Antibiotik Sebagai Obat Keras

5. Mikroorganisme mengembangkan enzim yang masih bisa melakukan fungsi metabolisme, tetapi jauh kurang terpengaruh oleh obat. Contoh: Pada bakteri yang resisten terhadap trimetoprim, asam dihydrofolic reduktase dihambat jauh lebih efisien dibanding pada bakteri yang tidak resisten.

2.4. Peraturan Mengenai Distribusi Obat Antibiotik di Indonesia

2.4.1 Antibiotik Sebagai Obat Keras

Distribusi obat antibiotik di Indonesia diatur oleh undang-undang obat keras, yaitu undang-undang St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949. Pasal 1 ayat 1a undang-undang tersebut memasukkan obat antibiotik kedalam golongan obat keras, sebagaimana tertulis: “Obat-obat keras yaitu obat-obatan yang tidak digunakan untuk keperluan tehnik, yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, membaguskan, mendesinfeksikan dan lain-lain tubuh manusia, baik dalam bungkusan maupun tidak, yang ditetapkan oleh Secretaris Van Staat, Hoofd van het Departement van Gesondheid, menurut ketentuan pada pasal 2”. Berdasarkan Undang-Undang No.7 tahun 1963 tentang Farmasi, obat- obatan kimia dapat digolongkan menjadi 5 lima kategori, yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi masing-masing. Kelima kategori tersebut apabila diurutkan dari yang paling longgar hingga yang paling ketat mengenai peraturan pengamanan, penggunaan, dan distribusinya adalah sebagai berikut: 1. Obat Bebas 2. Obat Bebas Terbatas Daftar W atau ”Waarschuwing”, waspada 3. Obat Keras Daftar G atau ”Gevaarlijk”, berbahaya 4. Obat Psikotropika OKT, Obat Keras Terbatas 5. Obat Narkotika Daftar O atau ”Opium” Berikut penjabaran untuk masing-masing golongan tersebut Fitria, 2012: 1. Obat Bebas OB Pada kemasannya terdapat tanda lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Merupakan obat yang paling “aman”, boleh digunakan untuk menangani penyakit-penyakit simptomatis ringan yang banyak diderita masyarakat luas yang penanganannya dapat dilakukan sendiri oleh penderita atau self medication penanganan sendiri. Obat ini telah digunakan dalam pengobatan secara ilmiah modern dan terbukti tidak memiliki risiko bahaya yang mengkhawatirkan. OB dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter, baik di apotek, counter obat di supermarkettoko swalayan, toko kelontong, bahkan di warung, disebut juga obat OTC Over the Counter. Penderita dapat membeli dalam jumlah yang sangat sedikit, seperlunya saja saat obat dibutuhkan. Jenis zat aktif pada OB relatif aman sehingga penggunaanya tidak memerlukan pengawasan tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan obat. Oleh karena itu sebaiknya OB tetap dibeli bersama kemasannya. OB digunakan untuk mengobati gejala penyakit yang ringan yang bersifat nonspesifik. 2. Obat Bebas Terbatas OBT Pada kemasannya terdapat tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam. Obat ini sebenarnya termasuk dalam kategori obat keras, akan tetapi dalam jumlah tertentu masih dapat diperjualbelikan secara bebas tanpa resep dokter. Sebagai obat keras, penggunaan obat ini diberi batas untuk setiap takarannya. Seharusnya obat ini hanya dapat dijual bebas di toko obat berizin yang dipegang oleh seorang asisten apoteker, serta apotek yang hanya boleh beroperasi jika ada apoteker. Hal ini karena diharapkan pasien memperoleh informasi obat yang memadai saat membeli obat yang termasuk golongan ini. Memang, dalam keadaaan dan batas-batas tertentu, sakit yang ringan masih dibenarkan untuk melakukan pengobatan sendiri self medication menggunakan obat-obatan dari golongan OB dan OBT yang dengan mudah diperoleh masyarakat. Dianjurkan untuk tidak sekali pun melakukan uji coba obat sendiri terhadap obat-obat yang seharusnya diperoleh dengan menggunakan resep dokter SK MenKes RI No.2380 tahun 1983. Setelah upaya self medication, apabila kondisi penyakit semakin serius, tidak kunjung sembuh setelah sekitar 3-5 hari, maka sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter. Oleh karena itulah semua kemasan OB dan OBT wajib mencantumkan tanda peringatan “apabila sakit berlanjut segera hubungi dokter” SK MenKes RI No.386 tahun1994. 3. Obat Keras OK Pada kemasannya terdapat tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini berkhasiat keras dan bila dipakai sembarangan bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit, memicu munculnya penyakit lain sebagai efek negatifnya, hingga menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh, bahkan dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, golongan obat ini hanya boleh diberikan atas resep dokter umumspesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Yang termasuk ke dalam golongan OK adalah: a. “Daftar G”, seperti: antibiotika, obat-obatan yang mengandung hormon, antidiabetes, antihipertensi, antihipotensi, obat jantung, obat ulkus lambung, dll. b. “Daftar O” atau obat biusanestesi, yaitu golongan obat-obat narkotika c. Obat Keras Tertentu OKT atau psikotropika, seperti: obat penenang, obat sakit jiwa, obat tidur, dll. d. Obat Generik dan Obat Wajib Apotek OWA, yaitu obat yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter dengan jumlah tertentu, seperti antihistamin, obat asma, pil antihamil, beberapa obat kulit tertentu, antikoagulan, sulfonamida dan derivatnya, obat injeksi, dll. e. Obat yang dibungkus sedemikian rupa, digunakan secara enteral maupun parenteral, baik dengan cara suntikan maupun dengan cara lain yang sigatnya invasif. f. Obat baru yang belum tercantum di dalam kompedialfarmakope terbaru yang berlaku di Indonesia g. Obat-obatan lain yang ditetapkan sebagai obat keras melalui SK MenKes RI 4. Psikotropika Tanda pada kemasannya sama dengan tanda pada Obat Keras. Obat-obatan golongan ini mulai dari pembuatannya, pengemasan, distribusi, sampai penggunaannya diawasi secara ketat oleh pemerintah BPOM dan DepKes dan hanya boleh diperjualbelikan di apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan peenggunaannya kepada pemerintah. Psikotropika atau biasa disebut sebagai ”obat penenang” transquilizer, adalah zat obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh stimulatif selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

2.4.2. Undang-undang St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949 Mengenai Obat Keras