Kemampuan Mengidentifikasi Krisis Strategi Komunikasi Krisis AirAsia.

4. Tentang pentingnya informasi dan transparansi bagi semua pihak, misalnya: a. Many sensational headlines on Airasia. We have kept quiet as our focus is on families. One by one facts will come out and clear us. 5 Januari 2015 b. The pictures are correct. Fuselage found. Needs some work for divers to go in. Thank you all rescue teams. We hope all our guests are there. 14 Januari 2015 5. Peran pemimpin dalam melalui masa krisis, misalnya: a. Human spirit is amazing. Stay strong Airasia all stars. Don’t let newspaper headlines deflect the amazing job you do. Airasia changed flying. 5 Januari 2015 b. Words cannot describe. The test of a true man or woman is when you see them in crisis. 9 Februari 2015

6. Kemampuan Mengidentifikasi Krisis

Krisis ditafsirkan dengan banyak pengertian. Webster dalam Nova, 2014 mendefinisikan krisis sebagai “A sudden turn for better or worse; a desicive moment; an unstable state of affairs in which a desicive change is impending; situation that has reached a critical phase”. Sebuah krisis dapat mengganggu aktivitas sebuah organisasi, bahkan terkadang mengancam kelangsungan hidup atau keberadaannya. Karenanya, krisis harus ditangani secara cepat agar organisasi dapat berjalan normal setelah itu. Dari langkah-langkah yang diambil oleh AirAsia segera setelah pesawat QZ8501 dinyatakan hilang, terlihat bahwa manajemen AirAsia memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan situasi krisis yang terjadi yang harus segera mereka kelola. Alih-alih menghindari publik, manajemen AirAsia memilih untuk menghadapi krisis ini bersama-sama dengan mereka, khususnya bersama dengan keluarga penumpang dan kru penerbangan yang menjadi korban. Hal ini nampak dari tindakan pertama yang dilakukan oleh Tony Fernandes, selaku CEO AirAsia Group, yaitu terbang ke Surabaya untuk menemui keluarga korban. Ini terungkap melalui ‘kicauan’-nya pada 28 Desember 2014: “On my way to Surabaya where most of the passengers are from as with my Indonesian management. Providing information as we get it.” Keputusan untuk datang menemui keluarga korban segera setelah peristiwa terjadi merupakan tindakan yang sangat berani mengingat tidak banyak informasi yang bisa ia sampaikan pada saat itu dan kemungkinan ia akan berhadapan dengan keluarga korban yang marah dan tidak sabar karena sedang dalam situasi trauma kehilangan orang-orang yang dicintainya. Namun dengan hadir secara fisik, Tony Fernandes tampaknya ingin menunjukkan bahwa secara personal ia bersungguh-sungguh dalam menghadapi musibah ini. Fernandes juga memiliki kesigapan yang baik dalam mengidentifikasi dan merespon krisis yang terjadi. Sejak hari Minggu 28 Desember 2014 saat pesawat pertama kali dinyatakan hilang, Fernandes telah mampu menempatkan dirinya dengan baik. Melalui akun Twitter pribadinya, ia meminta maaf atas jatuhnya korban jiwa dalam kecelakaan tersebut, mengungkapkan kesedihan serta rasa berkabung pada seluruh keluarga yang ditinggalkan, dan menyatakan akan memikul seluruh tanggungjawab atas musibah tersebut. Karena sikapnya, dukungan yang besar mengalir bagi Fernandes, termasuk dukungan dari keluarga korban. Di saat yang sama, maskapai dan anak usahanya di Indonesia terus memperbarui informasi pada pihak keluarga dan masyarakat luas Deil, 2015. Robert P. Powell dalam Nova, 2014 menyatakan bahwa krisis adalah kejadian yang tidak diharapkan, berdampak dramatis, kadang belum pernah terjadi sebelumnya yang mendorong organisasi kepada suatu kekacauan, dan dapat menghancurkan organisasi tersebut tanpa adanya tindakan nyata. Krisis tidak memiliki batas no boundaries dan dapat terjadi kapan saja dan di mana saja terhadap setiap organisasi, baik profit, non-profit, publik, maupun privat. Sementara Bernstein 2013 mendefinisikan krisis sebagai “Any situation that is threatening or could threaten to harm people or property, seriously interrupt business, significantly damage reputation andor negatively impact the bottom line”. Saat pesawat QZ8501 yang terbang dari Surabaya menuju Singapura dinyatakan hilang, AirAsia menghadapi paling tidak dua persoalan yang disebutkan oleh Powell dan Bernstein di atas: 1 Kemungkinan jatuhnya korban jiwa, serta kerugian materiil dan non-materiil yang menyertainya, serta 2 Ancaman terhadap reputasi AirAsia sebagai maskapai penerbangan murah low fare flight. Padahal selama ini, meski memberlakukan tarif rendah, AirAsia mengklaim bahwa “mengutamakan keselamatan” adalah bagian dari filosofi mereka, di mana optimalisasi biaya tidak berlaku pada pengeluaran untuk keselamatan. AirAsia mengadopsi toleransi nol terhadap praktek-praktek tidak aman dan memperjuangkan nol kecelakaan melalui pelatihan tepat, praktek-praktek kerja, manajemen risiko, dan kepatuhan terhadap peraturan keselamatan setiap saat. Musibah ini sendiri merupakan kecelakaan maut pertama yang dialami AirAsia setelah 13 tahun berkarir. Kecelakaan fatal biasanya juga melambangkan kehancuran bisnis masakapai yang mengalaminya. Namun profesionalisme dan keterbukaan AirAsia dalam merespon kecelakaan tersebut sangat krusial bagi pemulihan reputasinya. Di tengah krisis kepercayaan publik dan kemungkinan jatuhnya reputasi maskapai atas kecelakaan tersebut, Fernandes muncul sebagai pemeran utama yang dengan tenang menghadapi serta mengikuti seluruh perkembangan yang muncul. Ia terlihat autentik dan kredibel, serta selalu mendahulukan prioritas bagi keluarga korban. Ia menunjukkan empati yang besar, melalui tindakan dan kicauan-kicauannya di media sosial, dan menggunakan seluruh koneksi untuk melewati insiden ini bersama-sama. Hilangnya pesawat QZ8501 cukup menjadi alarm bagi manajemen AirAsia bahwa krisis sedang di depan mata dan harus segera ditangani, karena krisis pada umumnya berjalan dengan cepat, melibatkan banyak aktor, dan membutuhkan pengambilan keputusan di bawah situasi tekanan dan ketidakpastian. Dalam situasi krisis, media massa juga memainkan peran yang sangat penting karena media membentuk dan menyebarkan gambaran mengenai krisis the picture of a crisis. Dengan alasan tersebut, manajemen AirAsia, yang dimotori oleh Tony Fernandes, selalu menyediakan diri mereka terakses oleh media. Untuk kepentingan tersebut, AirAsia menyiapkan sebuah call center yang dapat diakses oleh awak media. Bahkan melalui Communication AirAsia Indonesia, Malinda Yasmin, AirAsia berjanji akan terus memberikan informasi lebih lanjut mengenai situasi terkini yang antara lain bisa diakses melalui website AirAsia www.airasia.com. Setiap organisasi memang memiliki kerentanan terhadap krisis. Jika organisasi tidak bersiap, maka kerusakan yang ditimbulkan akibat krisis tersebut akan lebih besar. Bagi perusahaan penerbangan, kecelakaan penerbangan biasanya merupakan salah satu krisis paling besar yang mengancam operasionalisasi perusahaan. Banyak perusahaan penerbangan yang menjadi bulan- bulanan media karena respon yang mereka berikan tidak bisa menjawab harapan publik. Di Indonesia, Lion Air dan Adam Air pernah mengalami hal tersebut. Sementara di Malaysia, CEO Malaysian Airlines MAS bahkan terpaksa mundur setelah insiden hilangnya pesawat MH370. MAS dikritik karena sangat tertutup dalam memberikan informasi kepada keluarga korban dan publik. Selain ancaman, krisis juga menciptakan peluang. Salah satunya untuk menciptakan perubahan- perubahan strategis yang diperlukan agar organisasi dapat mendapatkan kembali kepercayaan publik. Tak berapa lama setelah insiden jatuhnya pesawat QZ8501 yang mengancam reputasi AirAsia sebagai penerbangan bertarif rendah low fare flight, AirAsia melakukan re-branding untuk menegaskan bahwa faktor keselamatan dan kenyamanan adalah prioritas utama bagi mereka. Selain itu, AirAsia juga berusaha untuk menunjukkan empati dengan mengubah logo AirAsia yang tercantum di seluruh platform media sosial mereka, dari karakter brand yang ceria merah menyala menjadi abu-abu yang diasosiasikan dengan situasi berkabung. Melalui perubahan ini, AirAsia tampaknya ingin merefleksikan tragedi yang sedang mereka alami. Gestur yang sederhana, namun menunjukkan kesungguhan mereka dalam merespon krisis. Gestur kecil yang juga sarat makna ditunjukkan oleh Tony Fernandes, yang tampil di hadapan publik tanpa topi merah yang biasanya ia kenakan signature red cap untuk menunjukkan bahwa ia sedang dalam masa berkabung.

7. Strategi Komunikasi Krisis AirAsia