Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah Di Sumatera Utara

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN KREDIT KONSUMTIF BANK

PEMERINTAH DI SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh

MOHAMMAD YUSUF

057018016/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN KREDIT KONSUMTIF BANK

PEMERINTAH DI SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MOHAMMAD YUSUF

057018016/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN KREDIT KONSUMTIF BANK PEMERINTAH DI SUMATERA UTARA

Nama Mahasiswa : Mohammad Yusuf Nomor Pokok : 057018016

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Dede Ruslan, M.Si) (Kasyful Mahalli, SE, M.Si)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 25 Mei 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Dede Ruslan, M.Si Anggota : 1. Kasyful Mahalli, SE, M.Si

2. Dr. Murni Daulay, M.Si 3. Drs. Iskandar Syarief, MA 4. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec


(5)

PERNYATAAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERMINTAAN KREDIT KONSUMTIF BANK

PEMERINTAH DI SUMATERA UTARA

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, atau kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Mei 2009

Mohammad Yusuf

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara ini bertujuan untuk menganalisis tingkat permintaan kredit konsumtif di Sumatera Utara, yang terdiri dari PDRB, suku bunga pinjaman, dan inflasi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series, yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI) Medan. Berdasarkan hasil estimasi data time series selama tahun 1980 – 2004, penelitian ini menemukan bahwa PDRB berpengaruh terhadap permintaan kredit konsumtif, nilai inflasi berpengaruh terhadap permintaan kredit konsumtif, dan tingkat suku bunga berpengaruh terhadap permintaan kredit konsumtif.

Penelitian ini mengaplikasikan bahwa PDRB, dan inflasi berpengaruh secara positif terhadap permintaan kredit, sedangkan tingkat suku bunga berpengaruh secara


(6)

negatif karena semakin meningkat/menurun suku bunga kredit tidak berpengaruh kepada permintaan kredit di Sumatera Utara.

Untuk itu diharapkan dalam penelitian ini, pemerintah mengambil suatu kebijakan dalam pemberian kredit konsumtif yang lebih ringan, lebih mudah dan dengan proses yang cepat, sehingga masyarakat mendapat kepuasaan.

Kata kunci : Kredit konsumtif, PDRB, suku bunga pinjaman, dan inflasi

ABSTRACT

The aim of research is to Analiyze of the factors which influence on demand of credit consumption on government bank in north Sumatra. The variables consist to analyze of Product Domestic Regional bruto (PDRB), Rate of Interest and inflation.

The research used secondary data of time series, obtained from Statistical Center (BPS) and Indonesia Bank (BI) Medan. Based of data estimation of time series during year 1980 – 2004, the result show that demand of PDRB have influence on the demand of credit consumption. Rate of interest influence on the demand of credit consumption, and inflation in the influence on demand of credit consumption.

This research to application is PDRB, inflation have effect positive to demand of credit consumption, so rate of interest no effect negative to demand of credit consumption because very as right or turn rate of interest no effect to demand to credit consumption in North Sumatera.


(7)

It is expected that the government should do the policy in giving credit consumption more easier and also the process is fast so that the society would be satisfied.

Key words : Credit Consumption Product Domestic Regional bruto (PDRB), Rate of Interest and inflation

KATA PENGANTAR

Pertama penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirata Allah SWT yang telah memberikan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini yang berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif bank Pemerintah di Sumatera Utara.

Dalam mengikuti pendidikan Sekolah Pascasarjana dalam bidang ekonomi pembangunan, saya mengakui banyak pihak-pihak yang telah memberikan dorongan, motivasi, bimbingan dan bantuannya. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya dengan hati yang tulus menyampaikan arasa terima kasih dan penghargaan yang stinggi-tingginya kepada :


(8)

1. Bapak Dr. Dede Ruslan M.Si, sebagai Pembimbing I dan Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si, sebagai Pembimbing II, dimana dengan niat tulus dan ikhlas sepenuh hati telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan dan diskusi dari proses penyusunan proposal sampai dengan proses penyempurnaan tesisi ini sebagai hasil penelitian dan tulisan.

2. Ibu Dr. Murni Daulay, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ekonomi Pembangunan dan Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec, selaku Sekretaris Program, dimana beliau dengan arif dan bijaksana telah mengarahkan kami sehingga mampu menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Iskandar Syarief, M.A. dan Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec. merupakan dosen pembanding sekaligus dosen dan sahabat untuk bertanya.

4. Bapak Doni Rinalsi, ST, M.Si, Pemimpin Cabang Utama BNI USU dan bapak M. Khalim SE, MM, Pemimpin Bidang Layanan Cabang Utama BNI USU merupakan orang yang membimbing penulis dalam berkarir.

Selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, penulis merasa nyaman dengan tersedianya fasilitas dalam proses belajar mengajar sehingga penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K), sebagai Rektor.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B, M.Sc, sebagai Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Kepada sahabat-sahabat Angkatan IX regular yang telah banyak memberikan bantuan moril maupun materil untuk menyelesaikan penulisan tesis ini.

Kedua orang tua penulis yang tercinta Ayahanda Anis Djudin dan (Alm) Ibunda Zurtina Nur yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang dan Ibu Mertua Ramlah, D yang memberikan dorongan semangat serta isteri tercinta Yetty Asri, SE sebagai inspirator penulis dalam menyelesaikan perkuliahan ini.


(9)

Akhirnya kepada Allah SWT penulis berserah diri dan semoga penelitian ini bermanfaat, baik untuk dunia akademis maupun dunia perbankan.

Medan, Maret 2009

H. Mohammad Yusuf

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Mohammad Yusuf

2. Agama : Islam

3. Tempat & Tgl.Lahir : Medan, 1 Oktober 1968

4. Alamat : Jl. Bakti Indah VII No,116 Perumahan Tata Alam Asri Gaperta Medan.

5. Nama orang tua :

Ayah : Anis Djudin

Ibu : Alm. Zurtina Nur 6. Nama isteri : Yetty Asri, SE


(10)

7. Pendidikan

a. SD Negeri 060843, Medan : Lulus Tahun 1982 b. SMP Laks. Martadinata, Medan : Lulus Tahun 1985 c. SMA Negeri 3 Medan : Lulus Tahun 1988 d. FH UISU, Medan : Lulus Tahun 1994 e. Sekolah Pascasarjana EP USU : Lulus Tahun 2009 8. Pekerjaan Sekarang : Staf Pemasaran

PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk

Kantor Utama Cabang USU Medan

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………... i

ABSTRACT ………... ii

KATA PENGANTAR ………... iii

RIWAYAT HIDUP………... v

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR TABEL .. ………... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN………... xi

DAFTAR SINGKATAN ………... xii


(11)

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1 Landasan Teori... 11

2.1.1 Teori Klasik. ... 11

2.1.2 Irving Fisher... 11

2.1.3 Teori Cambridge (Marshall-Pigou)... 13

2.1.4 Teori Keynes... 15

2.1.5 Teori Kuantitas Modern (Friedman)... 18

2.2 Perilaku Konsumen... ... 20

2.3 Permintaan Kredit... 21

2.4 Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi... 25

2.5 Teori Suku Bunga Pinjaman... 28

2.6 Nilai Tukar Mata Uang... 35

2.7 Inflasi... 41

2.8 Penelitian Terdahulu... 47

2.9 Kerangka Konseptual... 50

2.10 Hipotesis Penelitian... 51

BAB III METODE PENELITIAN... 52

3.1 Ruang Lingkup Penelitian... 52

3.2 Jenis dan Sumber data Penelitian... 52

3.3 Model Analisis ... 52

3.4 Uji Kesesuaian... 53

3.5 Uji Pelanggaran Asumsi Klasik ... 54

3.6 Definisi operasional ... ...57


(12)

4.1 Perkembangan Variabel yang di Teliti ... 58

4.1.1 Kondisi Industri Perbankan di Sumatera Utara... 58

4.1.2 Jumlah Bank Di Sumatera Utara... 58

4.1.3 Kredit Konsumtif Perbankan di Sumut... 60

4.1.4 Variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). 60 4.1.5 Variabel Suku Bunga Pinjaman... 63

4.1.6 Variabel Inflasi ... 65

4.2 Analisis dan Pembahasan Penelitian... …….. 67

4.2.1 Uji Determinasi (R-squared……….. 67

4.2.2 Uji Simultan (Uji – F)………... 67

4.2.3 Uji Parsial (Uji – t)……… 68

4.3 Uji Asumsi Klasik ………... 70

4.3.1 Uji Multikolinearitas………... 70

4.3.2 Uji Autokorelasi……….…………... 70

4.3.3 Uji Heterokedastisitas………... 71

4.4 Pembahasan hasil estimasi variabel yang mempenga- ruhi Permintaan Kredit Konsumtif (PKK) Bank Pemerintah di Sumatera Utara.……... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 76

5.1 Kesimpulan... 76

5.2 Saran... 77


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 4.1 Jumlah Kantor Cabang Bank di Daerah Tingkat I

dan II di Sumatera Utara, Tahun 2004…………... 59

4.2 Hasil Estimasi Uji Multikolinearitas ...…………... 70

4.3 Hasil Uji Breusch-Godfrey Serial Colrrelation LM Test ... 70


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1 Kerangka Konseptual Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Permintaan kredit Konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera

Utara………... 50 4.1 Perkembangan Kredit konsumtif di Sumatera

Utara, Tahun 1980-2004 ……….…………... 60 4.2 Grafik Perkembangan PDRB di Sumatera Utara

Tahun 1980- 2004………... 61 4.3 Grafik Perkembangan Rata-rata Suku Bunga Pinjaman

Konsumtif Tahun 1980-2004 ……….…………... 64 4.4 Perkembangan Inflasi, tahun 1980-2004 ... 66


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Data Factor-faktor yang mempengaruhi Permintaan Kredit Konsumtif Bank

Pemerintah Sumatera Utara... 81

2. Deskriptive Statistik ……… 82

3. Output Regresi ………. 83

4. Uji Multikolinearitas ……… 84

5. Uji Otokerelasi ………... 86


(16)

DAFTAR SINGKATAN

BPD : Bank Pembangunan Daerah

BBM : Bahan Bakar Minyak

BUPLN : Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara

BPS : Badan Pusat Statistik

LDR : Loan on Deposit Ratio

NPL : Non Performing Loan

PDB : Produk Domestik Bruto

PDRB : Produk Domestik Regional Bruto

PPP : Purchasing Power Parity

PMA : Penanaman Modal Asing

PMDN : Penanaman Modal Dalam Negeri PKK : Permintaan Kredit Konsumtif


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dengan mengacu pada trilogi pembangunan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu adanya pembangunan di segala bidang, terutama pembangunan di bidang ekonomi. Secara umum tujuan pembangunan ekonomi adalah mencapai pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, menjaga tingkat kestabilan harga, mengatasi masalah pengangguran, menjaga keseimbangan neraca pembayaran dan pendistribusian pendapatan yang adil dan merata. Pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja dan pemerataan, stabilitas harga, dan keseimbangan neraca pembayaran merupakan sasaran kebijakan ekonomi makro yang satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan. Pada tingkat regional tiga sasaran pertama selain keseimbangan neraca pembayaran merupakan sasaran tidak saja dari kebijakan-kebijakan moneter dan fiskal nasional, tetapi juga sebagian dipengaruhi kebijakan-kebijakan regional di bidang keuangan dan fiskal (anggaran).

Resesi ekonomi dunia yang telah berlangsung sejak awal tahun 1980-an, telah mempengaruhi perkembangan ekonomi Indonesia pada tahun 1983. Oleh karena itu laju pertumbuhan ekonomi Indonesia menurut harga konstan pada tahun 1983 hanya mencapai sebesar 4,20 persen, padahal dalam kurun waktu 15 tahun sebelumnya rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih besar dari lima. Penurunan laju pertumbuhan ekonomi ini, disebabkan antara lain menurunnya harga minyak dunia,


(18)

sehingga penerimaan ekspor minyak mengalami penurunan. Harga minyak turun menjadi sebesar 29,53 dola AS per barel . Padahal sampai dengan akhir tahun 1983, ekspor minyak bumi dan gas alam ketika itu mencapai 16,14 miliar dolar AS, sedangkan nilai ekspor komoditas bukan minyak dan gas alam baru mencapai 5,01 miliar dolar AS atau sekitar 23,6 persen dari total ekspor Indonesia.

Secara umum kondisi perokonomian Indonesia, khususnya moneter mengalami berbagai tekanan baik yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal maupun internal. Walaupun antara kurun waktu pertengahan perekonomian Indonesia masih menunjukkan perkembangan yang cukup baik, tetapi secara keseluruhan perkembangan ekonomi Indonesia sampai dengan akhir tahun 1997 mengalami perlambatan yang cukup berarti. Pada paruh kedua tahun 1997, mulai terjadi krisis moneter, khususnya nilai tukar dan ditambah lagi dengan semakin bertambahnya utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia turun secar drastis. Dan perkiraan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional sebelum terjadinya krisis, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1997 diperkirakan akan beraada pada kisaran 5,2 persen sampai dengan 6,8 persen. Namun kemudian realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia jatuh pada kisaran 4,8 persen, jauh dibawah nilai pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun sebelumnya.

Ditinjau dari sisi permintaan, penurunan pertumbuhan ekonomi diakibatkan oleh melemahnya permintaan domestik khususnya konsumsi rumah tangga dan investasi swasta. Sedangkan dari sisis penawaran perlambatan ini terjadi pada


(19)

sektor-sektor yang memiliki pangsa yang cukup besar terhadap total pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini terjadi karena adanya kenaikan biaya impor bahan baku dan pembayaran utang luar negeri Indonesia yang jatuh tempo dan keduanya dipacu oleh tekanan nilai tukar dan ketatnya likuiditas perbankan nasional. Khusus sektor pertanian yang memiliki pangsa sebesar 14,8 persen terhadap PDB, penurunan pertumbuhannya dipacu oleh kegagalan panen di berbagai daerah akibat serangan hama dan tidak mempunyai petani untuk membeli sarana produksi pada tingkat harga yang berlaku.

Sejalan dengan peningkatan laju inflasi yang sangat tajam tersebut, terjadi peningkatan kebutuhan dana masyarakat dan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap dunia perbankan. Semua hal tersebut mengakibatkan peningkatan penarikan dana masyarakat dari sektor perbankan. Tercatat uang kartal yang dipegang masyarakat melonjak tajam dari 24,9 triliun rupiah pada akhir Oktober 1997 menjadi 37,5 triliun rupiah pada akhir Januari 1988.

Kondisi tersebut juga terjadi di sektor perbankan nasional. Akibat merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan juga lemahnya struktur perbankan nasional sendiri, secara umum krisis telah mengakibatkan perbankan mengalami masa-masa yang teamat sulit. Kesulitan likuiditas perbankan yang dapat dikatakan berawal dari faktor-faktor yang sangat multi dimensional telah membawa perbankan nasional pada krisis yang berkepanjangan.


(20)

kompetisi, serta pemberian subsidi dan pengendalian penyaluran kredit. Bank pemerintah menguasai 80 persen dari total aset sistem perbankan. Tingkat suku bunga dan penyaluran kredit dikendalikan secara terpusat, serta proporsi kredit diatur untuk sektor dan kelompok yang dikehendaki. Secara praktis tidak terdapat celah untuk membuka bank baru.

Pengendalian atas kredit perbankan dilakukan dalam berbagai bentuk. Pengendalian kredit mulai dilakukan sebagai bagian dari suatu rentang upaya melawan tingkat inflasi. Bagaimanapun, pengendalian lebih bermakna pembatasan, dimana otoritas yang berwenang mengarahkan setiap bank untuk memberikan kredit padaa segmen tertentu saja melalaui pengaturan secara rinci batas jumlah kredit untuk setiap bank. Dengan kebijakan ini juga, bank Indonesia menghambat kompetisi dan pasar kredit serta bank dipaksa untuk berkiprah secara spesifik pada segmen tertetntu. Kebijakan ini juga diberlakukan terhadap bank pemerintah, dimana setiap bank dibatasi untuk beroperasi pada segmen tertentu saja. Bank swasta berkonsentrasi terutama pada segmen ritel, sementara bank asing dibatasi untuk bergerak dalam perdagangan dan investasi asing.

Pasar kredit dicirikan oleh sistem yang mendua, dimana satu segmen disubsidi oleh pemerintah dan segmen lainnya mengikuti tingkat suku bunga pasar yang berlaku. Kredit yang disubsidi diarahkan untuk menarik minat investasi pada kegiatan atau sektor-sektor tertentu, seperti bisnis UKM, sarana produiksi dan jasa penunjang lainnya untuk sektor pertanian, dan proyek-proyek yang disponsori oleh pemerintah.


(21)

investasi sebagaimana yang diharapkan, karena jumlah kredit yang diberikan kepada peminjam dibatasai, untuk mencegah terjadinya arbitrase. Lagipula, skim kredit yang diajukan tidak mendorong iklim kompetisi bahkan cenderung menciptakan budaya penyuapan dan korupsi, dan peluang terjadinya kemacetan kredit sangat tinggi karena aplikasi pinjaman yang diajukan tidak berdasarkan kebutuhan yang sebenarnya.

Deregulasi keuangan dan perbankan dilakukan sebagai langkah awal perubahan-perubahan kebijakan dan mengakhiri masa represi keuangan. Kebijakan ini menandai masuknya ekonomi pasar yang lebih intensif dimana berbagai distorsi hendak dihapuskan sama sekali. Deregulasi yang dikenal dengan sebutan Pakjun 1983 merupakan tonggak awal sebuah proses penyesuaian struktur ekonomi. Paket kebijakan deregulasi perbankan pada tanggal 1 Juni 1983 yang lebih dikenal dengan sebutan Pakjun 1983 meliputi empat hal pokok, yakni :

1. Pencabutan ketentuan pagu tingkat bunga, kecuali bagi kredit prioritas yang dibiayai oleh Bank Indonesia. Dengan pencabutan tersebut, berarti bank komersial termasuk bank-bank milik pemerintah bebas menentukan tingkat bunga tabungan dan suku bunga kredit yang akan disalurkan.

2. Pencabutan ketentuan pagu kredit, sehingga bank-bank komersil termasuk bank-bank milik pemerintah dengan tanpa alasan batasan boleh melakukan ekspansi asetnya.

3. Pengurangan volume kredit likuiditas, dan pengurangan trhadap bidang-bidang, dan sektor-sektor yang dapat dibiayai oleh sektor kredit.


(22)

Indonesiaa (SBI) dan fasilitas diskonto yang dapat digunakan oleh bank-bank sebagai alternatif dalam pengendalian likuiditasnya.

Memperhatikan cakupan dari kebijakan tersebut, tampaknya sasaran yang ingin dicapai terutama dalam jangka pendek adalah membuat bank-bank pemerintah, menjadi bank yang sesungguhnya. Dengan demikian peran bank-bank pemerintah sebagai penyalur dana ke sektor-sektor dan program tertentu semakin dikurangi.

Salah satu pertimbangan yang mendorong pemerintah melakukan reformasi kebijakan perbankan adalah menghilangkan beban kredit macet yang ada sebagai akibat dari program kredit bersubsidi. Selain itu gejala yang tampak jelas bahwa yang menjadi fokus utama dari kredit bersubsidi merupakan kegiatan perburuan rente. Banyak dianatara pengusaha swasta besar atau konglomerat sebagai peminjam utama dari bank-bank pemerintah, dan mereke telah dibantu untuk tumbuh secara cepat melalui elemen subsidi yang sangat besar dalam kredit yang diperolehnya. Tak terhitung peminjam besar dan kecil meningkatkan jumlah kredit bersubsidi mereka beberapa kali melebihi kemampuan mereka untuk dapat membayar kembali.

Sebagaimana yang terjadi, pada tahun 1982 terjadi penurunana pendapatan dari sektor migas yang mengancam posisi fiskal pemerintah pusat. Hal ini memicu pemerintah untuk melakukan reformasi sektor keuangan, seperti halnya dalam kebijakan perdagangan internasional, dalam kaitan dengan upaya memecahkan kekuranagn fiskal dan menemukan sumber-sumber pajak baru dan pertumbuhan ekonomi. Pengurangan beban kredit bersubsidi akan mengurangi beban fiskal.


(23)

perhatian yang sungguh-sungguh dalam pengawasannya terhadap kredit bersubsidi yang masih tersisa.

Pengurangan jumlah pinjaman adari Bank Indonesia ke bank-bank pemerintah berarti bahwa bank-bank tersebut harus bersaing dalam memobilisasi dana-dana deposito. Hal ini menyebabkan perubahan pengendalian yaitu pada faktor tingkat suku bunga. Sebagai catatan bahwa bank swasta selalu bebas dari menentukan tingkat suku bungannya.

Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa kredit konsumsi Bank Umum mengalami kenaikan yang signifikan. Kenaikan ini lebih besar lagi apabila besaran kredit konsumsi dari Bank Perkreditan Rakyat dan perusahaan pembiayaan juga diikutsertakan. Proporsi kredit konsumsi yang disalurkan Bank Umum rata-rata sebesar 27 persen. Kredit konsumsi menempati urutan kedua setelah kredit modal kerja, dengan proporsi sekitar 30 persen dari total kredit yang disalurkan oleh seluruh jenis bank di Indonesia.

Kenaikan kredit konsumsi yang tidak terawasi dapat berakibat buruk terhadap perekonomian, terutama apabila pihak bank tidak mampu menilai dengan baik potensi atau kemampuan membayar dari seorang debitor. Kenaikan konsumsi yang tidak terawasi dikhawatirkan dapat mengganggu stabilitas keuangan (financial stability) Indonesia. Lebih jauh lagi, kredit konsumsi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan inflasi, apabila sektor produksi tidak berjalan baik. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang mengandalkan pertumbuhan konsumsi semata tidak menjamin sisi keberlanjutannya.


(24)

Bank dan lembaga keuangan sudah melekat dalam kehidupan masyarakat modern. Sistem perbankan sudah diibaratkan sebagai sistem urat nadi dalam tubuh manusia dengan bank sentral sebagai jantungnya dan uang sebagai darah yang menghidupi kegiatan ekonomi.

Bank pemerintah dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat dilakukan atas adanya permintaan kredit dari masyarakat kepada bank tersebut. Permintaan kredit diajukan masyarakat dengan memenuhi beberapa persyaratan yang dibuat oleh perbankan dan harus dipenuhi dan dilengkapi sehingga kredit yang dimohon bisa direalisasikan.

Disamping adanya permintaan kredit masyarakat kepada bank di daerah juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi didaerah tersebut. Pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara di pengaruhi oleh faktor internal dan juga dipengaruhi oleh lingkungan eksternal. Terjadinya bencana alam gempa bumi dan gelombang tsunami di penghujung tahun 2004 yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam dan sebagian Sumatera Utara telah memberikan dampak yang cukup berarti bagi perekonomian Sumatera Utara. Demikian pula dengan kebijakan kenaikan BBM pada bulan Maret dan Oktober 2005 yang disertai peristiwa Bom Bali II memberikan andil dalam situasi perekonomian Sumatera Utara. Beberapa indikator menunjukkan indikasi yang kurang menggembirakan seperti inflasi ndan nilai tukar.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan suatu pengkajian ilmiah terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kredit konsumsi perbankan, khususnya bank pemerintah di Sumatera Utara.


(25)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka masalah-masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara ?

2. Apakah suku bunga pinjaman berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara ?

3. Apakah nilai tukar rupiah berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara ?

4. Apakah inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan kredit konsumtif di Sumatera Utara ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari peneltian ini adalah :

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumut.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh suku bunga pinjaman terhadap permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh nilai tukar rupiah terhadap permintaan kredit konsumtif Bank Pemerintah di Sumatera Utara.

4. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh inflasi terhadap permintaan kredit konsumtif di Sumatera Utara.


(26)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah Sumatera Utara khususnya dalam menentukan kebijakan yang berhubungan dengan permintaan kredit konsumtif.

2. Sebagai kajian ilmiah dalam disiplin ilmu Ekonomi Makro, khususnya didang perkreditan sekaligus untuk melengkapi penelitian yang sudah ada, serta bahan informasi, baik kepada birokrasi, stake holder atau investor untuk dimanfaatkan guna menprediksi perrencanaan perkreditan Bank Pemerintah di Sumatera Utara. 3. Sebagai masukan bagi kalangan masyarakat untuk mengetahui mengenai

pembahasan permintaan kredit konsumtif di Sumatera Utara.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA


(27)

2.1.1 Teori Klasik

Teori ini sebenarnya adalah teori mengenai permintaan dan penawaran akan uang, beserta interaksi antara keduanya. Fokus dari teori ini adalah pada hubungan antara penawaran uang atau jumlah uang beredar dengan nilai uang atau tingkat harga. Hubungan dua variabel dijabarkan lewat konsepsi teori mengenai permintaan akan uang. Perubahan akan jumlah uang beredar atau penawaran uang berinteraksi dengan permintaan akan uang dan selanjutnya menentukan nilai uang.

2.1.2 Irving Fisher

Dalam setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Adapun jumlah uang yang dibayarkan oleh pembeli harus sama dengan uang yang diterima oleh penjual. Hal ini berlaku juga untuk seluruh perekonomian. Didalam suatu periode tertentu nilai dari barang-barang atau jasa-jasa yang dibeli harus sama dengan nilai dari barang yang dijual. Nilai dari barang yang dijual sama dengan volume transaksi (T) dikalikan harga rata-rata dari barang tersebut (P), sehingga diformulasikan menjadi : MVt = PT………...…… (1)

Dilain pihak nilai dari barang yang ditransaksikan ini harus sama dengan volume uang yang ada dimasyarakat (M) dikalikan berapa kali rata-rata uang bertukar dari tangan satu ke tangan yang lain.

Vt, atau “transaction velocity of circulation” adalah suatu variabel yang ditentukan oleh faktor-faktor kelembagaan yang ada didalam suatu masyarakat, dan dalam jangka pendek bisa dianggap konstan. T, atau volume transaksi, dalam periode


(28)

tertentu ditentukan oleh tingkat output masyarakat (pendapatan nasional). Identitas tersebut ditransformasikannya dalam bentuk:

Md = 1/Vt PT……..……...…... (2) Permintaan atau kebutuhan akan uang dari masyarakat adalah suatu proporsi tertentu 1/Vt dari nilai transaksi (PT).

Keseimbangan antara permintaan dan penawaran bersama dengan persamaan yang menunjukkan posisi equilibrium di sektor uang ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut :

md = ms…...… (3) dimana ms adalah jumlah uang beredar. Jika ms ditentukan menghasilkan :

Ms = 1/Vt T…... (4) Persamaan (4) menunjukkan bahwa dalam jangka pendek tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional dengan perubahan uang yang diedarkan oleh pemerintah. Vt atau transaction velocity of circulation, Fisher mengatakan bahwa permintaan akan uang timbul dari penggunaan uang dalam proses transaksi. Besar-kecilnya Vt ditentukan oleh sifat proses transaksi yang berlaku di masyarakat dalam suatu periode (Boediono, 2005).

2.1.3 Teori Cambridge (Marshall-Pigou)

Teori ini seperti halnya teori Fisher dan teori-teori klasik lainnya, berpangkal pokok pada fungsi uang sebagai alat tukar umum (means of exchange). Karena itu,


(29)

teori-teori Klasik melihat kebutuhan uang atau permintaan akan uang dari masyarakat sebagai kebutuhan akan alat tukar yang likuid untuk tujuan transaksi. Perbedaan utama antara teori ini dengan Fisher, terletak pada tekanan dalam teori permintaan uang Cambridge pada perilaku individu dalam mengalokasikan kekayaannya antara berbagai kemungkinan bentuk kekayaan, yang salah satunya berbentuk uang. Perilaku ini dipengaruhi oleh pertimbangan untung-rugi dari pemegang kekayaan dalam bentuk uang. Teori Cambridge lebih menekankan faktor-faktor perilaku (pertimbangan untung-rugi) yang menghubungkan antara permintaan akan uang seseorang dengan volume transaksi yang direncanakannya. Teori Cambridge mengatakan bahwa permintaan akan uang selain dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor kelembagaan (Fisher), juga dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar kekayaan warga masyarakat, dan ramalan/harapan dari masyarakat mengenai masa mendatang. Jadi dalam jangka pendek, teori Cambridge menganggap bahwa jumlah kekayaan, volume transaksi dan pendapatan nasional mempunyai hubungan yang proporsional-konstan satu sama lainnya. Teori Cambridge menganggap bahwa,

ceteris paribus permintaan akan uang adalah proporsional dengan tingkat pendapatan nasional.

Md = k PY……...……...………… (5)

dimana Y adalah pendapatan nasional riil.

Supply akan uang (Ms) dianggap ditentukan oleh pemerintah. Dalam posisi

keseimbangan maka :


(30)

sehingga : Ms = k PY………...…....…... (7) atau : P = 1/k Ms Y………... (8) Jadi ceteris paribus tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional dengan perubahan volume uang yang beredar. Tidak banyak berbeda dengan teori Fisher, kecuali tambahan ceteris paribus (yang berarti tingkat harga, pendapatan nasional riil, tingkat bunga dan harapan adalah konstan).Perbedaan ini cukup penting, karena teori Cambridge tidak menutup kemungkinan bahwa faktor-faktor seperti tingkat bunga dan expectation berubah, walaupun dalam jangka pendek. Jika faktor-faktor berubah maka k juga berubah. Teori Cambridge mengatakan kalau tingkat bunga naik, ada kecenderungan masyarakat mengurangi uang yang ingin mereka pegang, meskipun volume transaksi yang mereka rencanakan tetap. Demikian juga faktor expectation. Bila seandainya masa datang tingkat bunga akan naik (yang berarti penurunan surat berharga atau obligasi) maka orang akan cenderung untuk mengurangi jumlah surat berharga yang dipegangnya dan menambah jumlah uang tunai yang mereka pegang, dan ini pun bisa mempengaruhi “k” dalam jangka pendek (Boediono, 2005).

2.1.4 Teori Keynes

Teori Keynes menyatakan bahwa permintaan akan uang ditentukan oleh motif orang dalam memegang uang.


(31)

A. Motif Transaksi dan Berjaga-jaga

Orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksinya, dan permintaan akan uang dari masyarakat untuk tujuan ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional dan tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat pendapatan semakin besar volume transaksi dan semakin besar pula kebutuhan uang untuk tujuan transaksi.

Motif berjaga-jaga (precautionary motive), orang akan mendapat manfaat dari memegang uang untuk menghadapi keadaan-keadaan yang tidak terduga, karena sifat uang yang liquid, yaitu mudah ditukarkan dengan barang-barang lain. Menurut Keynes permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama dengan faktor yang mempengaruhi permintaan uang untuk transaksi, yaitu terutama dipengaruhi pula oleh tingkat penghasilan orang tersebut, dan mungkin dipengaruhi pula oleh tingkat bunga (meskipun tidak kuat pengaruhnya).

B. Motif Spekulasi

Motif spekulasi dari memegang uang ini adalah untuk tujuan memperoleh keuntungan yang bisa diperoleh dari si pemegang uang tersebut. Pada teori Cambridge faktor ketidaktentuan masa depan (uncertainly) dan faktor harapan

(expectations) dari pemilik kekayaan bisa mempengaruhi permintaan akan uang. Namun teori ini tidak pernah membakukan faktor-faktor ini ke dalam perumusan teori moneter. Permintaan uang dari teori Cambridge Keynes tidak membicarakan faktor “uncertainly” dan “expectations” hanya secara umum, seperti teori Cambridge. Tetapi ia membatasi “uncertainly” dan “expectations” mengenai satu


(32)

variable yaitu tingkat bunga. Pada garis besarnya teori Keynes membatasi pada keadaan dimana pemilik kekayaan bisa tidak berbeda dengan Fisher, dan faktor-faktor ini hanya masuk analisa secara kualitatif). Perumusan permintaan uang untuk motif spekulasi dari Keynes merupakan langkah formal dari faktor-faktor ini ke dalam teori moneter memilih memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai atau obligasi (bond). Uang tunai dianggap tidak memberikan penghasilan sedangkan obligasi dianggap

memberikan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode. Dalam teori Keynes dibicarakan khusus obligasi yang memberikan suatu penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode selama waktu yang tak terbatas (perpetuity). Secara umum bisa ditulis dengan persamaan sebagai berikut :

K = RP……….………..…...…...…... (9) Dimana K adalah hasil per tahun yang diterima, R adalah tingkat bunga, dan P adalah harga pasar atau nilai sekarang dalam obligasi “perpetuity” tersebut. Persamaan tersebut bisa juga ditulis sebagai berikut :

P = K/R………...….. (10) yang menunjukkan bahwa harga pasar obligasi (P) berbanding terbalik dengan tingkat bunga R. Bila tingkat bunga turun, maka harga pasar obligasi naik, dan sebaliknya bila tingkat bunga naik maka harga pasar obligasi turun, atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat suku bunga semakin rendah permintaan uang tunai oleh seseorang atau masyarakat. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin besar ongkos memegang uang tunai sehingga seseorang atau


(33)

masyarakat lebih baik membeli obligasi. Sebaliknya apabila tingkat suku bunga semakin rendah maka semakin rendah pula ongkos memegang uang tunai dan semakin besar seseorang atau masyarakat untuk menyimpan uang tunai.

Bentuk sederhana fungsi permintaan (total) akan uang dari teori Keynes adalah:

Md/P = [ k Y + Ø (R, W) ]…... (11) Md/P adalah permintaan uang total dalam arti riil, suku pertama dalam kurung, yaitu k Y adalah permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga, yang dinyatakan sebagai suatu proporsi (k) dari pendapatan nasional riil. Ø (R, W) adalah permintaan akan uang untuk motif spekulasi yang dinyatakan sebagai fungsi dari tingkat bunga yang berlaku (R) dan nilai asset (kekayaan atau wealth) yang ada di masyarakat (W). Variable W inidimasukkan karena permintaan uang untuk motif spekulasi dinyatakan sebagai bagian dari W yang dipegang dalam bentuk uang tunai. Persamaan tersebut bisa pula dinyatakan dalam bentuk permintaan akan uang dalam satuan moneter sebagai berikut :

Md = [ k Y + Ø (R, W) ] P…………...……... (12) dalam analisa jangka pendek W biasanya dianggap konstan sehingga fungsi menjadi :

Md = [ k Y + Ø (R) ] P………... (13) dimana Ø (R) = Ø (R,W), dalam posisi equilibrium, supply uang (Ms), yang dianggap oleh Keynes sebagai variabel yang ditentukan oleh pemerintah, sama dengan Md. Sehingga :


(34)

Teori permintaan uang Keynes mempunyai implikasi bahwa fungsi permintaan akan uang (Liquidity Preference) adalah fungsi yang tidak stabil, dalam arti bahwa fungsi ini bisa bergeser dari waktu ke waktu. Hal ini karena Keynes menekankan faktor

uncertainly dan expectation dalam menentukan posisi permintaan uang untuk tujuan spekulasi (Boediono, 2005 ).

2.1.5 Teori Kuantitas Modern (Friedman)

Friedman tidak bertitik tolak dari pembahasan yang mendalam mengenai motif-motif memegang uang. Secara umum menganggap bahwa orang memegang uang karena uang adalah salah satu bentuk aktiva (asset) yang memberikan manfaat karena merupakan sumber daya beli yang liquid (readily available source of purchasing power). Teori permintaan uang Friedman menganggap bahwa “pemilik kekayaan” memutuskan aktiva-aktiva apa (termasuk uang tunai) dan berapa yang akan ia pegang atas dasar perbandingan manfaat (penghasilan dalam bentuk uang ataupun dalam bentuk in natura ataupun “utility”), selera dan jumlah kekayaannya.

Pengertian “kekayaan” dari Friedman mempunyai ciri khas, yaitu bahwa yang dimasukkan dalam definisi “kekayaan” tidak hanya aktiva-aktiva yangberbentuk uang atau bisa diubah (dijual) menjadi uang, tetapi juga nilai (tepatnya,”nilai sekarang” atau “present value”) dari aliran aliran penghasilan di tahun-tahun mendatang dari tenaga kerjanya. Friedman berpendapat bahwa “kekayaan” tidak lain adalah nilai sekarang dari aliran-aliran penghasilan yang diharapkan dari aktiva - aktiva yang dipegang. Konsep “kekayaan” dari Friedman ini merupakan suatu inovasi dalam teori


(35)

ekonomi mengenai capital, dan sekaligus merupakan jembatan antara teori permintaan biasa (untuk barang dan jasa) dengan teori capital.

Pengertian yang kedua adalah konsep “manfaat”. Manfaat dari setiap bentuk aktiva merupakan faktor pertimbangan dari pemilik kekayaan untuk memutuskan berapa jumlah dari masing-masing bentuk aktiva yang akan ia pegang. Disebut diatas bahwa Marginal Rate of Substitution dari suatu aktiva terhadap aktiva-aktiva lain menurun dengan makin besarnya jumlah aktiva tersebut yang dipegang. Ini berarti bahwa bila seseorang memegang terlalu banyak satu bentuk aktiva, misalnya uang maka manfaat marginal dari uang akan menjadi lebih kecil dari pada marginal returns dari aktiva-aktiva yang lain. Ini berarti bahwa ia bila ia mengurangi jumlah uang yang ia pegang dan menggantinya dengan aktiva-aktiva lain berupa obligasi, surat-surat berharga lainnya ataupun aktiva fisik seperti mobil, rumah, mesin dan sebagainya, maka orang tersebut akan memperoleh manfaat total yang lebih besar.

Jadi, menurut pandangan Friedman permintaan uang ditentukan oleh faktor seperti berikut : tingkat harga, suku bunga obligasi, suku bunga “equities”, modal fisik dan kekayaan mengenai peranan harga dalam menentukan permintaan uang, Friedman berpendapat dikarenakan memegang uang adalah salah satu cara untuk menyimpan kekayaan. Cara-cara yang lain adalah menyimpan uang dalam bentuk harta keuangan (financial asset) seperti obligasi, deposito dan saham, menyimpan bentuk harta tetap (tanah dan rumah) dan kekayaan manusiawi (Boediono, 2005 ).


(36)

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang seperti diatas, teori permintaan yang didasarkan pada teori kuantitas modern yang dikembangkan oleh Friedman dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

Md = f (P, r, rFC, Y)………..…. (15) Dimana Md adalah permintaan uang nominal, P adalah tingkat harga, r adalah tingkat suku bunga, rFC adalah tingkat pengembalian modal fisik dan Y adalah pendapatan dan kekayaan. Apabila dipertimbangkan pula pandangan Friedman mengenai permintaan uang riil, maka persamaan permintaan uang dinyatakan : Md/P = f ( P, r, Y*) , dimana Md/P adalah permintaan uang riil, P adalah tingkat kenaikan harga, r adalah tingkat bunga dan Y* adalah nilai pendapatan dan kekayaan riil. Model permintaan uang riil diatas masih dalam bentuk umum, secara spesifik, bentuk fungsi diatas masih sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti perkembangan institusi keuangan dan kelembagaan lainnya yang terkait didalam perekonomian dan juga oleh kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah (Sidiq, 2005).

2.2 Perilaku Konsumen

Melihat bagaimana konsumen mengalokasikan pendapatan mereka atas barang dan bagaimana keputusan pengalokasian menentukan permintaan untuk barang dan jasa. Pemahaman terhadap keputusan pembelian konsumen akan membantu memahami bagaimana perubahan pendapatan dan harga mempengaruhi


(37)

untuk barang dan jasa dan permintaan untuk beberapa produk lebih sensitif daripada yang lainnya terhadap perubahan harga dan pendapatan (Sukirno 2005).

Perilaku konsumen ada tiga tahap, yaitu :

1. Preferensi Konsumen, merupakan tahap pertama untuk menemukan cara yang praktis untuk menggambarkan alasan-alasan orang lebih suka satu barang daripada barang lain.

2. Kendala Anggaran, merupakan tahap kedua dimana konsumen mempertimbangkan harga. Konsumen mempunyai keterbatasan pendapatan yang membatasi jumlah barang yang dapat mereka beli.

3. Pilihan-pilihan Konsumen, merupakan tahap ketiga untuk mengetahui preferensi dan keterbatasan mereka, konsumen memilih untuk membeli kombinasi barang yang memaksimalkan kepuasan mereka. Kombinasi ini akan bergantung pada harga berbagai barang tersebut. Pemahaman terhadap pilihan konsumen akan membantu memahami permintaan, yaitu berapa banyak jumlah suatu barang yang dipilih konsumen untuk dibeli bergantung pada harganya.

2.3 Permintaan Kredit

Dalam kehidupan sehari-hari, kata kredit bukan merupakan perkataan yang asing bagi masyarakat. Perkataan kredit tidak hanya dikenal oleh masyarakat di kota-kota besar, tetapi sampai didesa-desa pun kata kredit tersebut sudah sangat populer.

Menurut Tjoekam (1999) kata kredit berasal dari bahasa latin yaitu credere yang berarti percaya atau to believe atau to trust. Sedangkan menurut Tohar (2000)


(38)

kredit adalah penundaan pembayaran dari prestasi yang diberikan sekarang, baik dalam bentuk barang, uang maupun jasa keuntungan atau bunga yang diperoleh dari pemberi kredit untuk memelihara kelangsungan usaha dan memperluas usahanya.

Menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 Pasal 1 angka 11, pengertian kredit adalah : penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga.

Selain itu bila dikaitkan dengan kegiatan usaha, kredit berarti suatu kegiatan memberikan nilai ekonomi kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan saat itu, bahwa nilai ekonomi yang sama akan dikembalikan kepada kreditur setelah jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan yang sudah disetujui antara kreditur dengan debitur. Oleh karena itu, dasar pemikiran persetujuan pemberian kredit oleh suatu lembaga keuangan atau bank kepada seseorang atau badan usaha berlandaskan kepercayaan. Seseorang atau badan usaha atau lembaga keuangan yang memberikan kredit percaya bahwa penerima kredit dimasa mendatang akan sanggup memenuhi segala sesuatu yang telah dijanjikan baik berupa barang, uang ataupun jasa.

Sebelum suatu kredit dikucurkan, bank terlebih dahulu akan melakukan penilaian melalui suatu prosedur terhadap nasabah yang memohon kredit untuk memperoleh keyakinan bahwa kredit yang disalurkan pasti akan kembali. Penilaian tersebut mencakup kriteria-kriteria tertentu dan mempunyai ukuran-ukuran yang


(39)

menjadi standar setiap bank. Penilaian yang harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang menguntungkan dilakukan melalui analisis 5C dan 7P (Rindjani K,2003).

Adapun penjelasan untuk analisis dengan analisis 5C sebagai berikut :

1. Character merupakan suatu keyakinan bahwa, sifat atau orang-orang yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya.

2. Capital yaitu untuk melihat apakah penggunaan modal usaha oleh nasabah sudah efektif atau tidak.

3. Capacity merupakan analisis untuk melihat kemampuan nasabah dalam bidang bisnisnya yang dihubungkan dengan pendidikannya.

4. Condition merupakan suatu penilaian untuk memprediksi kondisi ekonomi, sosial, politik untuk masa yang akan datang sesuai sektor masing-masing.

5. Collateral merupakan suatu jaminan yang diberikan calon debitur, baik yang bersifat fisik maupun non fisik.

Selanjutnya penilaian kredit dengan metode analisis 7 P adalah :

1. Personality, yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya, mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi masalah.

2. Party ialah mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya.

3. Purpose, yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah untuk mengambil kredit,


(40)

4. Prospect, yaitu menilai usaha nasabah di masa yang akan datang apakah menguntungkan atau tidak, mempunyai prospek atau sebaliknya.

5. Payment yaitu suatu ukuran kemampuan nasabah untuk mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian kredit 6. Profitability adalah untuk menganalisa bagaimana kemampuan nasabah dalam

memperoleh laba.

7. Protection adalah bagaimana untuk menjaga agar kredit yang diberikan mendapat jaminan perlindungan sehingga kredit yang diberikan benar-benar aman.

Setiap manusia selalu berusaha memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia yang beraneka ragam sesuai dengan hakekatnya selalu meningkat sedangkan kemampuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya itu terbatas. Hal ini menyebabkan manusia memerlukan bantuan untuk memenuhi hasrat dan cita-citanya yaitu bantuan dari bank dalam bentuk tambahan modal.

Sebagai lembaga keuangan, peranan bank dalam perekonomian sangatlah dominan. Hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank dengan fasilitas kreditnya. Begitu dominannya pemberian kredit bank, sampai banyak ahli berpendapat bahwa tidak satupun usaha bisnis didunia ini yang bebas dari kredit. Bahkan negara-negara kayapun banyak memerlukan kredit dari lembaga-lembaga keuangan internasional, apalagi negara-negara menengah dan miskin.


(41)

Pertumbuhan Ekonomi merupakan salah satu bidang penyelidikan yang sudah lama dibahas oleh ahli-ahli ekonomi. Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth Nations atau dengan ringkas, The Wealth of Nations, pada hakikatnya adalah suatu analisis mengenai sebab-sebab dari berlakunya pertumbuhan ekonomi dan faktor yang menentukan pertumbuhan itu.

Teori pertumbuhan klasik, menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik, ada 4 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu: jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan. Dalam teori pertumbuhan mereka, dimisalkan luas tanah dan kekayaan alam adalah tetap jumlahnya dan tingkat teknologi tidak mengalami perubahan. Berdasarkan kepada teori pertumbuhan klasik yang baru diterangkan, dikemukakan suatu teori yang menjelaskan perkaitan di antara pendapatan per kapita dan jumlah penduduk. Teori tersebut dinamakan teori penduduk optimum. Teori pertumbuhan klasik dapat dilihat bahwa apabila terdapat kekurangan penduduk, produksi marjinal adalah lebih tinggi daripada pendapatan per kapita. Akan tetapi apabila penduduk semakin banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marjinal akan mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan per kapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya.

Teori Schumpeter menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha di dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori itu ditunjukan bahwa para pengusaha merupakan golongan yang akan terus-menerus membuat pembaharuan


(42)

atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut merupakan: memperkenalkan barang-barang baru, mempertinggi efisien cara memproduksi dalam menghasilkan suatu barang, memperluas pasar sesuatu barang ke pasaran-pasaran yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan dalam organisasi dengan tujuan mempertinggi keefisienan kegiatan perusahaan. Menurut Schumpeter, investasi dapat dibedakan kepada dua golongan yaitu penanaman modal otonomi dan penanaman modal terpengaruh. Penanaman modal otonomi adalah penanaman modal yang ditimbulkan pada kegiatan ekonomi yang timbul sebagai akibat kegiatan inovasi. Menurut Schumpeter makin tinggi tingkat kemajuan sesuatu ekonomi semakin terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi bertambah lambat jalannya. Pada akhirnya akan tercapai tingkat “keadaan tidak berkembang” atau “stationary atau state”. Akan tetapi, berbeda dengan pandangan klasik, dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan yang tinggi.

Teori Harrod-Domar, dalam menganalisis mengenai masalah pertumbuhan ekonomi, teori Harrod-Domar bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka panjang. Dalam analisisnya Harrod-Domar menunjukan bahwa, walaupun pada suatu tahun tertentu (misalnya tahun 2002) barang-barang modal sudah mencapai kapasitas penuh, pengeluaran agregat dalam tahun 2002 yaitu


(43)

AE = C+I, akan menyebabkan kapasitas barang modal menjadi semakin tinggi pada tahun berikutnya (tahun 2003).

Teori Pertumbuhan Neo-klasik melihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dari segi penawaran. Menurut teori ini, yang dikembangkan oleh Abramovits dan Solow pertumbuhan ekonomi tergantung kepada perkembangan faktor-faktor produksi. Dalam persamaan, pandangan ini dapat dinyatakan dengan persamaan:

AY = f (AK,AL,AT) Dimana : AK adalah tingkat pertumbuhan modal

AL adalah tingkat pertumbuhan penduduk AT adalah tingkat pertumbuhan taknologi

Analisis solow selanjutnya membentuk formula matematik untuk persamaan itu dan seterusnya membuat pembuktian secara kajian empiris untuk menunjukkan kesimpulan berikut: faktor terpenting yang mewujudkan pertumbuhan ekonomi bukanlah pertambahan modal dan pertambahan tenaga kerja. Faktor yang paling penting adalah kemajuan teknologi dan pertambahan kemahiran dan kepakaran tenaga kerja.


(44)

2.5 Teori Suku Bunga Pinjaman A. Definisi Teori Suku Bunga

Menurut Hubbard (1997) dalam Laksmono (2001), bunga adalah biaya yang harus dibayar borrower atas pinjaman yang diterima dan imbalan lender atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menabung.

Menurut Kern dan Guttman (1992) seperti diuraikan Laksmono (2001) menganggap suku bunga merupakan sebuah harga dan sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran. (Laksmono et.al., 2001:128).

Para ekonom membedakan suku bunga, yaitu:

1) Suku bunga Nominal, yaitu suku bunga yang dapat diamati di pasaran.

2) Suku bunga Riil yaitu suku bunga yang secara konsep diukur tingkat mengembaliannya setelah dikurangi inflasi.

3) Suku bunga Jangka Pendek yaitu suku bunga yang jatuh tempo {maturity) satu tahun atau kurang.

4) Suku bunga Jangka Panjang yaitu suku bunga yang jatuh tempo (maturuty) lebih dari satu tahun.

Dalam pasar keuangan dikenal berbagai macam bunga yang disediakan para debitur sebagai suatu daya tarik kepada kreditur untuk melakukan investasi. Tipe bunga sangat bervariasi dari suatu pasar ke pasar yang lain.


(45)

1. Bunga kupon(Coupon rate)

Bunga kupon adalah tingkat bunga yang dijanjikan oleh penerbit sekuritas sesuai dengan kontrak. Penerbit kontrak atau debitur menyetujui untuk melakukan pembayaran sejumlah bunga tertentu saat melakukan pertukaran

obhgasi atau sekuritas lam.

Bunga dibayar = Tingkat bunga kupon x Nilai nominal 2. Metode Bunga Sederhana

Metode bunga sederhana digunakan untuk membebankan kepada debitur terhadapbunga pinjaman atau sekuritas selama jangka waktu pinjaman. Jumlah pembayaran bunga akan menurun apabila sebagian pinjaman dilunasi. Formula untuk metode bunga sederhana adalah sebagai berikut:

I = P x r x t P = Jumlah pokok pinjaman r = tingkat bunga

t = waktu meminjam (biasanya dalam tahun) 3. Add-on Rate oflnterest

Metode add-on Rate oflnterestadalah dimana bunga dihitung dari seluruh pokok pmjaman ditambah bunga pinjaman dibagi jumlah angsuran. Metode ini meningkatkan jumlah bunga efektif yang harus dibayar. Sebab jumlah pokok pinjaman dihitung selama 1 tahun untuk membebankan bunga, meskipun pokok pinjaman telah diangsur, tetapi bunga yang harus dibayar sebesar 1 tahun. Hal ini terjadi karena jumah rata-rata yang dipinjam menurun jika sebagian dibayar.


(46)

4. Metode diskon (Discount Method)

Dengan metode ini bunga ditentukan sebelum pinjaman dikeluarkan. Kemudian bunga dikurangkan dari jumlah pokok pinjaman, selanjutnya selisih diberikan kepada debitur.

5. Compound Interest

Beberapa institusi keuangan, khususnya bank komersial dan institusi pinjaman non bank membayar compound interest kepada para nasabahnya pada tanggal tertentu. Pada metode ini bunga dihitung dari pokok pinjaman. Kemudian jumlah pokok pinjaman akan meningkat menjadi jumlah pokok pinjaman ditambah besarnya bunga. Jadi, bunga yang dibebankan periode tersebut akan menambah jumlah pokok ketika menghitung jumlah bunga periode yang akan datang. Biasanya bank atau institusi yang menerapkan metode ini harus mengungkapkan hal ini kepada nasabah atau kreditur sebelum kontrak dilakukan. Ini diwajibkan kepada bank atau institusi yang bersangkutan kepada nasabah untuk menghindari manipulasi.

B. Penentuan Suku Bunga

Menurut Edward dan Khan (1985) mengidentifikasikan faktor penentu suku bunga menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan nasional, jumlah uang beredar (JUB), dan inflasi yang diharapkan. Sedangkan faktor eksternal merupakan penjumlahan suku bungaluar negeri dan tingkat perubahan nilai tukar valuta asing yang diharapkan.


(47)

Adapun penjelasan teoritis mengenai proses penentuan suku bunga yaitu dengan The Monetary Theory / Likuidity Preference Theory. Dalam teori ini pendekatan moneter dikembangkan oleh ekonom penganut aliran Keynes yang lebih mengutamakan peranan uang. Pendekatan ini menekankan pentingnya peranan spekulasi dalam membentuk ekspektasi. Argumentasi yang diberikan menurut Kern dan Guttman (1992:4) dalam Laksmono (2001) adalah :" Walaupun suku bunga sangat rendah selama masa resesi, orang akan tetap memegang uang dibandingkan menginvestasikannya, sehingga tingkat bunga yang direncanakan dan tingkat investasi yang diperlukan tidak sama dengan kondisi normal ". (Laksmono et.al, 2001:130). Argumen tersebut merupakan pijakan dasar bagi pendekatan moneter sehingga pendekatansuku bunga bergantung pada penawaran dan permintaan untuk memegang uang dan unsur spekulatif mendorong adanya ketidak seimbangan jangka panjang. Dalam kerangka teori Keynes, uang dipegang bukan hanya untuk tujuan transaksi dan berjaga-jaga (precautionary) semata-mata, tetapi juga untuk tujuan spekulatif. Oleh karena itu uang dipegang sebagai alternatif terhadap obligasi untuk memperoleh keuntungan jika suku bunga meningkat yang berakibat pada turunnya harga obligasi, sehingga ada kesempatan untuk membeli obligasi pada harga yang lebih menguntungkan. Sebaliknya jika ekspektasi suku bunga akan turun maka harga obligasi akan meningkat, orang akan lebih cenderung memgang obligasi daripada uang.

Keynes mengatakan bahwa tingkat bunga merupakan pembayaran penggunaan sebuah sumber daya yang langka (uang). Tingkat bunga adalah harga


(48)

yang dikeluarkan debitur untuk mendorong seorang kreditur memindahkan sumber daya langka tersebut. Akan tetapi, uang yang dikeluarkan oleh debitur tersebut menerima kemungkinan adanya kerugian berupa resiko tidak diterimanya tingkat bunga tertentu. Uang merupakan kekayaan yang paling likuid karena uang mempunyai kemampuan untuk membeli setiap saat. Sedangkan surat obligasi tidak dapat untuk membeh sesuatu kecuali kalau diubah terlebih dahulu kedalam uang tunai. Keynes berpendapat permintaan terhadap uang merupakan tindakan rasional. Meningkatnya permintaan uang akan meningkatkan tingkat bunga. Investasi pada surat obligasi pada saat bunga naik mengakibatkan kerugian capital gain.

C. Penentuan Suku Bunga Di Indonesia

Menurut Bond dan Kurniati (1994) dalam Laksmono (2001), suku bunga domestik sangat terkait dengan suku bunga mternasional. Hal ini disebabkan baiknya akses pasar keuangan domestik terhadap pasar keuangan internasional dan kebijakan nilai tukar yang tidak fleksibel. Peningkatan akses tersebut telah memperbesar kendala manajemen moneter Bank Indonesia. Setiap upaya untuk memperngaruhi

money supply dengan meningkatkan suku bunga diatas suku bunga internasional akan mendapat gangguan dari arus modal masuk berjangka pendek.

D. Term Structure of lnterest Rates.

Menurut Hubbard (1997:141-142) dalam teori ini menerangkan adanya variasi pendapatan (yields) surat-surat berharga yang memiliki resiko, likuiditas dan karakteristik biaya informasi yang serupa tetapi memiliki maturity yang berbeda. Analis pasar menggunakan pendapatan sampai jatuh tempo [yield to maturity)


(49)

instrumen bebas resiko (risk free instrument) sebagai fungsi jangka waktu untuk mendapatkan informasi ekspektasi investor tentang kondisi pasar mendatang (Miskhin, 1995:157). Salah satu cara melihat ekspektasi inflasi di dalam suku bunga nominal adalah dengan menggunakan yield curve. Yield Curve merupakan hubungan antara pendapatan atau suku bunga (rate ofreturn) dengan jangka waktu (term of maturity). Pada dasarnya bentuk yield curve memiliki keterkaitan dengan mekanisme transmisi kebijakan moneter. Secara konvensional, transmisi kebijakan moneter terjadi dari suku bunga jangka panjang. Suku bunga jangka panjang pada gilirannya akan mempengaruhi permintaan agregat.

Ada 3 teori term of structure yang menjelaskan hubungan antara suku bunga yang berbeda jangka waktu (Laksmono, 2001), yaitu:

1) Segmented Market Theory

Segmented Market Theory mengatakan pendapat masing-masing instrumen dengan jangka waktu berbeda ditentukan oleh pasar yang berbeda dengan permintaan dan pasokan pasar yang berbeda. Teori ini mengasumsikan pemimjam dan pemberi pinjaman memiliki preferensi terhadap jangka waktu tertentu, dalam teori ini peminjam dan pemberi pinjaman tidak berpindah dari satu pasar ke pasar lain sehingga intrumen dengan jangka waktu berbeda tidak saling bersubstitusi.

Pendapatan di tiap pasar tercipta dari permintaan dan pasokan di pasar tersebut. Yield curve yang meningkat menunjukkan adanya permintaan instrumen jangka pendek yang lebih besar dibandingkan permintaan instrumen jangka pendek sehingga pendapatan instrumen jangka pendek relatif lebih rendah. Yield curve


(50)

mendatar menunjukkan permintaan instrumen jangka pendek yang sama dengan jangka panjang. Yield curve menurun menunjukkan permintaan instrumen jangka pendek yang lebih kecil dibandingkan jangka panjang, maka dapat disimpulkan adanya kecenderungan investor umumnya lebih senang memegang instrumen jangka pendek dibandingkan jangka panjang.

2) Expeciation Theory

Expectation Theory menganggap instrumen jangka waktu berbeda saling bersubtitusi sempurna. Suku bunga merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek selama penode instrumen jangka panjang. Teori ini menjelaskan perbedaan term structure of interesl rate yang dicerminkan oleh perubahan bentuk Ekspektasi suku bunga 1 bulan ke depan adalah 2 (7 %) - 6 % = 8 . Apabila suku bunga untuk semua jangka waktu sama, maka ekspektasi suku bunga juga tetap. yaitu 6 %.

3) Preferred Habitat Theory

Preferred Habitat Theory mengatakan bahwa suku bunga jangka panjang

merupakan rarta-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek sepanjang periode instrumen jangka panjang ditambah dengan liquidity premium yang besarnya tergantung pada kondisi penawaran dan permintaan saat itu. Teori ini

mengasumsikan adanya substitusi antar instrumen dan adanya preferensi investor atau instrumen tertentu yang disebut juga substitusi tidak sempurna. Dalam preferred huhitat theory, suku bunga pada periode n sama dengan rata-rata dari Ekspektasi suku bunga bulan ke depan selama periode n ditambah dengan premium. yield curve dari


(51)

waktu ke waktu dan juga menerangkan kecenderungan suku bunga instrumen jangka waktu yang berbeda bergerak searah karena adanya subtitusi, selain itu menerangkan bahwa yield curve dapat memberikan prediksi ekspektasi suku bunga jangka pendek dari suku bunga jangka panjang saat ini. Misalnya suku bunga suku bunga obligasi 1 bulan adalah 6 %, suku bunga suku bunga untuk 2 bulan 7 %, 3 bulan sebesar 8 % dan 4 bulan 9 %. Suku bunga 2 bulan adalah rata-rata dari suku bunga 1 bulan dan ekspektasi satu bulan ke depan atau : Adanya liquidity premium membedakan teori ini dengan lainnya. Umumnya peminjam dana menawarkan liquidity premium yang positif untuk menarik pembeli instrumen jangka panjang sebagai kompensasi atas resiko likuiditas yang lebih besar dibandingkan instrumen jangka pendek.

2.6 Nilai Tukar Mata Uang A. Teori Nilai Tukar Mata Uang

Dornbusch dan Fisher (1980) mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar mempengaruhi daya saing internasional dan posisi neraca perdagangan, dan konsekuensinya juga akan berdampak pada real output dari negara tersebut yang gilirannya akan mempengaruhi cash flow saat ini dan masa yang akan datang dari perusahaan dan harga saham perusahaan tersebut. Ekuitas yang merupakan bagian dari kekayaan perusahaan, dapat mempengaruhi perilaku nilai tukar melalui mekanisme permintaan uang berdasarkan model penentuan nilai tukar ahli moneter (Gavin, 1989).


(52)

Studi sebelumnya yang telah melakukan penelitian mengenai hubungan antara pasar modal dan pasar nilai tukar dilakukan oleh Aggarwal (1981),Soenen dan Hennigar (1988). Mereka menemukan hasil-hasil yang berbeda terkait denganhubungan ke 2 pasar tersebut. Aggarwal (1981) menemukan bahwa revaluasi US$ berhubungan secara positif dengan return pasar saham. Berbeda dengan Soenen dan Hennigar (1988) menemukan hubungan yang negatif. Chow et al (1997 ) menggunakan data bulanan untuk periode 1977-1989 menemukan tidak ada hubungan antara return saham dengan return nilai tukar. Tetapi ketika dilakukan percobaan dengan pengamatan 6 bulanan ditemui hubungan yang positif antara dolar yang kuat dengan return saham.

Pada pekerjaan-pekerjaan lain dengan tingkatan mikro memfokuskan pada evaluasi exposure perusahaan-perusahaan domestik pada risiko mata uang asing. Sebagian dari exposure ekonomi yangmuncul dari variasi dalam discounted cash flow ketika nilai tukar berfluktuasi, perusahaan mengalami transaksi exposure yang berkaitan dengan gain atau loses yang muncul dari transaksi investasi yang dinyatakan dalam mata uang asing.

B. Kebijakan moneter perekonomian.

Kebijakan moneter di suatu negara diimplementasikan dengan menggunakan instrumen moneter (suku bunga atau agregat moneter) yang mempengaruhi sasaran antara untuk mencapai sasaran akhir, yaitu stabilitas harga atau pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter akan mempengaruhi perekonomian melalui empat jalur transmisi (Hartadi Sarwono dan Perry Warjiyo, 1998).


(53)

Pertama, jalur suku bunga (Keynesian) berpendapat bahwa pengetatan moneter mengurangi uang beredar dan mendorong peningkatan suku bunga jangka pendek yang apabila credible, akan timbul ekspektasi masyarakat bahwa inflasi akan turun atau suku bunga riil jangka panjang akan meningkat. Permintaan domestik untuk investasi dan konsumsi akan turun karena kenaikan biaya modal sehingga pertumbuhan ekonomi akan menurun.

Kedua, jalur nilai tukar berpendapat bahwa pengetatan moneter, yang mendorong peningkatan suku bunga, akan mengakibatkan apresiasi nilai tukar karena pemasukan aliran modal dari luar negeri. Nilai tukar akan cenderung apresiasi sehingga ekspor menurun, sedangkan impor meningkat sehingga, transaksi berjalan (demikian pula neraca pembayaran) akan memburuk. Akibatnya, permintaan agregat akan menurun dan demikian pula laju pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

Ketiga, jalur harga aset (monetarist) yang berpendapat bahwa pengetatan moneter akan mengubah komposisi portfolio para pelaku ekonomi (wealth effect) sesuai dengan ekspektasi balas jasa dan risiko masing-masing aset. Peningkatan suku bunga akan mendorong pelaku ekonomi untuk memegang aset dalam bentuk obligasi dan deposito lebih banyak dan mengurangi saham.

Keempat, jalur kredit yang berpendapat bahwa kebijakan moneter akan mempengaruhi kegiatan ekonomi melalui perubahan perilaku perbankan dalam pemberian kredit kepada nasabah. Pengetatan moneter akan menurunkan net worth pengusaha. Menurunnya net worth akan mendorong nasabah untuk mengusulkan proyek yang menjanjikan tingkat hasil tinggi tetapi dengan risiko yang tinggi pula


(54)

(moral hazard) sehingga risiko kredit macet meningkat. Akibatnya, bank-bank menghadapi adverse selection dan mengurangi pemberian kreditnya sehingga laju pertumbuhan ekonomi melambat.

Sejak diberlakukannya rezim devisa bebas pada tahun 1982 maka kontrol terhadap aliran modal di Indonesia menjadi tidak terkendali. Kesulitan untuk mengendalikan aliran modal tersebut disamping karena tidak adanya kebijakan yang mendukungnya juga dikarenakan oleh semakin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi. Sistem nilai tukar yang dianut oleh suatu negara sangat berpengaruh sekali dalam menentukan pergerakan nilai tukar. Seperti misalnya negara Indonesia yang sebelum tanggal 14 Agustus 1997 menerapkan system nilai tukar mengambang terkendali, maka laju depresiasi sangat ditentukan oleh pemegang otoritas moneter, sehingga ketika Bank Indonesia melepas kendali nilai tukar menyebabkan nilai tukar akan segera mengikuti hukum pasar dan pengaruh-pengaruh dari luar.

Contagion effect merupakan salah satu faktor yang muncul diakibatkan

ekanisme pasar yang semakin bebas dan juga sistem ekonomi/moneter yang diterapkan. Efek ini muncul dengan mengasumsikan ekspektasi kesamaan reaksi dari satu negara dengan negara lainnya, yang diakibatkan persamaan profil dan kondisi ekonomi dan politik. Selain itu efek ini pun muncul karena sebuah acuan terhadap negara tertentu (suatu negara dianggap sebagai representasi dari negara lainnya). Contohnya depresiasi Baht Thailand mempengaruhi depresiasi rupiah karena antara Thailand dan Indonesia mengalami persamaan kondisi ekonomi.Jepang dianggap


(55)

sebagai acuan negara-negara di Asia sehigga jika mata uang Yen Jepang terdepresiasi, diasumsikan nilai mata uang lainnya akan terdepresiasi juga.

Untuk menghadapi arus modal masuk yang semakin besar, otoritas moneter menerapkan sistem nilai tukar yang lebih fleksibel melalui band konversi dan band intervensi. Sejalan dengan tekanan pasar yang semakin besar terhadap rupiah, selama periode 1995 sampai dengan menjelang krisis tahun 1997, Bank Indonesia telah melakukan 4 (empat) kali pelebaran band kurs intervensi yaitu dari 2% pada bulan Desember 1995 menjadi 12% pada bulan Juli tahun 1997.

Untuk mengurangi tekanan terhadap rupiah, upaya lain yang telah dilakukan Bank Indonesia adalah pengembangan pasar valas domestik antar bank melalui band intervensi. Dengan band intervensi, nilai tukar diperkenankan untuk berfluktuasi dalam kisaran band yang telah ditetapkan. Apabila valuta asing diperdagangkan melebihi band yang telah ditetapkan maka Bank Indonesia segera melakukan intervensi untuk mengembalikan nilai tukar pada posisi semula. dengan penetapan band intervensi ini investor menanggung risiko nilai tukar sebesar band yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaannya, sejalan dengan tekanan terhadap rupiah yang semakin besar, lebar band tersebut beberapa kali telah direvisi, sampai akhirnya dihapuskan dan diganti system nilai tukar mengambang bebas pada tanggal 16 Agustus 1998.

Implikasi dari ditempuhnya sistim nilai tukar fleksibel tersebut cukup mendasar bagi perekonomian Indonesia. Fluktuasi dan karenanya ketidakpastian mengenai gerakan nilai tukar rupiah jelas akan menjadi tinggi. Peranan ekspektasi


(56)

pelaku pasar dan masyarakat akan menjadi lebih penting dalam mempengaruhi gerakan nilai tukar. Secara langsung fluktuasi nilai tukar tersebut akan mempengaruhi tingkat harga di dalam negeri karena banyaknya barang-barang impor

(imported inflation). Harga relatif (real effective exchange rates) juga akan semakin berfluktuasi dan berpengaruh terhadap kinerja ekspor dan impor, dan karenanya mempunyai dampak yang semakin perlu diperhitungkan terhadap permintaan agregat. Laju pertumbuhan ekonomi juga dapat terpengaruh. Pendeknya fluktuasi nilai tukar yang lebih tinggi akan mempengaruhi sasaran-sasaaran laju inflasi, laju pertumbuhan dan keseimbangan neraca pembayaran yang hendak dicapai oleh kebijakan ekonomi makro. Dalam sistim nilai tukar fleksibel, Bank Indonesia dapat lebih bebas dalam melaksanakan kebijakan moneter dalam negeri karena tidak dituntut untuk melakukan sterilisasi atas dampak aliran dana masuk terhadap perkembangan uang beredar untuk mempertahankan suatu tingkat atau kisaran nilai tukar tertentu. Dengan demikian, pengendalian moneter dapat lebih difokuskan pada pencapaian sasaran-sasaran di dalam negeri. Dalam hal melakukan suatu kontraksi, misalnya, ketatnya likuiditas akan mendorong meningkatnya suku bunga di dalam negeri. Aliran dana masuk dari luar negeri akan meningkat dan menyebabkan nilai tukar rupiah cenderung apresiasi. Permintaan domestik baik konsumsi maupun investasi akan menurun karena tingginya suku bunga dan menurunnya harga relatif. Laju pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih rendah. Laju inflasi juga akan menurun baik karena apresiasi nilai tukar maupun karena menurunnya permintaan domestik. Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam sistim nilai tukar fleksibel


(57)

kebijakan moneter dapat lebih efektif dalam mempengaruhi gerakan ekonomi dalam jangka pendek.

Financial Accounting Standar Board (FASB) mendefinisikan nilai tukar sebagai rasio antara satu unit mata uang dan jumlah mata uang lainnya yang dapat ditukar pada suatu waktu tertentu. Gain atau loss transaksi mata uang asing akan dimasukkan dalam laba bersih pada periode terjadinya transaksi nilai tukar. Dalam usaha untuk menentukan apakah kerugian dari nilai tukar berpengaruh terhadap reaksi pasar modal maka digunakan harga saham sebagai proxy.

2.7 Inflasi

A. Pengertian Inflasi

Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yang dijumpai hampir di semua negara-negara di dunia adalah inflasi. Pengertian inflasi dibagi dalam dua bagian, yaitu :

1) Pengertian inflasi dalam arti sempit atau relatif didefinisikan sebagai suatu periode dimana kekuatan membeli kesatuan moneter menurun atau terjadi kenaikan harga dari sebagian besar barang dan jasa (secara umum) secara terus menerus. jlka kenaikan barang dan jasa hanya satu atau beberapa macam tidak dapat dikatakan telah terjadi inflasi, begitu juga kenaikan barang dan jasa yang bersifat kejutan (sekali waktu musiman) seperti pada hari raya Islam dan Natal, juga tidak dapat dinamakan dengan inflasi (Kusnadi, 1996:276).


(58)

2) Pengertian inflasi dalam arti luas didefinisikan sebagai suatu kenaikan relatif dan sekonyong-konyong yang disproporsional besar dalam tingkat harga umum.

Inflasi dapat timbul bila jumlah uang atau uang deposito {deposit currency)

dalam peredaran banyak, dibandingkan dengan jumlah barang-barang serta jasa-jasa yang ditawarkan atau bila karena hilangnya kepercayaan terhadap mata uang nasional, terdapat adanya gejala yang meluas untuk menukar dengan barang-barang. Suatu kenaikan normal dalam tingkat harga setelah sesuatu periode depresi, umumnya tidak dianggap sebagai keadaan inflasi. (Winardi, 1995:235). Ada dua teori yang membahas tentang inflasi, yaitu :

1) Teori Kuantitas

Teori ini dikenal teori kaum monetaris (monetaris models) yang menekankan kepada peranan jumlah uang yang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi.

2) Teori Struktural

Teori ini mengatakan bahwa inflasi bukan semata-mata dikarenakan fenomena moneter, tetapi juga oleh fenomena struktural.

Hal ini terjadi umumnya di negara-negara sedang berkembang yang umumnya masih bercorak agrans ataupun mengenai hal yang berhubungan dengan luar negeri, misalnya lerm of fraoe, utang luar negeri dan kurs valuta asing dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik.


(59)

Tiga hal yang terjadi dari adanya kesenjangan atau kendala struktural

(structural ba(tleneck) dalam perekonomian negara berkembang (Atmaja, 1999:54-67), yaitu :

a. Supply dari sektor pertanian (pangan) yang tidak elastis. Hal ini karena pengelolahan sektor pertanian yang masih menggunaklan metode dan teknologi yang sederhana, sehingga supply tidak mampu mengimbangi pertumbuhan permintaannya.

b. Cadangan valuta asing yang terbatas (kecil) dari akibat pendapatan ekspor yang lebih kecil daripada pembiayaan impor. Keterbatasan cadangan valuta asing mengakibatkan kemampuan mengimpor terbatas pula, sehingga laju pembangunan menjadi Iambat. Ditambah dengan adanya demosntration effect

yang menyebabkan perubahan pola konsumsi masyarakat, hal ini seringkali menyebabkan pertumbuhan supply tidak dapat mengimbagi laju pertumbuhan permintaan.

c. Pengeluaran pemerintah terbatas. Hal ini disebabkan oleh sektor penerimaan rutin yang terbatas, yang tidak cukup membiayai pembangunan sehingga terjadi defisit yang mengakibatkan dibutuhkannya pinjaman luar negeri atau pada umumnya dengan pencetakan uang.


(60)

Dalam teori ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam pengelompokkan tertentu:

1) Penggolongan inflasi didasarkan atas derajat "parah" tidaknya inflasi tersebut (Kusnadi, 1996:227). Ada empat macam, yaitu :

a. Inflasi ringan dibawah 10 % (single digit).

b. Inflasi sedang antara 10 % - 30 % c. Inflasi tinggi antara 30 % -100 % d. Hyperinflastion diatas 100 %

2) Penggolongan inflasi berdasarkan penyebabnya (Boediono, 1996:162), dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Demand Pull Infation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan agregat demand masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang.

b. Cost Pull Inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesemya kurva agregat penawaran ke arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan kurva agregat penawaran bergeser adalah meningkatnya harga-harga faktor produksi (bark yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri) di pasar faktor produksi, sehingga menaikkan harga komoditi dipasar komoditi.

3) Penggolongan inflasi menurut asalnya (Boediono, 1996:162), dibedakan menjadi dua, yaitu :


(61)

a. Domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolahan perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor

moneter dalam negeri oleh para pelaku ekonomi dan masyarakat.

b. Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh karena adanya kenaikan harga-harga komoditi dr luar negeri (di negara asing yang memrliki hubungan perdagangan dengan negara yang bersangkutan).

C. Sumber-sumber Inflasi di Indonesia

Faktor utama yang menjadi penyebab timbulnya inflasi di Indonesia, yaitu: 1) Jumlah Uang Yang Beredar

Menurut kaum monetaris jumlah uang yang beredar merupakan faktor utama penyebab inflasi. Di Indonesia jumlah uang beredar lebih banyak diterjemahkan dalam konsep narrow money (Ml) karena masih ada anggapan bahwa uang kuasi hanya merupakan bagian dari hkuiditas perbankan.

2) Defisit Anggaran Belanja Pemerintah

Anggaran Belanja Pemerintah Indonesia yang defisit banyak sekali menyangkut tentang struktural ekonomi Indonesia. Pemerintah Orde Lama membiayai defisit anggaran belanja ini dari dalam negeri dengan cara melakukan pencetakan uang baru, sehingga menyebabkan tekanan inflasi yang hebat. Tetapi sejak era orde baru, defisit anggaran belanja ini ditutup dengan pinjaman luar negeri yang tampaknya relatif aman terhadap tekanan inflasi.

Sejak berubahnya orientasi ekspor Indonesia ke komoditi non migas sejalan merosotnya harga minyak bumi dipasar ekspor menyebabkan kemampuan


(62)

pemerintah untuk membiayai pembangunan nasional berkurang pula, sehingga pemenntah tidak dapat mempertahankan menjadi motor penggerak pembangunan. Kondisi ini secara bertahap menyebabkan beralihnya penggerak pembangunan. Kondisi ini secara bertahap menyebabkan beralihnay penggerak utama pembangunan nasional ke pihak swasta nasional, dengan demikian sumber tekanan inflasi pun beralih dari pemerintah ke non pemerintah (swasta). (Atmaja, 1999:54-67).

3) Faktor dalam Penawaran Agregat dan Luar Negeri.

Kelambanan faktor penawaran agregat disebabkan oleh adanya hambatan struktural yang ada di Indonesia. Harga pangan merupakan salah satu penyumbang terbesar terhadap tingkat inflasi di lndonesia. Umumnya laju penawaran bahan pangan tidak dapat mengimbangi permintaannya, sehingga menyebabkan excess demand. Sedangkan disisi lain metode dan teknologi yang digunakan masih kurang canggih dan tidak maximal (Atmaja, 1999).

2.8 Penelitian Terdahulu

Menurut Llewellyn dan Hefferman (dalam Hakim, Kusmiarso, et.al., 2000), kurva permintaan kredit berslope negatif terhadap tingkat suku bunga bank, yang


(63)

bermakna bahwa semakin rendah tingkat suku bunga maka semakin besar jumlah kredit yang diminta.

Harmanta dan Mahyus (2005), dari hasil penelitian mengenai disintermediasi fungsi perbankan di Indonesia. Dengan data time series dari 1993-2003 (bulanan). Mereka menemukan bahwa meskipun kemampuan bank untuk menyalurkan kredit mengalami peningkatan namun belum sepenuhnya diserap oleh sector riil. Hal ini tercermin dari rendahnya tingkat Loan to Deposit ratio (LDR) setelah periode krisis.

Hasil penelitian Martowijoyo (1999) terhadap kinerja lembaga keuangan mikro dan perilaku masyarakat pedesaan menunjukkan bahwa lamanya waktu pemrosesan kredit berpengaruh menurunkan jumlah peminjam cukup signifikan. Selanjutnya suku bunga pinjaman berpengaruh sangat signifikan terhadap jumlah peminjam dan berpengaruh cukup signifikan terhadap jumlah penunggak kredit.

Studi mengenai hubungan antara peran intermediasi keuangan dan pertumbuhan ekonomi telah dipelopori oelh Goldsmith (1969), Mckinnon (1973) dan Shaw (1973). Mereka menemukan bahwa akselerasi pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh struktur keuangan yang terorganisir. Mereka percaya bahwa pihak-pihak yang kelebihan dana (surplus unit) akan sangat membantu pihak-pihak-pihak-pihak yang kekurangan dana ( defisit unit ) apabila dapat dikelola secara efisien. Dalam pandangan mereka perbedaan kualitas dan kuantitas pelayanan yang diberikan oleh lembaga keuangan adalah strategi yang optimal untuk meningkatkan pertumbuhan output lebih cepat dengan cara merangsang keinginan menabung dan meningkatkan kualitas formasi modal (Gafar, 2003)


(64)

Hasil penelitian Hadad, Santoso, et.al. (2003), menunjukkan bahwa perhitungan biaya dana bank sudah sesuai dengan penurunan suku bunga SBI namun suku bunga kredit bank lebih tinggi (overprice) dibandingkan suku bunga hasil estimasi rata-rata beberapa bank. Oleh karena itu, secara keseluruhan, biaya intermediasi masih relatif tinggi dibandingkan hasil estimasi. Beberapa faktor penting yang menjadi penyebab adalah bank yang cenderung menahan diri untuk melakukan kompetisi karena kondisi likuiditas bank yang masih cukup memadai dan masih tingginya pendapatan bank yang berasal dari SBI dan obligasi sehingga dalam jangka pendek bank masih bersikap menunggu perkembangan pasar uang dan sector riil.

Sementara itu selama periode 1980-1990, banyak penelitian yang terfokus pada aset-aset keuangan dalam mengindikasikan hubungan antara peran intermediasi keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Williamson (1987) menemukan bahwa di lima negara industri maju terjadi korelasi yang positif anatar output riil dengan jumlah kredit yang disalurkan, di juga menemukan hubungan kausalitas antara kredit dan output. Lalu dia menemukan model pertumbuhan business cycle yang disebabkan oleh tekanan-tekanan moneter khususnya pada negara-negara yang telah mempunyai akses ingormasi yang bagus.

Gertler (1998) dari hasil penelitiannya telah membuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kredit dan output. Kemudian para ahli ekonomi makro menekankan pantingnya peranan intermediasi keuangan dalam perekonomian, terutama peranan bank-bank komersial, dimana penciptaan kredit yang mereka lakukan akan mempengaruhi jumlah uang beredar. Lebih jauh dia mendiskusikan


(1)

Lampiran – 3

Output Regresi

Dependent Variable: LPKK Method: Least Squares Date: 06/18/09 Time: 04:07 Sample: 1980 2004

Included observations: 25

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 14.41049 1.578471 9.129402 0.0000

LPDRB 0.715042 0.090199 7.927385 0.0001

LSBP -0.991743 0.532866 -1.861150 0.0334

LINF 0.452955 0.106162 4.266625 0.0024

R-squared 0.801167 Mean dependent var 13.25868

Adjusted R-squared 0.772762 S.D. dependent var 0.965686 S.E. of regression 0.460338 Akaike info criterion 1.431933 Sum squared resid 4.450125 Schwarz criterion 1.626954

Log likelihood -13.89917 F-statistic 28.20535


(2)

Lampiran – 4

UJI MULTIKOLINEARITAS

Dependent Variable: LPDRB Method: Least Squares Sample: 1980 2004 Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -6.358647 5.269596 -1.206667 0.2404

LSBP 2.795087 1.650025 1.693966 0.1044

LINF -0.173720 0.461367 -0.376533 0.7101

R-squared 0.126300 Mean dependent var 1.889435

Adjusted R-squared 0.046872 S.D. dependent var 1.261126 S.E. of regression 1.231216 Akaike info criterion 3.366048 Sum squared resid 33.34962 Schwarz criterion 3.512313

Log likelihood -39.07559 F-statistic 1.590129

Durbin-Watson stat 0.208594 Prob(F-statistic) 0.226458

Dependent Variable: LSBP Method: Least Squares Sample: 1980 2004 Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3.039041 0.132102 23.00533 0.0000

LPDRB 0.041281 0.024369 1.693966 0.1044

LINF -0.018794 0.056106 -0.334977 0.7408

R-squared 0.125131 Mean dependent var 3.078469

Adjusted R-squared 0.045598 S.D. dependent var 0.153160 S.E. of regression 0.149627 Akaike info criterion -0.849176 Sum squared resid 0.492541 Schwarz criterion -0.702911

Log likelihood 13.61470 F-statistic 1.573316


(3)

85

Lanjutan Lampiran – 4

Dependent Variable: LINF Method: Least Squares Sample: 1980 2004 Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3.116554 2.387631 1.305291 0.2053

PDRB -0.002126 0.011566 -0.183833 0.8558

LSBP -0.337474 0.785323 -0.429727 0.6716

R-squared 0.012537 Mean dependent var 2.052186

Adjusted R-squared -0.077233 S.D. dependent var 0.547758 S.E. of regression 0.568517 Akaike info criterion 1.820595 Sum squared resid 7.110648 Schwarz criterion 1.966860

Log likelihood -19.75743 F-statistic 0.139654

Durbin-Watson stat 2.399402 Prob(F-statistic) 0.870424


(4)

UJI OTOKORELASI

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 52.08246 Probability 0.000000

Obs*R-squared 21.14338 Probability 0.256314

Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.044274 0.860832 0.051432 0.9595

LPDRB 0.093114 0.039139 2.379083 0.0280

LSBP -0.116771 0.273648 -0.426720 0.6744

LINF 0.102982 0.076629 1.343907 0.1948

RESID(-1) 1.066758 0.226204 4.715912 0.0002

RESID(-2) 0.210990 0.307725 0.685646 0.5012

R-squared 0.845735 Mean dependent var -1.00E-15

Adjusted R-squared 0.805139 S.D. dependent var 0.430606 S.E. of regression 0.190083 Akaike info criterion -0.277152 Sum squared resid 0.686497 Schwarz criterion 0.015378

Log likelihood 9.464399 F-statistic 20.83298

Durbin-Watson stat 2.201011 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

UJI HETEROKEDASTISITAS

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 2.557982 Probability 0.057067

Obs*R-squared 11.50589 Probability 0.073944

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Sample: 1980 2004 Included observations: 25

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -18.62209 25.14827 -0.740492 0.4686

LPDRB -0.398120 0.312993 -1.271976 0.2196

LPDRB^2 0.151645 0.096752 1.567349 0.1344

LSBP 10.98167 15.45733 0.710450 0.4865

LSBP^2 -1.668276 2.373220 -0.702959 0.4911

LINF 1.257039 0.581146 2.163033 0.0442

LINF^2 -0.390979 0.179027 -2.183913 0.0424

R-squared 0.460236 Mean dependent var 0.178005

Adjusted R-squared 0.280314 S.D. dependent var 0.347534 S.E. of regression 0.294828 Akaike info criterion 0.626646 Sum squared resid 1.564623 Schwarz criterion 0.967931

Log likelihood -0.833076 F-statistic 2.557982


(6)