus dibayar untuk kredit tersebut dan menurunkan daya beli masyarakat disektor perumahan. Hasil penelitian European Central Bank (2009); Sam Meng, Nam T. Hoang dan Mahinda Siriwardana (2011); Santiago Carbó Valverde (2009) menyatakan ada pengaruh negatif antara harga rumah dengan permintaan KPR. Jika harga rumah mengalami peningkatan maka permintaan KPR akan mengalami penurunan dan sebaliknya. Penelitian ini menggunakan indeks harga konsumen pada sektor perumahan untuk menunjukkan rasio harga rumah di Lampung. Indeks harga konsumen juga digunakan untuk mengukur inflasi di suatu daerah. Indeks harga konsumen sektor perumahan dapat dibagi beberapa jenis keperluan yaitu: biaya tempat tinggal, biaya bahan bakar, penerangan dan air, biaya perlengkapan rumah tangga, biaya penyelenggaraan rumah tangga. Selanjutnya hasil penelitian

menemukan perubahan pendapatan berpengaruh positif terhadap permintaan KPR. Jika pendapatan mengalami peningkatan maka permintaan KPR akan mengalami peningkatan dan sebaliknya.

Ratuningtyas (2014) menyatakan nilai tukar dapat mempengaruhi masyarakat dalam melakukan permintaan KPR. Depresiasi nilai tukar akan mempengaruhi


(31)

harga barang di dalam negeri khususnya bagi negara pengimpor seperti Indonesia. Barang-barang tersebut termasuk barang-barang yang bersifat komplementer terhadap rumah, sehingga pembelian rumah akan mengalami penurunan. Nilai tukar juga dapat membuat bank sentral meningkatkan suku bunganya. Jika suku bunga bank sentral mengalami penikatan maka akan menyebabkan suku bunga kredit juga naik dan akan menyebabkan penurunan permintaan KPR.

F. Hipotesis

1. Diduga suku bunga kredit konsumsi berpengaruh signifikan negatif terhadap pemintaan kredit kepemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung dalam jangka pendek.

2. Diduga indeks harga konsumen (IHK) sektor perumahan di Lampung berpengaruh signifikan positif terhadap pemintaan kredit kepemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung dalam jangka pendek. 3. Diduga PDRB per kapita di Lampung berpengaruh signifikan positif

permintaan kredit pemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung dalam jangka pendek.

4. Diduga nilai tukar berpengaruh signifikan positif terhadap pemintaan kredit kepemilikan rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung dalam jangka pendek.

G. Sistematik Penulisan BAB I. PENDAHULUAN


(32)

Bab ini membahas latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka penelitian, hipotesis penelitian dan sistematik penulisan.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang landasan teori yang mendeskripsikan pengertian/konsep-konsep tentang permintaan aset, kredit dan permintaan kredit KPR, suku bunga, harga rumah, PDRB per kapita dan nilai tukar. Bab ini juga terdapat penelitian terdahulu yang dapat menjadi salah satu refrensi bagi penulis untuk melakukan penilitian.

BAB III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian, variabel yang digunakan dalam penelitian, definisi operasional variabel, metode analisis data yang digunakan dalam penelitian dan pengujian hipotesis.

BAB IV. PEMBAHASAN

Bab ini diuraikan tentang hasil penelitian dengan menggunakan analisis stasioner data, analisis kointegrasi, analisis ECM, uji hipotesis (uji T dan uji F) dan

pembahasan.

BAB V. PENUTUP

Bab ini berisi tentang pokok-pokok kesimpulan dan saran-saran yang dapat disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Teori Permintaan Aset

Teori permintaan aset adalah teori ekonomi yang menjelaskan kriteria-kriteria penting yang dapat mempengaruhi seseorang dalam memutuskan jumlah aset yang akan dibeli. Mishkin (2011) menjelaskan tentang konsep dasar teori

permintaan aset melalui buku yang berjudul “The Economics of Money, Banking, and Finansial Market, 8th edition”. Berikut beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi permintaan aset:

1. Kekayaan yaitu keseluruhan sumber daya yang dimiliki oleh individu, termasuk semua aset

2. Perkiraan imbal hasil yaitu perkiraan imbal hasil periode mendatang pada satu aset relatif terhadap aset lain.

3. Resiko yaitu derajat ketidakpastian yang terkait dengan imbal hasil pada satu aset relatif terhadap aset lain.

4. Likuiditas yaitu kecepatan dan kemudahan suatu aset untuk diubah menjadi aset uang pada satu aset relatif terhadap aset lain.


(34)

Kekayaan memiliki pengaruh positif terhadap permintaan aset. Dengan asumsi faktor lainnya tetap, peningkatan kekayaan menaikkan jumlah permintaan suatu aset. Jika kekayaan seseorang meningkat maka dia memiliki sumber daya yang tersedia untuk membeli aset berupa KPR dan dengan secara otomatis permintaan KPR akan mengalami peningkatan.

Perkiraan imbal hasil memiliki pengaruh positif terhadap permintaan aset. Dengan asumsi lainnya tetap, jika perkiraan imbal hasil dari suatu aset relatif terhadap aset alternatif meningkat maka permintaan atas aset tersebut akan meningkat. Imbal hasil suatu aset (seperti KPR) mengukur berapa banyak keuntungan yang kita peroleh dari pemilikan KPR. Imbal hasil dari permintaan KPR dilihat dari peningkatan harga rumah. Peningkatan harga rumah yang pasti dan secara terus menerus akan memberikan keuntungan dalam memiliki aset berupa rumah. Selain itu nilai tukar yang tinggi dapat mempengaruhi harga bahan bangunan dan upah pekerja sehingga dapat mempengaruhi harga rumah.

Resiko memiliki pengaruh negatif terhadap permintaan aset. Dengan asumsi lainnya tetap, jika resiko dari suatu aset relatif terhadap aset alternatif meningkat maka permintaan atas aset tersebut akan menurun. Resiko dari permintaan KPR dilihat dari tingkat suku bunga yang ditetapkan bank. Suku bunga yang lebih tinggi di suatu bank dapat memberikan ketidakpastian imbal hasil kepada nasabah di masa mendatang sehingga nasabah akan memilih bank yang memiliki suku bunga yang rendang dibandingkan dengan bank lainnya.

Likuiditas memiliki pengaruh positif terhadap permintaan aset. Dengan asumsi lainnya tetap, semakin likuid suatu aset relatif terhadap aset alternatif maka aset tersebut akan emakin menarik dan permintaan atas aset tersebut akan meningkat.


(35)

Sebuah rumah bukanlah aset yang sangat likuid karena sulit untuk menemukan pembeli dengan cepat. Jika sebuah rumah dijual untuk membayar tagihan-tagihan, rumah tersebut harus dijual dengan harga yang lebih murah. Selain itu, biaya transaksi untuk menjual rumah (komisi pialang, biaya notaris dan sebagainya) cukup besar. Apabila dibandingkan dengan valuta asing maka aset berupa rumah sangat tidak likuid maka nilai tukar dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan aset yang akan dipilihnya.

Tabel 2. Respon Jumlah Permintaan Aset terhadap Perubahan Kekayaan, Perkiraan Imbal Hasil, Resiko dan Likuiditas.

Variabel Perubahan Variabel

Perubahan Jualah Permintaan

Kekayaan ↑ ↑

Perkiraan Imbal Hasil ↑ ↑

Resiko ↑ ↓

Likuiditas ↑ ↑

Sumber: Mishkin (2011)The Economics of Money, Banking, and Finansial

Market, 8th edition”

Mankiw (2014) menjelaskan tentang elastisitas permintaan melalui buku yang berjudul “Principles of Economics, 7th edition”. Elastisitas permintaan adalah suatu indikator yang mengukur seberapa responsif jumlah permintaan berubah terhadap salah satu faktor yang menentukan. Konsumen biasanya membeli lebih banyak barang ketika harga sebuah barang turun, ketika pendapatan konsumen tinggi, ketika harga barang substitusinya tinggi atau ketika harga barang komplementernya turun. Tetapi elastisitas membahas mengenai permintaan bersifat kualitatif, bukan kuantitatif.


(36)

Elastistas harga permintaan adalah suatu indikator yang mengukur perubahan dari suatu barang akibat dari perubahan harga barang tersebut, dihitung sebagai

berikut:

Elastisitas harga permintaan untuk setiap barang mengukur seberapa besar kerelaan konsumen untuk mengubah banyaknya konsumsi barang ketika haga naik. Artinya, elastisitas mencerminka berbagai kekuatan ekonomi, sosial, ataupun psikologi yang membentuk selera konsumen. Terdapat beberapa aturan umum mengenai faktor-faktor yang menentukan elastisitas harga permintaan. Salah satu faktor yang menentukan elastisitas harga permintaan adalah tersedianya barang subtitusi terkait. Barang-barang yang memiliki substitusi permintaannya cenderung lebih statis karena lebih mudah bagi konsumen untuk beralih barang tersebut ke substitusinya. Faktor kedua yang dapat menentukan elastisitas harga permintaan adalah kebutuhan versus kemewahan. Kebutuhan cenderung memiliki permintaan yang inelastis, sedangkan kemewahan memiliki permintaan yang elastis. Faktor lain yang menentukan elastisitas harga permintaan yaitu pengertian pasar. Elastisitas permintaan dari setiap pasar bergantung pada bagaimana kita mengartikan batas-batas pasar. Pasar yang diartikan secara sempit cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis daripada pasar yang lebih luas. Hal ini dikarenakan dalam arti sempit lebih mudah untuk menentukan barang

substitusinya. Faktor lain yang menentukan elastisitas harga permintaan yaitu jangka waktu. Barang cenderung memiliki permintaan yang lebih elastis untuk jangka waktu yang lebih panjang.


(37)

Gambar 7. Macam-Macam Elastisitas Harga Permintaan Sumber:Mankiw (2014)“Principles of Economics, 7th edition”.

Ekonom mengklasifikasikan kurva permintaan berdasarkan elastisitasnya. Permintaan disebut elastis jika elastisitasnya lebih besar dari 1 yang artinya jumlah berubah lebih besar daripada harga. Permintaan disebut inelastis ketik elastisitasnya kurang dari 1, yang artinya jumlah berubah lebih kecil daripada harga. Jika elatisitas sama dengan 1, jumlah berubah sama besar dengan perubahan harga, dan permintaan disebut memiliki elastisitas unit. Karena

elastisitas harga permintaan mengukur berapa besar perubahan jumlah permintaan P

5 4

100 Q

a. Inelastis Sempurna 5 4 P D

90 100 Q

b. Inelastis

Q

D D

80 100 5

4 P

c. Elastisitas unit

5

4 D

P

50 100 Q

d. Elastis

50 100 Q P

D


(38)

terhadap perubahan harga maka elastisitas berkaitan erat dengan kemiringan kurva permintaan. Semakin landai kurva permintaan yang melawati suatu titik maka semakin besar elastisitas harga permintaan. Semakin curam kurva permintaan yang melewati sebuah titik maka semakin kecil elastisitas harga permintaan. Selain elastisitas harga permintaan, ekonom juga menggunakan elastisitas lain untuk menggambarkan prilaku pembeli di pasar yaitu elastisitas pendapatan dari permintan dan elastisitas harga silang dari permintaan. Elastisitas pendapatan dari permintaan adalah mengukur berapa banyak jumlah permintaan karena

pendapatan konsumen berubah, dihitung sebagai berikut:

Pada barang normal, elastisitas pendapatan berbeda-beda dalam hal besarannya. Kebutuhan dasar, seperti makanan dan pakaian cenderung memiliki elastisitas pendapatan kecil karena konsumen tanpa memandang seberapa kecil

pendapatannya, memilih untuk membeli beberapa dari barang-barang ini. Barang-barang mewah, seperti kaviar dan berlian, cenderung memiliki elastisitas

pendapatan yang besar karena konsumen merasa mereka dapat hidup tanpa benda-benda ini ketika pendapatan mereka cukup rendah. Elastisitas harga silang dari permintaan adalah mengukur berapa besar perubahan jumlah permintaan ketika barang-barang lain berubah. Positif atau negatifnya elastisitas harga silang dipengaruhi oleh barang-barang tersebut bersifat substitusi atau komplementer.

Elastisitas harga silang dihitung sebagai berikut:


(39)

Menurut Mankiw (2007) menjelaskan tentang perdebatan teori konsumsi menurut beberapa ekonom melalui buku yang berjudul “Macroeconomics”. Keynes

menyatakan bahwa konsumsi dipengaruhi oleh pendapatan sekarang. Tetapi beberapa studi terbaru yang menyatakan konsumsi tidak hanya dipengaruhi oleh pendapatan sekarang tetapi juga dipengaruhi oleh kekayaan, pendapatan masa depan yang diduga dan tingkat bunga. .

2. Kredit

Deputi Direktur Direktorat Hukum Bank Indonesia menyampaikan pengaturan pemberian kredit Bank Umum dalam diskusi hukum. Beliau menyampaikan tentang pengertian kredit menurut undang-undang perbankan. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 (UU Perbankan) mendefinisikan kredit sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Berdasarkan pasal tersebut terdapat beberapa unsur perjanjian kredit yaitu :

a. Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu; b. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank

dengan pihak lain

c. Terdapat kewajiban pihak peminjam untuk melunasi utangnya dalam jangka waktru tertentu;


(40)

Unsur pertama dari Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu; uang di sini seiogianya ditafsirkan sebagai sejumlah dana (tunai dan saldo rekening giro) baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing. Dalam pengertian “penyediaan tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu” adalah cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari, pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang (factoring) dan pengambilalihan (pembelian) kredit atau piutang dari pihak lain seperti negosiasi hasil ekspor.

Unsur kedua dari kredit adalah persetujuan atau kesepakatan antara bank dan debitur. Sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata, agar suatu perjanjian menjadi sah diperlukan empat syarat, yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan untuk membuat perjanjian, terdapat obyek tertentu dan ada suatu kausa (cause) yang halal. Selain kesepakatan antara debitur dan kreditur juga diperlukan ketiga syarat lain tersebut di atas sebagai dasar untuk menyatakan sahnya suatu perjanjian.

Unsur ketiga dari kredit adalah adanya kewajiban debitur untuk mengembalikan jumlah keseluruhan kredit yang dipinjam kepada kreditur dalam jangka waktu tertentu. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari adanya hubungan pinjam meminjam antara debitur dan kreditur. Unsur yang terakhir adalah adanya pengenaan bunga terhadap kredit yang dipinjamkan. Bunga merupakan nilai tambah yang diterima kreditur dari debitur atas sejumlah uang yang dipinjamkan kepada debitur dimaksud.

Peraturan Bank Indonesia Nomer 14/15.PBI/2012 tentang penilaian kualitas aset bank umum menyatakan pengertian kredit yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan


(41)

pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk:

a. cerukan (overdraft), yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari;

b. pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; dan c. pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.

Deputi Direktur Direktorat Hukum Bank Indonesia dalam diskusinya juga menyampaikan tentang beberapa regulasi Bank Indonesia yang terkait dengan pemberian kredit bank. UU Perbankan telah mengamanatkan agar bank senantiasa berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan kegiatan usahanya, termasuk dalam memberikan kredit. Selain itu, Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan juga menetapkan peraturan-peraturan dalam pemberian kredit oleh perbankan. Beberapa regulasi dimaksud antara lain adalah regulasi mengenai Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum, Batas Maksimal Pemberian Kredit, Penilaian Kualitas Aktiva dan Sistem Informasi Debitur

2.1 Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijaksanaan Perkreditan Bank bagi Bank Umum

Dalam peraturan Bank Indonesia tentang kewajiban penyusunan dan pelaksanaan kebijaksanaan perkreditan bank bagi Bank Umum menjelaskan pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus berpegang pada azas-azas perkreditan yang sehat guna melindungi dan


(42)

memelihara kepentingan dan kepercayaan masyarakat. Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan asas-asas perkreditan yang sehat, maka diperlukan suatu kebijakan perkreditan yang tertulis. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum untuk memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan pedoman penyusunan kebijakan perkreditan bank dalam SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 dan diperjelas dengan

dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/38/DPNP 2010 perihal Pedoman Penyusunan Standard Operating Procedure Administrasi Kredit Pemilikan Rumah dalam Rangka Sekuritisasi.

Berdasarkan SK Dir BI tersebut, Bank Umum wajib memiliki kebijakan

perkreditan bank secara tertulis yang disetujui oleh dewan komisaris bank dengan sekurang-kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut :

a. prinsip kehati-hatian dalam perkreditan; b. organisasi dan manajemen perkreditan; c. kebijakan persetujuan kredit;

d. dokumentasi dan administrasi kredit; e. pengawasan kredit;

f. penyelesaian kredit bermasalah.

Kebijakan perkreditan bank dimaksud wajib disampaikan kepada Bank Indonesia. Dalam pelaksanaan pemberian kredit dan pengelolaan perkreditan bank wajib mematuhi kebijakan perkreditan bank yang telah disusun secara konsekuen dan konsisten.


(43)

2.2 Batas Maksimal Pemberian Kredit

Dalam peraturan Bank Indonesia tentang batas maksimum pemberian kredit menjelaskan pembatasan penyediaan dana adalah persentase tertentu dari modal bank yang dikenal dengan batas maksimum pemberian kredit (BMPK). BMPK mendapatkan dasar pengaturan dalam UU Perbankan. Pengaturan tersebut selanjutnya dijabarkan oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Berdasarkan PBI tersebut, BMPK adalah persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank.

Tujuan ketentuan BMPK adalah untuk melindungi kepentingan dan kepercayaan masyarakat serta memelihara kesehatan dan daya tahan bank, dimana dalam penyaluran dananya, bank diwajibkan mengurangi risiko dengan cara menyebarkan penyediaan dana sesuai dengan ketentuan BMPK yang telah ditetapkan sedemikian rupa sehingga tidak terpusat pada peminjam dan/atau kelompok peminjam tertentu. Penyediaan dana dalam kerangka BMPK tidak hanya berupa kredit, tetapi meliputi seluruh portofolio penyediaan dana yaitu penanaman dana bank dalam bentuk :

a. kredit;

b. surat berharga; c. penempatan;

d. surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali; e. tagihan akseptasi;


(44)

g. transaksi rekening administratif (seperti guarantee, letter of credit, standby letter of credit);

h. tagihan derivatif;

i. potential future credit exposure; j. penyertaan modal;

k. penyertaan modal sementara;

l. bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat dipersamakan dengan huruf a sampai dengan huruf k.

Seluruh portofolio penyediaan dana kepada pihak terkait dengan bank dapat dilakukan paling tinggi 10 % dari modal bank. Untuk penyediaan dana kepada seorang peminjam yang bukan merupakan pihak terkait dengan bank dapat dilakukan paling tinggi 20 % dari modal bank. Sementara, penyediaan dana kepada satu kelompok peminjam yang bukan merupakan pihak terkait dapat dilakukan paling tinggi 25 % dari modal bank.

Peminjam digolongkan sebagai anggota suatu kelompok peminjam apabila peminjam mempunyai hubungan pengendalian dengan peminjam lain baik melalui hubungan kepemilikan, kepengurusan dan/atau keuangan. Sementara, pihak terkait adalah peminjam dan/atau kelompok peminjam yang mempunyai keterkaitan dengan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 PBI No. 7/3/PBI/2005. Bank wajib memiliki dan menatausahakan daftar rincian pihak terkait dengan bank dan dilaporkan kepada Bank Indonesia.

Pengecualian diberlakukan terhadap perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang tidak diperlakukan sebagai kelompok peminjam sepanjang hubungan tersebut


(45)

semata-mata disebabkan karena kepemilikan langsung pemerintah Indonesia. Selain itu penyediaan dana bank kepada BUMN untuk tujuan pembangunan dan

mempengaruhi hajat hidup orang banyak dapat dilakukan paling tinggi sebesar 30 % dari modal bank.

Kemudian dapat ditambahkan bahwa pengambilalihan (negosiasi) wesel ekspor berjangka dikecualikan dari peritungan BMPK sepanjang wesel ekspor berjangka diterbitkan atas dasar letter of credit berjangka yang sesuai dengan Uniform Customs and Practice for Documentary Credits (UCP) yang berlaku, dan telah diaksep oleh Prime Bank. Bank yang melakukan pelanggaran BMPK dan atau pelampauan BMPK dikenakan sanksi penilaian tingkat kesehatan bank

sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. Pelanggaran BMPK adalah selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase penyediaan dana terhadap modal bank pada saat pemberian penyediaan dana.

Sementara, pelampauan BMPK adalah selisih lebih antara persentase BMPK yang diperkenankan dengan persentase penyediaan dana terhadap modal bank pada saat tanggal laporan dan tidak termasuk pelanggaran BMPK sebagaimana dimaksud di atas. Penyediaan dana oleh Bank dikategorikan sebagai pelampauan BMPK apabila disebabkan oleh :

a. penurunan modal bank; b. perubahan nilai tukar; c. perubahan nilai wajar;

d. penggabungan usaha dan atau perubahan struktur kepengurusan yang menyebabkan perubahan pihak terkait dan atau kelompok peminjam;


(46)

e. perubahan ketentuan.

Dalam hal terjadi pelanggaran BMPK dan atau pelampauan BMPK, bank wajib menyusun dan menyampaikan rencana tindakan (action plan) untuk

penyelesaiannya yang setidaknya memuat langkah-langkah untuk penyelesaian pelanggaran BMPK dan atau pelampauan BMPK serta target waktu penyelesaian sesuai dengan ketentuan dalam PBI No. 7/3/PBI/2005. Bank yang menyampaikan action plan untuk pelanggaran BMPK setelah batas akhir waktu sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah batas akhir waktu tersebut, dikenai sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per hari kerja keterlambatan.

Sementara, bank yang menyampaikan action plan untuk pelampauan BMPK setelah batas akhir waktu sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah batas akhir waktu tersebut, dikenai sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan. Selanjutnya bank juga diwajibkan untuk menyampaikan laporan pelaksanaan action plan masing-masing untuk pelanggaran BMPK dan pelampauan BMPK kepada Bank

Indonesia paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah realisasi action plan. Bank yang menyampaikan laporan pelaksanaan action plan setelah batas akhir waktu sampai dengan 14 (empat belas) hari kerja setelah batas waktu tersebut, dikenai sanksi berupa kewajiban membayar sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) per hari kerja keterlambatan.

Bank yang tidak menyelesaikan pelanggaran BMPK dan atau pelampauan BMPK sesuai dengan action plan setelah diberi peringatan 2 (dua) kali oleh Bank


(47)

sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (2) UU Perbankan4, antara lain berupa :

a. pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar pihak-pihak yang mendapat predikat tidak lulus penilaian kemampuan dan kepatutan sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; b. pembekuan kegiatan usaha tertentu, antara lain tidak diperkenankan untuk

ekspansi penyediaan dana; dan atau

c. larangan untuk turut serta dalam rangka kegiatan kliring.

Selain itu, terhadap dewan komisaris, direksi, pegawai bank, pemegang saham maupun pihak terafiliasi lainnya dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b, Pasal 50 dan Pasal 50 A UU Perbankan.

2.3 Penilaian Kualitas Aktiva

Dalam peraturan Bank Indonesia tentang penilaian kualits aktiva menjelaskan pengelolaan risiko kredit yang tidak efektif antara lain disebabkan kelemahan dalam penerapan kebijakan dan prosedur penyediaan dana, termasuk penetapan kualitasnya, kelemahan dalam mengelola portofolio aset bank, serta kelemahan dalam mengantisipasi perubahan faktor eksternal yang mempengaruhi kualitas penyediaan dana. Untuk memelihara kelangsungan usahanya, bank perlu meminimalkan potensi kerugian atas penyediaan dana, antara lain dengan

memelihara eksposur risiko kredit pada tingkat yang memadai. Berkaitan dengan hal tersebut, pengurus bank wajib menerapkan manajemen risiko kredit secara efektif pada setiap jenis penyediaan dana serta melaksanakan prinsip kehatihatian yang terkait dengan transaksi-transaksi dimaksud.


(48)

Hal di atas diatur dalam PBI No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. PBI tersebut mewajibkan bank (dalam hal ini Direksi) untuk menilai, memantau dan mangambil langkah-langkah yang diperlukan agar kualitas Aktiva (meliputi Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif) senantiasa baik. Aktiva Produktif adalah penyediaan dana Bank untuk memperoleh

penghasilan, dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, tagihan akseptasi, tagihan atas surat berharga yang dibeli dengan janji dijual kembali (reverse repurchase agreement), tagihan derivatif, penyertaan, transaksi rekening administratif serta bentuk penyediaan dana lainnya yang dapat

dipersamakan dengan itu. Sementara, Aktiva Non Produktif adalah aset bank selain Aktiva Produktif yang memiliki potensi kerugian, antara lain dalam bentuk agunan yang diambil alih. Dalam Pasal 5 PBI No. 7/2/PBI/2005 diatur bahwa bank wajib menetapkan kualitas yang sama terhadap beberapa rekening

Aktiva Produktif yang digunakan untuk membiayai 1 (satu) debitur, hal ini juga berlaku untuk Aktiva Produktif yang diberikan oleh lebih dari 1 (satu) bank (termasuk penyediaan dana yang diberikan secara sindikasi). Dalam hal terdapat perbedaan penetapan kualitas Aktiva Produktif, maka kualitas masing-masing Aktiva Produktif mengikuti kualitas Aktiva Produktif yang paling rendah. Ketentuan untuk menetapkan kualitas yang sama tersebut di atas juga berlaku terhadap Aktiva Produktif yang digunakan untuk membiayai proyek yang sama (Pasal 6 PBI No. 7/2/PBI/2005). Termasuk dalam pengertian ‘proyek yang sama’ antara lain apabila :

a. terdapat keterkaitan rantai bisnis secara signifikan dalam proses produksi yang dilakukan oleh beberapa debitur. Keterkaitan dianggap signifikan antara lain


(49)

apabila proses produksi di suatu entitas tergantung pada proses produksi entitas lain, misalnya adanya ketergantungan bahan baku dalam proses produksi.

b. kelangsungan cash flow suatu entitas akan terganggu secara signifikan apabila cash flow entitas lain mengalami gangguan.

Penetapan kualitas kredit dilakukan dengan melakukan analisis terhadap faktor penilaian yang meliputi prospek usaha, kinerja debitur dan kemampuan

membayar. Penilaian terhadap prospek usaha meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:

a. potensi pertumbuhan usaha;

b. kondisi pasar dan posisi debitur dalam persaingan; c. kualitas manajemen dan permasalahan tenaga kerja; d. dukungan dari grup atau afiliasi; dan

e. upaya yang dilakukan debitur dalam rangka memelihara lingkungan hidup. Sementara, penilaian terhadap kinerja debitur meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :

a. perolehan laba; b. struktur permodalan; c. arus kas; dan

d. sensitivitas terhadap risiko pasar.

Kemudian penilaian terhadap kemampuan membayar meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut :


(50)

b. ketersediaan dan keakuratan informasi keuangan debitur; c. kelengkapan dokumentasi kredit;

d. kepatuhan terhadap perjanjian kredit; e. kesesuaian penggunaan dana; dan

f. kewajaran sumber pembayaran kewajiban.

Penetapan kualitas kredit dilakukan dengan melakukan analisis terhadap faktor penilaian (prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar) dengan mempertimbangkan komponen-komponen di atas. Penetapan kualitas kredit dilakukan dengan mempertimbangkan signifikansi dan materialitas dari setiap faktor penilaian dan komponen serta relevansi dari faktor penilaian dan komponen terhadap debitur yang bersangkutan. Berdasarkan penilaian itu, kualitas kredit ditetapkan menjadi : Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar,

Diragukan, atau Macet. Untuk mengantisipasi potensi kerugian, bank wajib

membentuk Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) terhadap Aktiva Produktif dan Aktiva Non Produktif. PPA meliputi cadangan umum dan cadangan khusus untuk Aktiva Produktif, dan cadangan khusus untuk Aktiva Non Produktif.

Cadangan umum sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan paling kurang sebesar 1 % (satu perseratus) dari Aktiva Produktif yang memiliki kualitas Lancar. Semantara, cadangan khusus ditetapkan paling kurang sebesar :

a. 5 % (lima perseratus) dari Aktiva dengan kualitas Dalam Perhatian Khusus setelah dikurangi nilai agunan;

b. 15 % (lima belas peseratus) dari Aktiva dengan kualitas Kurang Lancar setelah dikurangi nilai agunan;


(51)

c. 50 % (lima puluh peseratus) dari Aktiva dengan kualitas Diragukan setelah dikurangi nilai agunan;

d. 100 % (seratus peseratus) dari Aktiva dengan kualitas Macet setelah dikurangi nilai agunan;

Penggunaan nilai agunan sebagai faktor pengurang dalam perhitungan PPA hanya dapat dilakukan untuk Aktiva Produktif. Agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPA ditetapkan sebagai berikut : a. Surat Berharga dan saham yang aktif diperdagangkan di bursa efek di Indonesia atau memiliki peringkat investasi dan diikat secara gadai; b. tanah, rumah tinggal dan gedung yang diikat dengan hak tanggungan; c. pesawat udara atau kapal laut dengan ukuran di atas 20 (dua puluh) meter

kubik yang diikat dengan hipotek; dan atau

d. kendaraan bermotor dan persediaan yang diikat secara fidusia.

Untuk kredit bermasalah, salah satu upaya untuk meminimalkan potensi kerugian pada kredit bermasalah tersebut adalah bahwa bank juga dapat melakukan

restrukturisasi kredit untuk debitur yang mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit namun masih memiliki prospek usaha yang baik dan mampu memenuhi kewajiban setelah dilakukan restruktuirisasi. Bank dilarang melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari penurunan penggolongan kualitas kredit, peningkatan pembentukan PPA, atau penghentian pengakuan pendapatan bunga secara akrual. Untuk itu bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai restrukturisasi kredit yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan manajemen risiko bank.


(52)

Untuk eksposur penyediaan dana yang sudah tidak memiliki prospek usaha dan kemampuan membayar atau telah dikatagorikan Macet serta bank telah

melakukan berbagai upaya untuk memperoleh kembali penyediaan dana tersebut, bank dapat melakukan hapus buku atau hapus tagih. Hapus buku adalah tindakan administratif bank untuk menghapus buku penyediaan dana yang memiliki kualitas Macet dari neraca sebesar kewajiban debitur tanpa menghapus hak tagih bank kepada debitur. Sedangkan hapus tagih adalah tindakan bank menghapus kewajiban debitur (tagihan kepada debitur) yang tidak mungkin lagi diselesaikan oleh debitur.

2.4 Sistem Informasi Debitur

Kelancaran proses kredit dan penerapan manajemen risiko kredit yang efektif serta ketersediaan informasi kualitas debitur yang diandalkan dapat dicapai apabila didukung oleh sistem informasi yang utuh dan komprehensif mengenai profil dan kondisi debitur, terutama debitur yang sebelumnya telah memperoleh penyediaan dana. Dalam proses kredit, sistem informasi mengenai profil dan kondisi debitur dapat mendukung percepatan proses analisa dan pengambilan keputusan pemberian kredit. Untuk kepentingan manajemen risiko, sistem informasi mengenai profil dan kondisi debitur dibutuhkan untuk menentukan profil risiko kredit debitur. Selain itu tersedianya informasi kualitas debitur, diperlukan juga untuk melakukan sinkronisasi penilaian kualitas debitur di antara bank pelapor.

Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Bank Indonesia berperan untuk mengatur dan mengembangkan penyelenggaraan sistem informasi


(53)

antar bank yang dapat diperluas dengan menyertakan lembaga lain di bidang keuangan. Sehubungan dengan itu Bank Indonesia mengembangkan sistem informasi debitur yang dari waktu ke waktu selalu disempurnakan untuk disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan

teknologi.

Ketentuan mengenai sistem informasi debitur tersebut diatur dalam PBI No. 7/8/PBI/2005 tentang Sistem Informasi Debitur. Berdasarkan ketentuan PBI tersebut, bank umum, penyelenggara kartu kredit selain bank dan BPR yang memiliki total aset Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) atau lebih wajib menyampaikan laporan debitur kepada Bank Indonesia setiap bulan meliputi informasi mengenai debitur, pengurus dan pemilik, fasilitas penyediaan dana, agunan, penjamin dan laporan keuangan debitur (bagi debitur yang merupakan nasabah perusahaan atau badan yang menerima penyediaan dana Rp

5.000.000.000,00 atau lebih).

Sementara, Lembaga Keuangan Bukan Bank (antara lain meliputi asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan) dan BPR yang memiliki total aset kurang dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dapat menjadi pelapor dalam Sistem Informasi Debitur dengan menandatangani surat pernyataan keikutsertaan anggota. Pelapor yang telah memenuhi kewajiban pelaporan dapat meminta informasi debitur kepada Bank Indonesia meliputi antara lain identitas debitur, pemilik dan pengurus, fasilitas penyediaan dana yang diterima debitur, agunan, penjamin dan atau kolektibilitas. Informasi yang diperoleh pelapor tersebut hanya dapat digunakan untuk keperluan pelapor dalam rangka penerapan manajemen


(54)

risiko, kelancaran proses penyediaan dana, dan atau identifikasi kualitas debitur untuk pemenuhan ketentuan yang berlaku.

2.5 Kredit Perumahan

Di kalangan perbankan sudah banyak dijumpai fasilitas kredit kepemilikan rumah yang disebut KPR. Ini menyebabkan semakin mudahnya masyarakat untuk memiliki rumah sendiri. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pertama kali disalurkan pada tahun 1976, tepatnya pada tanggal 10 Desember 1976 yang diprakarsi oleh Bank Tabungan Negara (BTN), dan dilakukan di Kota Semarang, Jawa Tengah. Melalui surat edaran Bank Indonesia No. 12/38/DPNP tanggal 31 Desember 2010 yang berisi tentang Standart Operating Procedure (SOP) Administrasi Kredit Pemilikan Rumah menjelaskan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah kredit konsumsi untuk kepemilikan rumah tinggal berupa rumah tapak atau rumah susun atau apartemen (tidak termasuk rumah kantor dan rumah toko) dengan agunan berupa rumah tinggal yang diberikan bank kepada debitur perorangan dengan jumlah maksimum pinjaman yang ditetapkan berdasarkan nilai agunan. Program Edukasi masyarakat Bank Indonesia menjelaskan kredit kepemilikan rumah (KPR) merupakan suatu fasilitas kredit perbankan yang ditujukan bagi nasabah yang ingin membeli atau memperbaiki rumah. Di Indonesia sendiri dibagi 2 jenis KPR yaitu:

1. KPR Bersubsidi

Fasilitas kredit perbankan ini diperuntukan kepada nasabah-nasabah dengan penghasilan menengah kebawah dalam upaya memiliki rumah atau perbaikan


(55)

rumah yang dimiliki. Bentuk subsidi yang diberikan meliputi subsidi peringanan kredit dan subsidi penambahan dana pembangunan atau perbaikan rumah.

2. KPR Non Subsidi

Fasilitas kredit perbankan ini diperuntukan bagi seluruh masyarakat. Ketentuan KPR seperti besarnya kredit maupun suku bunga ditetapkan sesuai kebijakan yang diambil masing-masing bank yang bersangkutan.

Melalui surat edaran Bank Indonesia No. 12/38/DPNP tanggal 31 Desember 2010 juga menjelaskan tentang Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Dalam rangka mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan risiko penyelenggaraan adminsitrasi KPR, Bank wajib memastikan bahwa :

a. calon debitur KPR telah memahami hak dan kewajibannya yang terkait dengan pengadministrasian data dan informasi KPR debitur sebagaimana tercakup di dalam perjanjian KPR;

b. pegawai Bank pada unit kerja penyelenggaraan administrasi KPR telah melakukan verifikasi dalam rangka meyakini bahwa penatausahaan dokumen telah dijalankan sesuai prosedur yang berlaku; dan

c. penatausahaan dokumen KPR untuk setiap debitur dilakukan secara terpisah dengan memisahkan antara penatausahaan dokumen KPR yang merupakan aset bank dan KPR yang sudah disekuritisasi.

Selain itu surat edaran Bank Indonesia No. 12/38/DPNP tanggal 31 Desember 2010 mencakup pedoman penyelenggaraan administrasi KPR. Dalam rangka


(56)

originasi KPR oleh Unit KPR, Bank wajib paling kurang memisahkan pelaksanaan 5 proses sebagai berikut :

a. Penawaran KPR

Dalam rangka penawaran KPR, Bank wajib menyediakan dokumen penawaran KPR tersendiri yang merupakan dokumen yang disampaikan kepada nasabah dalam rangka penawaran KPR yang paling kurang mencakup informasi sebagai berikut :

1. Persyaratan calon debitur KPR yang paling kurang mencakup persyaratan kewarga negaraan dan persyaratan penghasilan.

2. Persyaratan KPR yang paling kurang mencakup : 1) Persyaratan agunan KPR yaitu :

a) Hak Tanggungan (HT) atas Tanah dan Bangunan; b) Akta Jaminan Fidusia atas :

a. semua tagihan, hak, wewenang dan klaim uang ganti rugi asuransi yang timbul berdasarkan polis asuransi kerugian dan asuransi jiwa debitur; dan

b. tagihan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang timbul karena terdapatnya pemutusan hak debitur atas tanah sebelum jatuh waktu berakhirnya hak tersebut.

2) Persyaratan minimum uang muka KPR sebagai berikut :

a) paling kurang 20% (dua puluh per seratus) dari nilai harga jual tanah dan bangunan; atau

b) apabila uang muka KPR kurang dari 20% (dua puluh per seratus) dari nilai harga jual tanah dan bangunan, maka KPR wajib dijamin


(57)

oleh lembaga penjamin dengan besarnya penjaminan yang ditetapkan berdasarkan rasio antara jumlah maskimum pemberian KPR oleh Bank dibandingkan dengan nilai agunan.

3) Persyaratan asuransi yang mencakup kewajiban untuk :

a) asuransi jiwa untuk masing-masing debitur KPR dengan nilai pertanggungan yang paling kurang sama dengan nilai KPR yang diberikan Bank;

b) asuransi umum yang paling kurang mencakup proteksi terhadap kebakaran dengan nilai pertanggungan paling kurang sama dengan hasil penilaian bangunan rumah pada saat pemberian KPR; dan c) asuransi wajib dilengkapi dengan suatu bankers clause untuk kepentingan Bank sebagai originator.

4) Biaya KPR yang akan menjadi beban debitur KPR dan rinciannya. 5) Penalti yang dikenakan untuk pelunasan KPR yang dipercepat

(prepayment penalty) dan pinalti atas keterlambatan debitur dalam pemenuhan kewajibannya.

6) Kriteria dan persyaratan yang harus dipenuhi debitur untuk bisa melakukan refinancing KPR.

7) Persyaratan dokumen untuk pengajuan permohonan KPR. 3. Porsi pemberian KPR oleh Bank diatur sebagai berikut :

1) porsi pemberian KPR oleh Bank paling tinggi sebesar 80% (delapan puluh per seratus) dari harga jual tanah dan bangunan, sehingga angka rasio antara jumlah maksimum KPR yang bisa diberikan bank


(58)

terhadap nilai agunan (Loan to Value Ratio) paling tinggi adalah 80% (delapan puluh per seratus);

2) formula untuk penetapan jumlah maksimum KPR sebagai berikut : Jumlah Maksimum KPR yang bisa diberikan bank = 80% x nilai taksasi terhadap harga jual tanah dan bangunan yang terendah antara penilaian bank dan penilaian independent appraisal

4. Sistem perhitungan angsuran KPR dan metode pembayaran angsuran KPR.

5. Kebijakan bunga KPR dan sistem perhitungan bunga KPR yang mencakup hal-hal sebagai berikut :

1) tingkat bunga KPR;

2) bunga KPR tetap atau bunga KPR yang bisa disesuaikan; 3) formula perhitungan bunga KPR; dan

4) kondisi yang menyebabkan terjadinya penyesuaian bunga KPR. b. Analisis Permohonan KPR

Dalam rangka memelihara konsistensi di dalam melakukan analisis permohonan KPR, Bank wajib paling kurang membakukan hal-hal sebagai berikut :

1. metode dan formula dalam rangka melakukan penilaian atas kemampuan membayar calon debitur;

2. metode dan formula dalam rangka melakukan penilaian atas agunan; 3. kriteria independent appraisal dalam rangka melakukan penilaian agunan; 4. format Laporan Analisis Permohonan KPR; dan

5. format Laporan Penilaian Agunan. c. Pengambilan Keputusan KPR


(59)

Dalam rangka pengambilan keputusan KPR, Bank wajib menetapkan prosedur baku paling kurang dalam rangka :

1. menyampaikan keputusan secara tertulis tentang penerimaan atau penolakan permohonan KPR calon debitur termasuk alasan apabila dilakukan penolakan;

2. mengevaluasi hasil pengambilan keputusan kredit dalam rangka memastikan tidak terdapatnya penyimpangan di dalam proses

pengambilan keputusan KPR serta menetapkan kebijakan perbaikan yang diperlukan; dan

3. menatausahakan dokumen keputusan kredit dari masing-masing pemohon KPR.

d. Pelaksanaan Akad Kredit

Dalam rangka pelaksanaan akad kredit, Bank wajib menetapkan prosedur baku paling kurang dalam rangka memastikan :

1. Kelengkapan dan kebenaran dokumen yang dipersyaratkan untuk akad kredit.

2. Terdapatnya surat keterangan resmi (cover note) dari Notaris yang

menyatakan bahwa seluruh berkas agunan asli yang belum diterima masih digunakan dalam proses administrasi di instansi Pemerintah yang

berwenang dan akan diserahkan kepada Bank pada waktu yang sudah disepakati setelah proses administrasi dimaksud selesai dilakukan. 3. Perjanjian Kredit paling kurang mencakup hal-hal sebagai berikut :


(60)

a) pernyataan debitur bahwa agunan yang diserahkan kepada Bank tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain; dan

b) pernyataan debitur untuk tidak menjaminkan kembali agunan yang telah diserahkan kepada Bank.

2) Perjanjian KPR didukung oleh dokumen yang : a) memadai dan masih berlaku;

b) dapat dilaksanakan berdasarkan hukum Indonesia; dan

c) tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

3) Perjanjian KPR memuat klausula yang menentukan bahwa hubungan antara kreditur dan debitur serta pernyataan jaminan antara kreditur awal dan debitur terkait dinyatakan berakhir, dalam hal terdapat pelunasan penuh atas jumlah yang wajib dibayar oleh debitur berdasarkan perjanjian KPR.

4) Perjanjian KPR memuat mekanisme penagihan angsuran KPR dan kemungkinan penggunaan jasa pihak ketiga untuk melaksanakan penagihan angsuran KPR secara kolektif.

5) Perjanjian KPR memuat sistem perhitungan suku bunga KPR,

termasuk kemungkinan perubahan suku bunga KPR dan kondisi yang mendasari terjadinya perubahan suku bunga KPR serta waktu

pemberlakukan perubahan suku bunga KPR.

6) Perjanjian KPR memuat persetujuan debitur kepada bank yang memungkinan bank untuk melakukan penjualan putus dalam rangka


(61)

sekuritisasi atau kemungkinan untuk melakukan Repo terhadap KPR debitur.

7) Perjanjian KPR memuat hak dan tanggung jawab Bank dan debitur KPR dalam rangka pelaksanaan eksekusi agunan.

8) Perjanjian KPR memuat persetujuan debitur kepada Bank untuk menggunakan data/informasi terkait debitur dan/atau agunan KPR dalam rangka melakukan sekuritisasi KPR.

e. Pencairan Kredit

Dalam rangka pencairan kredit, Bank wajib menetapkan prosedur baku paling kurang dalam rangka :

1. Memastikan telah dipenuhinya kewajiban calon debitur KPR yaitu paling kurang sebagai berikut :

1) menyerahkan dokumen pendukung permohonan KPR yang sah yang antara lain terdiri dari sertifikat hak atas tanah, Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atau Akta Jual Beli (AJB), Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan lampirannya, Sertifikat Hak Tanggungan atas tanah dan bangunan yang telah ditanda tangani oleh calon debitur KPR, dan polis asuransi jiwa dan polis asuransi kerugian atas bangunan;

2) menanda tangani perjanjian-perjanjian yang terkait dengan pengikatan agunan;

3) memberikan kuasa kepada Notaris atau PPAT untuk menyerahkan secara langsung kepada Bank dokumen-dokumen yang terkait dengan agunan seperti sertifikat hak atas tanah dan bangunan, Sertifikat Hak


(62)

Tanggungan atas tanah dan bangunan dan/atau Sertifikat Fidusia yang disampaikan oleh penjual tanah dan bangunan;

4) membuka rekening pada Bank sebagai Kreditur Asal KPR dan memberikan kuasa pendebetan rekening tersebut kepada Bank dalam rangka pembayaran angsuran KPR; dan

5) melunasi biaya KPR.

2. Menata usahakan dokumen pencairan kredit dari masing-masing debitur KPR..

Adapun beberapa keuntungan yang akan didapatkan nasabah dalam menggunakan kredit kepemilikan rumah yaitu nasabah hanya harus menyiapkan uang muka untuk membeli rumah dan langsung dapat ditempati dan KPR memiliki jangka waktu yang panjang sehingga nasabah yang menggunakan KPR dapat mengiringi ansuran dengan ekspektasi peningkatan penghasilan.

3. Suku Bunga

Beberapa definisi suku bunga menurut para ahli salah satunya yakni menurut Karl dan Fair (2001:635) suku bunga adalah pembayaran bunga tahunan dari suatu pinjaman, dalam bentuk persentase dari pinjaman yang diperoleh dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman.

Pengertian suku bunga menurut Sunariyah (2004:80) adalah harga dari pinjaman. Menurut Lipsey, Ragan, dan Courant (1997 : 471) suku bunga adalah harga yang dibayarkan untuk satuan mata uang yang dipinjam pada periode waktu tertentu. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998) suku bunga adalah pembayaran yang dilakukan atas penggunaan sejumlah uang. Suku bunga adalah biaya pinjaman


(63)

atau harga yang dibayarkan untuk dana pinjaman tertentu (Mishkin, 2011, 4). Ketika suku bunga tinggi, seseorang akan mengurangi konsumsi dan akan memanfaatkan dananya untuk menabung. Disisi lain, kenaikan suku bunga atau penurunan suku bunga tidak hanya berdampak pada keputusan individu dalam mengkonsumsi atau menabung akan tetapi juga berdampak pada keputusan-keputusan investasi usaha sehingga juga dapat berdampak pada kesehatan perekonomian secara keseluruhan.

Suku bunga kredit merupakan kewajiban individu atau perusahaan yang menerimanya, tetapi merupakan aset bagi bank, karena kredit tersebut dapat memberikan laba bagi bank (Mishkin, 2008:294). Suku bunga kredit dibagi menjadi 3 yaitu suku bunga kredit konsumsi, suku bunga kredit investasi dan suku bunga kredit modal kerja. Sehingga suku bunga kredit konsumsi adalah biaya pinjaman yang harus dibayar sebagai kewajiban atas dana pinjaman tertentu yang penggunaan data tersebut bersifat konsumsi. Maka apabila biaya pinjaman yang harus dibayar peminjam mengalami kenaikan maka akan menurunkan minat peminjam untuk meminjam dana tersebut, dan sebaliknya apabila biaya pinjaman yang harus dibayar peminjam mengalami penurunan maka akan meningkatkan minat peminjam untuk meminjam dana.

European Central Bank (2009); Sam Meng, Nam T. Hoang dan Mahinda

Siriwardana (2011); Santiago Carbó Valverde (2009) menganalisis pengaruh suku bunga terhadap permintaan KPR. Mereka menemukan semakin naik suku bunga akan berpengaruh negatif terhadap permintaan KPR.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil estimasi persamaan jangka pendek dan jangka panjang dengan menggunakan metode Error Corection Model (ECM) “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) Bank Swasta Nasional di Lampung Periode 2010:03 –2014:06“ maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Respon penyesuaian keseimbangan jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang sebesar 40%. Tanda negatif pada koefisien ECT menunjukkan jika terjadi peningkatan yang berlebih pada pertumbuhan permintaan KPR dalam jangka pendek maka model akan berusaha menurunkan nilai

pertumbuhan permintaan KPR menuju keseimbangan jangka panjang dan sebaliknya.

2. Suku Bunga Konsumsi, Indeks Harga Konsumen Sektor Perumahan, Pertumbuhan PDRB per kapita dan Pertumbuhan Nilai Tukar mampu atau dapat menjelaskan dan mempengaruhi variabel dependennya yaitu


(2)

64.30 % dan sisanya 36.70 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model atau persamaan pada jangka pendek.

3. Suku bunga kredit konsumsi berpengaruh negatif signifikan terhadap pertumbuhan permintaan KPR Bank Swasta Nasional di Lampung pada jangka pendek. Peningkatan suku bunga kredit konsumsi menyebabkan penurunan permintaan KPR Bank Swasta Nasional di Lampung dalam jangka pendek.

4. Pertumbuhan PDRB per kapita berpengaruh positif signifikan terhadap pertumbuhan permintaan KPR Bank Swasta Nasional di Lampung pada jangka pendek. Pertumbuhan PDRB per kapita menyebabkan peningkatan pertumbuhan permintaan KPR Bank Swasta Nasional di Lampung dalam jangka pendek.

5. Indeks harga konsumen sektor perumahan dan nilai tukar tidak secara

signifikan mempengaruhi permintaan KPR Bank Swasta Nasional di Lampung pada jangka pendek.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bank dianjurkan untuk menurunkan suku bunga kredit konsumsi dengan batas tidak melebihi suku bunga simpanan pada bank tersebut. Penentuan tingkat suku bunga kredit konsumsi yang tepat dapat menjadi salah satu cara terbaik dalam meningkatkan permintaan KPR Bank Swasta Nasional di Lampung


(3)

79

mengingat pada akhir periode penelitian, permintaan KPR Bank Swasta Nasional lebih kecil bila dibandingkan dengan permintaan KPR Bank Pemerintah dan Pembangunan Daerah.

2. Baik Pemerintah Provinsi Lampung dan Bank Indonesia diharapkan dapat bekerja sama secara efektif dan efisien dalam upaya meningkatkan PDRB Provinsi Lampung dan mengurangi jumlah penduduk melalui kebijakan publik yang akan diambil dan pengelolaan kebijakan moneter sehingga PDRB per kapita dapat meningkat seiring meningkatnya PDRB dan menurunnya jumlah penduduk.

3. Diharapkan kepada Bank Indonesia agar memberikan dukungan dalam penyediaan data yang lebih berkala untuk penelitian selanjutnya agar permintaan KPR dapat diestimasi secara akurat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Bandyopadhyay, Arindam and Asish Saha. 2009. Factors Driving Demand and Default Risk in Residential Housing Loans: Indian Evidence. Munich Personal RePEc Archive.

Bank Indonesia. 2014. Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah (www.bi.go.id). Bank Indonesia. 2010. Surat edaran Bank Indonesia No. 12/38/DPNP Tentang

Pedoman Penyelenggaraan Administrasi KPR

Bank Indonesia. 2010. Surat edaran Bank Indonesia No. 12/38/DPNP Tentang Identifikasi, Pengukuran, Pemantauan dan Pengendalian Risiko fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

Bank Indonesia. 2010. Surat edaran Bank Indonesia No. 12/38/ Tentang Standart Operating Procedure (SOP) Administrasi Kredit Pemilikan Rumah Bank Indonesia. 1995. Surat Keterangan Direktur Bank Indonesia No.

27/162/KEP/DIR Tentang pedoman penyusunan kebijakan perkreditan bank

Bank Indonesia. 2005. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/2/PBI/2005. Tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.

Bank Indonesia. 2005. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/2005. Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum

Bank Indonesia. 2005. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/8/PBI/2005. Tentang Sistem Informasi Debitur.

Bank Indonesia. 2012. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/15.PBI/2012. Tentang penilaian kualitas aset bank umum

Eckery,JK and R Glodemans. 1990. Property Appraisal and Assesment Adminitration, Chicago; The International Association of Asseing Officers.

European Central Bank. 2009. Housing Finance In The Euro Area. Structural Issue Report.

Gattin-Turkalj Katja, Igor Ljubaj, Ana Martinis, Marko Mrkalj. 2007. Estimating Credit Demand in Croatia. Research Department Croatian National Bank.


(5)

Ginting Ramlan. 2005. Pengaturan Pemberian Kredit Bank Umum. Diskusi Hukum Tentang Aspek Hukum Perbankan, Perdata, dan Pidana Terhadap Pemberian Fasilitas Kredit Dalam Praktek Perbankan di Indonesia” Graaf, Marcus de & Jan Rouwendal. 2012. The Demand for Mortgage Debt,

Increases in House Prices and The Elderly Home Equity Puzzle. Amsterdam School of Real Estate.

Guo, Kai and Vahram Stepanyan. 2011. Determinants of Bank Credit in Emerging Market Economies. IMF Working Paper.

Gwin Carl R. dan Seow-Eng Ong. 2004. Do We Really Understand

Homeownership Rates? An International Study.Working Paper Series Baylor University.

Hong, Tan Teck. 2008. Determinants of homeownership in Malaysia. Munich Personal RePEc Archive.

Karl E. Case, Fair, Ray C. 2001. Prinsip-prinsip Ekonomi Makro. Jakarta: Prenhalindo.

Mankiw, Gregory. (2006). Makroekonomi. Edisi Keenam. Alih bahasa oleh Imam Nurmansyah. Erlangga. Jakarta.

Meng Sam, Nam T. Hoang dan Mahinda Siriwardana. 2011. The Determinants of Australian Household Debt: A Macro - level Study. Business, Economics and Public Policy Working Papers University of New England.

Mishkin, Frederic S. (2009). The Economics of Money, Banking, and Finansial Market 2, 8th edition. Alih bahasa oleh Lana Soelistianingsih dan Beta Yulianita G. Salemba Empat. Jakarta. 458 hlm.

Mishkin, Frederic S. (2011). The Economics of Money, Banking, and Finansial Market, 8th edition. Alih bahasa oleh Lana Soelistianingsih dan Beta Yulianita G. Salemba Empat. Jakarta. 524 hlm.

Rivai, Veithzal. 2007. Credit Management Handbook, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

Rajalakshmi, S., C. Pappeswari& A. Vankatesh. 2013. A Study on Housing LoanBorrowers ofPublic and Private Sector Banks in Thoothkudi Area. Researchjournali’s Journal of Commerce.

Rapaport Carol. 1996. Housing Demand and Community Choice: An Empirical Analysis. Federal Reserve Bank of New York.

Ratuningtyas, Aulia. 2014. The Determinant Of Factors That Influence The Demand Of Mortgage Loan. Journal Of Economics. University Of Brawijaya Malang.

Undang-undang Republik Indonesia No. 7, tahun 1992. Tentang Perbankan. Undang-undang Republik Indonesia No. 10, tahun 1998. Tentang Perubahan Atas

Undang-undang Indonesia No. 7, tahun 1992. Tentang Perbankan. Undang-Undang Republik Indonesia No. 10, Tahun 1998 pasal 10 ayat 11.


(6)

Undang-undang Republik Indonesia No. 1, tahun 2011. Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.

Undang-undang Republik Indonesia No. 14, tahun 1967. Tentang Pokok-Pokok Perbankan.

Valverde, Santiago Carbó dan Francisco Rodríguez Fernández. 2009. The Relationship Between Mortgage Market And Housinga Prices: Does Financial Instability Make The Difference?. Departamento de Teoría e HistoriaEconómica, Facultad de CC EE y Empresariales Universidad de Granada.

Warjiyo, Perry, 2006. ‘Stabilitas sistemperbankan dan kebijakan

moneter:keterkaitan dan perkembangannya diIndonesia’, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan 8(3): 429–454.

Widarjono, Agus. (2007). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Yogyakarta: Ekonisia FE UII.

W.M. Jayantha. 2012. Factors Affecting Long-run Homeownership Rates in Hong Kong. 2nd International Conference on Management, Economics and Social Sciences.

Xhignesse Guillaume, Bruno Bianchet, Mario Cools, Henry-Jean Gathon, Bernard Jurion and Jacques Teller. 2014. An Econometric Analysis of

Homeownership Determinants in Belgium. Jerman: Springer. Yu Zhou. 2013. Changing Determinants of Household Formation and

Homeownership Attainment in China: Growing Disparity between Age Groups and Migrant Status. Population Association Of America 2013 Annual Meeting Program.

http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/570156-ini-lima-kunci-tren-properti-2015

http://ekbis.sindonews.com/read/964129/34/faktor-utama-pertumbuhan-bisnis-properti-melambat-1423822843

http://jabar.tribunnews.com/2014/03/17/pertumbuhan-properti-indonesia-nomor-1-di-asia-tenggara

http://properti.kompas.com/read/2014/08/08/123233021/Lima.Alasan.Lampung. Menjadi.Pilihan.Investasi.Properti

http://www.rei.or.id/liputan-3-Pelemahan%20Rupiah%20Goyang%20Industri%20Properti.php

http://www.rumah.com/berita-properti/2014/6/36763/ini-dia-7-kota-dengan-pertumbuhan-properti-paling-