obatan yang mempunyai khasiat mendesinfeksikan tubuh manusia seperti antibiotik.
Di Indonesia telah dilakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan masyarakat untuk menggunakan antibiotik
secara bebas. Pada penelitian di Kota Medan mengenai hubungan karakteristik masyarakat dengan penggunaan antibiotik secara bebas, didapatkan bahwa tidak
ada hubungan antara karakteristik masyarakat yang diteliti jenis kelamin, pendidikan, dan penghasilan dengan penggunaan antibiotik yang diperoleh secara
bebas di kalangan masyarakat di Kota Medan Djuang, 2010. Penelitian di Mojokerto mengenai pengetahuan masyarakat tentang aturan minum antibiotik
yang benar menunjukkan bahwa berdasarkan pengetahuan tentang aturan minum antibiotik diperoleh data bahwa sebagian besar responden 59,2 mempunyai
pengetahuan cukup. Dari penelitian-penelitian tersebut terlihat tingkat pengetahuan masyarakat
tentang penggunaan antibiotik masih belum cukup memadai, hanya sekitar setengah dari masyarakat yang memiliki pengetahuan yang cukup. Hal ini
menjadi masalah yang menarik untuk diteliti, apakah tingkat pengetahuan yang rendah juga mendasari perilaku penggunaan antibiotik secara bebas, disamping
faktor-faktor lain seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan status ekonomi.
1.2. Rumusan Masalah
Adakah hubungan karakteristik masyarakat dengan penggunaan antibiotik secara bebas?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik masyarakat yang mempunyai hubungan dengan penggunaan antibiotik secara
bebas.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik.
b. Untuk mengetahui adakah hubungan tingkat pengetahuan masyarakat tentang penggunaan antibiotik dengan penggunaan antibiotik secara bebas.
c. Untuk mengetahui adakah hubungan umur dengan penggunaan antibiotik secara bebas.
d. Untuk mengetahui adakah hubungan jenis kelamin dengan penggunaan antibiotik secara bebas.
e. Untuk mengetahui adakah hubungan tingkat pendidikan dengan penggunaan antibiotik secara bebas.
f. Untuk mengetahui adakah hubungan status ekonomi dengan penggunaan antibiotik secara bebas.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan mengenai karakteristik masyarakat yang mempengaruhi penggunaan antibiotik secara bebas
1.4.2. Bagi Pemerintah
a. Memberi informasi dan data yang dapat digunakan untuk membantu upaya mengurangi penggunaan antibiotik secara bebas.
b. Sebagai masukan agar pemerintah lebih memperhatikan penerapan UU obat keras.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Masyarakat
Menurut Widyaningrum 1999 dalam Pambudi 2011 karakteristik adalah ciri-ciri dari individu yang terdiri dari demografi seperti jenis kelamin,
umur serta status sosial seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, status ekonomi, dan sebagainya.
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu dan bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa
identitas yang sama Koentjaraningrat, 1994. Sedangkan menurut Paul B. Horton dan C. Hunt 1999 masyarakat
merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai
kebudayaan sama, serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok kumpulan manusia tersebut.
Menurut penelitian yang dilakukan Djuang 2010 mengenai hubungan karakteristik masyarakat dengan penggunaan antibiotik yang diperoleh secara
bebas, didapat hasil bahwa tidak terdapat hubungan diantara keduanya. Karakteristik yang diteliti dalam penelitian tersebut adalah tingkat pendidikan,
status ekonomi, dan jenis kelamin. Menurut penelitian yang dilakukan Kim et al 2011 karakteristik
masyarakat memiliki hubungan dengan perilaku masayarakat dalam menggunakan obat antibiotik.
2.1.1. Tingkat Pengetahuan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan adalah
segala sesuatu yg diketahui; kepandaian, atau segala sesuatu yg diketahui berkenaan dengan hal.
Adapun tingkat pengetahuan tersebut:
a. Tahu Know Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali recall terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b. Memahami Comprehension Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham tentang objek atau materi harus dapat
menjelaskan dan menyebutkan. c. Aplikasi Application
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real sebenarnya. Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau pengguna hukum-hukum, rumus, metode prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis Analysis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek
kedalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis Synthesis Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi Evaluation
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan
kriteria-kriteria yang ada Notoatmodjo, 2003.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan: a. Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja Nursalam Siti Pariani, 2000.
b. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap orang
lain menuju ke arah suatu cita–cita tertentu Suwono, 1992 jadi dapat dikatakan bahwa pendidikan itu menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin mudah menerima informasi sehingga
semakin banyak pula menerima pengetahuan yang dimilikinya Nursalam Pariani, 2000.
c. Pekerjaan Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang
kehidupan dan kehidupan keluargannya Nursalam Pariani, 2000. d. Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah sehingga tidak begitu memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan karena lebih memikirkan kebutuhan- kebutuhan
lain yang lebih mendesak Efendi Nasrul, 1998.
Sumber pengetahuan manusia menurut Nursalam 2001: a. Tradisi
Dengan adat istiadat kita dan profesi keperawatan beberapa pendepat diterima sebagai sesuatu yang benar. Banyak pertanyaan terjawab dan banyak
permasalahan dapat dipecahkan berdasarkan suatu tradisi. Tradisi adalah suatu dasar pengetahuan di mana setiap orang tidak dianjurkan untuk memulai mencoba
memecahkan masalah. Akan tetapi tradisi mungkin terdapat kendala untuk
kebutuhan manusia karena beberapa tradisi begitu melekat sehingga validitas, manfaat, dan kebenarannya tidak pernah dicobaditeliti.
b. Autoritas Dalam masyarakat yang semakin majemuk adanya suatu autoritas seseorang
dengan keahlian tertentu, pasien memerlukan perawat atau dokter dalam lingkup medik. Akan tetapi seperti halnya tradisi jika keahliannya tergantung dari
pengalaman pribadi sering pengetahuannya tidak teruji secara ilmiah. c. Pengalaman Seseorang
Kita semua memecahkan suatu permasalahan berdasarkan obsesi dan pengalaman sebelumnya, dan ini merupakan pendekatan yang penting dan
bermanfaat. Kemampuan untuk menyimpulkan, mengetahui aturan dan membuat prediksi berdasarkan observasi adalah penting bagi pola penalaran manusia. Akan
tetapi pengalaman individu tetap mempunyai keterbatasan pemahaman : a setiap pengalaman seseorang mungkin terbatas untuk membuat kesimpulan yang valid
tentang situasi, dan b pengalaman seseorang diwarnai dengan penilaian yang bersifat subyektif.
d. Trial dan Error Kadang-kadang kita menyelesaikan suatu permasalahan keberhasilan kita
dalam menggunakan alternatif pemecahan melalui coba dan salah. Meskipun pendekatan ini untuk beberapa masalah lebih praktis sering tidak efisien. Metode
ini cenderung mengandung resiko yang tinggi, penyelesaiannya untuk beberapa hal mungkin “idiosyentric”.
e. Alasan yang Logis Kita sering memecahkan suatu masalah berdasarkan proses pemikiran yang
logis. Pemikiran ini merupakan komponen yang penting dalam pendekatan ilmiah, akan tetapi alasan yang rasional sangat terbatas karena validitas alasan deduktif
tergantung dari informasi dimana seseorang memulai, dan alasan tersebut mungkin tidak efisien untuk mengevaluasi akurasi permasalahan.
f. Metode Ilmiah Pendekatan ilmiah adalah pendekatan yang paling tepat untuk mencari suatu
kebenaran karena didasari pada pengetahuan yang terstruktur dan sistematis serta
dalam mengumpulkan dan menganalisa datanya didasarkan pada prinsip validitas dan reliabilitas.
Penelitian tentang tingkat pengetahuan masyarakat tentang antibiotik yang dilakukan Oh et al tahun 2009 di Penang, Malaysia, menunjukkan hanya sekitar
55 masyarakat yang memiliki pengetahuan cukup. Penelitian oleh Pechere 2001 pada 5379 responden di sembilan negara
mendapat hasil bahwa responden percaya sebagian besar infeksi pernapasan, kecuali pilek, memerlukan terapi antibiotik, dan 11 dari mereka harus
membesar-besarkan gejala mereka untuk mendapatkan resep antibiotik dari dokter mereka.
Penelitian oleh Hamzah 2011 di kalangan mahasiswa Universiti Sains Malaysia menunjukkan bahwa sebagian besar responden 87 memiliki tingkat
pengetahuan yang tinggi tentang penggunaan antibiotik.
2.1.2. Umur
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, umur adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan; usia.
Terdapat dua jenis usia, yaitu: 1. Usia kronologis
Usia kronologis Chronological age atau disebut juga usia kalender adalah usia seseorang yang dihitung sejak waktu lahir sampai waktu tertentu Chaplin,
2002. Dalam kehidupan sehari-hari ketika seseorang ditanya berapa usianya, pada umumnya dijawab dengan usia kronologis.
2. Usia Mental Usia mental mental age adalah usia yang merujuk pada tingkat kemampuan
mental seseorang setelah dibandingkan dengan kelompok seusianya Chaplin, 2002. Untuk menentukan usia mental seseorang dibutuhkan metode tertentu,
biasanya secara formal dengan menggunakan tes kemampuan psikologis.
2.1.3. Jenis Kelamin
Menurut Utama 2003 dalam Frida 2009, jenis kelamin merupakan identitas responden yang dapat digunakan untuk membedakan laki-laki dan
perempuan. Jenis kelamin juga dapat diartikan sebagai kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya
proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan di kalangan masyarakat Abu Dhabi oleh Abasaeed et al 2009 tidak ditemukan adanya hubungan antara
karakteristik jenis kelamin dengan penggunaan antibiotik secara bebas.
2.1.4. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan
kemampuan yang dikembangkan UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab I, Pasal I ayat 8 dalam Budi 2012.
Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Jenjang pendidikan formal terdiri
atas jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sebagai persiapan untuk memasuki pendidikan dasar diselenggarakan kelompok
belajar yang disebut pendidikan prasekolah. Pendidikan prasekolah belum termasuk jenjang pendidikan formal, tetapi baru merupakan kelompok
sepermainan yang menjembatani anak antara kehidupannya dalam keluarga dengan sekolah.
2.1.5. Status Ekonomi
Status sosial ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat, status sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang
atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan sebagainya. Status ekonomi kemungkinan
besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Pendapatan keluarga memadai
akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik primer maupun skunder Soetjiningsih, 2004 dalam
Suparyanto 2010. Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di masyarakat
berdasarkan pendapatan per bulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok Kartono, 2006 dalam Suparyanto
2010. Geimar dan Lasorte 1964 dalam Friedman 2004 membagi keluarga
berdasarkan status ekonomi yang terdiri dari 4 tingkat ekonomi, yaitu: 1. Adekuat
Adekuat menyatakan uang yang dibelanjakan atas dasar suatu permohonan bahwa pembiayaan adalah tanggung jawab kedua orang tua. Keluarga
menganggarkan dan mengatur biaya secara ralisitis. 2. Marginal
Pada tingkat marginal sering terjadi ketidaksepakatan dan perselisihan siapa yang seharusnya mengontrol pendapatan dan pengeluaran.
3. Miskin Keluarga tidak bisa hidup dengan caranya sendiri, pengaturan keuangan yang
buruk akan menyebabkan didahulukannya kemewahan. Diatas kebutuhan pokok, manajemen keuangan yang sangat buruk dapat atau tidak membahayakan
kesejahteraan anak, tetapi pengeluaran dan kebutuhan keuangan melebihi penghasilan.
4. Sangat Miskin Menejemen keuangan yang sangat jelek, termasuk pengeluaran saja dan
berhutang terlalu banyak, serta kurang tersedianya kebutuhan dasar.
Menurut Friedman 2004 terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi status ekonomi seseorang, yaitu:
a. Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap
perkembangan orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah dalam memperoleh pekerjaan, sehingga semakin banyak pula penghasilan yang diperoleh. Sebaliknya
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenal.
b. Pekerjaan Pekerjaan adalah simbol status seseorang dimasyarakat. Pekerjaan jembatan
untuk memperoleh uang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mendapatkan tempat pelayanan kesehatan yang diinginkan.
c. Keadaan Ekonomi Kondisi ekonomi keluarga yang rendah mendorong ibu hamil untuk tidak
teratur dalam melakukan antenatal care. d. Latar Belakang Budaya
Cultur universal adalah unsur kebudayaan yang bersifat universal, ada di dalam semua kebudayaan di dunia, seperti pengetahuan bahasa dan khasanah dasar, cara
pergaulan sosial, adat-istiadat, penilaian umum. Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah
mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok
masyarakat asuhannya. Hanya kepercayaan individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap
individual e. Pendapatan
Pendapatan adalah hasil yang diperoleh dari kerja atau usaha yang telah dilakukan. Pendapatan akan mempengaruhi gaya hidup seseorang. Orang atau
keluarga yang mempunyai status ekonomi atau pendapatan tinggi akan mempraktikkan gaya hidup yang mewah misalnya lebih komsumtif karena
mereka mampu untuk membeli semua yang dibutuhkan bila dibandingkan dengan keluarga yang kelas ekonominya kebawah.
Penelitian yang dilakukan oleh Al-Azzam et al 2007 di Yordania juga mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan
penggunaan antibiotik secara bebas, tetapi dalam penelitian ini ditemukan adanya hubungan antara karakteristik pendidikan dan penghasilan dengan penggunaan
antibiotik secara bebas.
2.2. Antibiotik
2.2.1. Definisi
Antibiotik adalah zat kimiawi dihasilkan mikroorganisme yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh
mikroorganisme lain Dorland, 2002.
2.2.2. Klasifikasi dan Mekanisme Kerja
Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai aspek yang berbeda. Katzung 2009 dalam buku Basic and Clinical Pharmacology membagi
antibiotik sebagai berikut: a. Beta-laktam dan antibiotik lain yang bekerja pada dinding dan membran sel.
Dalam golongan ini termasuk penisilin, sefalosporin, sefamisin, antibiotik beta- laktam lain, antibiotik glikopeptida, daptomisin, fosfomisin, basitrasin, dan
sikloserin. b. Antibiotik yang menghambat sintesis protein bakteri dengan bekerja pada
ribosom. Dalam golongan ini termasuk tetrasiklin, makrolida, klindamisin,
kloramfenikol, streptogramin, dan oksazolidinon. c. Aminoglikosida dan spektinomisin
Dalam golongan ini termasuk streptomisin, gentamisin, tobramisin, amikasin, neomisin dan kanamisin, dan spektinomisin.
d. Sulfonamida, trimetoprim, dan kuinolon Merupakan antibiotik antifolat dan antibiotik inhibitor DNA-gyrase.
Sedangkan menurut Neal 2002, antibiotik dapat dibagi menjadi 3 kelompok berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:
a. Antibiotik yang menghambat proses sintesis asam nukleat; termasuk didalam kelompok ini adalah golongan sulfonamida, trimetoprim, kuinolon, dan
nitroimidazol. b. Antibiotik yang menghambat proses sintesis dinding sel; termasuk didalam
kelompok ini adalah golongan penisilin, sefalosporin, dan vancomisin. c. Antibiotik yang menghambat proses sintesis protein; termasuk didalam
kelompok ini adalah golongan aminoglikosida, tetrasiklin, makrolida, dan kloramfenikol.
2.3. Resistensi Obat
2.3.1. Definisi
Resistensi obat adalah kemampuan suatu mikroorganisme untuk bertahan terhadap efek suatu obat yang mematikan bagi sebagian besar anggota spesiesnya.
Resistensi obat primer merujuk infeksi yang dari awal terjadi karena suatu organisme resisten; resistensi obat sekunder merujuk resistensi yang berkembang
selama pemberian terapi Dorland, 2002.
2.3.2. Penyebab
Salah satu penyebab terjadinya resistensi obat antibiotik adalah penggunaannya secara tidak benar. Istilah penggunaan yang tidak benar berlaku
untuk semua jenis penyalahgunaan dan penggunasalahan. Penggunaan yang tidak benar terjadi saat antibiotik digunakan dalam waktu yang terlalu singkat, dosis
yang terlalu kecil, potensi yang tidak adekuat, atau dengan indikasi yang tidak tepat WHO, 2011.
Menurut WHO, resistensi obat antibiotik diawali dengan peresepan antibiotik untuk penyakit yang tidak tepat, padahal beberapa penyakit bahkan
tidak memerlukan antibiotik sama sekali untuk pengobatannya. Namun, pasien seringkali tidak mengerti hal ini, dan timbul kepercayaan di masyarakat bahwa
mengonsumsi antibiotik 1 – 2 hari saja dapat meringankan gejala dan menyembuhkan penyakit.
Menurut Ballington dan Laughlin 2005 dalam Djuang 2009 resistensi antibiotik dapat terjadi karena penyalahgunaan dan penggunaan antibiotik yang
berlebihan, penggunaan antibiotik yang tidak menyelesaikan pengobatan antibiotik, sehingga bermutasi dan menjadi resisten.
Penelitian yang dilakukan Pechere 2001 di sembilan negara mendapatkan hasil bahwa hanya enam puluh sembilan persen pasien mengaku
menyelesaikan durasi konsumsi antibiotik sampai akhir Inggris, 90, Thailand, 53, dan 75 menyatakan bahwa mereka memenuhi semua dosis harian.
Penelitian pada masyarakat Korea Selatan oleh Kim et al 2011 menunjukkan bahwa dua pertiga masyarakat tidak menyadari bahaya dari
terjadinya resistensi obat antibiotik.
2.3.3. Mekanisme
Menurut Jawetz 2007, terdapat lima mekanisme berbeda yang mendasari proses terjadinya resistensi obat, yaitu:
1. Mikroorganisme menghasilkan enzim yang menghancurkan obat aktif. Contoh: Staphylococcus resisten terhadap penisilin G menghasilkan laktamase yang
menghancurkan obat. 2. Mikroorganisme mengubah permeabilitasnya terhadap obat. Contoh:
Tetrasiklin menumpuk di bakteri tetapi tidak rentan pada bakteri resisten. Resistensi terhadap polymyxins juga berhubungan dengan perubahan
permeabilitas terhadap obat. 3. Mikroorganisme mengembangkan target struktural yang telah diubah untuk
obat. Contoh: Organisme resisten terhadap eritromisin memiliki reseptor yang diubah pada subunit 50S dari ribosom, yang dihasilkan dari metilasi dari RNA
ribosom 23S. 4. Mikroorganisme mengembangkan jalur metabolisme baru yang memotong
jalur yang dihambat oleh obat. Contoh: Beberapa bakteri yang resisten terhadap sulfonamida tidak memerlukan PABA ekstraseluler tetapi, seperti sel
mamalia, dapat memanfaatkan asam folat.
5. Mikroorganisme mengembangkan enzim yang masih bisa melakukan fungsi metabolisme, tetapi jauh kurang terpengaruh oleh obat. Contoh: Pada bakteri
yang resisten terhadap trimetoprim, asam dihydrofolic reduktase dihambat jauh lebih efisien dibanding pada bakteri yang tidak resisten.
2.4. Peraturan Mengenai Distribusi Obat Antibiotik di Indonesia
2.4.1 Antibiotik Sebagai Obat Keras
Distribusi obat antibiotik di Indonesia diatur oleh undang-undang obat keras, yaitu undang-undang St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949. Pasal 1 ayat 1a
undang-undang tersebut memasukkan obat antibiotik kedalam golongan obat keras, sebagaimana tertulis: “Obat-obat keras yaitu obat-obatan yang tidak
digunakan untuk keperluan tehnik, yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, membaguskan, mendesinfeksikan dan lain-lain tubuh manusia, baik
dalam bungkusan maupun tidak, yang ditetapkan oleh Secretaris Van Staat, Hoofd van het Departement van Gesondheid, menurut ketentuan pada pasal 2”.
Berdasarkan Undang-Undang No.7 tahun 1963 tentang Farmasi, obat- obatan kimia dapat digolongkan menjadi 5 lima kategori, yang dimaksudkan
untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi masing-masing. Kelima kategori tersebut apabila diurutkan dari yang
paling longgar hingga yang paling ketat mengenai peraturan pengamanan, penggunaan, dan distribusinya adalah sebagai berikut:
1. Obat Bebas 2. Obat Bebas Terbatas Daftar W atau ”Waarschuwing”, waspada
3. Obat Keras Daftar G atau ”Gevaarlijk”, berbahaya 4. Obat Psikotropika OKT, Obat Keras Terbatas
5. Obat Narkotika Daftar O atau ”Opium”
Berikut penjabaran untuk masing-masing golongan tersebut Fitria, 2012: 1. Obat Bebas OB
Pada kemasannya terdapat tanda lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Merupakan obat yang paling “aman”, boleh digunakan untuk menangani
penyakit-penyakit simptomatis ringan yang banyak diderita masyarakat luas yang penanganannya dapat dilakukan sendiri oleh penderita atau self medication
penanganan sendiri. Obat ini telah digunakan dalam pengobatan secara ilmiah modern dan terbukti tidak memiliki risiko bahaya yang mengkhawatirkan.
OB dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter, baik di apotek, counter obat di supermarkettoko swalayan, toko kelontong, bahkan di warung, disebut
juga obat OTC Over the Counter. Penderita dapat membeli dalam jumlah yang sangat sedikit, seperlunya saja saat obat dibutuhkan. Jenis zat aktif pada OB relatif
aman sehingga penggunaanya tidak memerlukan pengawasan tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan obat. Oleh karena itu
sebaiknya OB tetap dibeli bersama kemasannya. OB digunakan untuk mengobati gejala penyakit yang ringan yang bersifat
nonspesifik.
2. Obat Bebas Terbatas OBT Pada kemasannya terdapat tanda lingkaran biru bergaris tepi hitam. Obat
ini sebenarnya termasuk dalam kategori obat keras, akan tetapi dalam jumlah tertentu masih dapat diperjualbelikan secara bebas tanpa resep dokter. Sebagai
obat keras, penggunaan obat ini diberi batas untuk setiap takarannya. Seharusnya obat ini hanya dapat dijual bebas di toko obat berizin yang dipegang oleh seorang
asisten apoteker, serta apotek yang hanya boleh beroperasi jika ada apoteker. Hal ini karena diharapkan pasien memperoleh informasi obat yang memadai saat
membeli obat yang termasuk golongan ini. Memang, dalam keadaaan dan batas-batas tertentu, sakit yang ringan
masih dibenarkan untuk melakukan pengobatan sendiri self medication menggunakan obat-obatan dari golongan OB dan OBT yang dengan mudah
diperoleh masyarakat. Dianjurkan untuk tidak sekali pun melakukan uji coba obat sendiri terhadap obat-obat yang seharusnya diperoleh dengan menggunakan resep
dokter SK MenKes RI No.2380 tahun 1983.
Setelah upaya self medication, apabila kondisi penyakit semakin serius, tidak kunjung sembuh setelah sekitar 3-5 hari, maka sebaiknya segera
memeriksakan diri ke dokter. Oleh karena itulah semua kemasan OB dan OBT
wajib mencantumkan tanda peringatan “apabila sakit berlanjut segera hubungi
dokter” SK MenKes RI No.386 tahun1994.
3. Obat Keras OK Pada kemasannya terdapat tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam
dengan tulisan huruf K di dalamnya. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini berkhasiat keras dan bila
dipakai sembarangan bisa berbahaya bahkan meracuni tubuh, memperparah penyakit, memicu munculnya penyakit lain sebagai efek negatifnya, hingga
menyebabkan kerusakan organ-organ tubuh, bahkan dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, golongan obat ini hanya boleh diberikan atas resep
dokter umumspesialis, dokter gigi, dan dokter hewan. Yang termasuk ke dalam golongan OK adalah:
a. “Daftar G”, seperti: antibiotika, obat-obatan yang mengandung hormon, antidiabetes, antihipertensi, antihipotensi, obat jantung, obat ulkus
lambung, dll. b. “Daftar O” atau obat biusanestesi, yaitu golongan obat-obat narkotika
c. Obat Keras Tertentu OKT atau psikotropika, seperti: obat penenang, obat sakit jiwa, obat tidur, dll.
d. Obat Generik dan Obat Wajib Apotek OWA, yaitu obat yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula diserahkan oleh apoteker kepada
pasien di apotek tanpa resep dokter dengan jumlah tertentu, seperti antihistamin, obat asma, pil antihamil, beberapa obat kulit tertentu,
antikoagulan, sulfonamida dan derivatnya, obat injeksi, dll. e. Obat yang dibungkus sedemikian rupa, digunakan secara enteral maupun
parenteral, baik dengan cara suntikan maupun dengan cara lain yang sigatnya invasif.
f. Obat baru yang belum tercantum di dalam kompedialfarmakope terbaru yang berlaku di Indonesia
g. Obat-obatan lain yang ditetapkan sebagai obat keras melalui SK MenKes RI
4. Psikotropika Tanda pada kemasannya sama dengan tanda pada Obat Keras. Obat-obatan
golongan ini mulai dari pembuatannya, pengemasan, distribusi, sampai penggunaannya diawasi secara ketat oleh pemerintah BPOM dan DepKes dan
hanya boleh diperjualbelikan di apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan peenggunaannya kepada pemerintah.
Psikotropika atau biasa disebut sebagai ”obat penenang” transquilizer, adalah zat obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang bersifat
psikoaktif melalui pengaruh stimulatif selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
2.4.2. Undang-undang St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949 Mengenai Obat Keras
Peraturan mengenai distribusi obat-obat keras daftar G tertulis dalam pasal 3 dan 5.
2.4.2.1. Pasal 3
1 Penyerahan persediaan untuk penyerahan dan penawaran untuk penjualan dari bahan-bahan G, demikian pula memiliki bahan-bahan ini dalam
jumlah sedemikian rupa sehingga secara normla tidak dapat diterima bahwa bahan-bahan ini hanya diperuntukkan untuk pemakaian pribadi,
adalah dilarang. Larangan ini tidak berlaku untuk pedagang-pedagang besar yang diakui, apoteker-apoteker, yang memimpin apotek dan dokter
hewan. 2 Penyerahan dari bahan-bahan G, yang menyimpang dari resep doker,
dokter gigi, dokter hewan dilarang, larangan ini tidak berlaku bagi
penyerahan-penyerahan kepada pedagang-pedagang besar yang diakui, apoteker-apoteker, dokter-dokter gigi, dan dokter-dokter hewan demikian
juga tidak terhadap penyerahan-penyerahan menurut ketentuan pada pasal 7 ayat 5.
3 Larang-larang yang dimaksud pada ayat-ayat tersebut diatas tidak berlaku untuk penyerahan obat-obat sebagaimana dimaksudkan pasal 49 ayat 3
dan 4 dan pasal 51 dari “Reglement D.V.D.”. 4 Sec.V.St. dapat menetapkan bahwa sesuatu peraturan sebagaimana
dimaksudkan pada ayat 2, jika berhubungan dengan penyerahan obat- obatan G yang tertentu yang ditunjukkan olehnya harus ikut
ditandatangani oleh seorang petugas khusus yang ditunjuk. Jika tanda tangan petugas ini tidak terdapat maka penyerahan obat-obatan G itu
dilarang.
2.4.2.2. Pasal 5
1 Pemasukan, pengeluaran, pengangkutan, atau suruh mengangkut bahan- bahan G dilarang, kecuali dalam jumlah yang sedemikian rupa sehingga
secara normal dapat diterima bahwa bahan-bahan ini hanya diperuntukkan untuk pemakaian pribadi.
2 Larangan ini tidak berlaku jika tindakan ini dijalankan oleh pemerintah atau pedagang-pedagang besar yang diakui atau pengangkutan-
pengangkutan oleh apoteker-apoteker, dokter-dokter yang memimpin apotek, dan dokter hewan.
3 Dalam soal-soal khusus, inspektur farmasi D.V.G. di Jakarta dapat memberikan kelonggaran penuh atau sebagian terhadap larangan ini.
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
3.2. Definisi Operasional
Definisi operasional, alat ukur, skala ukur, dan hasil ukur tiap variabel dalam penelitian dijelaskan dalam tabel 3.1.
Tabel 3.1. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional Alat ukur
Skala ukur
Hasil Tingkat
pengetahuan 1. Tingkat
pengetahuan responden tentang
obat antibiotik. Terdiri dari:
Pengertian dan Kuesioner
Ordinal Benar = 2
Salah = 1 Tidak tahu = 0
Klasifikasi pengetahuan
Variabel Independen
• Tingkat pengetahuan • Umur
• Jenis kelamin • Tingkat pendidikan
• Status ekonomi Variabel Dependen
• Penggunaan antibiotik secara bebas
identifikasi antibiotik
2. Aturan minum antibiotik
3. Dampak meminum
antibiotik yang tidak sesuai aturan
minum 4. Resistensi dan
bahaya obat antibiotik
Pratomo, 1986:
1. Tinggi 75
2. Sedang 40-75
3. Rendah 40
Tingkat pendidikan
Jenjang pendidikan terakhir responden
yang dibagi menjadi SD, SMP, SMA,
perguruan tinggi Kuesioner
Nominal SD, SMP, SMA,
Perguruan Tinggi
Status ekonomi
Keadaan ekonomi responden yang
ditunjukkan oleh penghasilan perbulan.
Penghasilan dibagi dua sesuai UMK Medan,
yaitu Rp 1.020.000 atau
Rp 1.020.000 Kuesioner
Nominal Klasifikasi
penghasilan: 1. Rendah
Rp 1.020.000
2. Menengah Rp
1.020.000
Penggunaan antibiotik
secara bebas Penggunaan antibiotik
tanpa resep dokter Kuesioner
Nominal Ya dan tidak
3.3. Hipotesis
Terdapat hubungan antara karakteristik masyarakat dengan penggunaan antibiotik secara bebas.
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia.
4.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan bulan Agustus tahun 2012 sampai bulan November tahun 2012.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh warga Kecamatan Medan Timur, sedangkan populasi terjangkau adalah warga Kecamatan Medan
Timur yang menjadi sampel penelitian.
4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah sebagian dan seluruh warga Kecamatan Medan Timur. Perhitungan jumlah sampel dilakukan dengan rumus perhitungan
besar sampel cross sectional populasi finit Sastroasmoro, 2011, yaitu:
� = �
1 −�2
2
�� �
2
Keterangan: d = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan,
biasanya 0,05 atau 0,01. Z
1- α2
= Standard deviasi normal, biasanya ditentukan pada 1,96 atau 2,0 yang sesuai dengan derajat kemaknaan 95.
p = Proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada populasi. Apabila tidak diketahui proporsi atau sifat tertentu tersebut, maka p 0,5.
n = Besarnya sampel N = Besar populasi
Dengan rumus tersebut didapat hasil besar sampel minimal untuk penelitian ini adalah sebanyak 97 orang responden.
4.4. Metode Pengumpulan Data
4.4.1. Data Primer
Data primer adalah data yang berasal dari sampel penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner pada responden yang dilakukan
secara langsung oleh peneliti terhadap sampel penelitian.
4.4.2. Data Sekunder
Data sekunder didapatkan dari pemerintah Kecamatan Medan Timur dan Pemerintah Kota Medan.
4.5. Uji Validitas dan Reliabilitas
4.5.1. Uji Validitas
Untuk menentukan apakah alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur, maka dilakukan uji validitas dengan tes korelasi. Tes korelasi yang
digunakan adalah teknik product moment yang rumusnya yaitu:
� = �∑ �� − ∑ � ∑ �
��� ∑ �
2
− ∑ �
2
��� ∑ �
2
− ∑ �
2
�
Keterangan: X
= Skor dan tes pertama instrumen A Y
= Skor dan tes kedua instrumen B XY
= Hasil kali skor X dengan Y untuk setiap responden X
2
= Kuadrat skor instrumen A Y
2
= Kuadrat skor instrumen B N
= Tanda jumlah
4.5.2. Uji Reliabilitas
Untuk menentukan apakah suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan, dilakukan uji reliabilitas. Reliabilitas menunjukkan sampai sejauh
mana suatu alat ukur dapat menghasilkan pengukuran yang konsisten saat dilakukan pengukuran lebih dari satu kali terhadap variabel yang sama.
Reliabilitas kuesioner penelitian ini diuji dengan rumus Alpha Cronbach, yaitu:
� = � �
� − 1� � 1
− ∑ �
� 2
�
� 2
�
Keterangan: r
= Reliabilitas instrumen k
= Banyaknya pertanyaan ∑ �
� 2
= Jumlah varians butir �
� 2
= Varians total
4.6. Metode Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan akan dianalisa secara deskriptif dengan menampilkan distribusi frekuensi. Peneliti akan memasukkan data ke komputer
dan data akan dianalisis dengan menggunakan program komputer SPSS 17.0 for Windows. Untuk melihat kemungkinan adanya hubungan antar variabel penelitian
uji chi square akan dilakukan. Seluruh data akan ditampilkan dalam bentuk tabulasi dan grafik.
4.7. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas