samping kerusakan sel-sel atau jaringan hati dan sekitarnya akibat konsumsi suatu obat dan antivirus Yuan et al. 2011.
2.4 Kandungan Kimia
Akar tumbuhan takokak mengandung jurubin. Daun, bunga, dan buah tanaman  takokak  mengandung  saponin dan  haronoid. Daun dan bunga tanaman
takokak juga mengandung  neoklorogenin,  panikulogenin, dan alkeloid.  Selain itu buah tanaman takokak juga mengandung solosin, klorogenin, sisalagenon,
tervogenin, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, vit. A, B1, dan C Zuhud et al. 2003. Buah takokak mengandung alkaloid dan senyawa solasodina yang dapat
digunakan sebagai substrat untuk produksi steroid penting dalam farmakologi Amador et al. 2007.
2.5 Kegunaan
Buah takokak memiliki khasiat sebagai obat tekanan darah tinggi, katimilmul, dan penambah nafsu makan. Sedangkan daun tanaman takokak memiliki khasiat
sebagai obat jantung mengipas kondisi jantung yang seakan bergoyang-goyang, sakit kepala, dan jantung berdebar Zuhud et al. 2003.  Hasil  penelitian Bari et
al. 2010  mengungkapkan bahwa  kloroform dan ekstrak metanol akar S.torvum sangat aktif  terhadap Streptococcus -
β - haemolyticus, dan Vasin factum. Hasil analisis konsentrasi hambat minimum KHM menunjukkan bahwa ekstrak
metanol pada akar dapat menghambat pertumbuhan bakteri bahkan pada konsentrasi rendah 64-128
μg mL-1.
2.6 Pelestarian Pemanfaatan Tumbuhan Obat
2.6.1 Usaha pelestarian tumbuhan obat
Indonesia sebagai salah satu Negara yang menghasilkan tumbuhan obat tradisional  telah  mencoba  melakukan  usaha  pelestarian  tumbuhan  obat. Hal
ini dilakukan sebagai upaya untuk mengatasi kondisi tumbuhan obat yang semakin terancam keberadaannya di alam. Di Indonesia sejalan dengan usaha
pelestarian jenis tumbuhan dan hewan, usaha pelastarian tumbuhan obat pun memperoleh perhatian yang sama, terutama dalam  kurun waktu  20 tahun terakhir
ini. Seperti juga usaha pelestarian pada umumnya, pelestarian tumbuhan obat
ditempuh melalui dua cara, yaitu insitu dan eksitu Sastrapradja  Sastrapradja 1990.
Secara insitu cara ini merupakan cara terbaik untuk mempertahankan spesies tumbuhan, sebab dengan cara ini evolusinya masih berjalan, yang memungkinkan
pengadaptasian  dengan  perubahan-perubahan  alaminya  yang  terjadi. Akan tetapi pengelolaan kawasan pelestarian insitu ini sulit, terutama di daerah padat
penduduk. Secara eksitu, usaha pelestarian dilakukan di kebun koleksi, kebun botani, atau di kebun-kebun  pribadi. Cara ini tidak dapat mengganti cara insitu,
tetapi merupakan pelengkap yang terkadang perlu ditempuh Sastrapradja Sastrapradja 1990.
2.6.2 Pemanfaatan tumbuhan obat
Tumbuhan obat merupakan  komponen penting dalam pengobatan tradisional yang telah digunakan sejak lama di Indonesia umumnya  masyarakat yang
bermukim di pedesaan yang telah akrab dengan tumbuhan obat. Tumbuhan obat tersebut digunakan oleh keluarga untuk penanggulangan pertama terhadap
serangan penyakit sebelum mendapat pengobatan dari dukun atau puskesmas terdekat. Bahkan  beberapa dukun cukup terampil dalam meramu beberapa jenis
tumbuhan obat sehingga berkhasiat untuk pengobatan serta mahir pula bila diperlukan untuk menolong persalinan. Dukun ini adalah penduduk setempat,
umumnya kaum ibu yang mempunyai pengalaman dalam cara pengobatan tradisional yang diperoleh dari nenek moyangnya generasi terdahulu yang
diturunkan ke generasi sekarang serta tahu persis penggunaan tumbuhan obat itu dipakai tunggal atau langsung dikonsumsi baik dalam bentuk segar maupun
diproses terlebih dahulu Roemantyo  Wiriadinata. 1990. Keuntungan obat tradisional yang langsung dirasakan oleh masyarakat selain
kemudahan dalam memperolehnya adalah bahan bakunya dapat ditanam di pekarangan sendiri serta murah dan dapat diramu sendiri di rumah, sehingga
hampir setiap orang Indonesia pernah menggunakan tumbuhan obat untuk mengobati  penyakit atau  kelainan yang  timbul pada tubuh selama hidupnya,
baik  ketika masih bayi, anak-anak, maupun setelah dewasa. Penggunaan tumbuhan  obat  secara  besar di  masyarakat dilakukan karena manfaatnya secara
langsung dapat dirasakan secara turun temurun, walaupun mekanisme kerjanya
secara ilmiah masih belum banyak diketahui. Selain manfaat yang dirasakan, penggunaan tumbuhan obat pun dilatarbelakangi sulitnya jangkauan fasilitas
kesehatan, terutama di daerah-daerah pedesaan yang terpencil Zein 2005. Menurut Roemantyo dan Riswan 1989 diacu dalam  Roemantyo dan
Wiriadinata  1990 cara pengobatan tradisional pengolahannya sangat sederhana yaitu tumbuhan tersebut hanya direbus atau digunakan dalam bentuk segar untuk
menanggulangi dan menjaga kesehatannya. Apabila cara ini tidak berhasil mereka lalu beralih kepada cara pengobatan modern. Cara ini masih mereka tempuh
karena adanya kendala ekonomi keluarga yang  pas-pasan serta di beberapa tempat masih belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan yang dimonitor oleh
pemerintah. Masyarakat pemanfaat tumbuhan obat dikelompokkan menjadi tiga
kelompok  besar  berdasarkan  intensitas  pemanfaatan tumbuhan obat Aliandi Roemantyo 1994, yaitu :
1. Kelompok pertama adalah kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan pengobatan tradisional, umumnya tinggal di pedesaan atau
daerah terpencil yang tidak memiliki sarana dan prasarana kesehatan. Kelompok ini berusaha mencari sendiri pengobatan untuk mengatasi berbagai
penyakit, sesuai dengan norma dan adat yang berlaku. 2. Kelompok kedua adalah kelompok masyarakat yang menggunakan
pengobatan tradisional dalam  skala keluarga, umumnya tinggal di pedesaan yang memiliki sarana dan  prasarana terbatas. Pada daerah ini sudah tersedia
puskesmas, namun tenaga medis, peralatan, dan obat-obatan ada dalam jumlah dan kondisi terbatas. Selain  itu  kondisi ekonomi masyarakat pun
umumnya masih rendah sehingga pengobatan tradisional merupakan alternatif dalam pemenuhan  kesehatan  masyarakat. Pada kelompok kedua
ini, pemerintah telah memasyarakatkan TOGA Tumbuhan Obat Keluarga. Program ini sesuai untuk  kelompok masyarakat yang menggunakan
tumbuhan obat dalam skala keluarga dan bertujuan  untuk  penanggulangan penyakit  rakyat, perbaikan status gizi dan melestarikan sumberdaya alam
hayati. 3. Kelompok ketiga adalah kelompok industriawan obat tradisional.
Suku-suku bangsa di Indonesia telah banyak memanfaatkan tumbuhan obat untuk kepentingan pengobatan tradisional. Pengetahuan yang dimiliki suku-suku
tersebut mengenai pengobatan tradisional berbeda-beda, termasuk pengetahuan mengenai tumbuhan obat Aliandi  Roemantyo 1994.
2.6.3 Prinsip pelestarian pemanfaatan