Sila Kemanusiaan yang beradab sebagai Standar Penilaian

yang rendah. Aktivitas manusia menjadi semakin berkembang dengan cepat seiring dengan pertukaran informasi yang dimungkinkan terjadi tidak lagi antar wilayah yang berbeda dalam satu Negara akan tetapi antar Negara. Pertukaran informasi berjalan demikian bebas dan tanpa batas kendali dari pihak manapun karena realitas dunia siber atau yang dikenal dengan cyberspace menawarkan dunia dengan karakteristik berbeda. Kondisi tersebut ternyata memberikan permasalahan khusus pada bangsa Indonesia terkait derasnya arus informasi yang diberikan tanpa ada kendali yang cukup dari sisi waktu untuk memahami informasi yang ada. Perubahan akan berjalan tanpa kendali. Tiap anggota masyarakat dimungkinkan melakukan pemahaman secara subyektif terhadap setiap informasi yang pada akhirnya menciptakan sikap individualistik pada tiap anggota masyarakat. Kondisi tersebut jelas sangat berbahaya bagi kehidupan bangsa Indonesia sehingga harus segera mendapatkan pencegahan dan penanggulan agar hal tersebut tidak terjadi. Peran Pancasila dalam menangani kehidupan masyarakat yang terus berkembang akibat perkembangan teknologi begitu penting untuk dipahami. Pancasila bukanlah sebuah aturan hukum seperti Undang-Undang atau ketentuan hukum lainnya. Ia tidak memaksa setiap orang dalam pemberlakuannya. Pancasia lebih merupakan nilai-nilai dasar dari manusia Indonesia sehingga memberikan ciri khas dari kehidupan manusia Indonesia seutuhnya.

II.3 Sila Kemanusiaan yang beradab sebagai Standar Penilaian

Pornografi Tidak dapat disangkal bahwa bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai yang luhur sejak lama. Nilai-nilai luhur tersebut terbentuk bukan karena inisiatif dari diri manusia itu sendiri akan tetapi terbentuk dari kesadaran akan keberadaan manusia yang berbeda jika dibandingkan dengan makhluk ciptaan lainnya. Kesadaran tersebut muncul sebagai hasil penghayatan diri manusia dihadapan Sang Pencipta yang menempatkan keunggulan-keunggulan itu dalam diri manusia. Keunggulan yang diperoleh tersebut mendatangkan sebuah tanggung jawab dalam diri manusia untuk menjalankan kehidupan sesuai dengan kehendak dari Pencipta, Tuhan Yang Maha Esa. Keberadaan nilai dalam mayarakat begitu penting mengingat nilai seperti apa yang berlaku dapat diketahui ukuran nilai kemanusiaan yang berlaku di suatu masyarakat. Hakikat nilai itu sendiri merupakan “ukuran yang hidup” secara manunggal pada tiap manusia sebagai individu ketika berinteraksi atau pun tidak berinteraksi 14 . Keberadaan nilai inilah yang sebenarnya menjadi suatu dasar bagi seseorang untuk berperilaku dan mengukur perilakunya sebagai sesuatu yang baik atau tidak. Keberadaan nilai yang begitu menentukan sikap atau perilaku seseorang ini bersifat abstrak dikarenakan wujud dan bentuk dari nilai itu sendiri sudah merupakan anugerah dari Tuhan yang maha kuasa. Namun demikian, meskipun bersifat abstrak tidak berarti keberadaan nilai ini tidak dapat dipahami secara jelas atau tidak menentu. Justru sebaliknya keberadaan nilai menciptakan satu tatanan yang baik dan teratur ketika seseorang menyadari pentingnya keteraturan dan sesuatu yang baik itu dilakukan. Pancasila yang memberikan lima nilai dasar bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dan Permusyawaratan serta nilai keadilan sosial. Kelima nilai tersebut sebenarnya bersumber pada nilai Ketuhanan yang maha esa sebagai norma dasar yang mengilhami keempat nilai lainnya. Manusia Indonesia menghayati keberadaan dan kehidupannya tidak terlepas dari misi pertanggungjawaban diri kepada Pencipta. Kehidupan harus dijalankan dengan baik sebagaimana Pencipta merancang dan menghendaki ciptaan pada saat Ia membuatnya. Nilai kemanusiaan yang beradab menunjukkan sebuah komitmen penting terhadap kehidupan manusia yang tidak dapat dilepaskan dari penghayatan terhadap kehendak Pencipta. 14 Hwian Christianto, “Norma Kesusilaan Sebagai Batasan Pornografi”,Jurnal Hukum dan Pembangunan , Tahun ke-40, No. 1, Januari-Marert 2010, h.26 Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap masyarakat akan membentuk sebuah sistem nilai dalam menjalankan kehidupannya. Sistem nilai tersebut terus berjalan menciptakan sebuah pola atau tata cara hidup yang khas sebagai hasil penghayatan dan penyesuaian diri manusia itu sendiri dengan tantangan kehidupan yang ada. Tiap kelompok masyarakat pun memiliki perbedaan dalam menilai apa yang baik dan tidak baik, apa yang pantas dan tidak pantas, dan ukuran penilaian lainnya. Lalu bagaimana dengan nilai kesusilaan, menjadi bias atau tidak obyektif? Sama sekali tidak demikian. Perbedaan yang ada dari tiap masyarakat tersebut pada dasarnya menunjukkan sebuah apresiasi positif terhadap nilai kesusilaan yang luhur. Tiap kelompok masyarakat sangat menjunjung tinggi nilai kesusilaan yang ada sebagai sebuah nilai luhur dari keberadaan manusia. Perbedaan yang tampak merupakan perbedaan di sisi penghayatan atau apresiasi tiap masyarakat sehingga tidak dapat diambil sebuah kesimpulan jika masyarakat tidak memiliki atau mengakui nilai kesusilaan. Penilaian yang muncul dapat dimungkinkan berbeda antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan penghayatan dari satu orang berbeda dengan orang lainnya, perbedaan penghayatan berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Keadaan ini sama sekali bukan menunjukkan adanya perbedaan dalam hal persetujuan untuk menerapkan nilai kesusilaan atau tidak akan tetapi pada tataran penghayatan dari nilai kesusilaan itu sendiri di tengah masyarakat. Bagan. 2.2 Sila Kemanusiaan sebagai Standar Penilaian Pornografi Nilai Kemanusiaan yang Beradab merupakan bentuk kristalisasi dari penghayatan sila ketuhanan yang maha esa. Nilai ini sudah dipegang secara mendalam dalam diri manusia Indonesia sebagai bagian dari prinsip hidup yang mempengaruhi cara pandang dan tata kehidupan yang akan berlaku setelahnya. Pertimbangan terhadap apa yang susila dan apa yang tidak susila selalu didasarkan pada standar kesusilaan menurut nilai kemanusiaan yang beradab. Pertimbangan diri sendiri sangat dihindarkan dalam penilaian ini karena akan berujung pada kepentingan diri sendiri saja yang berbuahkan konflik dengan orang lain. Sebagaimana tampak dalam bagan di atas, pertimbangan pornografi tidak lahir dari ketentuan hukum yang ada akan tetapi dimulai dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa yang memberikan dasar penghayatan terhadap Kemanusiaan yang Beradab menuju pemikiran yang tepat atas tindakan yang susila dan tindakan yang asusila. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa Nilai Kemanusiaan Yang Beradab Tindakan Susila Tindakan Asusila PORNOGRAFI

II.4 Multikulturalisme