Kualitas Hidup Wanita Yang Sudah Memasuki Masa Menopause di Desa Pintu Gobang Kari Taluk Kuantan Riau
KUALITAS HIDUP WANITA
YANG SUDAH MEMASUKI MASA MENOPAUSE
DI DESA PINTU GOBANG KARI
TALUK KUANTAN RIAU
SKRIPSI
Oleh Merkawati
111121126
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013
(2)
(3)
Abstrak
Judul : Kualitas Hidup Wanita yang Sudah Memasuki Masa Menopause
Nama : Merkawati
Nim : 111121126
Jurusan : Ekstensi B Keperawatan
Tahun : 2013
Wanita usia menopause mengalami perubahan fisik dan psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai kondisi kehidupan yang dijalani. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran kualitas hidup wanita menopause dan mengidentifikasi perbedaan kualitas hidup berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya (usia, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, penghasilan, dan hubungan dengan orang lain). Desain penelitian adalah deskriptif analitik menggunakan analisis uji
chi-square. Populasi penelitian adalah wanita yang berusia ≥ 45 tahun. Sampel sebanyak 60 orang dipilih dengan cara convenience sampling di Desa Pintu Gobang Kari Taluk Kuantan Riau. Kuesioner WHOQOL–BREF digunakan untuk menggambarkan kualitas hidup. Penelitian ini menemukan kualitas hidup cukup baik (56,7%). Hasil uji chi-square menunjukkan adanya perbedaan kualitas hidup berdasarkan faktor usia (p=0,022), pendidikan (p=0,014), pekerjaan (p=0,001), status pernikahan (p=0,001), penghasilan (p=0,036), dan hubungan dengan orang lain (p=0,000). Peneliti berharap kepada petugas kesehatan untuk berupaya meningkatkan kualitas hidup wanita menopause dengan merubah persepsi mereka kearah yang lebih baik.
(4)
KATA PENGANTAR
Segala puji kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayhNya. Serta
selawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad SAW
yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, menuntun kepada kebenaran dan
mengeluarkan mereka dari kegelapan cahaya menuju kejalannya. Sehingga saya
dapat menyelesaikan Penelitian dengan judul “Kualitas Hidup Wanita Yang
Sudah Memasuki Masa Menopause di Desa Pintu Gobang Kari Taluk Kuantan
Riau”.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah
memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi
ini, sebagai berikut:
1. Bapak Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Bapak dr.
Ardinata, Mkes beserta seluruh staf pengajar dan karyawan yang tidak bisa
saya sebut satu per satu. Terima kasih atas kebaikan selama ini yang telah
mendidik, membimbing, dan mengarahkan dalam menguasai displin ilmu
yang penulis pilih, sehingga dapat bermanfaat bagi masa depan penulis
nantinya.
2. Ibu Erniyati, S.Kep, MNS selaku Ketua Program Ilmu Keperawatan dan
sekaligus pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, nasehat,
dan masukan kepada saya dengan penuh kesabaran dan perhatian sehingga
(5)
3. Bapak Kepala Desa Pintu Gobang Kari Taluk Kuantan, Bapak Yendrizal yang
telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan memberikan informasi
mengenai data penduduk yang digunakan untuk kepentingan penelitian ini.
4. Ayahanda dan ibunda tercinta yang telah memberikan kasih sayang yang tulus
dan memberikan pengorbanan baik moril maupun materil sampai saat ini,
kakak, abang, abang ipar, dan seluruh keponakanku atas segala doa, perhatian,
dan dukungan yang luar biasa kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi Universitas Sumatera Utara
yang telah banyak memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih, semoga bimbingan, bantuan dan
dorongan yang telah diberikan mendapat balasan setimpal dari Allah SWT.
Medan, 2013
Penulis
(6)
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan Abstrak
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... ii
Daftar Tabel ... v
Daftar Gambar ... vi
BAB 1 Pendahuluan ... 1
1. Latar Belakang ... 1
2. Rumusan Masalah ... 4
3. Tujuan Penelitian ... 4
4. Manfaat Penelitian ... 5
BAB 2 Tinjauan Pustaka ... 6
1. Kualitas Hidup ... 6
1.1 Defenisi Kualitas Hidup. ... 6
1.2 Dimensi Kulitas Hidup ... 10
1.3 Alat Ukur Kualitas Hidup ... 16
1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup ... 18
2. Menopause ... 23
1.1 Defenisi Menopause. ... 23
1.2 Periode Menopause ... 24
1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usia Menopause ... 26
1.4 Perubahan Wanita Pada Masa Menopause ... 28
1.5 Penanganan Pada Masa Menopause ... 33
3. Kualitas Hidup Wanita yang Sudah Memasuki Masa Menopause 35
BAB 3 Kerangka Penelitian ... 37
1. Kerangka Konseptual ... 37
(7)
BAB 4 Metodologi Penelitian ... 40
1. Desain Penelitian ... 40
2. Populasi dan Sampel ... 40
2.1 Populasi. ... 40
2.2 Sampel ... 40
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42
4. Pertimbangan Etik ... 42
5. Instrumen Penelitian ... 43
6. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 44
7. Pengumpulan Data ... 46
8. Analisa Data ... 47
BAB 5 Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 50
1. Hasil Penelitian ... 50
1.1 Gambaran Karakteristik Demografi Responden ... 50
1.2 Gambaran Kualitas Hidup Responden ... 51
2.3 Perbedaan Kualitas Hidup Berdasarkan faktor-faktor yang Mempengaruhinya ... 51
2. Pembahasan ... 52
2.1 Kualitas Hidup Wanita yang Sudah Menopause ... 52
2.2 Perbedaan Kualitas Hidup Berdasarkan faktor-faktor yang Mempengaruhinya ... 55
BAB 6 Kesimpulan dan Rekomendasi ... 71
1. Kesimpulan ... 71
2. Rekomendasi ... 71
Daftar Pustaka ... 73 Lampiran
1. Inform Consent
2. Instrumen Penelitian 3. Riwayat Hidup
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 38 Tabel 1.1.1 : Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Demografi Responden ... 50 Tabel 1.2.1 : Distribusi Frekuensi dan Persentase Kualitas Hidup
Responden ... 51 Tabel 1.3.1 : Distribusi Hasil Uji Chi-Square Perbedaan Kualitas Hidup
Responden Berdasarkan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya (usia, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, penghasilan, dan hubungan dengan orang lain).. ... 51
(9)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Kerangka Penelitian Kualitas Hidup Wanita yang Sudah Memasuki Masa Menopause ... 37
(10)
Abstrak
Judul : Kualitas Hidup Wanita yang Sudah Memasuki Masa Menopause
Nama : Merkawati
Nim : 111121126
Jurusan : Ekstensi B Keperawatan
Tahun : 2013
Wanita usia menopause mengalami perubahan fisik dan psikologis yang dapat mempengaruhi kualitas hidup. Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai kondisi kehidupan yang dijalani. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran kualitas hidup wanita menopause dan mengidentifikasi perbedaan kualitas hidup berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya (usia, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, penghasilan, dan hubungan dengan orang lain). Desain penelitian adalah deskriptif analitik menggunakan analisis uji
chi-square. Populasi penelitian adalah wanita yang berusia ≥ 45 tahun. Sampel sebanyak 60 orang dipilih dengan cara convenience sampling di Desa Pintu Gobang Kari Taluk Kuantan Riau. Kuesioner WHOQOL–BREF digunakan untuk menggambarkan kualitas hidup. Penelitian ini menemukan kualitas hidup cukup baik (56,7%). Hasil uji chi-square menunjukkan adanya perbedaan kualitas hidup berdasarkan faktor usia (p=0,022), pendidikan (p=0,014), pekerjaan (p=0,001), status pernikahan (p=0,001), penghasilan (p=0,036), dan hubungan dengan orang lain (p=0,000). Peneliti berharap kepada petugas kesehatan untuk berupaya meningkatkan kualitas hidup wanita menopause dengan merubah persepsi mereka kearah yang lebih baik.
(11)
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menurut siklus kehidupan manusia normal, setiap orang yang berusia panjang
akan mengalami proses mulai dari bayi, masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan
tua. Sehubungan dengan hal itu, kehidupan seorang wanita juga mengalami
fase-fase perkembangan tersebut. Dalam hal ini, fase-fase-fase-fase yang berkaitan dengan
fungsi organ reproduksi wanita yang terbagi dalam tiga tahap, yaitu masa sebelum
haid, masa sedang haid dan masa menopause (Kasdu, 2004).
Setiap tahunnya sekitar 25 juta wanita di seluruh dunia di perkirakan akan
memasuki masa menopause. Menurut Badan Pusat Statistika (2009), pada tahun
2025 diperkirakan akan ada 60 juta wanita menopause di dunia (Ali, 2009).
Berdasarkan data sensus penduduk Indonesia tahun 2010, diperkirakan wanita
Indonesia sudah memasuki usia menopause sebanyak 15,5 juta jiwa (Anonim,
2010). Sedangkan berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Riau (2009),
menyatakan bahwa jumlah penduduk Provinsi Riau pada tahun 2010 sebesar 5,54
juta jiwa. Jumlah wanita sebesar 2,69 juta jiwa, dan sekitar 7,7 ribu jiwa
diperkirakan telah memasuki usia menopause.
Masa menopause merupakan salah satu tahap kehidupan yang pasti dialami
oleh setiap wanita dan muncul secara alami sebagai siklus kehidupan (Nirmala,
2003). Kondisi ini merupakan suatu akhir proses biologis yang menandai
(12)
nonreproduktif yang disebabkan oleh berkurangnya hormon estrogen dan
progesterone (Kasdu, 2004).
Masa menopause dikenal sebagai masa berhentinya menstruasi atau haid
selama 12 bulan atau setahun. Pada umumnya masa menopause terjadi pada
wanita usia 45 sampai 50 tahun (Rebecca dan Pam, 2007). Masa ini sering
dianggap menjadi masa yang menakutkan. Kekhawatiran ini berawal dari
pemikiran bahwa dirinya akan menjadi tidak sehat, kesepian, dan tidak berguna.
Kondisi tersebut memang tidak menyenangkan bagi wanita (Kasdu, 2004).
Perubahan dari haid menjadi tidak haid lagi otomatis terjadi perubahan organ
reproduksi wanita. Perubahan fungsi indung telur akan mempengaruhi hormon
yang kemudian memberikan pengaruh pada organ tubuh wanita pada umumnya.
Sehingga muncul berbagai keluhan fisik, baik yang berhubungan dengan organ
reproduksinya maupun organ tubuh pada umumnya. Tidak hanya itu, perubahan
ini seringkali mempengaruhi keadaan psikologis seorang wanita (Glasier dan
Gebbie 2006).
Perubahan fisik dan psikologis yang terjadi pada wanita menopause
mengakibatkan timbulnya satu krisis dan dimanifestasikan diri dalam
keluhan-keluhan fisik dan psikologis yang biasanya dirasakan sekitar setahun atau dua
tahun setelah masa menstrusi terakhir (Rebecca dan Pam, 2007). Keluhan fisik
yang timbul adalah perasaan panas (hot flushes), keringat berlebihan pada malam hari, insomnia, kekeringan pada vagina, sakit dan nyeri pada persendian, berat
badan bertambah (Kasdu, 2004). Sementara keluhan psikis adalah cemas, emosi
(13)
dan merasa tidak berharga (Glasier dan Gebbie 2006). Keluhan fisik maupun
psikis ini tentu saja akan mempengaruhi kualitas hidupnya (Kasdu, 2004).
Kualitas hidup merupakan persepsi individu mengenai keberfungsianmya di
dalam bidang kehidupan. Lebih spesifiknya adalah penilaian individu terhadap
posisinya dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu hidup dalam
kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi
perhatian individu (WHO 1996 dalam Haryono, 2008). Sedangkan Cohen dan
Lazarus (dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa kualitas hidup menggambarkan
keunggulan seseorang yang dapat diukur dari kehidupannya.
Kualitas hidup penting untuk diukur pada wanita yang sudah memasuki masa
menopause, agar dapat diupayakan tindakan peningkatan kualitas hidup. Hal ini
dikarenakan kualitas hidup akan mempengaruhi kelangsungan hidup wanita itu
sendiri terkait dengan harapan hidupnya. Jika memiliki kualitas hidup yang baik,
maka akan memiliki harapan hidup yang baik pula (Glasier dan Gebbie 2006).
Beberapa ahli (dalam Nofitri, 2009) menyatakan bahwa jenis kelamin, umur,
pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, penghasilan, hubungan dengan orang
lain, dan referensi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup.
Desa Pintu Gobang Kari Taluk Kuantan Riau merupakan Desa yang memiliki
jumlah penduduk yang cukup banyak. Berdasarkan informasi Kepala Desa Pintu
Gobang Kari Taluk Kuantan Riau pada 10 April 2012, jumlah penduduk tahun
2011 mencapai 1.256 jiwa. Penduduk wanita ada 824 (65,60%) jiwa, yang terdiri
(14)
Dari uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti bagaimanakah kualitas hidup
wanita yang sudah memasuki masa menopause di Desa Pintu Gobang Kari Taluk
Kuantan Riau.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam
penelitian ini yaitu “Bagaimanakah kualitas hidup wanita yang sudah memasuki
masa menopause di Desa Pintu Gobang Kari Taluk Kuantan Riau”?
3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk menggambarkan kualitas hidup
wanita yang sudah memasuki masa menopause di Desa Pintu Gobang Kari
Taluk Kuantan Riau.
3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah:
3.2.1 Untuk menggambarkan kualitas hidup wanita yang sudah memasuki
masa menopause
3.2.2 Untuk mengidentifikasi perbedaan kualitas hidup wanita yang sudah
memasuki masa menopause berdasarkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup (usia, pendidikan, pekerjaan,
(15)
4. Manfaat Penelitian 4.1 Bidang Penelitian
Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya dan sebagai bahan
perbandingan apabila ada peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan judul
yang sama atau ingin mengembangkan penelitian ini lebih lanjut.
4.2 Bidang Pelayanan
Sebagai bahan informasi tentang kualitas hidup wanita yang sudah memasuki
masa menopause sehingga dapat diupayakan peningkatan kualitas hidup dengan
memberikan pendidikan kesehatan, khususnya untuk wanita yang sudah
memasuki masa menopause agar dapat menjalani kehidupannya dengan kualitas
hidup yang lebih baik.
4.3 Bidang Pendidikan
Sebagai bahan bacaan dan informasi bagi mahasiswa tentang kualitas hidup
wanita yang sudah memasuki masa menopause sehingga dapat dijadikan sebagai
bahan masukan bagi mahasiswa keperawatan dalam memberikan asuhan
keperawatan seperti pendidikan kesehatan khususnya pada wanita yang sudah
(16)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini akan dibahas mengenai tinjauan pustaka dan teori yang
mendasari penelitian ini. Pembahasan yang terdapat dalam penelitian ini adalah
pembahasan mengenai kualitas hidup dan menopause. Dalam pembahasan
mengenai kualitas hidup akan dibicarakan mengenai pendekatan dalam
menjelaskan kualitas hidup termasuk definisi kualitas hidup, dimensi kualitas
hidup, alat ukur kualitas hidup, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
hidup. Pembahasan mengenai menopause akan menjelaskan mengenai definisi
menopause, periode, faktor-faktor yang mempengaruhi usia menopause,
perubahan pada masa menopause dan penanganan masa menopause. Pada bab ini
peneliti juga akan melakukan rangkuman dari teori-teori yang ada.
1. Kualitas Hidup 1.1 Defenisi
Liu (1976, dalam Felce & Perry, 1995 dalam Nofitri, 2009) mengatakan
bahwa terdapat sekian banyak definisi kualitas hidup dengan jumlah yang sama
dengan jumlah manusia. Dengan kata lain, tiap-tiap manusia memiliki definisi
mereka masing-masing mengenai kualitas hidup. Pernyataan Liu ini juga
mengindikasikan bahwa kualitas hidup adalah sebuah konsep yang bersifat sangat
subjektif. Sifat subjektif dari kualitas hidup ini membuat konseptualitasi dari
(17)
dalam Nofitri, 2009) mengatakan bahwa pada dasarnya menyusun konsep
mengenai kualitas hidup adalah hal yang sulit.
Untuk mempermudah konseptualisasi mengenai kualitas hidup, Moons,
Marquet, Budst, dan de Geest (2004 dalam Nofitri, 2009) menyebutkan enam hal
penting dalam konseptualisasi kualitas hidup,yaitu kualitas hidup tidak boleh
disamakan dengan status kesehatan ataupun kemampuan fungsional, kualitas
hidup lebih didasarkan oleh evaluasi subjektif daripada parameter objektif, tidak
terdapat perbedaan yang jelas antara indikator-indikator kualitas hidup dengan
faktor-faktor yang menentukan kualitas hidup, kualitas hidup dapat berubah
seiring waktu, namun tidak banyak, kualitas hidup dapat dipengaruhi secara
positif maupun negatif. Dengan mempertimbangkan keenam kriteria tersebut,
Moons, Marquet, Budst, dan de Geest (2004 dalam Nofitri, 2009) mendefinisikan
kualitas hidup sebagai derajat kepuasan hidup keseluruhan yang dipengaruhi baik
secara positif maupun negatif oleh persepsi individual mengenai beberapa dimensi
kehidupan yang penting bagi mereka.
Definisi yang sedikit berbeda dikemukakan oleh Ontario Social Development
Council (dalam Sekarwiri, 200) mendefinisikan kualitas hidup sebagai respon
personal mengenai perbedaan yang dirasakan antara kenyataan dan kegiatan yang
diinginkan. Definisi yang dikemukakan oleh Ontario Social Development Council
ini menekankan bahwa yang dilihat dalam pengukuran kualitas hidup adalah
perbedaan antara kenyataan yang dialaminya saat ini dengan suatu kondisi yang
(18)
Menurut Post, Witte, dan Schrijver (1999 dalam Sekarwiri, 2008), ada tiga
cara yang dapat digunakan untuk mengoperasionalisasikan konsep dari kualitas
hidup. Cara pertama adalah melihat kualitas hidup sebagai kesehatan. Cara
pertama ini kualitas hidup dianggap sama dengan kesehatan. beberapa peneliti
kemudian menggunakan istilah yang lebih sempit, yaitu dilihat sebagai bagian
dari konsep kualitas hidup secara keseluruhan (termasuk bagian dari kualitas
hidup yang berhubungan dengan kesehatan individu).
Cara kedua adalah melihat kualitas hidup sebagai kesejahteraan. Kualitas
hidup yang dipandang sebagai kesejahteraan memiliki dua pandanga. Pandangan
pertama memfokuskan kesejahteraan sebagai judgement keseluruhan dari kehidupan seseorang. Pada pandangan melihat kualitas hidup sebagai evaluasi
dari kepuasan secara keseluruhan dari kehidupan seseorang. Pandangan kedua
melihat kesejahteraan sebagai evaluasi subjektif dari fungsi seseorang dalam satu
atau lebih bagian (domain) kehidupan. dan sebagai konstruk yang bersifat global
(superordinate construct). Pada pandangan ini melihat bahwa kepuasan seseorang dilihat melalui beberapa bagian atau aspek dari kehidupan mereka, bukan secara
keseluruhan.
Cara yang ketiga adalah melihat kualitas hidup sebagai konstruk yang global.
Cara ini melihat bahwa kesehatan dan kesejahteraan termasuk dalam definisi
kualitas hidup. Seperti definisi yang disampaikan oleh McDowell dan Newell
(dalam Sekarwiri, 2008), dimana kualitas hidup dideskripsikan sebagai gabungan
(19)
Carr dan Higginson (2001 dalam Larasakti, 2009) bahkan mengatakan bahwa
kualitas hidup merupakan suatu konstruk yang bersifat individual. Berdasarkan
hal ini, maka komponen objektif dari kualitas hidup tidak mempengaruhi kualitas
hidup itu sendiri secara langsung melainkan diperantarai oleh persepsi individu.
Dengan demikian, kualitas hidup merupakan interaksi antara kepuasan hidup
subjektif (komponen subjektif) dan bobot kepentingan (komponen kepentingan)
dari aspek-aspek kehidupan tertentu dengan beberapa faktor kondisi kehidupan
yang dapat berpengaruh ataupun tidak tergantung dari persepsi individu.
Coons dan Kaplan (1994 dalam Larasakti, 2009) menyatakan bahwa setiap
individu memiliki kualitas hidup yang berbeda tergantung dari masing-masing
individu dalam menyikapi permasalahan yang terjadi dalam dirinya. Jika
menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas hidupnya, tetapi lain
halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk pula kualitas hidupnya.
Fayers dan Machin (1998 dalam Sekarwiri, 2008) kualitas hidup diartikan sebagai
persepsi individu mengenai keberfungsian mereka di dalam bidang kehidupan.
WHO (1996 dalam Haryono, 2008) mendefinisikan kualitas hidup sebagai
persepsi individu mengenai posisi individu hidup dalam konteks budaya dan
sistem nilai dimana individu hidup dan hubungannya dengan tujuan, harapan,
standar yang ditetapkan dan perhatian seseorang. Definisi WHO (1996 dalam
Yudianto, Riazmadewi, dan Maryati, 2008) ini juga mempertimbangkan adanya
konteks sosial dan konteks lingkungan dalam mengukur kualitas hidup selain
dimensi fisik dan psikologis. Dengan demikian peneliti menyimpulkan bahwa
(20)
dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana individu hidup dan hubungannya
dengan tujuan, harapan, standar yang ditetapkan dan perhatian seseorang yang
mencakup dimensi fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan.
1.2 Dimensi Kualitas hidup
Schipper, Clinch dan Olweny (1999 dalam Nofitri, 2009) menyatakan bahwa
kualitas hidup terdiri dari empat dimensi yaitu dimensi fisik dan okupasi, keadaan
psikologi, interaksi social dan sensasi somatic. Post, Witte dan Scrijver (1999
dalam Sekarwiri, 2008) juga membuat empat dimensi kualitas hidup yaitu
keadaan fisik dan kemampuan fungsional, keadaan psikologis, dan kesejahteraan,
interaksi sosial, dan keadaan ekonomi. Walaupun pembagian mengenai
dimensi-dimensi yang mempengaruhi kualitas hidup individu tertulis dalam persamaan
yang berbeda-beda, dapat disimpulkan bahwa dimensi-dimensi tersebut saling
berinteraksi untuk memberikan gambaran kualitas hidup individu.
Berdasarkan konsep WHOQOL – BREF yang dikembangkan oleh WHO
(dalam Sekarwiri, 2008), menyatakan bahwa kualitas hidup juga terdiri dari empat
dimensi yaitu dimensi fisik, psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Berikut
pemaparan mengenai keempat dimensi tersebut yaitu:
1.2.1 Dimensi Fisik
Dimensi fisik merupakan penilaian individu terhadap keadaan fisiknya
(Sekarwiri, 2008). Berdasarkan konsep WHOQOL – BREF (dalam Sekarwiri,
2008) mengatakan bahwa dimensi fisik terdiri dari tujuh item. Item pertama
(21)
kemudahan yang dirasakan individu pada saat melakukan kegiatan sehari-hari.
Tarwoto dan Wartonah (2010) menyatakan bahwa aktivitas merupakan
kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam melakukan aktivitas untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari misalnya berdiri, berjalan dan bekerja.
Item kedua sakit dan ketidaknyamanan, merupakan item yang
menggambarkan sejauh mana perasaan keresahan yang dirasakan individu
terhadap hal-hal yang menyebabkan individu merasa sakit (WHOQOL – BREF
dalam Sekarwiri, 2008). Nyeri merupakan sensasi fisik yang tidak menyenangkan
yang dialami oleh individu seperti kekakuan, kesakitan, nyeri, dengan durasi lama
atau pendek. Sensasi tidak menyenangkan dapat berubah menjadi sensasi yang
menyedihkan dan mempengaruhi hidup individu itu sendiri (Potter dan Perry,
2005).
Item ketiga istirahat dan tidur, merupakan item yang menggambarkan kualitas
tidur dan istirahat yang dimiliki oleh individu (WHOQOL – BREF dalam
Sekarwiri, 2008). Istirahat dan tidur merupakan satu kesatuan yang saling
berhubungan dan saling mempengaruhi. Istirahat adalah suatu keadaan dimana
kegiatan jasmaniah menurun sehingga badan menjadi lebih segar, sedangkan tidur
adalah suatu keadaan relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan
(Tarwoto dan Wartonah, 2010).
Item keempat mobilitas, merupakan item yang menggambarkan tingkat
perpindahan yang mampu dilakukan oleh individu dengan mudah dan cepat. Item
kelima energi dan kelelahan, merupakan item yang mengeksplor tenaga, dan
(22)
Sekarwiri, 2008). Kelelahan dapat membuat individu tidak mampu mencapai
kekuatan yang cukup untuk merasakan hidup yang sebenarnya dan dapat
mempengaruhi kehidupan individu (Potter dan Perry, 2005).
Item keenam ketergantungan pada obat-obatan dan bantuan medis, merupakan
item yang menggambarkan seberapa besar kecenderungan individu dalam
menggunakan obat-obatan atau bantuan medis lainnya dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Sedangkan item ketujuh yaitu kapasitas kerja, merupakan item yang
menggambarkan kemampuan yang dimiliki oleh individu (WHOQOL – BREF
dalam Sekarwiri, 2008).
1.2.2 Dimensi Psikologis
Psikologis merupakan dimensi yang menilai terhadap dirinya secara
psikologis (Sekarwiri, 2008). Berdasarkan kosep WHOQOL – BREF (dalam
Sekarwiri, 2008) menyatakan bahwa dimensi psikologis terdiri dari enam item.
Intem pertama Body image dan apprearance, adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan
seseorang tentang ukuran, bentuk, dan fungsi penampilan tubuh saat ini dan masa
lalu (WHOQOL – BREF dalam Sekarwiri, 2008)
Item kedua self- estem, merupakan item yang menggambarkan bagaimana individu menilai atau menggambarkan dirinya sendiri. Self- estem ini menilai apa yang individu rasakan tentang dirinya. Hal ini dapat memiliki jarak dari perasaan
positif hingga perasaan yang ekstrim negatif tentang diri mereka sendiri
(23)
(2010), self- estem adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian individu.
Item ketiga perasaan positif, merupakan item yang mengacu kepada seberapa
banyak pengalaman perasaan positif individu dari kesukaan, keseimbangan,
kedamaian, kegembiraan, harapan, kesenangan dan kenikmatan dari hal-hal baik
dalam hidup. Pandangan individu dan perasaan pada masa depan merupakan
bagian penting dari segi ini. Dimensi psikologis keempat adalah perasaan negatif,
merupakan dimensi yang berfokus pada seberapa banyak pengalaman perasaan
negatif individu, termasuk patah semangat, perasaan berdosa, kesedihan,
keputusasaan, kegelisahan, kecemasan, dan kurang bahagia dalam hidup. Segi ini
termasuk pertimbangan dari seberapa menyedihkah perasaan negatif dan
akibatnya pada fungsi keseharian individu (WHOQOL – BREF dalam Sekarwiri,
2008).
Item kelima hidup berarti, merupakan item yang menggambarkan sejauh mana
individu merasakan kehidupannya atau sejauh mana individu merasakan hidupnya
berarti. Sedangkan item keenam yaitu berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi,
merupakan pandangan individu terhadap pemikiran, pembelajaran, ingatan,
konsentrasi, dan kemampuannya dalam membbuat keputusan. Hal ini juga
termasuk kecepatan dan kejelasan individu memberikan gagasan (WHOQOL –
BREF dalam Sekarwiri, 2008).
1.2.3 Dimensi Hubungan Sosial
Dimensi hubungan sosial merupakan penilaian individu terhadap
(24)
Hubungan sosial merupakan hubungan timbal balik antara individu satu dengan
individu lainnya yang saling mempengaruhi dan berdasarkan kesadaran untuk
saling menolong. Berdasarkan konsep WHOQOL – BREF (dalam Sekarwiri,
2008) menyatakan bahwa dimensi hubungan sosial terdiri dari tiga item.
Item pertama dukungan sosial, merupakan item yang mengacu pada apa yang
dirasakan individu pada tanggung jawab, dukungan, dan tersedianya bantuan dari
keluarga dan teman. Hal ini berfokus kepada apa yang dirasakan individu pada
dukungan keluarga dan teman, faktanya pada tingkatan mana individu tergantung
pada dukungan di saat sulit (WHOQOL – BREF dalam Sekarwiri, 2008). Kartika
(2011) mengatakan bahwa dukungan sosial sebagai sumber emosional,
informasional atau pendampingan yang diberikan oleh orang- orang disekitar
individu untuk menghadapi setiap permasalahan dan krisis yang terjadi sehari-
hari dalam kehidupan.
Item kedua aktivitas seksual, merupakan item yang mengacu kepada
tingkatan perasaan individu pada persahabatan, cinta, dan dukungan dari
hubungan yang dekat dalam kehidupannya. Tingkat dimana individu merasa
mereka bisa berbagi pengalaman baik senang maupun sedih dengan orang yang
dicintai (WHOQOL – BREF dalam Sekarwiri, 2008). Aktifitas seksual
merupakan dorongan dan hasrat pada seks, dan tingkatan dimana individu dapat
mengekspresikan dan senang dengan hasrat seksual yang tepat bentuk hubungan
suami istri berupa hubungan fisik atau perilaku yang mengekspresikan seksualitas
(25)
yaitu relasi sosial, merupakan item yang menggambarkan hubungan individu
dengan orang lain (WHOQOL – BREF dalam Sekarwiri, 2008).
1.2.4 Dimensi Lingkungan
Dimensi lingkungan merupakan dimensi yang menilai hubungan individu
deengan lingkungan tempat tinggal, sarana, dan prasarana yang dimiliki
(WHOQOL – BREF dalam Sekarwiri, 2008). Lingkungan adalah tempat
pemukiman dengan segala sesuatunya dimana individu hidup beserta segala
keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak dapat diduga ikut
mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari individu itu (Potter dan
Perry, 2005). Berdasarkan konsep WHOQOL – BREF (dalam Sekarwiri, 2008),
dimensi lingkungan terdiri dari delapan item.
Item pertama sumber finansial, merupakan item yang mengeksplor pandangan
individu pada sumber penghasilan. Fokusnya item ini adalah apakah individu
dapat menghasilkan atau tidak yang berakibat pada kualitas hidup individu. Item
kedua Freedom, physical safety dan security, merupakan item yang menggambarkan tingkat keamanan individu yang dapat mempengaruhi kebebasan
dirinya (WHOQOL – BREF dalam Sekarwiri, 2008)..
Item ketiga perawatan dan perhatian social, merupakan dimensi yang menguji
pandangan individu pada kesehatan dan perhatian social di kedekatan sekitar.
Maksud dekat berarti berapa lama waktu yang diperlukan untuk mendapatkan
bantuan. Item keempat lingkungan rumah, merupakan item yang menguji tempat
(26)
barang-barang). Kualitas sebuah rumah dapat dinilai dari kenyamanan, tempat
teraman individu untuk tinggal (WHOQOL – BREF dalam Sekarwiri, 2008).
Item kelima kesempatan untuk mendapatkan barbagai informasi baru dan
keterampilan, merupakan item yang menguji kesempatan individu dan keinginan
untuk mempelajari keterampilan baru, mendapatkan pengetahuan baru, dan peka
terhadap apa yang terjadi. Dalam hal ini termasuk program pendidikan formal,
atau pembelajaran orang dewasa atau aktivitas pada waktu luang baik dalam
kelompok maupun sendiri (WHOQOL – BREF dalam Sekarwiri, 2008).
Item keenam partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi,
merupakan item yang mengeksplor kemampuan individu, kesempatan, dan
keinginan untuk berpartisipasi dalam waktu luang, hiburan, dan relaksasi. Item
ketujuh lingkungan fisik, merupakan item yang menguji pandangan individu pada
lingkungannya. Hal ini mencakup kebisingan, polusi, iklim, dan estetika
lingkungan dimana pelayanan ini dapat meningkatkan atau memperburuk kualitas
hidup. Sedangkan item kedelapan transpotasi, merupakan item yang menguji
pandangan individu pada seberapa mudah untuk menemukan dan menggunakan
pelayanan transportasi (WHOQOL – BREF dalam Sekarwiri, 2008).
1.3 Alat Ukur Kualitas Hidup
Carr dan Higginson (2001 dalamNofitri, 2009) mengatakan bahwa kualitas
hidup merupakan suatu konstruk individual dan hal ini sebaiknya menjadi
pertimbangan dalam pengukuran kualitas hidup. Berdasarkan Felce dan Perry
(27)
menghasilkan reaksi yang sama pada setiap individu, karena tiap-tiap individu
memiliki definisi masing-masing mengenai hal-hal yang mengindikasikan kualitas
hidup yang baik dan buruk. Secara logis Carr & Higginson (2001 dalam Nofitri,
2009) berasumsi bahwa beberapa aspek kehidupan adalah relevan bagi semua
orang (universal), namun seberapa penting aspek-aspek tersebut bagi tiap-tiap
individu akan bervariasi dalam budaya yang berbeda-beda, sedangkan
aspek-aspek lainnya mungkin hanya dianggap penting oleh individu tertentu saja
Skevington, Lotfy, dan O’Connell (2004 dalam Sekarwiri, 2008) mengatakan
bahwa pengukuran mengenai kualitas hidup dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh (kualitas hidup dipandang
sebagai evaluasi individu terhadap dirinya secara menyeluruh) atau hanya
mengukur domain tertentu saja (kualitas hidup diukur hanya melalui bagian
tertentu saja dari diri seorang induvidu).
Skevington, Lotfy, dan O’Connel (2004 dalam Sekarwiri, 2008) mengatakan
bahwa alat ukur WHOQOL – BREF merupakan hasil pengembangan dari alat
ukur WHOQOL. Alat ukur ini memiliki item pertanyaan yang lebih sedikit
dibandingkan dengan alat ukur WHOQOL. Alat ukur WHOQOL memiliki 100
item, dan terdiri dari enam dimensi yaitu dimensi fisik, psikologis, tingkat
kemandirian, hubungan dengan lingkungan sosial, kondisi lingkungan, dan
keadaan spiritual. Sedangkan WHOQOL – BREF memiliki 26 item yang terdiri
dari empat dimensi yaitu dimensi fisik, psikologis, hubungan sosial dan
(28)
Skevington, Lotfy, dan O’Connel (2004 dalam Sekarwiri, 2008)
menambahkan bahwa alat ukur WHOQOL – BREF dikembangkan oleh WHO
sebagai bentuk pendek dari alat ukur WHOQOL – 100 dan peneliti dapat
melakukan modifikasi ataupun perubahan skala dan cara pengukurannya. Alat
ukur ini digunakan pada situasi penelitian dimana waktu yang digunakan dalam
penelitian sangat terbatas, dimana ketidaknyaman atau beban yang dirasakan oleh
responden dalam penelitian harus dibuat seminimal mungkin. Skevington, Lotfy,
dan O’Connel (2004 dalam Sekarwiri, 2008) juga menambahkan bahwa
WHOQOL – BREF merupakan alat ukur yang paling mampu dalam mewakili
dimensi dan paling mampu mewakili untuk pengukuran kualitas hidup, berkaitan
erat dengan model WHOQOL secara umum, dan memiliki validitas diskriminan.
Berdasarkan hasil penelitian O’Connel, Smith, Couston, Cossar, dan Hayes
(2000 dalam Sekarwiri, 2008), menunjukkan bahwa alat ukur WHOQOL – BREF
merupakan alternatif alat ukur yang tepat dari WHOQOL – 100 dalam dimensi
fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan. Dengan demikian alat ukur
yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah alat ukur kualitas hidup
yang dikembangkan oleh WHO, yaitu WHOQOL – BREF yang mencakup
dimensi fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan.
1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Persepsi individu mengenai kualitas hidupnya dipengaruhi oleh konteks
budaya dan sistem nilai dimana individu tinggal (WHO dalam Haryono, 2008).
(29)
Nofitri, 2009) bahwa kualitas hidup bervariasi antara individu yang tinggal di kota
atau wilayah satu dengan yang lain bergantung pada konteks budaya, sistem, dan
berbagai kondisi yang berlaku pada wilayah tersebut. Para peneliti (dalam Nofitri,
2009) mengidentifikasi gender atau jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan,
status pernikahan, penghasilan, dan hubungan dengan orang lain sebagai
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup.
Berikut penjelasan mengenai faktor-faktor yang dikemukakan oleh para
peneliti (dalam Nofitri, 2009) yaitu:
1.4.1 Gender atau Jenis Kelamin
Moons, dkk (2004) mengatakan bahwa gender adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup. Bain, dkk (2003) menemukan adanya perbedaan
antara kualitas hidup antara laki dan perempuan, dimana kualitas hidup
laki-laki cenderung lebih baik daripada kualitas hidup perempuan. Fadda dan Jiron
(1999) mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam
peran serta akses dan kendali terhadap berbagai sumber sehingga kebutuhan atau
hal-hal yang penting bagi laki-laki dan perempuan juga akan berbeda. Hal ini
mengindikasikan adanya perbedaan aspek-aspek kehidupan dalam hubungannya
dengan kualitas hidup pada laki-laki dan perempuan. Ryff dan Singer (1998)
mengatakan bahwa secara umum, kesejahteraan laki-laki dan perempuan tidak
jauh berbeda, namun perempuan lebih banyak terkait dengan aspek hubungan
yang bersifat positif sedangkan kesejahteraan tinggi pada pria lebih terkait dengan
(30)
1.4.2 Usia
Moons, Marquest, Budst, dan de Geest (2004) dan Dalkey (2002) mengatakan
bahwa usia adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Penelitian
yang dilakukan oleh Wagner, Abbot, dan Lett (2004) menemukan adanya
perbedaan yang terkait dengan usia dalam aspek-aspek kehidupan yang penting
bagi individu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Singer (1998)
individu dewasa mengekspresikan kesejahteraan yang lebih tinggi pada usia
dewasa madya. Penelitian yang dilakukan oleh Rugerri, Warner, Bisoffi, dan
Fontecedro (2001) menemukan adanya kontribusi dari faktor usia tua terhadap
kualitas hidup subjektif.
1.4.3 Pendidikan
Moons, Marquest, Budst, dan de Geest (2004) dan Baxter (1998) mengatakan
bahwa tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kualitas hidup subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Wahl, Rustoen, Hanestad,
Lerdal, dan Moum (2004) menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat
seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu.
Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan Kermani (2007)
menemukan adanya pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup
subjektif namun tidak banyak.
1.4.4 Pekerjaan
Moons, Marquest, Budst, dan de Geest (2004) mengatakan bahwa terdapat
perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus sebagai pelajar,
(31)
pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity
tertentu). Wahl, dkk (2004) menemukan bahwa status pekerjaan berhubungan
dengan kualitas hidup baik pada pria maupun wanita.
1.4.5 Status Pernikahan
Moons, Maquest, Budst, dan de Geest (2004) mengatakan bahwa terdapat
perbedaan kualitas hidup antara individu yang tidak menikah, individu bercerai
ataupun janda, dan individu yang menikah. Campbell, Converse dan Rogers
(1976), Scuessler dan Fisher (1985), Zapf et al (1987) menemukan bahwa status
pernikahan merupakan prediktor terbaik dari kualitas hidup secara keseluruhan
(dalam Lee, 1998). Penelitian empiris di Amerika secara umum menunjukkan
bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi daripada
individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun janda/duda akibat pasangan
meinggal (Campbell, Converse dan Rogers, 1976; Clemente dan Sauer, 1976;
Glenn dan Weaver, 1981). Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh
Wahl, Rustoen, Hanestad, Lerdal dan Moum (2004) menemukan bahwa baik pada
pria maupun wanita, individu dengan status menikah atau kohabitasi memiliki
kualitas hidup yang lebih tinggi.
1.4.6 Penghasilan
Baxter, dkk (1998) dan Dalkey (2002) menemukan adanya pengaruh dari
faktor demografi berupa penghasilan dengan kualitas hidup yang dihayati secara
subjektif. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan
Kermani (2007) juga menemukan adanya kontribusi yang lumayan dari faktor
(32)
1.4.7 Hubungan Dengan Orang Lain
Baxter, dkk (1998) menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa
faktor jaringan sosial dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Myers,
dalam Kahneman, Diener, dan Schwarz (1999) mengatakan bahwa pada saat
kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik melalui
hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun melalui pernikahan,
manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik baik secara fisik maupun
emosional. Penelitian yang dilakukan oleh Noghani, Asgharpour, Safa, dan
Kermani (2007) juga menemukan bahwa faktor hubungan dengan orang lain
memiliki kontribusi yang cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup subjektif.
1.4.8 Standard referensi
O’Connor (1993) mengatakan bahwa kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh
standard referensi yang digunakan seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan
mengenai persamaan antara diri individu dengan orang lain. Hal ini sesuai dengan
definisi kualitas hidup yang dikemukakan oleh WHOQOL (dalam Sekarwiri,
2008) bahwa kualitas hidup akan dipengaruhi oleh harapan, tujuan, dan standard
dari masing-masing individu. Glatzer dan Mohr (1987) menemukan bahwa di
antara berbagai standard referensi yang digunakan oleh individu, komparasi sosial
memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas hidup yang dihayati secara
subjektif. Jadi, individu membandingkan kondisinya dengan kondisi orang lain
(33)
2. Menopause 2.1 Defenisi
Menopause merupakan sebuah kata yang mempunyai banyak arti. Men dan
pauseis adalah kata Yunani yang pertama kali digunakan untuk menggambarkan berhentinya haid (Kasdu, 2004). Baziad (2002) menyeburtkan menopause sebagai
pendarahan rahim yang masih diatur oleh fungsi hormon inding telur. Istilah
menopause digunakan untuk mengatakan suatu perubahan hidup dan pada saat
itulah wanita mengalami periode terakhir masa haid. Sementara Websester’s Ninth New Collegiate Dictionary (dalam Rebecca dan Pam, 2007) mendefinisikan menopause sebagai periode berhentinya haid secara alami. Sedangkan dalam
pandangan medis, menopause didefinisikan sebagai masa penghentian haid untuk
selamanya, dan dikatan menopause apabila tidak haid selama setahun (Andira,
2010).
Siklus mentruasi dikontrol oleh dua hormon yang diproduksi di kelenjar
hipofisis yang ada di otak dan dihasilkan oleh ovarium. Dua hormon yang
diproduksi di kelenjar hipofisi yang ada di otak tersebut adalah Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinising Hormone (LH), dan dua hormon yang dihasilkan oleh ovariumlah adestrogen dan progesteron. Saat wanita berada
pada masa menjelang menopause, FSH dan LH terus diproduksi oleh kelenjar
hipofisis secara normal. Akan tetapi karena ovarium semakin tua maka kedua
ovarium kita tidak dapat merespon FSH dan LH sebagaimana yang seharusnya.
Akibatnya estrogen dan progesteron yang diproduksi juga semakin berkurang.
(34)
hormon-hormon tersebut dalam jumlah yang cukup untuk bisa mempertahankan siklus
mentruasi (Rebecca dan Pam, 2007).
Kesimpulannya adalah ketika wanita memasuki menopause kadar estrogen
dan progesteron turun dengan dramatis karena ovarium berhenti merespon FSH
dan LH yang diproduksi oleh kelenjar hipofisis yang ada di otak. Sebagai usaha
agar kedua ovarium dapat berfungsi dengan baik, otak sebenarnya telah
mengeluarkan FSH dan LH lebih banyak, namun kedua ovarium tidak dapat
berfungsi dengan normal. Akan tetapi kecenderungan otak untuk memproduksi
lebih banyak FSH memberikan satu keuntungan yaitu kadar FSH yang tinggi
dapat dideteksi dalam darah atau urine, dan dapat digunakan sebagai tes sederhana
untuk mendeteksi menopause (Rebecca dan Pam 2007).
2.2 Periode Menopause
Menurut Rebecca dan Pam (2007), ada tiga periode menopause yaitu periode
klimakterium, periode menopause dan periode senium. Adapun penjelasannya
adalah sebagai berikut:
2.2.1 Klimakterium
Periode klimakterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi dan
masa senium. Biasanya masa ini disebut juga dengan pramenopause.
Klimakterium mulai kira-kira 6 tahun sebelum menopause dan berakhir kira-kira
6-7 tahun sesudah menopause. Dengan demikian lama klimakterium lebih kurang
(35)
beberapa fase yaitu fase pramenopause, fase menopause, fase pascamenopause
dan fase ooforopause (Nirmala, 2003).
Fase pramenopause merupakan masa tiga hingga sepuluh tahun sebelum
datangnya menopause dan biasanya terjadi pada unsia antara 35 sampai 45 tahun.
Seorang wanita akan mulai mengalami gejala-gejala seperti datangnya haid tidak
teratur, suasana hati berubah-ubah dan gejolak panas selama haid. Pada tahap ini
produksi hormone indung telur (ovarium) menurun dan berfluktuasi menyebabkan
munculnya berbagai gejala. Gejala lebih banyak dialami wanita pada tahap
pramenopause dari pada tahap sesudahnya (Rebecca dan Pam (2007).
Fase menopause merupakan masa yang ditandai dengan berhentinya haid yang
disebabkan oleh tubuh yang sudah kehabisan sel telur dan penurunan hormone
estrogen. Proses berkurangnya produksi hormone estrogen berlangsung dalam
jangka waktu yang cukup lama (Nirmala, 2003). Wanita dikatakan sudah
memasuki masa menopause apabila mengalami henti haid selama 12 bulan atau
setahun. Pada umumnya menopause terjadi pada usia 45 sampai 50 tahun
(Rebecca dan Pam, 2007).
Pascamenopuse merupakan masa sesudah menstruasi yang terakhir (Rebecca
& Pam, 2007). Masa pascamenopause terjadi 3 sampai 5 tahun setelah menopause
atau tahap dimana sebagian besar penderitaan akibat menopause telah
menghilang. Pada masa ini, apabila wanita terbiasa menerapkan kebiasaan hidup
sehat, seorang wanita bisa siap secara fisiologi maupun emosional untuk
memasuki tahap ini. Wanita yang sehat akan melalui masa menopausenya dengan
(36)
tahap ini wanita mempunyai banyak waktu untuk mengurus diri sendiri, karena
tidak direpotkan oleh masalh persalinan atau pertumbuhan anak (Nirmala, 2003).
Sedangkan masa ooforopause merupakan masa ketika ovarium kehilangan sama
sekali fungsi hormonalnya (Kasdu, 2004).
2.1.2 Menopause
Menopause merupakan masa berhentinya menstruasi terakhir atau saat
terjadinya haid terakhir. Seorang wanita yang telah mengalami henti haid selama
satu tahun dapat dikatakan menopause (Nirmala, 2003).
2.1.3 Senium
Senium merupakan masa sesudah pascamenopause, yaitu masa dimana
individu telah mampu menyesuaikan diri dengan kondisinya, sehingga tidak
mengalami gangguan fisik. Yang mencolok dalam masa ini adalah kemunduran
alat-alat tubuh dan menurunnya kemampuan fisik sebagai proses menjadi tua.
Dalam masa senium terjadi pula osteoporosis dengan intensitas yang
berbeda-beda pada masing-masing wanita. Berkurangnya aktivitas osteoblast memegang
peranan dalam hal ini (Kasdu, 2004).
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usia Menopause
Kasdu (2004) menyebutkan bahwa seorang wanita memasuki masa
menopause dipengaruhi oleh faktor usia saat haid pertama kali, faktor psikis,
jumlah anak, usia melahirkan, pemakaian kontrasepsi, dan sosial ekonomi.
(37)
2.3.1 Usia Saat Haid Pertama Kali (Menarche)
Beberapa ahli (dalam Kasdu, 2004) yang melakukan penelitian menemukan
adanya hubungan antara usia pertama kali mendapat haid dengan usia seorang
wanita memasuki menopause. Kesimpulan dari penelitian tersebut
mengungkapkan bahwa semakin muda seorang mengalami haid pertama kalinya,
semakin tua atau lama wanita memasuki masa menopause.
2.3.2 Faktor Psikis
Keadaan seorang wanita yang tidak menikah dan bekerja diduga
mempengaruhhi perkembangan psikis seorang wanita (Nirmala, 2003). Dalam
kutipan Kasdu (2004), beberapa peneliti menyimpulkan bahwa wanita akan
mengalami masa menopause lebih muda dibandingkan wanita yang menikah.
Selain itu wanita akan mengalami masa menopause lebih muda dibandingkan
wanita yang tidak bekerja atau tidak menikah.
2.3.3 Jumlah anak
Meskipun belum ditemukan hubungan antara jumlah anak dan menopause,
tetapi beberapa peneliti (dalam Kasdu, 2004) menemukan bahwa makin sering
seorang wanita melahirkan maka semakin tua atau lama wanita tersebut memasuki
masa menopause.
2.3.4 Usia Melahirkan
Semakin tua seseorang emalhirkan anak, maka semakin tua wanita tersebut
memasuki usia menopause. Penelitian yang dilakukan oleh Beth Israel Deaconess
Medical Center In Boston (dalam Kasdu, 2004) mengungkapkan bahwa wanita
(38)
yang lebih tua. Hal ini terjadi karena kehamilan dan persalinan akan
memperlambat sistem kerja organ reproduksi, bahkan akan memperlambat proses
penuaan tubuh.
2.3.5 Pemakaian Kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi, khususnya jenis hormon dapat mempengaruhi
datangnya masa menopause. Hal ini bisa terjadi karena cara kerja kontrasepsi
yang menekan fungsi indung telur sehingga tidak memproduksi sel telur. Pada
wanita yang menggunakan kontrasepsi jenis hormonal, maka wanita tersebut akan
lebih lama atau tua memasuki usia menopause (Kasdu, 2004).
2.3.6 Sosial Ekonomi
Meskipun data pasti belum diperoleh, DR. Faisal (dalam Kasdu, 2004)
menyebutkan bahwa usia menopause dipengaruhi oleh status sosial ekonomi
disamping pendidikan dan pekerjaan suami. Begitu juga hubungan antara tinggi
badan dan berat badan wanita yang bersangkutan termasuk dalam pengaruh sosial
ekonomi.
2.4 Perubahan Pada Masa Menopause
Menopause merupakan bagian dari perkembangan manusia (wanita) yang
tentu saja melibatkan berbagai macam aspek termasuk di dalamnya fisiologis
manusia. Hal ini akan menimbulkan perubahan fisik dan perubahan psikis (Aqila,
2010). Adapun perubahan-perubahan yang terjadi tersebut dapat dilihat dari
keluhan-keluhan fisik dan psikis. Berikut penjelasannya mengenai perubahan fisik
(39)
2.4.1 Perubahan Fisik
Akibat perubahan organ reproduksi maupun hormon tubuh pada saat
menopause mempengaruhi berbagai keadaan fisik tubuh wanita. Keadaan ini
berupa keluhan-keluhan ketidaknyamanan yang timbul dalam kehidupan
sehari-hari (Kasdu, 2004). Adapun keluhan-keluhan fisik tersebut sebagai berikut:
2.4.1.1 Hot flushes (perasaan panas)
Hot Flushes merupakan gejala klasik yang dirasakan oleh wanita menopause. Hot flush adalah suatu kondisi ketika tubuh mengalami rasa panas yang menyebar
dari wajah hingga seluruh tubuh. Rasa panas ini terutama terjadi pada dada,
wajah, dan kepala. Rasa panas ini sering diikuti oleh timbulnya warna kemerahan
pada kulit dan keluarnya keringat. Rasa ini terjadi selama 30 detik sampai
beberapa menit. Gejala ini biasanya akan menghilang dalam 5 tahun, tetapi
beberapa wanita mengalaminya hingga 10 tahun. Keluhan ini diduga berasal dari
hipotalamus dan terkait dengan pelepasan LH karena adanya fluktuasi hormon
estrogen. Dimana pada masa menopause kadar hormon estrogen dalam darah
menurun drastis sehingga mempengaruhi beberapa fungsi tubuh (Nirmala, 2003).
Beberapa hal lain yang biasanya muncul berhubungan dengan panas, seperti
cuaca panas, lembab, ruang sempit, kafein, alkohol, atau makanan pedas. Keluhan
hot flush mereda setelah tubuh menyesuaikan diri dengan kadar estrogen yang rendah. Meskipun demikian, sekitar 25% penderita masih mengeluhkan hal ini
lebih dari 5 tahun. Pemberian estrogen eksogen dalam bentuk terapi efektif dalam
(40)
2.4.1.2 Keringat berlebihan
Dalam kehidupan seorang wanita jaringan-jaringan vagina menjadi lebih tipis
dan berkurang kelembabannya seiring dengan kadar estrogen yang menurun.
Gejala lain yang dialami oleh wanita menopause adalah berkeringat pada malam
hari (Nirmala, 2003).
2.4.1.3 Vagina kering
Penurunan kadar estrogen menyebabkan vagina menjadi kering dan kurang
elastis. Oleh karena itu sebagian wanita menopause akan merasakan sakit saat
berhubungan seksual. Biasanya wanita menopause juga akan merasakan gatal
pada daerah vagina. Kondisi tersebut menyebabkan wanita menopause rentan
terhadap infeksi vagina (Kasdu, 2004).
2.4.1.3 Saluran uretra mengering, menipis, dan kurang elastis
Uretra merupakan saluran yang menyalurkan air seni dari kandung kemih ke
luar tubuh. Pada saat menopause saluran uretra juga akan mengering, menipis, dan
berkurang keelastisannya akibat penurunan kadar estrogen. Perubahan ini akan
menyebabkan wanita menopause rentan terkena infeksi saluran kencing yang
terkadang ditampakkan dengan rasa selalu ingin buang air kecil dan ngompol
yang biasa disebut dengan inkontinensia (Nirmala, 2003).
2.4.1.5 Hilangnya jaringan penunjang
Rendahnya kadar estrogen dalam tubuh berpengaruh pada jaringan kolagen
yang berfungsi sebagai jaringan penunjang pada tubuh. Hilangnya kolagen
(41)
goyah dan gusi berdarah, sariawan, kuku rusak, serta timbulnya rasa sakit dan
ngilu pada persendian (Kasdu, 2004).
2.4.1.6 Penambahan berat badan
Berdasarkan penelitian ditemukan 29% (dalam Nirmala, 2003) wanita pada
masa menopause memperlihatkan kenaikan berat badan dan 20% di antaranya
memperlihatkan kenaikan yang mencolok. Hal ini terjadi karena menurunnya
estrogen dan gangguan pertukaran zat dasar metabolisme lemak. Selain itu, kulit
menjadi lebih kendor sehingga mudah menjadi tempat simpanan lemak. Bahkan
dengan bertambah usia, aktivitas tubuh juga berkurang. Hal ini menyebabkan
gerak tubuh berkurang.
2.4.1.7 Kurang tidur (insomnia)
Wanita yang mengalami insomnia merupakan hal yang wajar pada saat
menopause. Kemungkinan ini sejalan dengan rasa tegang yang dialami wanita
akibat berkeringat di malam hari, rasa panas, wajah memerah, hal ini menjadikan
tidur terasa tidak nyaman. Maka akan timbul rasa cemas dan detak jantung yang
lebih cepat. Oleh karena itu, biasanya beberapa wanita menopause mengalami
kurang tidur (Kasdu, 2004).
2.4.1.8 Gangguan punggung dan tulang
Rendahnya kadar estrogen menjadi menjadi salah satu penyebab proses
osteoporosis pada wanita menopause. Osteoporosis adalah kerapuhan tulang dan
penyakit tulang kerangka yang paling umum. Kadar estrogen yang berkurang pada
saat menopause, akan diikuti dengan penurunan penyerapan kalsium yang
(42)
kalsium yang terdapat dalam tulang. Akibatnya, tulang menjadi keropos dan rapuh
(Rebecca dan Pam, 2007).
2.1.4.9 Linu dan nyeri sendi
Linu dan nyeri yang dialami wanita menopause berkaitan dengan pembahasan
kurangnya penyerapan kalsium. Berdasarkan literatur yang ada diketahui bahwa
kita kehilangan sekitar 1% tulang dalam setahun akibat proses penuaan. Tetapi
setelah menopause, terkadang wanita akan kehilangan 2% pertahun (Nirmala,
2003). Selain gejala fisik tersebut, wanita menopause juga akan mengalami
gangguan-gangguan lain seperti gangguan vasomotoris berupa penyempitan atau
pelebaran pembuluh darah. Terkadang juga akan merasakan pusing dan sakit
kepala terus menerus, bahkan ada yang menderita neuralgia yaitu gangguan atau
sakit syaraf. Wanita menopause kemungkinan juga akan mengalami sembelit.
Selain itu, akibat dari kadar estrogen yang menurun, payudara kehilangan
bentuknya dan mulai kendur (Kasdu, 2004).
2.4.2 Perubahan Psikologis
Menurut Nirmala (2003) Gejala ini merupakan perubahan-perubahan yang
terjadi pada aspek psikologis maupun kognitif wanita. Wanita kemungkinan besar
mengalami gejala psikologis yang luas selama masa menopause (Kasdu, 2004).
Adapun gejala-gejala perubahan psikologis sebagai berikut:
2.4.2.1 Perubahan Emosi
Perubahan emosi disini tampak pada kelelahan mental, menjadi lekas marah,
(43)
tidak disadari oleh wanita tersebut. Tidak jarang orang disekitarnya dibuat
bingung akan perubahan ini. Maka diperlukan pendekatan khusus seperti obrolan
ringan dengan sahabat atu siapa saja yang pernah mengalami hal yang sama
seringkali dapat menjadi dukungan emosi terbaik (Kasdu, 2004).
2.4.2.2 Perubahan kognitif
Memasuki masa menopause daya ingat wanita menurun. Terkadang, sesuatu
yang harus dia ingat, harus diulang-ulang terlebih dahulu. Selain itu, kemampuan
berpikirnya juga mengalami penurunan (Nirmala, 2003).
2.4.2.3 Depresi
Kasdu (2004), menyatakan bahwa tidak sekadar perubahan suasana hati atau
emosional yang berlangsung drastis, tetapi seorang wanita juga merasa tertekan,
terpuruk, dan merasa hidupnya sudah tidak berguna lagi. Pada masa menopause
ini, anak-anaknya yang sudah tumbuh dewasa biasanya cenderung sibuk dengan
urusan masing-masing. Pada saat itulah seorang wanita benar-benar merasa
kehilangan perannya. Gejala depresi diantaranya murung atau letih, sulit tidur
pulas terutama menjelang dini hari, lelah terus-menerus, sulit membuat keputusan,
rasa bersalah, rasa sedih dan dorongan untuk menangis, terkadang penderita
depresi cenderung suka makan, minum, merokok, dan terkadang bisa pula
kehilangan nafsu makan.
2.5 Penanganan Masa Menopause
Wanita yang menghadapi datangnya masa menopause perlu melakukan upaya
(44)
penangan datangnya masa menopause adalah agar lebih meningkatkan kualitas
hidup. Untuk menangani masalah tersebut, hendaknya didiskusikan dengan
menggunakan pendekatan biopsikososial yang tidak lain adalah pendekatan
holistik. Karena tidak ada masalah biologik tanpa implikasi (keterlibatan)
psikososial dan sebaliknya (Prawirohardjo, 1998).
Upaya yang dapat dilakukan dalam menghadapi masa menopause adalah
dengan merubah persepsi masyarakat atau memunculkan sikap positif masyarakat
khususnya wanita menopause serta petugas kesehatan sehingga dapat menerima
menopause sebagai suatu karunia yang patut di syukuri. Menganggap menopause
tidak hanya sebagai proses penuaan fisik saja, tetapi juga dianggap sebagai proses
pematangan dalam segi intelektual, konsep pemikiran, spiritual dan wawasan
hidup. Dengan perkataan lain, terjadi proses menjadi wanita bijaksana
(Prawirohardjo, 1998).
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan mempertahankan kesehatan
dan vitalitas secara proaktif. Pola hidup yang lebih baik termasuk pola makan,
olahraga secara teratur, serta pengaturan pola tidur dan istirahat merupakan
poin-poin yang harus diperhatikan. Mengkonsumsi zat besi dapat mengurangi gejala
menopause serta mencegah masalah yang dapat timbul setelah menopause seperti
osteoporosis. Salah satu makanan yang sangat dianjurkan adalah kedelai
(Prawirohardjo, 1998). Upaya lain untuk mencapai kualitas hidup yang memadai,
wanita tetap harus melaksanakan deteksi dini dari beberapa kanker serta
melakukan pemeriksaan laboratorium rutin secara periodic. Konseling menopause
(45)
Tujuan objektif konseling adalah memberikan informasi kepada wanita
menopause bahwa terapi penggantin hormon dapat menghilangkan keluhan, dapat
mencegah dampak jangka panjang kekurangan estrogen, serta dapat memperbaiki
kualitas hidup. Wanita menopause harus benar-benar memahami tentang terapi
pengganti hormon. Apabila wanita tersebut masih ragu-ragu untuk menggunakan
terapi pengganti hormone, berikan waktu bagi wanita untuk berfikir. Keputusan
terbaik selalu ada ditangan wanita itu sendiri (Saputra, 2011).
Nutrisi juga merupakan faktor penting bagi semua wanita pada masa
menopause. Gizi seimbang dan sehat harus mencakup asupan kalsium yang
memadai, rendah lemak jenuh, rendah garam serta tinggi serat. Selain itu nasehat
serta petunjuk tentang asupan kalori beserta olahraga secara teratur sangat
dibutuhkan. Sehingga permasalahan meningkatnya berat badan yang biasa muncul
bukan menjadi kendala pada wanita menopause (Saputra, 2011).
3. Kualitas Hidup Wanita yang Sudah Memasuki Masa Menopause
Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan oleh Rebecca dan Pam (2007),
wanita mengalami menopause berusia sekitar 45 sampai 50 tahun. Pada masa
menopause, wanita mengalami perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang
menimbulkan berbagai keluhan baik fisik maupun psikologis dan akan
memengaruhi kualitas hidupnya (Rebecca dan Pam, 2007). Faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup menurut para ahli dalam kutipan Nofitri (2009)
adalah jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, penghasilan,
(46)
Berdasarkan konsep WHOQOL – BREF (dalam Sekarwiri, 2008) kualitas
hidup terdiri dari empat dimensi yang dapat dijadikan untuk mengukur kualitas
hidup, yaitu dimensi fisik, psikologi, hubungan sosial dan lingkungan. Dari
keempat dimensi kualitas hidup ini akan dapat diketahui, apakah kualitas hidup
seseorang tersebut baik, atau tidak. Dalam penelitian ini, yang akan diteliti adalah
bagaimana kualitas hidup wanita yang sudah memasuki masa menopause dan
mengidentifikasi perbedaan kualitas hidup berdasarkan faktor-faktor yang
mempengaruhinya (usia, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, penghasilan,
(47)
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Penelitian
Kerangka konseptual dalam penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan
kualitas hidup wanita yang sudah memasuki masa menopause yang berdasarkan
konsep WHOQOL – BREF yang dikembangkan oleh WHO sebagaimana yang
telah diuraikan sebelumnya dan mengidentifikasi perbedaan kualitas hidup
berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya (usia, pendidikan, pekerjaan,
status pernikahan, penghasilan dan hubungan dengan orang lain). Kerangka
penelitian digambarkan sebagai berikut:
Gambar. 1 Kerangka penelitian kualitas hidup wanita yang sudah memasuki masa menopause
Tingkat Kualitas Hidup:
Baik Cukup baik Buruk
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup:
1. Usia 2. Pendidikan 3. Pekerjaan
4. Status pernikahan 5. Penghasilan
6. Hubungan dengan orang lain
Kualitas hidup berdasarkan konsep WHOQOL-BREF
(48)
2. Defenisi Operasional
Tabel. 2.1 Defenisi Operasional Variabel Penelitian No Variabel Defenisi
Operasional
Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. 2. Kualitas hidup Faktor-faktor yang mempe-ngaruhi kualitas hidup
1. Kualitas hidup adalah persepsi wanita menopause mengenai kondisi kehidupan yang dijalani dalam masa menopause. 1. Usia adalah
jumlah tahun kehidupan yang dijalani wanita menopause dihitung sejak lahir sampai penelitian dilakukan 2. Pendidikan
adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang pernah diselesaikan wanita menopause 3. Pekerjaan
adalah kegiatan yang dilakukan wanita menopause yang menghasilkan uang untuk menyokong kehidupannya Kuesioner WHOQOL– BREF sebanyak 26 pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban Kuesioner karakteristik demografi Kuesioner karakteristik demografi Kuesioner karakteristik demografi 96-130= baik 61-95= cukup baik 26-60= buruk Berdasarkan usia yang ditemukan pada penelitian: 1. 48-54 tahun 2. 55-64 tahun 3. 65-70 tahun
1. Tidak tamat SD
2. SD 3. SMP 4. SMA
1. Tidak bekerja 2. Bekerja
Ordinal
Ordinal
Ordinal
(49)
4. Status pernikahan adalah adanya ikatan lahir batin antara pria dan wanita secara sah sebagai suami istri 5. Penghasilan
adalah banyaknya jumlah penghasilan yang diperoleh wanita menopause dalam satu bulan
6. Hubungan dengan orang lain adalah aktivitas
sosial yang dilakukan oleh wanita yang sudah memasuki menopause dengan orang disekitar tempat tinggalnya Kuesioner karakteristik demografi Kuesioner karakteristik demografi Kuesioner karakteristik demografi
1. Menikah 2. Janda
1. Rp.<500.000 2.
Rp.500.000-700.000 3. Rp.>700.000
1. Perwiridan 2. Tidak ada
Nominal
Ordinal
Nominal
3. Hipotesa
Hipotesa pada penelitian ini adalah ada perbedaan kualitas hidup berdasarkan
faktor-faktor yang mempengaruhinya (usia, pendidikan, pekerjaan, status
(50)
BAB 4
METODE PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif
analitik. Peneliti membuat gambaran kualitas hidup wanita yang sudah memasuki
masa menopause di Desa Pintu Gobang Kari Taluk Kuantan Riau, kemudian
menganalisa menggunakan analisis uji chi-square untuk mengidentifikasi perbedaan kualitas hidup berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya (usia,
pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, penghasilan, dan hubungan dengan
orang lain).
2. Populasi dan Sampel 2.1Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi berupa subjek atau objek yang diteliti
untuk dipelajari dan diambil kesimpulan (Sugiyono, 2007). Populasi dalam
penelitian ini adalah wanita yang sudah memasuki masa menopause yaitu berusia
≥45 tahun. Informasi dari Kepala Desa Pintu Gobang Kari Taluk Kuantan Riau, populasi wanita yang berusia ≥45 tahun sebanyak 148 orang.
2.2Sampel
Sampel merupakan sebagian dari jumlah atau wakil dari populasi yang diteliti
(Arikunto, 2010). Besarnya sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan
(51)
dalam menentukan besarnya sampel jika populasi kecil dari 1.000 dapat
menggunakan rumus:
n =
) ( 1 n d2
N +
n =
( )
2) 1 , 0 ( 148 1 148 +
n =
(
)
01 , 0 148 1 148 + n = 48 , 2 148
n = 60
Keterangan :
N : Besar populasi
n : Besar sampel
d : Tingkat kepercayaan atau ketetapan yang diinginkan 0,1 (10%)
Maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 60 orang.
Tehnik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah tehnik
nonrandom jenis convenience sampling, yaitu tehnik pengambilan sampel berdasarkan faktor spontanitas artinya siapa saja yang secara tidak sengaja
bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristiknya maka orang tersebut
dapat dijadikan sampel (Sugiyono, 2007). Karakteristik sampel yang diperlukan
dalam penelitian ini adalah subjek yang sudah mengalami henti haid satu tahun
atau lebih. Peneliti memenuhi sampel penelitian yang diperlukan setelah bertemu
(52)
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Pintu Gobang Kari Taluk Kuantan Riau dari
bulan April 2012 sampai bulan September 2012. Adapun alasan peneliti
melakukan penelitian di lokasi ini karena jumlah populasi wanita yang sudah
berada pada usia menopause cukup banyak, efisiensi biaya, kemudahan akses, dan
kondisi yang kondusif. Pertimbangan lain adalah lokasi ini belum pernah
digunakan sebagai lokasi penelitian.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Ketua
Program Pendidikan Keperawatan Ekstensi Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara dan izin dari Kepala Desa Pintu Gobang Kari Taluk Kuantan
Riau. Dalam penelitian ini mengakui hak-hak responden dalam menyatakan
kesediaan atau ketidaksediaan untuk dijadikan responden penelitian.
Peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menjelaskan maksud,
tujuan, dan manfaat penelitian. Peneliti juga mengatakan bahwa data dan jawaban
responden akan dirahasiakan (digunakan hanya untuk kepentingan penelitian) dan
akan di musnahkan jika tidak diperlukan lagi. Peneliti tidak memberikan nama
responden pada lembar pengumpulan data, tetapi hanya memberikan kode.
Selanjutnya peneliti menanyakan kepada calon responden atas kesediaan atau
tidak untuk menjadi responden. Setelah menyatakan bersedia menjadi responden,
kemudian peneliti meminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consent).
(53)
5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner karakteristik demografi dan
kuesioner kualitas hidup berupa angket cheklist. Pada bagian awal berisi kuesioner karakteristik demografi yang mencakup usia, pendidikan, pekerjaan, status
pernikahan, penghasilan dan hubungan dengan orang lain (aktivitas sosial). Pada
bagian kedua berisi kuesioner kualitas hidup.
Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner WHOQOL – BREF yang telah
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia yang berjumlah 26 pertanyaan. 2
pertanyaan berasal dari kualitas hidup secara umum, yaitu pertanyaan berdasarkan
kualitas hidup secara menyeluruh dan pertanyaan berdasarkan kesehatan secara
umum. Sedangkan 24 pertanyaan lainnya berasal dari empat dimensi berdasarkan
konsep WHOQOL – BREF, yaitu dimensi fisik ada 7 pertanyaan, dimensi
psikologis ada 6 pertanyaan, dimensi hubungan sosial ada 3 pertanyaan, dan
dimensi lingkungan ada 8 pertanyaan.
Pertanyaan tentang kualitas hidup secara menyeluruh dan kesehatan secara
umum terdiri dari pertanyaan urutan ke 1, dan 2. Dimensi fisik terdiri dari
pertanyaan urutan ke 3, 4, 10, 15, 16, 17, dan 18. Dimensi psikologis terdiri dari
pertanyaan urutan ke 5, 6, 7, 11, 19, dan 26. Dimensi hubungan sosial terdiri dari
pertanyaan urutan ke 20, 21, dan 22. Dimensi lingkungan terdiri dari pertanyaan
urutan ke 8, 9, 12, 13, 14, 23, 24, dan 25.
Semua pertanyaan menggunakan skala likert berdasarkan lima kategori
dengan poin 1 – 5, dengan empat bentuk pilihan jawaban. Bentuk pilihan jawaban
(54)
baik (5). Bentuk pilihan jawaban ke dua adalah sangat tidak memuaskan (1), tidak
memuaskan (2), biasa saja (3), memuaskan (4) dan sangat memuaskan (5).
Bentuk pilihan jawaban ke tiga adalah tidak sama sekali (1), sedikit (2), dalam
jumlah sedang (3), sangat sering (4), dan dalam jumlah berlebihan (5). Sedangkan
bentuk pilihan jawaban ke empat adalah tidak sama sekali(1), sedikit (2), dalam
jumlah sedang (3), sering kali (4), dan sepenuhnya dialami (5).
6. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
Uji validitas dan uji reliabilitas instrumen WHOQOL – BREF telah dilakukan
oleh para ahli. Berdasarkan hasil uji yang dilakukan oleh para ahli tersebut
menyatakan bahwa instrumen WHOQOL – BREF ini merupakan instrumen yang
valid dan reliabilitas dalam mengukur kualitas hidup (Salim, Sudharman,
Kusumaratna, Hidayat 2007). Salah satu ahli yang telah melakukan uji validitas
dan uji reliabilitas instrumen ini adalah Sekarwiri pada tahun 2008.
Uji validitas yang dilakukan oleh Sekarwiri (2008) adalah uji validitas item
dengan cara menghitung korelasi skor masing-masing item dengan skor dari tiap
dimensi yang bersangkutan. Perhitungannya dilakukan dengan bantuan
komputerisasi. Hasil yang didapat adalah ada hubungan yang signifikan antar skor
item dengan tiap skor dimensi yang memuat item tersebut, yaitu Coefficient Alpha Cronbach 0,423 – 0,889. Sekaran (2004 dalam Zulganef, 2006) mengatakan bahwa instrumen dikatakan valid apabila Coefficient Alpha Cronbach lebih besar atau sama dengan 0,30. Dengan demikian hasil uji yang dilakukan oleh Sekarwiri
(55)
bahwa kuesioner WHOQOL – BREF ini merupakan instrumen yang valid untuk
mengukur kualitas hidup.
Untuk pengujian reliabilitas oleh Sekarwiri (2008) dilakukan melalui
perhitungan koefisien reliabilitas menggunakan Coefficient Alpha Cronbach
dengan bantuan komputerisasi. Dan uji realiabilitasnya mengahasilkan Coefficient Alpha Cronbach 0,902. Sekaran (2004 dalam Zulganef, 2006) menyatakan bahwa instrumen dikatakan reliabilitas apabila Coefficient Alpha Cronbach lebih besar atau sama dengan 0,70. Dengan demikian dapat dikatakan instrumen ini reliabel
untuk mengukur kualitas hidup.
Wardani (2004 dalam Sekarwiri 2008) juga telah melakukan uji validitas dan
uji reliabilitas instrumen WHOQOL – BREF untuk mengukur kualitas hidup.
Adapun uji validitasnya menghasilkan Coefficient Alpha Cronbach 0,409 – 0,850. Sedangkan uji reliabilitasnya menghasilkan Coefficient Alpha Cronbach 0,8756. Berdasarkan hasil uji yang dilakukan oleh Wardani (2004 dalam Sekarwiri 2008)
juga membuktikan bahwa instrumen WHOQOL – BREF merupakan instrumen
yang valid dan reliabel untuk mengukur kualitas hidup.
Pada penelitian ini instrumen hanya dilakukan uji reliabilitas untuk
memastikan adanya konsistensi alat ukur dalam penggunaannya, atau dengan kata
lain alat ukur tersebut mempunyai hasil yang konsisten apabila digunakan
berkali-kali pada waktu yang berbeda. Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan
metode alpha dengan bantuan komputerisasi. Uji reliabilitas pada penelitian ini
(56)
demikian dapat dikatakan bahwa instrumen ini reliabel untuk mengukur kualitas
hidup wanita menopause.
7. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat izin penelitian dari Ketua
Program Pendidikan Keperawatan Fakultas Keperawatan USU. Peneliti
selanjutnya membawa surat permohonan penelitian kepada Kepala Desa Pintu
Gobang Kari Taluk Kuantan Riau. Setelah mendapat izin dari Kepala Desa Pintu
Gobang Kari Taluk Kuantan Riau, peneliti mendatangi calon responden yang
dimulai dari tanggal 16 Juli 2012 sampai dengan tanggal 13 Agustus 2012.
Peneliti mendatangi calon responden seperti di Mesjid, Mushallah, door to
door, dan tempat perwiridan. Tetapi respondennya masih dalam ruang lingkup
Desa Pintu Gobang Kari Taluk Kuantan Riau. Siapa saja yang secara tidak
sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristik yang diperlukan
pada penelitian ini, maka peneliti mengambilnya sebagai responden penelitian.
Kemudian peneliti menanyatakan kesediaan atau tidak untuk menjadi responden.
Jika bersedia maka peneliti meminta untuk menandatangani lembar persetujuan
penelitian (informed consent) sebagai bukti kesediaannya menjadi responden. Selanjutnya peneliti memberikan angket kuesioner karakteristik demografi dan
kuesioner kualitas hidup.
Peneliti terlebih dahulu menjelaskan petunjuk pengisian kuesioner. Kuesioner
diisi selama 30 menit dan peneliti mendampingi responden dalam menjawab
(57)
pengisian kuesioner berlangsung responden tidak mengalami kesulitan dalam
menjawab, artinya responden mengerti setiap item pertanyaan kuesioner. Setelah
responden selesai mengisi kuesioner penelitian, peneliti mengumpulkan kembali
kuesioner tersebut. Demikian seterusnya sampai semua data terkumpul untuk
dilakukan analisa data. Dimana peneliti berhenti mengumpulkan data pada urutan
ke 93, karena telah memenuhi jumlah penelitian. Dari 93 orang peneliti
menemukan sebagian besar sudah menopause (64,5%), dan usia wanita yang
sudah menopause yang ditemukan pada penelitian ini adalah ≥48 tahun.
8. Analisa Data
Analisa data dilakukan setelah kuesioner dikumpulkan oleh peneliti, dan
diolah melalui beberapa tahapan berdasarkan Notoatmodjo (2010). Tahapan
pertama Editing, yaitu peneliti memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan untuk memastikan bahwa responden telah mengisi semua
kuesioner. Semua data yang terkumpul tidak ada yang salah atau kurang maka
peneliti tidak ada melakukan pendataan ulang. Tahapan kedua Coding, yaitu peneliti melakukan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang
terdiri atas beberapa kategori, sehinggga memudahkan peneliti dalam melakukan
tabulasi dan analisa data. Tahapan ketiga Entry atau Processing, yaitu peneliti memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau data base
komputer dengan menggunakan sistem komputerisasi. Tahapan keempat
(58)
kesalahan atau tidak. Setelah dicek tidak ada yang salah, ataupun missing. Tahapan kelima saving, yaitu peneliti menyimpan data untuk siap dianalisa.
Data dianalisa dengan analisis statistik deskriptif untuk menggambarkan
karakteristik demografi dan tingkat kualitas hidup wanita yang sudah memasuki
masa menopause. Dalam analisis statistik desktiptif peneliti juga menghitung nilai
min, max, mean serta standar deviasi umur. Tujuannya untuk mengetahui umur
terendah, umur tertinggi, rata-rata umur serta tingkat perbedaan umur responden.
Kualitas hidup dikategorikan menjadi 3 kelas yaitu baik, cukup baik, dan
buruk. Untuk mendapatkan kategori kualitas hidup, maka dilakukan perhitungan
dengan rumus: Lebar interval kelas (i) =
Banyak kelas Rentang
Rentang adalah nilai yang menunjukkan nilai perbedaan skor tertinggi dengan
skor terendah (Arikunto, 2010). Skor tertingginya adalah 130, dan skor terendah
adalah 26. Jadi didapatkan nilai rentangnya 104. Lebar interval kelas merupakan
nilai perbandingan antara nilai rentang dengan banyak kelas (Arikunto, 2010).
Banyak kelas adalah 3. Lebar interval kelasnya dapat dicari dengan membagi 104
dengan 3, hasilnya 34. Dengan demikian skor 96–130 dikategorikan kualitas
hidupnya baik, skor 61–95 dikategorikan cukup baik, dan skor 26–60
dikategorikan buruk.
Untuk mengetahui perbedaan kualitas hidup berdasarkan faktor-faktor yang
mempengaruhinya maka peneliti melakukan uji analisa statistik dengan analisis
chi-square dengan taraf signifikan 0,05 (5%). Apabila hasil pengujian mendapatkan nilai p<0,05 berarti hipotesa alternatif diterima (hipotesa nol
(59)
ditolak). Maka dapat dikatakan terdapat perbedaan. Sebaliknya jika hasil
pengujian mendapatkan nilai p>0,05 berarti hipotesa alternatif ditolak (hipotesa
nol diterima). Maka dapat dikatakan tidak terdapat perbedaan (Arikunto, 2010).
Data yang ditampilkan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk tabel, yaitu
tabel distribusi frekuensi dan persentase (%) karakteristik demografi responden,
tabel distribusi frekuensi dan persentase (%) tingkat kualitas hidup responden, dan
tabel distribusi hasil uji chi-square perbedaan kualitas hidup responden berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya (usia, pendidikan, pekerjaan,
(60)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
1.1Gambaran Karakteristik Demografi Responden
Pada penelitian ini karakteristik demografi responden mencakup usia,
pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, penghasilan, dan hubungan dengan
orang lain. Dari 60 responden pada penelitian ini mendapatkan usia terendah 48
tahun, usia tertinggi 70 tahun, rata-rata usia 55,55 dan standar deviasi usia 6,93.
Tabel. 1.1.1
Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik demografi responden Karakteristik Demografi Frekuensi (n) Persentase (%) Usia:
48 – 54 tahun 55 – 64 tahun 65 – 70 tahun Pendidikan:
Tidak tamat SD SD SMP SMA Pekerjaan: Bekerja Tidak bekerja Status pernikahan Menikah Janda Penghasilan: Rp.<500.000 Rp.500.000-700.000 Rp.>700.000 Aktivitas sosial: Perwiridan Tidak ada 36 13 11 17 21 10 12 53 7 44 16 12 22 26 44 16 60,0 21,7 18,3 28,3 35,0 16,7 20,0 88,3 11,7 73,3 26,7 20,0 36,7 43,3 73,3 26,7
(61)
Dari tabel 1.1.1 dapat diketahui bahwa mayoritas responden berada pada rentang
usia 48-54 tahun (60,0%); berpendidikan SD (35%); bekerja (88,3%); menikah
(73,3%); berpenghasilan Rp.>700.000 (43,3%); dan memiliki aktivitas sosial
perwiridan (73,3%).
1.2 Gambaran Kualitas Hidup Responden Tabel. 1.2.1
Distribusi frekuensi dan persentase kualitas hidup responden
Kualitas Hidup Frekuensi (n) Persentase (%)
Baik Cukup baik Buruk 18 34 8 30,0 56,7 13,3
Dari tabel 1.1.2 dapat diketahui bahwa kualitas hidup responden mayoritas berada
dalam kategori cukup baik (56,7%).
1.3 Perbedaan Kualitas Hidup Berdasarkan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
Tabel. 1.3.1
Distribusi hasil uji chi-square perbedaan kualitas hidup responden berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya (usia, pendidikan, pekerjaan, status pernikahan, penghasilan, dan hubungan dengan orang lain)
Karakteristik Kualitas hidup p Value
Demografi Baik Cukup baik Buruk Total
Usia:
48-54 tahun 55-64 tahun 65-70 tahun Pendidikan: Tidak tamat SD SD SMP SMA Pekerjaan: 15 3 0 1 4 6 7 19 8 7 12 15 3 4 2 2 4 4 2 1 1 36 13 11 17 21 10 12 0,022 0,014
(1)
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 16.006a 6 .014
Likelihood Ratio 16.574 6 .011
Linear-by-Linear Association 10.181 1 .001
N of Valid Cases 60
a. 6 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.33.
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb
Approx. Sig. Interval by Interval Pearson's R .415 .116 3.478 .001c Ordinal by Ordinal Spearman
Correlation
.437 .113 3.703 .000c
N of Valid Cases 60
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation.
Pekerjaan * 3
Crosstab
Count
3
Total
1 2 3
Pekerjaan Bekerja 4 31 18 53
Tidak bekerja 4 3 0 7
(2)
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 14.051a 2 .001
Likelihood Ratio 11.844 2 .003
Linear-by-Linear Association 10.468 1 .001
N of Valid Cases 60
a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .93.
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig. Interval by Interval Pearson's R -.421 .107 -3.537 .001c Ordinal by Ordinal Spearman Correlation -.402 .099 -3.340 .001c
N of Valid Cases 60
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation.
Pernikahan * 3
Crosstab
Count
3
Total
1 2 3
Pernikahan Menikah 2 25 17 44
Janda 6 9 1 16
(3)
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 13.660a 2 .001
Likelihood Ratio 13.570 2 .001
Linear-by-Linear Association 12.146 1 .000
N of Valid Cases 60
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.13.
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig. Interval by Interval Pearson's R -.454 .103 -3.878 .000c Ordinal by Ordinal Spearman
Correlation
-.441 .100 -3.743 .000c
N of Valid Cases 60
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation.
Penghasilan * 3
Crosstab
Count
3
Total
1 2 3
Penghasilan < 500.000 4 7 1 12
500.000-700.000 3 14 5 22
> 700.000 1 13 12 26
(4)
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 10.282a 4 .036
Likelihood Ratio 10.379 4 .035
Linear-by-Linear Association 9.502 1 .002
N of Valid Cases 60
a. 4 cells (44.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.60.
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig. Interval by Interval Pearson's R .401 .108 3.337 .001c Ordinal by Ordinal Spearman
Correlation
.396 .109 3.281 .002c
N of Valid Cases 60
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation.
Aktivitassoial * 3
Crosstab
Count
3
Total
1 2 3
Aktivitassoial Perwiridan 1 27 16 44
Tidak ada 7 7 2 16
(5)
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 18.009a 2 .000
Likelihood Ratio 16.429 2 .000
Linear-by-Linear Association 12.146 1 .000
N of Valid Cases 60
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.13.
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb
Approx. Sig. Interval by Interval Pearson's R -.454 .114 -3.878 .000c Ordinal by Ordinal Spearman
Correlation
-.429 .118 -3.615 .001c
N of Valid Cases 60
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation.
(6)