Strategi Komunikasi Krisis AirAsia.

(1)

STRATEGI KOMUNIKASI KRISIS AIRASIA

Ni Nyoman Dewi Pascarani1), Dewi Yuri Cahyani2) 1

Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Udayana, Jl PB. Sudirnam, Denpasar Tel/Fax: (0361) 255378, 255916

dewi.pascarani@yahoo.com

ABSTRAKSI

Penelitian ini mengkaji bagaimana strategi komunikasi krisis yang dilakukan oleh Maskapai Penerbangan AirAsia dalam menghadapi insiden jatuhnya pesawat QZ8501 di Perairan Selat Karimata pada akhir Desember 2014. Dalam situasi krisis, kecepatan respon akan sangat berpengaruh terhadap kepercayaan publik terhadap organisasi. Karenanya, tim komunikasi krisis harus mampu mengoptimalkan setiap saluran komunikasi yang tersedia untuk membangun komunikasi yang efektif dengan para pemangku kepentingan. Dalam era digital, media sosial seringkali muncul menjadi saluran utama yang murah dan cepat untuk menjangkau publik yang luas. Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus, dengan tahapan: 1) Menganalisis berbagai teks media sosial milik AirAsia AirAsia Group, pada periode 28 Desember 2014 – 28 Februari 2015, 2) Penelusuran informasi dari pihak AirAsia, menganalisis pers release AirAsia terkait insiden jatuhnya pesawat QZ8501 dan dokumen resmi lainnya, serta pernyataan-pernyataan resmi dari pihak AirAsia yang muncul di berbagai media, serta 3) Studi literatur untuk memahami praktik komunikasi krisis yang dilakukan oleh AirAsia, terutama yang muncul di berbagai media dan sumber lainnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa AirAsia cukup responsif dalam menghadapi krisis dengan prioritas utama pada korban dan keluarganya, terbuka terhadap publik dan media, menjadikan media sosial sebagai media utama untuk membangun komunikasi dengan publik dengan menempatkan CEO AirAsia Group sebagai “juru bicara” resmi perusahaan, serta memanfaatkan krisis sebagai momentum untuk berbenah diri.

Kata Kunci: Strategi Komunikasi, Komunikasi Krisis, Digital PR, Media Sosial.

Pendahuluan

Setiap organisasi, termasuk korporasi dan institusi bisnis lainnya, rentan terhadap krisis. Krisis merupakan suatu peristiwa yang kehadirannya dapat membahayakan atau mengancam citra, reputasi, stabilitas keuangan suatu organisasi, bahkan mengancam keberlangsungan hidup organisasi (Nova, 2014). Meski krisis juga bisa menjadi sebuah peluang bagi organisasi untuk memperbaiki dan mentrasformasi diri, namun pada umumnya kegagalan mengelola krisis akan berakibat pada hal-hal negatif yang telah disebutkan di atas.

Pada 28 Desember 2014, Air Traffic Control (ATC) kehilangan kontak dengan pesawat AirAsia QZ8501 sejam setelah pesawat meninggalkan Surabaya menuju Singapura. Belakangan diketahui bahwa mesin pesawat mati setelah naik dengan kecepatan abnormal dalam kondisi


(2)

cuaca yang buruk dan kemudian jatuh di perairan Selat Karimata. Bagi maskapai atau perusahaan penerbangan, insiden yang menimpa penerbangan adalah salah satu krisis besar yang mengancam reputasi dan keberlangsungan hidup perusahaan. Banyak maskapai yang hancur reputasinya akibat insiden yang menimpa penerbangan mereka, hingga lambat laun ditinggalkan oleh konsumennya. Maskapai Adam Air di Indonesia adalah salah satu contoh bagaimana manajemen perusahaan gagal mengembalikan citra perusahaan setelah kecelakaan yang menimpa penerbangan mereka dan pada akhirnya harus gulung tikar. Tidak berapa lama sebelum kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 terjadi, maskapai Malaysian Airlines (MAS) juga mengalami insiden di mana pesawat MH370 milik maskapai mereka dinyatakan hilang. Selama periode pencarian (search and rescue), pihak MAS dianggap tidak memberikan informasi yang cukup dan cenderung tertutup kepada keluarga korban dan publik. Pendekatan komunikasi MAS dalam merespon insiden tersebut mendapatkan kritik dari banyak pihak hingga menyebabkan Chief Executive Officer (CEO) MAS, Ahmad Jauhari Yahya, mengundurkan diri dari jabatannya.

Seni berkomunikasi memang bukan hal yang mudah, dan berkomunikasi pada saat krisis jauh lebih sulit daripada berkomunikasi dalam interaksi sehari-hari. Hal ini disebabkan karena banyak faktor yang akan turut mempengaruhi. Resiko munculnya rumor dan kesalahpahaman juga sangat besar dalam situasi ini. Dalam situasi krisis, kecepatan respon sangat penting. Tanggapan tertunda akan menciptakan kesenjangan kredibilitas. Pihak Manajemen AirAsia tampaknya memahami hal tersebut. Segera setelah insiden, mereka bergerak cepat dengan mengoptimalkan saluran media baru, seperti menggunakan seluruh platform media sosial yang mereka miliki untuk berkomunikasi dengan publik. Yang tak kalah penting, tim public relations AirAsia segera menjadikan CEO AirAsia, Tony Fernandes, sebagai ikon penting di dalam mengelola krisis. Pergerakan cepat CEO AirAsia ini terpantau mulai dari keberangkatan ke Surabaya. AirAsia ingin menunjukkan rasa empati, rasa bersama menanggung kesedihan bersama keluarga yang sedang cemas ketika itu. Di saat yang bersamaan, rasa empati tersebut juga mereka tunjukkan melalui media Twitter, Facebook, dan pernyataan-pernyataan resmi yang dikeluarkan pada saat konferensi pers. AirAsia mengambil langkah-langkah komunikasi yang sangat humanis pada saat krisis terjadi. Strategi komunikasi yang dipilih oleh AirAsia tersebut sangat berbeda dengan strategi yang dipilih oleh Malaysia Airlines pada saat menghadapi musibah hilangnya pesawat MH370. Pendekatan MAS dianggap sangat tertutup dan membiarkan orang-orang berada dalam


(3)

ketidakpastian informasi atas apa yang terjadi dengan pesawat mereka. Sementara AirAsia begitu sigap memberikan fasilitas pada media dan hadir dengan reguler untuk memberi kabar terbaru bagi keluarga penumpang dan publik (creative paramedics, 2015). Pendekatan lain adalah munculnya CEO AirAsia sebagai frontman dalam strategi komunikasi krisis mereka. Segera setelah insiden, Tony Fernandes menyediakan waktunya untuk bertemu dengan media, berbicara dengan pejabat pemerintah yang berwenang, dan menginformasikan setiap perkembangan terkini melalui akun Twitter pribadinya. Dia bersiap dengan fakta-fakta dan kesediaan berbagi apapun kebenaran yang berhasil diungkap. Dia tampak begitu tulus dan bersungguh-sungguh dalam setiap gesturnya.

Dari berbagai langkah komunikasi yang diambil oleh AirAsia dalam menyikapi insiden QZ8501, AirAsia muncul menjadi sebuah role model bagi komunikasi krisis. Sebuah pendekatan dan kemampuan yang semestinya juga dimiliki oleh setiap organisasi, baik profit maupun non-profit, baik privat maupun publik, agar bisa bertahan dan memperbaiki diri setelah sebuah periode krisis menghantam organisasi. Oleh karena itu, penting untuk memahami lebih jauh mengenai bagaimana strategi komunikasi krisis yang dikembangkan oleh AirAsia, khususnya dalam menanggapi insiden jatuhnya pesawat QZ8501. Pemahaman mengenai strategi tersebut akan berguna bagi setiap organisasi, karena secara alamiah, setiap organisasi sangat rentan terhadap krisis. Apalagi Indonesia adalah negara yang sangat rentan dengan berbagai bencana, baik alam maupun sosial, sehingga pembelajaran mengenai komunikasi krisis yang efektif adalah pengetahuan dasar yang semestinya dimiliki oleh setiap organisasi, baik publik maupaun swasta.

Metodologi

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitiaan yang penelahaannya kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan komprehensif. Studi kasus bisa dilakukan terhadap individu maupun kelompok. Pada tipe penelitian ini, seseorang atau suatu kelompok yang diteliti, permasalahannya ditelaah secara komprehensif, mendetail, dan mendalam; berbagai variabel ditelaah dan ditelusuri, termasuk juga kemungkinan hubungan antar variabel yang ada. (Faisal, 2010). Penelitian ini mengambil Maskapai AirAsia sebagai unit analisis yang akan


(4)

dikaji. Untuk memahami bagaimana strategi komunikasi yang digunakan oleh AirAsia dalam menghadapi insiden jatuhnya pesawat QZ8501, peneliti melakukan:

1. Analisis terhadap teks akun media sosial resmi (twitter) milik AirAsia dan CEO AirAsia Group, pada periode 28 Desember 2014 – 28 Februari 2015.

2. Penelusuran informasi dari pihak AirAsia, menganalisis pers release AirAsia terkait insiden jatuhnya pesawat QZ8501 dan dokumen resmi lainnya, serta pernyataan-pernyataan resmi dari pihak AirAsia yang muncul di berbagai media.

3. Studi literatur untuk memahami praktik komunikasi krisis yang dilakukan oleh AirAsia, terutama yang muncul di berbagai media dan sumber lainnya.

Untuk analisis teks, teks yang didapatkan dari akun Twitter resmi milik AirAsia dan Tony Fernandes dianalisis dengan menggunakan metode framing dari Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Pan dan Kosicki membagi perangkat framing ke dalam empat struktur besar (Eriyanto, 2002), yaitu:

1. Struktur Sintaksis.

Dalam pengertian umum, sintaksis adalah susunan kata atau frase dalam kalimat. Hampir semua teks mempunyai skema. Skema di sini adalah aturan baku bagaimana suatu teks disusun dari awal sampai akhir. Teks umumnya disusun dalam suatu bentuk di mana hal yang penting ditempatkan pada informasi pertama dan detail informasi disajikan sesudahnya.

2. Struktur Skrip.

Skrip berhubungan dengan bagaimana sebuah peristiwa diceritakan. Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah pola 5 W + 1 H – who, what, when, where, why, dan how. Unsur kelengkapan ini dapat menjadi penanda framing yang penting. Skrip memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting.

3. Struktur Tematik.

Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis. Perangkat tematik ini dapat diamati melalui koherensi, yaitu pertalian atau jalinan antar kata, proposisi, atau kalimat. Ada beberapa macam koherensi, yaitu: koherensi sebab-akibat (proposisi atau


(5)

kalimat satu dipandang akibat atau sebab dari proposisi lain), koherensi penjelas (proposisi atau kalimat satu dilihat sebagai penjelas proposisi atau kalimat lain, koherensi pembeda (proposisi atau kalimat satu dipandang kebalikan atau lawan dari proposisi atau kalimat lain).

4. Struktur Retoris.

Struktur retoris menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan oleh teks. Perangkat retoris digunakan untuk membuat citra, meningkatkan kemenonjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu teks. Elemen yang penting dari struktur retoris adalah leksikon, pemilihan, dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menandai atau menggambarkan peristiwa.

Temuan dan Analisis 1. Profil AirAsia

AirAsia lahir pada 2001 ketika 2 pesawat tua dibeli dari pemiliknya yang asal Malaysia, DRB-Hicom, seharga koin 1 Ringgit Malaysia (0,25 sen dolar AS) dan hutang 11 juta dolar AS (40 juta Ringgit Malaysia). Dengan kekuatan inovasi, semangat, kerja tim yang hebat, dan ide-ide yang terlaksana dengan baik, AirAsia saat ini adalah maskapai penerbangan bertarif rendah terkemuka dan terbesar di Asia dan telah menerbangkan lebih dari 230 juta penumpang dan mengoperasikan armada yang terdiri dari 160 pesawat Airbus A320. AirAsia juga ditetapkan sebagai Maskapai Penerbangan Bertarif Rendah Terbaik Sedunia dalam Survei Maskapai Penerbangan Dunia menurut Skytrax selama enam tahun berturut-turut dari 2009-2014 (http://www.airasia.com/id/id/about-us/corporate-profile.page).

Tan Sri Tony Fernandes menjadi CEO AirAsia Group sejak Desember 2001. Sebelum bekerja di AirAsia, Tony adalah seorang Pengontrol Keuangan di Virgin Communication London sebelum bergabung dengan Warner Music International London pada tahun 1989. Ia dipromosikan menjadi Direktur Pelaksana di Warner Music Malaysia di tahun 1992 dan menjadi Direktur Pelaksana Regional Warner Music South East Asia pada tahun 1996. Pada tahun 1999, Tony diangkat menjadi Wakil Presiden Warner Music South East Asia. Bersama dengan mitranya,


(6)

Tony mendirikan Tune Air Sdn Bhd di tahun 2001, dengan visi untuk mendemokratisasi perjalanan udara dan membebaskannya dari cengkeraman kaum elit dengan menawarkan layanan berkualitas tinggi dan bertarif rendah. Mereka membeli AirAsia yang sedang bangkrut saat itu dari pemiliknya yang berasal dari Malaysia, DRB-Hicom, seharga satu keping RM1 (0.25 sen Dolar AS), dan setuju untuk menanggung hutang maskapai sebesar RM40 juta. Digerakkan oleh Fernandes dan dengan bantuan dari mitra-mitranya, AirAsia melunasi hutang tersebut kurang dari dua tahun; terlepas dari kenyataan bahwa maskapai tersebut beroperasi di masa yang sangat berbahaya setelah 11 September 2001. AirAsia dimulai dengan dua pesawat (Boeing 737-300), satu tujuan (Pulau Langkawi), dan 250 staf.

Layanan AirAsia Group kini telah menjangkau jaringan paling luas di seluruh Asia dan Australia yang tersusun dari afiliasi maskapai penerbangan berikut:

1. AirAsia Berhad (Malaysia) - Kode penerbangan: AK. Didirikan tahun 2001 dan terdaftar dalam Pasar Utama Bursa Malaysia Securities Berhad di bulan November 2004, dengan cabang di Kuala Lumpur, Kota Kinabalu, Penang, Johor Bahru dan Kuching.

2. AirAsia Indonesia - Kode penerbangan: QZ. Didirikan pada tanggal 8 Desember 2004, melalui kerjasama ventura antara AirAsia International Ltd. dengan PT. Awair Internasional, dengan cabang di Jakarta, Bandung, Bali, Surabaya dan Medan.

3. Thai AirAsia – Kode penerbangan: FD. Didirikan pada tahun 2003 sebagai bentuk kerjasama ventura antara Asia Aviation dengan AirAsia Investment, dan terdaftar pada Pertukaran Saham Thailand di bulan Mei 2012. Thai AirAsia memulai penerbangan komersial perdananya tanggal 4 Februari 2004 dari Bangkok ke Hat Yai, dan sekarang beroperasi dari cabang di Bangkok, Phuket dan Chiang Mai.

4. Philippines’ AirAsia - Kode penerbangan: PQ. Didirikan pada tahun 2010 sebagai AirAsia Inc. dengan 60% dimiliki dalam kemitraan setara oleh para pengusaha di Filipina dan 40% dimiliki oleh AirAsia Berhad melalui anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya AirAsia International Inc, yang beroperasi dari cabang ub di Manila.

5. AirAsia India - Kode penerbangan: I5. Didirikan pada tahun 2013 sebagai bentuk kerjasama ventura antara Tata Sons Limited, Telestra Tradeplace Pvt Ltd & AirAsia. Maskapai tersebut saat ini mengoperasikan penerbangannya dari kantor pusatnya saat ini di Bangalore ke Chennai, Kochi dan Goa, Jaipur dan Chandigarh.


(7)

6. AirAsia Zest - Kode penerbangan: Z2. Maskapai Penerbangan Tarif Rendah ZestAir telah diganti namanya menjadi AirAsia Zest pada tahun 2013 untuk mencerminkan kemitraannya dengan AirAsia. Saat ini, maskapai tersebut melayani sembilan rute domestik dan empat rute internasional dari Manila.

7. AirAsia X - Kode penerbangan: D7. Didirikan pada tahun 2007, yang merupakan maskapai penerbangan jarak jauh bertarif rendah dari AirAsia Group dan saat ini melayani penerbangan ke tujuan-tujuan di wilayah Asia Pasifik. Beroperasi dari cabang di Kuala Lumpur.

8. Thai AirAsia X - Kode penerbangan: XJ. Didirikan pada tahun 2014, yang merupakan perluasan dari maskapai penerbangan tarif rendah terdepan di Asia, AirAsia, dan berusaha memberikan tarif rendah setiap hari kepada pelancong yang ingin melakukan perjalanan ke tujuan yang memakan waktu lebih dari empat jam dari cabang Bandara Internasional Don Mueang Bangkok.

9. Indonesia AirAsia X - Kode penerbangan: XT Indonesia. AirAsia X adalah penerbangan jarak jauh dan murah pertama di Indonesia, dan merupakan afiliasi dari AirAsia Group di Indonesia. Maskapai saat ini menawarkan penerbangan langsung dari Denpasar, Bali ke Taipei dan Melbourne, Australia. Indonesia AirAsia X beroperasi pada Airbus A330-300, dengan pengaturan kursi dari 12 kursi Kelas Bisnis dan 365 kursi ekonomi.

Komitmen AirAsia terhadap tarif rendah tampak dalam semboyan mereka, “Now Everyone Can Fly/Kini Semua Orang Bisa Terbang”. Namun meski memberlakukan tarif rendah, AirAsia mengklaim bahwa “mengutamakan keselamatan” adalah bagian dari filosofi mereka, di mana optimalisasi biaya tidak berlaku pada pengeluaran untuk keselamatan. Armada pesawat Airbus AirAsia sepenuhnya mematuhi Ketentuan Keselamatan Penerbangan Internasional, dan diatur oleh Departemen Penerbangan Sipil Malaysia yang dikenal secara internasional. Mereka juga memiliki mitra internasional yang ternama untuk perawatan pesawat dan mesin, dan membuat investasi signifikan untuk memastikan keselamatan pesawat-pesawatnya. AirAsia mengadopsi toleransi nol terhadap praktek-praktek tidak aman dan memperjuangkan nol kecelakaan melalui pelatihan tepat, praktek-praktek kerja, manajemen risiko, dan kepatuhan terhadap peraturan keselamatan setiap saat.


(8)

2. Analisis Teks 1: Twitter AirAsia Indonesia

Hasil analisis framing terhadap teks yang diperoleh dari akun Twitter resmi AirAsia Indonesia (@AirAsiaId) adalah sebagai berikut:

Perangkat Framing 1. Struktur Sintaksis.

Sepanjang periode 28 Desember 2014 – Februari 2015, @AirAsiaId menggunakan sebuah template (Informasi terbaru/informasi terkini/perkembangan terbaru dari penerbangan QZ 8501) untuk menyajikan informasi berkala mengenai perkembangan pencarian dan penyelidikan atas jatuhnya pesawat QZ8501. Dari struktur sintaksis yang digunakan, terlihat bahwa prioritas pesan @AirAsiaId pada tahap ini adalah informasi yang mungkin dibutuhkan oleh keluarga korban, khususnya update mengenai pencarian dan evakuasi korban (search and rescue).

2. Struktur Skrip.

Dalam template yang digunakan oleh @AirAsiaId, struktur skrip yang paling dominan adalah terkait dengan “What” (perkembangan apa yang terjadi dalam proses pencarian dan evakuasi korban dan puing pesawat) serta “When” (kapan terjadinya).

3. Struktur Tematik.

Struktur tematik tidak terlalu tampak, karena ruang untuk @AirAsiaId menyampaikan pesan dibatasi hanya dalam 140 karakter (sesuai dengan ketentuan dari pengelola Twitter), sehingga peristiwa/fakta/informasi di-bahasa-kan dengan singkat dan padat.

4. Struktur Retoris.

Selain sebuah template yang digunakan untuk mengabarkan setiap informasi terkini yang tersedia, @AirAsiaId juga kerap menambahkan tagar (tanda pagar, hashtag, #) “together we stand” pada akhir kicauannya.

Interpretasi

Akun Twitter resmi AirAsia Indonesia (@AirAsiaId) dikelola dengan sangat formal, bahkan ketika terjadi suatu musibah tak terduga seperti jatuhnya pesawat QZ8501. Hal ini terlihat dari penggunaan bahasa yang sangat teknis dan dikemas dalam template (contoh, model) yang sama


(9)

yang digunakan berulang-ulang selama periode 28 Desember 2014 hingga 28 Februari 2015. Template yang digunakan adalah “Informasi terbaru/informasi terkini/perkembangan terbaru dari penerbangan QZ8501”. Template ini digunakan untuk mengabarkan informasi yang diperbarui setiap hari, seperti proses pencarian dan evakuasi korban dan puing pesawat, proses penyelidikan, dan informasi lain terkait jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 yang mungkin dibutuhkan oleh keluarga korban.

Selain template yang digunakan untuk menyampaikan informasi terbaru, beberapa kali pihak AirAsia Indonesia (@AirAsiaId) juga mengunggah pesan yang lebih personal yang menyiratkan perasaan duka mereka atas musibah yang terjadi. Di antaranya:

1. Kami sangat berduka atas kabar terkini dari QZ8501. Teriring doa untuk para awak kabin & penumpang. #togetherwestand ow.ly/i/86ptw (30 Desember 2014)

2. Kami tetap berkomitmen untuk selalu mendampingi. #togetherwestand Facebook.com/video.php?v=10… (10 Februari 2015)

3. One purpose, one spirit, one love, humanity above all #togetherwestand (11 Februari 2015 dan 13 Februari 2015)

4. Cerita salah satu volunteer Crisis Center QZ8501, Shy Karim (via @satriaramadhan) #togetherwestand chirpstory.com/252303 (16 Februari 2015); dan Cerita salah satu volunteer kami yang bertugas di Crisis Center QZ8501 kemarin (via@ghf_) #togetherwestand chiprstory.com/li/252847 (19 Februari 2015)

5. Terima kasih atas dukungan yang Anda berikan. Kini, kami siap melanjutkan mimpi Anda. #togetherwestand (20 Februari 2015)

Melalui kicauan-kicauan di atas, pihak AirAsia Indonesia mencoba untuk membangun pesan yang lebih empatik. Selain menunjukkan rasa duka atas musibah yang terjadi, @AirAsiaId mencoba untuk menunjukkan bahwa korban dan keluarganya adalah prioritas mereka pada periode ini, kesediaan orang untuk bekerja secara sukarela menolong orang lain adalah sebuah kekuatan, dan bahwa AirAsia Indonesia mulai bersiap untuk beranjak dari situasi sulit untuk mencapai tujuan-tujuan mereka berikutnya, terutama dalam memberikan layanan terbaik bagi pelanggan. Meski frekuensinya sedikit dan ruangnya terbatas (maksimum 140 karakter), kicauan semacam ini bisa memberikan selingan yang menampakkan sisi manusiawi dari perusahaan, terutama pada saat terjadinya sebuah musibah.


(10)

3. Analisis Teks 2: Twitter AirAsia

Hasil analisis framing terhadap teks yang diperoleh dari akun Twitter resmi AirAsia (@AirAsia) adalah sebagai berikut:

Perangkat Framing 1. Struktur Sintaksis.

Sama halnya dengan akun @AirAsiaId, sepanjang periode 28 Desember 2014 – Februari 2015, akun @AirAsia menggunakan sebuah template, yaitu “[Updated statement] QZ8501 as of…” dan “AirAsia Indonesia flight QZ8501 update (as of)”. Template ini digunakan untuk menyajikan informasi berkala mengenai perkembangan pencarian dan penyelidikan atas jatuhnya pesawat QZ8501. Dari struktur sintaksis yang digunakan, tampak bahwa prioritas pesan AirAsia adalah informasi yang mungkin dibutuhkan oleh keluarga korban, khususnya update mengenai pencarian dan evakuasi korban.

2. Struktur Skrip.

Begitu juga dengan struktur skrip yang digunakan oleh @AirAsiaId, struktur skrip yang dominan digunakan oleh @AirAsia juga terkait dengan unsur “What” (perkembangan apa yang terjadi dalam proses pencarian dan evakuasi korban dan puing pesawat) dan “When” (kapan terjadinya).

3. Struktur Tematik.

Struktur tematik tidak tampak, karena @AirAsia hanya mengunggah tweet yang dikemas dalam satu template yang singkat.

4. Struktur Retoris.

Berbeda halnya dengan @AirAsiaId yang kerap menambahkan tagar (tanda pagar, hashtag, #) “together we stand” pada akhir kicauannya, selama periode dua bulan sejak pesawat QZ8501 dinyatakan jatuh, akun @AirAsia hanya sekali menggunakan tagar “together we stand” yang menjadi tagline kampanye public relations mereka.

Interpretasi

Senada dengan akun twitter AirAsia Indonesia (@AirAsiaId), akun twitter AirAsia (@AirAsia) juga dikelola secara formal dengan bahasa yang sangat teknis, nyaris tidak ada sentuhan


(11)

‘personal’ dan ‘emosional’ dalam kicauan-kicauan yang diunggah dalam kurun waktu dua bulan. Selama kurun waktu tersebut, AirAsia hanya mengunggah kicauan dengan menggunakan 2 template kalimat yang digunakan setiap hari:

1. [Updated statement] QZ8501 as of …

2. AirAsia Indonesia flight QZ8501 UPDATE (as of …)

Dalam periode 28 Desember 2014 – 28 Februari 2015 tersebut, hanya tercatat dua kali AirAsia mengunggah kicauan dengan format di luar kedua template di atas, yaitu:

1. Pada tanggal 28 Desember 2014: AirAsia Indonesia regrets to confirm that QZ8501 from Surabaya to Singapore has lost contact at 07:24hrs this morning.

2. Pada tanggal 30 Desember 2014: We are deeply saddened by the news of QZ8501. Heartfelt condolences to loved ones of those affected #togetherwestand.

4. Analisis Teks 3: Twitter Tony Fernandes

Hasil analisis framing terhadap teks yang diperoleh dari akun Twitter resmi Tony Fernandes (@tonyfernandes) adalah sebagai berikut:

Perangkat Framing 1. Struktur Sintaksis.

Karena dibatasi oleh karakter maksimum yang bisa digunakan (140 karakter), Tony Fernandes menyampaian kicauan dalam bentuk yang singkat dan padat, dengan skema: “informasi yang ingin disampaikan” dan “apa yang ia rasakan”. Tak ada template khusus yang digunakan Tony dalam menyampaikan pesan. Dari struktur sintaksis yang digunakan, tampak bahwa prioritas pesan Tony Fernandes adalah simpati dan prioritas bagi korban dan keluarganya, informasi terkini terkait penerbangan QZ8501, dan dukungan bagi orang-orang yang bekerja (basarnas, relawan, dll) dan tim AirAsia dalam menghadapi musibah ini. 2. Struktur Skrip.

Struktur skrip yang dominan digunakan oleh Tony Fernandes adalah unsur “What” (update informasi, apa yang dirasakan, apa yang ingin disampaikan) dan “Who” (korban, keluarga korban, tim AirAsia, Basarnas, dll).


(12)

3. Struktur Tematik.

Melalui kicauan-kicauannya, Tony Fernandes mencoba membangun 2 struktur tematik utama, yaitu (1) bahwa korban dan keluarganya adalah prioritas utama dalam proses penanganan krisis, dan (2) situasi krisis ini akan bisa dilalui jika semua pihak bekerja bersama-sama.

4. Struktur Retoris.

Meski “together we stand” menjadi tagline kampanye PR AirAsia segera setelah terjadinya musibah yang menimpa pesawat QZ8501, Tony Fernandes tidak pernah menggunakan tagar tersebut dalam kicauan-kicauannya. Ia memilih menggunakan pilihan-pilihan kata dan kalimat yang mewakili dirinya sendiri sehingga mengesankan kicauannya sebagai genuine, spontan, dan personal.

Interpretasi

Berbeda dengan akun resmi AirAsia dan AirAsia Indonesia, akun Twitter Tony Fernandes lebih personal dan dikemas dengan bahasa yang non-formal. Tony juga tidak menggunakan sebuah template. Hal ini mengisyaratkan bahwa kicauannya bersifat spontan dan mencerminkan kesungguhan hatinya dalam menyampaikan pesan-pesan tersebut. Karena empatik, kicauan-kicauan Tony Fernandes beberapa kali di re-tweet (dikicaukan ulang) baik oleh akun @AirAsia maupun @AirAsiaId. Tony Fernandes juga cukup aktif mengunggah tweet setiap harinya. Bahkan pada 28 Desember 2014 ketika pesawat QZ8501 dinyatakan hilang dan pada 30 Desember 2014 ketika mulai ditemukan petunjuk awal mengenai keberadaan pesawat, Tony Fernandes mengunggah hingga 8 kicauan dalam sehari.

Dalam kicauan-kicauannya, Tony Fernandes menampilkan dua identitas diri; yaitu:

1. Sebagai CEO AirAsia; ditunjukkan dengan penggunaan kata ganti jamak (AirAsia, we, us, our) dalam kicauannya. Misalnya:

a. We will be putting out another statement soon. Thank you for all your thoughts and prays. We must stay strong. (28 Desember 2014)

b. Our priority is looking after all the next of Kin for my staff and passengers. We will do whatever we can. We continue to pass information as it comes. (28 Desember 2014) c. Been one of my toughest days. Spent a large part of day meeting families of passengers.


(13)

2. Sebagai pribadi; ditunjukkan dengan penggunaan kata ganti orang pertama tunggal (I, my) dalam kicauannya. Misalnya:

a. On my way to Surabaya where most of the passengers are from as with my Indonesian management. Providing information as we get it. (28 Desember 2014)

b. My only thought are with the passengers and my crew. We put our hope in the SAR operation and thank the Indonesia, Singapore and Malaysian governments. (28 Desember 2014)

c. I am touched by the massive show of support especially from my fellow airlines. This is my worse nightmare. But there is no stopping. (28 Desember 2014)

Kicauan Tony Fernandes juga lebih beragam. Selain memberikan informasi mengenai perkembangan pencarian dan evakuasi korban, kicauannya menampilkan:

1. Rasa duka dan simpati bagi korban dan keluarganya, misalnya:

a. Reality of seeing the evacuees and some of my aircraft parts are soul destroying. But we stay strong for the families, Allstars and our guests. (31 Desember 2014)

b. I’m arriving in Surabaya to take Nisa home to Palembang. I cannot describe how I feel. There are no words. (2 Januari 2015)

2. Tentang prioritas pada keluarga korban, misalnya:

a. We need to find all parts soon we can find all out guests to ease the pain of our families. That still is our priority. (7 Januari 2015)

b. It is so sad though seeing our aircraft. I’m gutted and devastated. But hopefully we can find the rest of plane and put closure for families. (14 Januari 2015)

3. Ucapan terima kasih kepada berbagai pihak, misalnya:

a. Let’s hope today is a major breakthrough day and we can find main fuselage. Its important to us to find all our guests. Thanks to Basarnas and all navys. (11 Januari 2015)

b. Have been busily working on improving everything we can even before investigation is out. We owe it to everyone. (20 Februari 2015)


(14)

4. Tentang pentingnya informasi dan transparansi bagi semua pihak, misalnya:

a. Many sensational headlines on Airasia. We have kept quiet as our focus is on families. One by one facts will come out and clear us. (5 Januari 2015)

b. The pictures are correct. Fuselage found. Needs some work for divers to go in. Thank you all rescue teams. We hope all our guests are there. (14 Januari 2015)

5. Peran pemimpin dalam melalui masa krisis, misalnya:

a. Human spirit is amazing. Stay strong Airasia all stars. Don’t let newspaper headlines deflect the amazing job you do. Airasia changed flying. (5 Januari 2015)

b. Words cannot describe. The test of a true man or woman is when you see them in crisis. (9 Februari 2015)

6. Kemampuan Mengidentifikasi Krisis

Krisis ditafsirkan dengan banyak pengertian. Webster (dalam Nova, 2014) mendefinisikan krisis sebagai “A sudden turn for better or worse; a desicive moment; an unstable state of affairs in which a desicive change is impending; situation that has reached a critical phase”. Sebuah krisis dapat mengganggu aktivitas sebuah organisasi, bahkan terkadang mengancam kelangsungan hidup atau keberadaannya. Karenanya, krisis harus ditangani secara cepat agar organisasi dapat berjalan normal setelah itu. Dari langkah-langkah yang diambil oleh AirAsia segera setelah pesawat QZ8501 dinyatakan hilang, terlihat bahwa manajemen AirAsia memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan situasi krisis yang terjadi yang harus segera mereka kelola. Alih-alih menghindari publik, manajemen AirAsia memilih untuk menghadapi krisis ini bersama-sama dengan mereka, khususnya bersama dengan keluarga penumpang dan kru penerbangan yang menjadi korban. Hal ini nampak dari tindakan pertama yang dilakukan oleh Tony Fernandes, selaku CEO AirAsia Group, yaitu terbang ke Surabaya untuk menemui keluarga korban. Ini terungkap melalui ‘kicauan’-nya pada 28 Desember 2014: “On my way to Surabaya where most of the passengers are from as with my Indonesian management. Providing information as we get it.” Keputusan untuk datang menemui keluarga korban segera setelah peristiwa terjadi merupakan tindakan yang sangat berani mengingat tidak banyak informasi yang bisa ia


(15)

sampaikan pada saat itu dan kemungkinan ia akan berhadapan dengan keluarga korban yang marah dan tidak sabar karena sedang dalam situasi trauma kehilangan orang-orang yang dicintainya. Namun dengan hadir secara fisik, Tony Fernandes tampaknya ingin menunjukkan bahwa secara personal ia bersungguh-sungguh dalam menghadapi musibah ini. Fernandes juga memiliki kesigapan yang baik dalam mengidentifikasi dan merespon krisis yang terjadi. Sejak hari Minggu (28 Desember 2014) saat pesawat pertama kali dinyatakan hilang, Fernandes telah mampu menempatkan dirinya dengan baik. Melalui akun Twitter pribadinya, ia meminta maaf atas jatuhnya korban jiwa dalam kecelakaan tersebut, mengungkapkan kesedihan serta rasa berkabung pada seluruh keluarga yang ditinggalkan, dan menyatakan akan memikul seluruh tanggungjawab atas musibah tersebut. Karena sikapnya, dukungan yang besar mengalir bagi Fernandes, termasuk dukungan dari keluarga korban. Di saat yang sama, maskapai dan anak usahanya di Indonesia terus memperbarui informasi pada pihak keluarga dan masyarakat luas (Deil, 2015).

Robert P. Powell (dalam Nova, 2014) menyatakan bahwa krisis adalah kejadian yang tidak diharapkan, berdampak dramatis, kadang belum pernah terjadi sebelumnya yang mendorong organisasi kepada suatu kekacauan, dan dapat menghancurkan organisasi tersebut tanpa adanya tindakan nyata. Krisis tidak memiliki batas (no boundaries) dan dapat terjadi kapan saja dan di mana saja terhadap setiap organisasi, baik profit, non-profit, publik, maupun privat. Sementara Bernstein (2013) mendefinisikan krisis sebagai “Any situation that is threatening or could threaten to harm people or property, seriously interrupt business, significantly damage reputation and/or negatively impact the bottom line”. Saat pesawat QZ8501 yang terbang dari Surabaya menuju Singapura dinyatakan hilang, AirAsia menghadapi paling tidak dua persoalan yang disebutkan oleh Powell dan Bernstein di atas: (1) Kemungkinan jatuhnya korban jiwa, serta kerugian materiil dan non-materiil yang menyertainya, serta (2) Ancaman terhadap reputasi AirAsia sebagai maskapai penerbangan murah (low fare flight). Padahal selama ini, meski memberlakukan tarif rendah, AirAsia mengklaim bahwa “mengutamakan keselamatan” adalah bagian dari filosofi mereka, di mana optimalisasi biaya tidak berlaku pada pengeluaran untuk keselamatan. AirAsia mengadopsi toleransi nol terhadap praktek-praktek tidak aman dan memperjuangkan nol kecelakaan melalui pelatihan tepat, praktek-praktek kerja, manajemen risiko, dan kepatuhan terhadap peraturan keselamatan setiap saat. Musibah ini sendiri merupakan kecelakaan maut pertama yang dialami AirAsia setelah 13 tahun berkarir. Kecelakaan fatal


(16)

biasanya juga melambangkan kehancuran bisnis masakapai yang mengalaminya. Namun profesionalisme dan keterbukaan AirAsia dalam merespon kecelakaan tersebut sangat krusial bagi pemulihan reputasinya. Di tengah krisis kepercayaan publik dan kemungkinan jatuhnya reputasi maskapai atas kecelakaan tersebut, Fernandes muncul sebagai pemeran utama yang dengan tenang menghadapi serta mengikuti seluruh perkembangan yang muncul. Ia terlihat autentik dan kredibel, serta selalu mendahulukan prioritas bagi keluarga korban. Ia menunjukkan empati yang besar, melalui tindakan dan kicauan-kicauannya di media sosial, dan menggunakan seluruh koneksi untuk melewati insiden ini bersama-sama. Hilangnya pesawat QZ8501 cukup menjadi alarm bagi manajemen AirAsia bahwa krisis sedang di depan mata dan harus segera ditangani, karena krisis pada umumnya berjalan dengan cepat, melibatkan banyak aktor, dan membutuhkan pengambilan keputusan di bawah situasi tekanan dan ketidakpastian.

Dalam situasi krisis, media massa juga memainkan peran yang sangat penting karena media membentuk dan menyebarkan gambaran mengenai krisis (the picture of a crisis). Dengan alasan tersebut, manajemen AirAsia, yang dimotori oleh Tony Fernandes, selalu menyediakan diri mereka terakses oleh media. Untuk kepentingan tersebut, AirAsia menyiapkan sebuah call center yang dapat diakses oleh awak media. Bahkan melalui Communication AirAsia Indonesia, Malinda Yasmin, AirAsia berjanji akan terus memberikan informasi lebih lanjut mengenai situasi terkini yang antara lain bisa diakses melalui website AirAsia (www.airasia.com). Setiap organisasi memang memiliki kerentanan terhadap krisis. Jika organisasi tidak bersiap, maka kerusakan yang ditimbulkan akibat krisis tersebut akan lebih besar. Bagi perusahaan penerbangan, kecelakaan penerbangan biasanya merupakan salah satu krisis paling besar yang mengancam operasionalisasi perusahaan. Banyak perusahaan penerbangan yang menjadi bulan-bulanan media karena respon yang mereka berikan tidak bisa menjawab harapan publik. Di Indonesia, Lion Air dan Adam Air pernah mengalami hal tersebut. Sementara di Malaysia, CEO Malaysian Airlines (MAS) bahkan terpaksa mundur setelah insiden hilangnya pesawat MH370. MAS dikritik karena sangat tertutup dalam memberikan informasi kepada keluarga korban dan publik.

Selain ancaman, krisis juga menciptakan peluang. Salah satunya untuk menciptakan perubahan-perubahan strategis yang diperlukan agar organisasi dapat mendapatkan kembali kepercayaan publik. Tak berapa lama setelah insiden jatuhnya pesawat QZ8501 yang mengancam reputasi


(17)

AirAsia sebagai penerbangan bertarif rendah (low fare flight), AirAsia melakukan re-branding untuk menegaskan bahwa faktor keselamatan dan kenyamanan adalah prioritas utama bagi mereka. Selain itu, AirAsia juga berusaha untuk menunjukkan empati dengan mengubah logo AirAsia yang tercantum di seluruh platform media sosial mereka, dari karakter brand yang ceria (merah menyala) menjadi abu-abu yang diasosiasikan dengan situasi berkabung. Melalui perubahan ini, AirAsia tampaknya ingin merefleksikan tragedi yang sedang mereka alami. Gestur yang sederhana, namun menunjukkan kesungguhan mereka dalam merespon krisis. Gestur kecil yang juga sarat makna ditunjukkan oleh Tony Fernandes, yang tampil di hadapan publik tanpa topi merah yang biasanya ia kenakan (signature red cap) untuk menunjukkan bahwa ia sedang dalam masa berkabung.

7. Strategi Komunikasi Krisis AirAsia

Bernstein (2013) mengatakan bahwa kegagalan utama yang sering terjadi adalah ketidakmampuan organisasi untuk mengidentifikasi berbagai isu komunikasi yang terkait dengan respon terhadap krisis atau bencana. Organisasi seringkali tidak menyadari bahwa mereka bisa menjangkau setiap kelompok kepentingan jika mereka menggunakan strategi komunikasi internal dan ekternal, serta menggunakan saluran komunikasi yang paling baik yang tersedia. Langkah-langkah dasar untuk melakukan komunikasi krisis yang efektif tidak sulit, namun membutuhkan pengalaman dan jam terbang untuk bisa meminimalisir kerusakan yang ditimbulkan. Semakin lambat respon terhadap krisis, maka semakin besar kerusakan yang akan timbul. Menurut Firman Nova (2014), ketika krisis terjadi, media firestorm (badai media) dapat dengan cepat menyerang organisasi. Oleh karena itu, perusahaan harus secara efektif merespon tuntutan mitigasi krisis. Untuk merespon krisis secara efektif, perlu lebih dari sekedar ketrampilan public relations. Pengalaman lapangan, seperti melakukan investigasi, pemahaman terhadap publik dan situasi politik, dan lainnya juga sangat diperlukan. Strategi ekstra juga dibutuhkan. Misalnya proaktif dengan media; merekrut pihak ketiga, seperti jurnalis senior, tokoh masyarakat, atau opinion leader yang dapat memberikan masukan positif bagi perusahaan; dan responsif terhadap isu yang ada tanpa menunggu menjadi bulan-bulanan media dan masyarakat.


(18)

Segera setelah informasi mengenai hilangnya pesawat QZ8501 diterima, CEO Group, Tony Fernandes mengambil langkah cepat dalam memanfaatkan Twitter untuk memberikan update mengenai nasib dan keberadaan pesawat tersebut. Pesan-pesan posistif yang disampaikan oleh Tony Fernandes di media sosial mendapatkan respon yang segera dan luas. Selain itu, update yang konstan atau terus-menerus dari CEO seorang perusahaan akan meminimalisir berkembangnya rumor yang tak diinginkan. ‘Kicauan’ yang terus-menerus, di tengah-tengah pernyataan resmi AirAsia untuk media yang juga terus mengalir, menunjukkan dukungan dan empati bagi siapa saja yang menyaksikan krisis berlangsung. Di saat yang bersamaan, manajemen AirAsia juga selalu mereproduksi siaran pers untuk kemudian pesannya yang baru (fresh content) diunggah ke Facebook. Saat menghadapi krisis, saluran media sosial AirAsia selalu terbuka dan tak pernah terputus.

Langkah-langkah komunikasi krisis yang dilakukan oleh AirAsia, menggambarkan strategi komunikasi krisis yang efektif (Nova, 2014) yang mempertimbangkan berbagai tujuan berikut:

1. Memelihara hubungan.

Apa yang ditunjukkan oleh manajemen AirAsia adalah sebuah upaya untuk memelihara hubungan dengan publik, terutama pelanggan yang menjadi korban dalam musibah jatuhnya pesawat QZ8501. Kecelakaan pesawat dapat menghilangkan kepercayaan publik kepada AirAsia, apalagi jika manajemen tidak mampu menunjukkan respon yang baik dalam menghadapi musibah yang terjadi. Keterlibatan CEO AirAsia Group secara personal di lapangan, hadir di tengah-tengah keluarga korban yang menunggu kabar tentang proses pencarian dan evakuasi korban, kicauan-kicauan yang ‘menyentuh hati’ dan terus menerus, serta informasi yang terus-menerus dari pihak manajemen, meskipun dalam situasi hanya sedikit yang bisa disampaikan – menunjukkan perhatian dan kepedulian yang sangat personal. Perhatian dan kepedulian manajemen terhadap detil juga terlihat dari perubahan logo AirAsia yang tadinya berwarna merah menyala menjadi abu-abu untuk menunjukkan bahwa seperti halnya keluarga korban, seluruh keluarga besar AirAsia juga sedang dalam masa berkabung. Mantan CEO AirAsia Indonesia, Dharmadi, seperti dikutip dari Tribunnews (2015) mengungkapkan, “Kami berupaya menangani krisis ini sebaik mungkin. Korban dan keluarganya memiliki keterikatan yang kuat, menjadi bagian dari AirAsia Indonesia. Bahkan, kami mengerahkan 55 orang staf untuk melayani komunikasi kepada pihak keluarga korban


(19)

yang berjumlah 55 keluarga. Ini komitmen kami untuk tetap dekat dengan keluarga korban,"

2. Mudah diakses oleh media berita.

AirAsia Indonesia cukup sigap memberi fasilitas pada media dan hadir dengan reguler untuk memberi kabar terbaru bagi keluarga penumpang dan publik. Meski demikian, manajemen AirAsia juga tidak terlepas dari kritik ketika pada awal Januari 2015, Kementerian Perhubungan mengatakan bahwa pesawat bernomor penerbangan QZ8501 rute Surabaya-Singapura tidak memiliki izin saat terbang. Hal ini disebabkan karena manajemen AirAsia sempat ‘bungkam’ berjam-jam setelah berita tersebut terkuat. Hal ini kontras dengan saat CEO Tony Fernandes mengambil peran terdepan di televisi maupun Twitter dalam beberapa hari sebelumnya. Ia kerap menyampaikan belasungkawa dan menegaskan akan bertanggung jawab atas kecelakaan QZ8501. Menanggapi hal tersebut, Sunu Widyatmoko, CEO AirAsia Indonesia, akhirnya merilis sebuah pernyataan pendek: “Seperti yang Anda ketahui pemerintah telah memberhentikan sementara rute QZ8501 dari Surabaya ke Singapura [dan] sebaliknya. Untuk itu, pemerintah melakukan proses evaluasi untuk investigasi. Manajemen AirAsia akan bekerja sama penuh dengan pemerintah dalam proses evaluasi tersebut. Dalam hal itu kami, manajemen AirAsia, tidak akan berkomentar dalam periode proses evaluasi sampai hasil evaluasi diumumkan.”

Situasi tersebut menunjukkan bahwa ketika media tidak bisa mendapatkan cukup informasi dari sumber utama yang kredibel, media akan mencari informasi dari sumber-sumber lain yang mungkin tidak bisa diandalkan dan menggiring opini yang mungkin justru akan mengancam reputasi perusahaan. Menanggapi pernyataan AirAsia yang mengatakan “tidak akan berkomentar sampai hasil evaluasi diumumkan”, Tom Evrard, seorang ahli komunikasi krisis di FTI Strategic Communication di Singapura (The Wall Street Journal, 2015) mengatakan AirAsia bertindak benar dengan tidak berkata apa-apa sampai semua fakta terkumpul. Meskin demikian, dalam situasi krisis di mana setiap orang berkepentingan untuk mengetahui setiap perkembangan yang berlangsung, maskapai harus mengumpulkan fakta secepat mungkin dan dalam proses tersebut jangan menghindar dari media.

3. Menunjukkan empati terhadap orang yang terlibat.


(20)

CEO AirAsia berungkali menyampaikan rasa duka yang mendalam bagi korban dan keluarganya serta ungkapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu upaya pencarian dan evakuasi korban. Selain melalui bahasa verbal, berbagai gestur manajemen juga meunjukkan empati, seperti Tony Fernandes yang menanggalkan topi merah yang selama ini menjadi signature-nya, logo AirAsia yang berubah warna menjadi abu-abu, dan lain-lain. Hal-hal tersebut merupakan sebuah gestur yang sederhana namun menunjukkan keseriusan AirAsia dalam menghadapi krisis.

4. Membuka akses distribusi informasi.

Sejak awal, AirAsia paham bahwa dalam situasi krisis, informasi adalah hal yang sangat dibutuhkan terutama oleh keluarga korban. Karenanya, AirAsia menegaskan komitmen mereka untuk membuka setiap informasi dan temuan kepada publik. Selain membuka berbagai saluran komunikasi untuk publik, pesan-pesan komunikasi krisis Airasia juga tampak terkoordinasi dengan baik, dengan CEO AirAsia Group, Tony Fernandes mengambil peran dalam memimpin tim komunikasi krisis AirAsia. AirAsia menunjukkan kepekaan mereka dengan menunjukkan komunikasi top-down dari seorang figur besar korporat yang dalam situasi krisis biasanya ‘hilang’ atau menghindar dari publik.

5. Perampingan proses komunikasi.

Alih-alih menunjuk juru bicara untuk mewakili perusahaan, CEO AirAsia turun langsung sebagai frontman dalam membangun komunikasi dengan publik. Selain menyediakan sumber terpercaya, turun tanggannya CEO secara langsung menunjukkan kesungguhan AirAsia dalam menghadapi krisis. Tony Fernandes selaku CEO selalu hadir di hamper setiap konferensi pers yang digelar. Selain itu, Fernandes juga membuka dialog dan merespon setiap pertanyaan, baik dari wartawan maupun keluarga korban.

6. Aktif dalam berkomunikasi dan memberikan informasi, serta menggunakan komunikasi multi-channel.

Dalam menghadapi krisis, manajemen AirAsia berupaya untuk terus membangun komunikasi yang mutual dengan berbagai pihak, terutama dengan keluarga korban dan media. Untuk itu, AirAsia menyediakan hotline service bagi kedua pemangku kepentingan tersebut. Selain


(21)

direct line, AirAsia juga memanfaatkan media sosial terutama Facebook dan Twitter untuk membangun komunikasi yang interaktif. Tony Fernandes juga tergolong aktif dalam memberikan informasi kepada publik. Ia seringkali tidak perlu menunggu sampai semua fakta terkumpul dan kemudian memolesnya menjadi pernyataan resmi sebelum mengunggah serangkaian kicauan (tweets) yang bisa diakses oleh publik. Justru karena apa adanya, Fernandes tampak jujur dan bersungguh-sungguh dengan segala yang ia ucapkan. Dalam situasi krisis, jujur atas ketidaktahuan kita akan situasi yang sebenarnya seringkali jauh lebih baik daripada menahan informasi – hingga semua fakta terkumpul, karena ketiadaan informasi dalam jangka waktu yang lama akan membuat publik menjadi frustasi.

Selain strategi komunikasi krisis yang dikemukakan oleh Nova di atas, beberapa pendekatan komunikasi krisis lainnya yang juga dilakukan oleh AirAsia di antaranya:

1. Corporate Apologia. Strategi ini menekankan pada upaya organisasi untuk menyampaikan permintaan maaf kepada para pemangku kepentingan, orang-orang yang terlibat, atau publik atas situasi krisis yang terjadi, atas ketidaktepatan atau keterlambatan respon, atau atas kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Dalam banyak kesempatan berbicara di hadapan media maupun di lini massa Twitter-nya, Fernandes berungkali mengungkapkan permintaan maaf atas musibah yang terjadi dan kesediaannya untuk memikul tanggungjawab. The Wall Street Journal (2015) mengutip salah satu pernyataan Fernandes sebagai berikut, “I apologize profusely for what they are going through. I am the leader of this company. I take responsibility.”

2. Image Repair. Strategi ini menekankan pada upaya organisasi untuk memulihkan citra atau reputasi yang rusak akibat krisis. Insiden jatuhnya QZ8501 adalah kecelakan fatal pertama yang dialami oleh AirAsia selama 13 tahun perjalanannya sebagai maskapai yang dikenal karena jajaran armadanya yang baru (Airbus) dan mematuhi standar keamanan. Karenanya, tak berapa lama setelah insiden jatuhnya pesawat QZ8501 yang mengancam reputasi AirAsia sebagai penerbangan bertarif rendah (low fare flight), AirAsia melakukan re-branding untuk menegaskan bahwa faktor keselamatan dan kenyamanan adalah prioritas utama bagi mereka.


(22)

baru, slogan, simbol, desain, atau kombinasi dari semua itu dari sebuah merek dagang yang sebelumnya sudah mapan. Hal tersebut umumnya dilakukan untuk memberikan orientasi identitas yang berbeda di benak pelanggan, investor, sampai kompetitor. Re-branding juga bisa dilakukan untuk menjauhkan perusahaan dari konotasi negatif merek yang digunakan sebelumnya.

3. Organizational Renewal. Strategi ini menekankan pada upaya organisasi untuk memanfaatkan krisis sebagai peluang untuk belajar dan berkembang. Upaya ini membutuhkan kepemimpinan dan kemampuan komunikasi organisasi yang kuat, berorientasi pada nilai-nilai positif, berpandangan optimis, dan proses belajar untuk melampaui krisis. Pemimpin harus bisa memotivasi para pemangku kepentingan untuk melalui situasi krisis bersama-sama dengan organisasi, serta membangun kembali organisasi agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kepemimpinan Tony Fernandes jelas menjadi kunci bagi AirAsia dalam melampaui periode krisis ini. Berkali-kali kicauannya di Twitter menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin yang terus memberikan pesan-pesan positif, tidak hanya bagi kru AirAsia, namun pada akhirnya juga menginspirasi semua orang yang menerima pesannya, seperti: “Human spirit is amazing. Stay strong Airasia all stars. Don’t let newspaper headlines deflect the amazing job you do. Airasia changed flying”, serta “Words cannot describe. The test of a true man or woman is when you see them in crisis”.

Komitmen AirAsia untuk menjadikan musibah ini sebagai momentum untuk berbenah menjadi lebih baik lagi juga dikemukakan oleh anggota Dewan Komisaris AirAsia Indonesia, Dharmadi. “Kalau keluar dari krisis ini, kami pasti yakin bisa melakukannya. Tentunya, kami akan kembali melakukan re-brand, karena peristiwa kecelakaan ini jelas membuat brand kami terpuruk… Tetapi, kejadian ini mungkin menjadi fase yang harus kami alami dan hadapi, dan juga menjadi pelajaran bagi kami untuk lebih meningkatkan aspek keselamatan penerbangan, selain kuantitas dan kualitas pelayanan kepada pelanggan”. (Tribunnews, 2015)

8. Insiden QZ8501 dan Praktik Digital PR

Praktik-praktik kehumasan kini telah berkembang begitu pesat, tidak sekedar membangun hubungan dengan media dan mengeluarkan siaran pers seperti yang terjadi pada beberapa dekade


(23)

yang lalu, namun saat ini adalah era berkembangnya digital public relations (Digital PR). Carrie Morgan (2013) mendefinisikan Digital PR sebagaiAll about combining traditional PR with content marketing, social media and search: transforming static news into conversations and bypassing media to speak directly to your target audience online”.

Praktik-praktik komunikasi yang dilakukan oleh AirAsia dalam merespon jatuhnya pesawat QZ8501 adalah esensi dari digital PR di mana manajemen memilih untuk membangun komunikasi dengan publik secara langsung melalui akun media sosial resmi milik mereka. Media sosial dipilih secara sadar karena jangkauannya yang luas, segera, dan mampu membangun komunikasi yang interaktif. Meski demikian, manajemen AirAsia juga tidak mengindahkan upaya untuk membangun komunikasi yang intensif dengan media. Hal ini ditunjukkan melalui siaran pers dan pertemuan dengan media yang intens. Selain medium yang dpilih untuk membangun komunikasi dengan publik, manajemen AirAsia juga tampak bersungguh-sungguh menyiapkan pesan komunikasinya. Manajemen menyiapkan template dan membuat pesan-pesan pemasaran seperti “together we stand”. Keseluruhan praktik komunikasi krisis yang dilakukan oleh AirAsia tersebut menunjukkan sebuah kampanye digital public relations yang serius dan responsif. Dengan memanfaatkan media sosial, pesan-pesan komunikasi dapat tersebar dengan lebih luas, cepat, dan langsung menuju ke khalayak sasaran. Keunggulan lainnya adalah kemampuan media sosial sebagai ruang untuk terciptanya dialog di antara partisipan-partisipan komunikasinya. Dalam situasi krisis di mana dibutuhkan kecepatan respon, media sosial kini menjadi pilihan utama bagi organisasi untuk membangun komunikasi krisis yang efektif. Selain cepat menjangkau publik, media sosial juga memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah yang dialogis yang diperlukan untuk membangun mutual understanding di antara pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi.

Dalam era digital, dengan begitu banyaknya platform media komunikasi yang tersedia, strategi komunikasi krisis harus memperhitungkan keanekaragaman platform media tersebut, khususnya media sosial yang kini dapat diakses selama 24 jam penuh oleh setiap orang. Andreas Kaplan dan Michael Henlein (dalam Nova, 2014) mendefinisikan media sosial sebagai sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content. Manajemen AirAsia dan Tony Fernandes paham betul bahwa media sosial dapat menyelamatkan reputasi maskapai di


(24)

tengah krisis yang terjadi. Dalam situasi krisis, kebanyakan eksekutif perusahaan akan melimpahkan tanggung jawab komunikasi pada staf media sosial atau mempekerjakan seorang profesional. Namun AirAsia memilih pendekatan yang berbeda. Mereka justru menjadikan Tony Fernandes sebagai ‘wajah’ dari komunikasi krisis mereka. Melalui akun Twitter-nya, sikap dan pernyataan Fernandes bisa tersebar dengan luas secara viral. Selain mengandalkan akun pribadi Fernandes, AirAsia juga meluncurkan kampanye media sosial dengan tagar #togetherwestand. Mereka juga mengumumkan bahwa setiap perkembangan mengenai QZ8501 akan dikomunikasikan melalui halaman Facebook mereka. Akun AirAsia juga mengubah logo yang tadinya berwarna merah menyala menjadi abu-abu sebagai tanda simpati dan duka, baik di Twitter maupun Facebook. Sebuah gestur yang sederhana namun menunjukkan keseriusan mereka dalam menghadapi krisis. Tampaknya, media sosial menjadi strategi komunikasi utama AirAsia dalam menghadapi krisis tersebut. Airasia juga melakukan praktik membawa kembali compassion ke dalam komunikasi krisis. Mengenai hal tersebut, Rony Tanubun, seorang keluarga korban menyampaikan, “AirAsia selalu memberikan yang terbaik bagi kami dari hari pertama. Tragedi ini, apa yang kami bisa lakukan? Ini takdir dan bisa terjadi pada maskapai manapun. Saya tak takut terbang dengan AirAsia," (diakses dari http://bisnis.liputan6.com/read/2156996/aksi-heroik-tony-fernandes-kuatkan-keluarga-korban-airasia pada 15 Februari 2015, pukul 19.30 WITA).

Kicauan-kicauan yang diunggah oleh CEO AirAsia, Tony Fernandes, juga memenuhi rumus marketing berikut ini:

Re-purpose + Value = Content Marketing

Artinya, Tony Fernandes mengambil peran layaknya seorang humas profesional yang memanfaatkan pesan-pesan yang sudah ada (siaran pers maupun pernyataan-pernyataan resmi AirAsia yang dimuat di media) menjadi pesan yang baru (fresh content). Pesan-pesan tersebut dikemas ulang melalui kicauan-kicauan di media sosial, dengan menambahkan ‘value’ yang terkait dengan aspek psikologis seperti simpati dan empati. Rumus ini membuat pesan-pesan yang diunggah oleh Tony Fernandes dinilai sebagai pesan yang genuine dan tulus, dan pada akhirnya menuai simpati publik. Hal yang sama juga dilakukan oleh manajemen AirAsia yang selalu mereproduksi siaran pers mereka, untuk kemudian pesannya yang baru (fresh content)


(25)

diunggah ke Facebook.

Penutup

Kekuatan dari strategi komunikasi krisis AirAsia terletak pada penggunaan gestur yang sederhana dan karenanya, selalu tampak genuine (tulus, bersunggung-sungguh). Paling tidak, ada tiga hal yang bisa dirangkum dari berbagai temuan penelitian ini, yaitu:

1. Empati yang ditunjukkan oleh AirAsia terhadap musibah yang dialami oleh korban dan keluarganya, diwujudkan melalui respon yang cepat untuk menunjukkan bahwa AirAsia telah melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi musibah tersebut. Untuk itu, AirAsia menyediakan diri mereka sebagai sumber informasi utama khususnya bagi keluarga korban. Hal lain yang menarik dari AirAsia adalah keputusan Tony Fernandes hadir langsung di tengah-tengah keluarga korban. Jarang-jarang pemimpin hadir langsung menangani masalah terkait pelanggan. Biasanya, kehadiran mereka cukup diwakili oleh bagian PR atau salah satu direksi. Langkah Fernandes ini patut diacungi jempol. Satu hal lain yang patut diapresiasi, AirAsia tidak lupa mengucapkan permintaan maafnya. Permintaan maaf menjadi penanda bahwa sebuah merek/brand bisa salah, karenanya mereka harus memperbaiki diri.

2. Saat terjadinya krisis, para pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan akan bertindak sesuai dengan gambaran mereka masing-masing mengenai krisis yang sedang dihadapi. Hal ini yang seringkali menyebabkan komunikasi krisis tidak berjalan dengan benar. SEMA (2008) menegaskan bahwa komunikasi krisis harus dibangun dengan dasar untuk menjawab keingintahuan publik, bukan untuk mengemukakan hal-hal yang ingin disampaikan oleh pihak yang berwenang: pimpinan perusahaan, para pengambil kebijakan, dan lainnya. Kebutuhan informasi pada saat krisis sangat besar dan publik seringkali lari ke media massa untuk menjawab kebutuhan atas informasi tersebut. Oleh karena itu, gambaran publik mengenai krisis sangat dipengaruhi oleh media. Ini mengapa komunikasi dengan media juga harus tetap dilakukan sejak awal, dan informasi yang diberikan harus seakurat dan selengkap mungkin. Untuk kepentingan ini, manajemen AirAsia menyediakan informasi yang konstan untuk wartawan berupa siaran pers maupun pertemuan-pertemuan resmi dengan awak media, serta sebuah hotline yang bisa diakses oleh mereka.


(26)

3. Memanfaatkan media sosial sebagai ujung tombak komunikasi dengan publik. Segera setelah informasi hilangnya pesawat QZ8501 diterima, AirAsia mengandalkan seluruh platform media sosial yang mereka miliki untuk membangun komunikasi yang interaktif dengan publik, khususnya keluarga korban dan wartawan. Kampanye media sosial dengan tagar #togetherwestand juga diluncurkan untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap maskapai mereka. Kampanye media sosial ini-lah yang pada akhirnya memenangkan simpati dan dukungan publik kepada AirAsia dalam menjalani periode krisis tersebut.


(27)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bernstein, Jonathan. 2013. The Ten Steps of Crisis Communication. Bernstein Crisis Management.

2. Eriyanto. 2007. Analisis Framing. Yogyakarta: LKiS.

3. Faisal, Sanapiah. 2010. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Press. 4. Nova, Firsan. 2014. PR War. Jakarta: Grasindo.

5. Swedish Emergency Maagement Agency (SEMA). 2008. Crisis Communication Handbook. Huskvarna: SEMA.

Sumber Online

1. http://mix.co.id/public-relations/lima-strategi-komunikasi-airasia-hadapi-insiden-pesawat-qz8501/, diakses pada Rabu, 11 Februari 2015 pukul 14.00 WITA.

2. http://www.uk.sagepub.com/upm-data/37705_1.pdf, diakses pada Senin, 9 Februari 2015 pukul 11.00 WITA.

3. pada 15 Februari 2015, pukul 19.30 WITA.

http://bisnis.liputan6.com/read/2156996/aksi-heroik-tony-fernandes-kuatkan-keluarga-korban-airasia, diakses pada 15 Februari 2015, pukul 19.30 WITA.

4. http://www.creativeparamedics.com/air-asia-getting-it-right-when-something-goes-wrong/, diakses pada 25 Mei 2015, pukul 20.50 WITA.

5. http://www.socialmediatoday.com/content/what-digital-pr, diakses pada 7 Agustus 2015, pukul 22.15 WITA.

6. http://www.hkstrategies.com/blogs/crisis/airasia-ceo-puts-compassion-back-crisis-communications, diakses pada 7 Agustus 2015, pukul 22.25 WITA.

7. http://indo.wsj.com/posts/2015/01/05/airasia-tidak-lagi-terbuka/, diakses pada 21 September 2015, pukul 14.00 WITA.

8. http://www.tribunnews.com/bisnis/2015/01/07/indonesia-airasia-yakin-bangkit-dari-krisis, diakses pada 21 September 2015, pukul 14.10 WITA.

9. http://marketeers.com/article/lima-pelajaran-pr-dari-kasus-airasia.html, diakses pada 22 September 2015, pukul 19.30 WITA.


(1)

baru, slogan, simbol, desain, atau kombinasi dari semua itu dari sebuah merek dagang yang sebelumnya sudah mapan. Hal tersebut umumnya dilakukan untuk memberikan orientasi identitas yang berbeda di benak pelanggan, investor, sampai kompetitor. Re-branding juga bisa dilakukan untuk menjauhkan perusahaan dari konotasi negatif merek yang digunakan sebelumnya.

3. Organizational Renewal. Strategi ini menekankan pada upaya organisasi untuk memanfaatkan krisis sebagai peluang untuk belajar dan berkembang. Upaya ini membutuhkan kepemimpinan dan kemampuan komunikasi organisasi yang kuat, berorientasi pada nilai-nilai positif, berpandangan optimis, dan proses belajar untuk melampaui krisis. Pemimpin harus bisa memotivasi para pemangku kepentingan untuk melalui situasi krisis bersama-sama dengan organisasi, serta membangun kembali organisasi agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kepemimpinan Tony Fernandes jelas menjadi kunci bagi AirAsia dalam melampaui periode krisis ini. Berkali-kali kicauannya di Twitter menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang pemimpin yang terus memberikan pesan-pesan positif, tidak hanya bagi kru AirAsia, namun pada akhirnya juga menginspirasi semua orang yang menerima pesannya, seperti: “Human spirit is amazing. Stay strong Airasia all stars. Don’t let newspaper headlines deflect the amazing job you do. Airasia changed flying”, serta “Words cannot describe. The test of a true man or woman is when you see them in crisis”.

Komitmen AirAsia untuk menjadikan musibah ini sebagai momentum untuk berbenah menjadi lebih baik lagi juga dikemukakan oleh anggota Dewan Komisaris AirAsia Indonesia, Dharmadi. “Kalau keluar dari krisis ini, kami pasti yakin bisa melakukannya. Tentunya, kami akan kembali melakukan re-brand, karena peristiwa kecelakaan ini jelas membuat brand kami terpuruk… Tetapi, kejadian ini mungkin menjadi fase yang harus kami alami dan hadapi, dan juga menjadi pelajaran bagi kami untuk lebih meningkatkan aspek keselamatan penerbangan, selain kuantitas dan kualitas pelayanan kepada pelanggan”. (Tribunnews, 2015)

8. Insiden QZ8501 dan Praktik Digital PR

Praktik-praktik kehumasan kini telah berkembang begitu pesat, tidak sekedar membangun hubungan dengan media dan mengeluarkan siaran pers seperti yang terjadi pada beberapa dekade


(2)

yang lalu, namun saat ini adalah era berkembangnya digital public relations (Digital PR). Carrie Morgan (2013) mendefinisikan Digital PR sebagai “All about combining traditional PR with content marketing, social media and search: transforming static news into conversations and bypassing media to speak directly to your target audience online”.

Praktik-praktik komunikasi yang dilakukan oleh AirAsia dalam merespon jatuhnya pesawat QZ8501 adalah esensi dari digital PR di mana manajemen memilih untuk membangun komunikasi dengan publik secara langsung melalui akun media sosial resmi milik mereka. Media sosial dipilih secara sadar karena jangkauannya yang luas, segera, dan mampu membangun komunikasi yang interaktif. Meski demikian, manajemen AirAsia juga tidak mengindahkan upaya untuk membangun komunikasi yang intensif dengan media. Hal ini ditunjukkan melalui siaran pers dan pertemuan dengan media yang intens. Selain medium yang dpilih untuk membangun komunikasi dengan publik, manajemen AirAsia juga tampak bersungguh-sungguh menyiapkan pesan komunikasinya. Manajemen menyiapkan template dan membuat pesan-pesan pemasaran seperti “together we stand”. Keseluruhan praktik komunikasi krisis yang dilakukan oleh AirAsia tersebut menunjukkan sebuah kampanye digital public relations yang serius dan responsif. Dengan memanfaatkan media sosial, pesan-pesan komunikasi dapat tersebar dengan lebih luas, cepat, dan langsung menuju ke khalayak sasaran. Keunggulan lainnya adalah kemampuan media sosial sebagai ruang untuk terciptanya dialog di antara partisipan-partisipan komunikasinya. Dalam situasi krisis di mana dibutuhkan kecepatan respon, media sosial kini menjadi pilihan utama bagi organisasi untuk membangun komunikasi krisis yang efektif. Selain cepat menjangkau publik, media sosial juga memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah yang dialogis yang diperlukan untuk membangun mutual understanding di antara pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi.

Dalam era digital, dengan begitu banyaknya platform media komunikasi yang tersedia, strategi komunikasi krisis harus memperhitungkan keanekaragaman platform media tersebut, khususnya media sosial yang kini dapat diakses selama 24 jam penuh oleh setiap orang. Andreas Kaplan dan Michael Henlein (dalam Nova, 2014) mendefinisikan media sosial sebagai sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 dan yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content. Manajemen AirAsia dan Tony Fernandes paham betul bahwa media sosial dapat menyelamatkan reputasi maskapai di


(3)

tengah krisis yang terjadi. Dalam situasi krisis, kebanyakan eksekutif perusahaan akan melimpahkan tanggung jawab komunikasi pada staf media sosial atau mempekerjakan seorang profesional. Namun AirAsia memilih pendekatan yang berbeda. Mereka justru menjadikan Tony Fernandes sebagai ‘wajah’ dari komunikasi krisis mereka. Melalui akun Twitter-nya, sikap dan pernyataan Fernandes bisa tersebar dengan luas secara viral. Selain mengandalkan akun pribadi Fernandes, AirAsia juga meluncurkan kampanye media sosial dengan tagar #togetherwestand. Mereka juga mengumumkan bahwa setiap perkembangan mengenai QZ8501 akan dikomunikasikan melalui halaman Facebook mereka. Akun AirAsia juga mengubah logo yang tadinya berwarna merah menyala menjadi abu-abu sebagai tanda simpati dan duka, baik di Twitter maupun Facebook. Sebuah gestur yang sederhana namun menunjukkan keseriusan mereka dalam menghadapi krisis. Tampaknya, media sosial menjadi strategi komunikasi utama AirAsia dalam menghadapi krisis tersebut. Airasia juga melakukan praktik membawa kembali compassion ke dalam komunikasi krisis. Mengenai hal tersebut, Rony Tanubun, seorang keluarga korban menyampaikan, “AirAsia selalu memberikan yang terbaik bagi kami dari hari pertama. Tragedi ini, apa yang kami bisa lakukan? Ini takdir dan bisa terjadi pada maskapai manapun. Saya tak takut terbang dengan AirAsia," (diakses dari http://bisnis.liputan6.com/read/2156996/aksi-heroik-tony-fernandes-kuatkan-keluarga-korban-airasia pada 15 Februari 2015, pukul 19.30 WITA).

Kicauan-kicauan yang diunggah oleh CEO AirAsia, Tony Fernandes, juga memenuhi rumus marketing berikut ini:

Re-purpose + Value = Content Marketing

Artinya, Tony Fernandes mengambil peran layaknya seorang humas profesional yang memanfaatkan pesan-pesan yang sudah ada (siaran pers maupun pernyataan-pernyataan resmi AirAsia yang dimuat di media) menjadi pesan yang baru (fresh content). Pesan-pesan tersebut dikemas ulang melalui kicauan-kicauan di media sosial, dengan menambahkan ‘value’ yang terkait dengan aspek psikologis seperti simpati dan empati. Rumus ini membuat pesan-pesan yang diunggah oleh Tony Fernandes dinilai sebagai pesan yang genuine dan tulus, dan pada akhirnya menuai simpati publik. Hal yang sama juga dilakukan oleh manajemen AirAsia yang selalu mereproduksi siaran pers mereka, untuk kemudian pesannya yang baru (fresh content)


(4)

diunggah ke Facebook.

Penutup

Kekuatan dari strategi komunikasi krisis AirAsia terletak pada penggunaan gestur yang sederhana dan karenanya, selalu tampak genuine (tulus, bersunggung-sungguh). Paling tidak, ada tiga hal yang bisa dirangkum dari berbagai temuan penelitian ini, yaitu:

1. Empati yang ditunjukkan oleh AirAsia terhadap musibah yang dialami oleh korban dan keluarganya, diwujudkan melalui respon yang cepat untuk menunjukkan bahwa AirAsia telah melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi musibah tersebut. Untuk itu, AirAsia menyediakan diri mereka sebagai sumber informasi utama khususnya bagi keluarga korban. Hal lain yang menarik dari AirAsia adalah keputusan Tony Fernandes hadir langsung di tengah-tengah keluarga korban. Jarang-jarang pemimpin hadir langsung menangani masalah terkait pelanggan. Biasanya, kehadiran mereka cukup diwakili oleh bagian PR atau salah satu direksi. Langkah Fernandes ini patut diacungi jempol. Satu hal lain yang patut diapresiasi, AirAsia tidak lupa mengucapkan permintaan maafnya. Permintaan maaf menjadi penanda bahwa sebuah merek/brand bisa salah, karenanya mereka harus memperbaiki diri.

2. Saat terjadinya krisis, para pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan akan bertindak sesuai dengan gambaran mereka masing-masing mengenai krisis yang sedang dihadapi. Hal ini yang seringkali menyebabkan komunikasi krisis tidak berjalan dengan benar. SEMA (2008) menegaskan bahwa komunikasi krisis harus dibangun dengan dasar untuk menjawab keingintahuan publik, bukan untuk mengemukakan hal-hal yang ingin disampaikan oleh pihak yang berwenang: pimpinan perusahaan, para pengambil kebijakan, dan lainnya. Kebutuhan informasi pada saat krisis sangat besar dan publik seringkali lari ke media massa untuk menjawab kebutuhan atas informasi tersebut. Oleh karena itu, gambaran publik mengenai krisis sangat dipengaruhi oleh media. Ini mengapa komunikasi dengan media juga harus tetap dilakukan sejak awal, dan informasi yang diberikan harus seakurat dan selengkap mungkin. Untuk kepentingan ini, manajemen AirAsia menyediakan informasi yang konstan untuk wartawan berupa siaran pers maupun pertemuan-pertemuan resmi dengan awak media, serta sebuah hotline yang bisa diakses oleh mereka.


(5)

3. Memanfaatkan media sosial sebagai ujung tombak komunikasi dengan publik. Segera setelah informasi hilangnya pesawat QZ8501 diterima, AirAsia mengandalkan seluruh platform media sosial yang mereka miliki untuk membangun komunikasi yang interaktif dengan publik, khususnya keluarga korban dan wartawan. Kampanye media sosial dengan tagar #togetherwestand juga diluncurkan untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap maskapai mereka. Kampanye media sosial ini-lah yang pada akhirnya memenangkan simpati dan dukungan publik kepada AirAsia dalam menjalani periode krisis tersebut.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bernstein, Jonathan. 2013. The Ten Steps of Crisis Communication. Bernstein Crisis Management.

2. Eriyanto. 2007. Analisis Framing. Yogyakarta: LKiS.

3. Faisal, Sanapiah. 2010. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajawali Press. 4. Nova, Firsan. 2014. PR War. Jakarta: Grasindo.

5. Swedish Emergency Maagement Agency (SEMA). 2008. Crisis Communication Handbook. Huskvarna: SEMA.

Sumber Online

1. http://mix.co.id/public-relations/lima-strategi-komunikasi-airasia-hadapi-insiden-pesawat-qz8501/, diakses pada Rabu, 11 Februari 2015 pukul 14.00 WITA.

2. http://www.uk.sagepub.com/upm-data/37705_1.pdf, diakses pada Senin, 9 Februari 2015 pukul 11.00 WITA.

3. pada 15 Februari 2015, pukul 19.30 WITA.

http://bisnis.liputan6.com/read/2156996/aksi-heroik-tony-fernandes-kuatkan-keluarga-korban-airasia, diakses pada 15 Februari 2015, pukul 19.30 WITA.

4. http://www.creativeparamedics.com/air-asia-getting-it-right-when-something-goes-wrong/, diakses pada 25 Mei 2015, pukul 20.50 WITA.

5. http://www.socialmediatoday.com/content/what-digital-pr, diakses pada 7 Agustus 2015, pukul 22.15 WITA.

6. http://www.hkstrategies.com/blogs/crisis/airasia-ceo-puts-compassion-back-crisis-communications, diakses pada 7 Agustus 2015, pukul 22.25 WITA.

7. http://indo.wsj.com/posts/2015/01/05/airasia-tidak-lagi-terbuka/, diakses pada 21 September 2015, pukul 14.00 WITA.

8. http://www.tribunnews.com/bisnis/2015/01/07/indonesia-airasia-yakin-bangkit-dari-krisis, diakses pada 21 September 2015, pukul 14.10 WITA.

9. http://marketeers.com/article/lima-pelajaran-pr-dari-kasus-airasia.html, diakses pada 22 September 2015, pukul 19.30 WITA.