Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum Sw.) Sebagai Anti-Aging

(1)

FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH

RIMBANG (Solanum torvum Sw.) SEBAGAI

ANTI-AGING

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SYARIWIJAYA SUCI ELLYANI

NIM 131524036

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH

RIMBANG (Solanum torvum Sw.) SEBAGAI

ANTI-AGING

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SYARIWIJAYA SUCI ELLYANI

NIM 131524036

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH RIMBANG

(

Solanum torvum

Sw.) SEBAGAI

ANTI-AGING

OLEH:

SYARIWIJAYA SUCI ELLYANI NIM 131524036

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal: 30 November 2015 Disetujui Oleh,

Dosen Pembimbing I Panitia Penguji,

Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt Prof. Dr. Karsono, Apt

NIP 195504241983031003 NIP 195409091982011001

Pembimbing II, Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt

NIP 195504241983031003

Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt Drs. Suryanto, M.Si., Apt NIP 195709091985112001 NIP 196106191991031001

Medan, Januari 2016 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pejabat Dekan

Dr. Masfria, M.S., Apt NIP 195707231986012001 Pembimbing I,

Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001

Pembimbing II,

Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001

Panitia Penguji,

Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt.

NIP 195111021977102001

Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 196005111989022001

Drs. Suryanto, M.Si., Apt. NIP 196106191991031001

Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah S.W.T yang telah melimpahkan anugerah dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang berjudul Formulasi Sediaan Krim Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum Sw.) Sebagai Anti-Aging. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan bantuan selama masa penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Pejabat Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., selaku dosen penguji serta Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., selaku Ketua Departemen Teknologi Formulasi yang telah memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Karsono, Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama masa pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Bapak dan Ibu staff pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik dan memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis selama perkuliahan. Pimpinan dan semua staf akademik dan keuangan yang telah membantu penulis dalam semua proses administrasi.


(5)

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada Ayahanda Syaiful Ys. dan Ibunda Lisnunna Sari Siregar, serta kakak dan adik-adik yang tiada hentinya mendoakan, memberikan semangat, dukungan dan berkorban dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan penulis, kepada sahabat-sahabat yang selalu memberikan dorongan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk penyempurnaannya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya dibidang farmasi dan berguna bagi alam semesta.

Medan, Januari 2016

Penulis,

Syariwijaya Suci Ellyani NIM 131524036


(6)

FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH RIMBANG (Solanum torvum Sw.) SEBAGAI ANTI-AGING

Abstrak

Latar Belakang: Buah rimbang mengandung berbagai jenis vitamin, seperti

vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C, glukoalkaloid, solasonine, sterolin (sitosterol-D glucoside), protein, lemak, dan mineral. Buah rimbang juga mengandung asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) yang merupakan senyawa fenolik. Selain itu, buah rimbang juga mengandung senyawa antioksidan berupa karotenoid. Adanya kandungan tersebut, maka buah rimbang memiliki fungsi sebagai antioksidan.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan memformulasikan ekstrak buah rimbang dalam

bentuk sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air dan menguji daya anti -aging kulit punggung tangan sukarelawan.

Metode: Serbuk buah rimbang diekstraksi secara perkolasi dengan pelarut etanol

80%. Perkolat yang diperoleh diuapkan dengan bantuan rotary evaporator ±500C dan dipekatkan dengan freeze dryer -400C. Terhadap serbuk simplisia dilakukan skrining fitokimia dan karakterisasi. Ekstrak buah rimbang diformulasi dalam sediaan krim dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%. Selanjutnya sediaan krim dievaluasi stabilitasnya dan diuji efektivitasnya pada kulit tangan sukarelawan menggunakan alat skin analyzer. Pembuktian kemampuan sediaan anti-aging meliputi beberapa parameter yaitu kadar air (moisture), kehalusan (evennes), pori(pore), keriput (wrinkle), dan kedalaman keriput (wrinkle’s depth).

Hasil: Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa serbuk simplisia buah

rimbang mengandung alkaloida, flavonoida, tanin, saponin, glikosida, antarakuinon dan steroid/triterpenoid. Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air (3,9%), kadar sari larut air (12,87%), kadar sari larut etanol (16,4%), kadar abu total (5,1%) dan kadar abu yang tidak larut asam (0,43%). Hasil evaluasi krim EEBR stabil dalam penyimpanan 90 hari pada suhu kamar. Pemeriksaan homogenitas sediaan krim menunjukkan krim homogen, pH sediaan krim diperoleh nilai 5,4-5,7. Hasil pemeriksaan sediaan krim EEBR menunjukkan efektivitasnya sebagai anti-aging yang baik setelah perawatan 4 minggu. Konsentrasi 10% krim ekstrak buah rimbang memberikan efek lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi lain.

Kesimpulan: Ekstrak buah rimbang dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan

krim dan memberikan efek sebagai anti-aging.

Kata Kunci: Ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.), skin analyzer, formulasi, krim anti-aging.


(7)

FORMULATION OF TURKEY BERRY FRUIT (Solanum torvum Sw.) EXTRACT CREAM PREPARATION AS ANTI-AGING

Abstract

Background: Turkey berry fruit contains a variety of vitamins, such as vitamin

A, vitamin B1, and vitamin C, glucoalcaloid, solasonine, sterolin (D-sitosterol glucoside), proteins, fats and minerals. The fruit also contains fenolic acid (clorogenic acid, kafeic acid, and ferulic acid) which is a phenolic. In addition, turkey berry fruit also contains antioxidant compounds such as carotenoids. Because the presence of the bioactive components in turkey berry fruit, so it can function as antioxidants.

Objective: The purpose of this research was to formulate turkey berry fruit

extract into a cream preparation of oil in water emulsion type as anti-aging and tested its effectiveness its on the back hand skin of volunteers.

Method: Turkey berry fruit was extracted by percolation using ethanol 80%.

Percolat was concentrated by rotary evaporator at ±500C and dried with a freeze dryer -400C. Simplicia was screened phytochemically and characterized. Turkey berry fruit extract was made into cream preparations with a concentration of 2.5%, 5%, 7.5%, 10%. Cream was evaluated on its stability and effectiveness by testing on the skin of back hand of volunteers using skin analyzer. Anti-aging capability includes several parameters: moisture, evennes, pore, wrinkles, and depth of wrinkles.

Results: Phytochemical screening result showed that the simplicia of turkey berry

fruit contained alcaloids, flavonoids, tannins, saponins, glycosides, antraquinon and steroids/triterpenoid. The result of simplicia characterization were water content (3.9%), water soluble extract content (12.87%), content of ethanol soluble extract (16.4%), total ash content (5.1%) and ash content that was not soluble in acid (0.43%). Result of evaluation showed that it was stable in storage for 90 days at room temperature. Homogeneity test towards cream preparations showed a homogeneous cream, cream preparations obtained pH 5.4-5.7. Turkey berry fruit examination result showed its effectiveness as an anti-aging good after 4 weeks of treatment. Concentration of 10% cream turkey berry gave faster anti-aging activity than other concentrations.

Conclusion: Turkey berry fruit extracts can be formulated into cream preparation

and gives anti-aging activity.

Keywords: Turkey berry fruit extracts (Solanum torvum Sw.), skin analyzer, formulation, anti- aging cream.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Uraian Tanaman Rimbang ... 5

2.1.1 Taksonomi tanaman rimbang ... 6

2.1.2 Kandungan rimbang ... 6

2.1.3 Manfaat rimbang ... 8


(9)

2.2.1 Simplisia ... 8

2.2.2 Ekstrak ... 9

2.3 Kulit ... 11

2.4 Penuaan Dini ... 13

2.5 Anti Penuaan atau Anti-Aging ... 14

2.5.1 Antioksidan... 15

2.6 Kosmetika... 16

2.7 Krim... 16

2.8 Skin Analyzer... 17

2.8.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer... 17

2.8.2 Parameter Pengukuran... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 20

3.1 Alat dan Bahan-bahan ... 20

3.1.1 Alat-alat ... 20

3.1.2 Bahan-bahan ... 20

3.2 Relawan ... 20

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel... 21

3.3.1 Pengumpulan sampel ... 21

3.3.2 Identifikasi sampel ... 21

3.3.3 Pengolahan sampel ... 21

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 22

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik ... 22

3.4.2 Penetapan kadar air... 22

3.4.3 Penetapan kadar sari larut air ... 23


(10)

3.4.5 Penetapan kadar abu total ... 23

3.4.6 Penetapan kadar abu tidak larut asam ... 24

3.5 Uji Skrining Fitokimia ... 24

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida ... 24

3.5.2 Pemeriksaan glukosida ... 25

3.5.3 Pemeriksaan saponin ... 25

3.5.4 Pemeriksaan flavonoid ... 26

3.5.5 Pemeriksaan antrakuinon ... 26

3.5.6 Pemeriksaan tanin ... 26

3.5.7 Pemeriksaan steroid/terpenoid ... 27

3.6 Pembuatan Ekstrak ... 27

3.7 Formulasi Sediaan Krim ... 27

3.7.1 Formula standar dasar krim ... 27

3.7.2 Formula dasar krim yang dibuat ... 28

3.7.3 Pembuatan sediaan krim ... 28

3.8 Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim ... 29

3.8.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan krim ... 29

3.8.2 Penentuan tipe emulsi sediaan krim ... 29

3.8.3 Pengukuran pH sediaan krim ... 30

3.8.4 Pengamatan stabilitas sediaan krim ... 30

3.9 Uji Iritasi Terhadap Relawan ... 30

3.10 Pengujian Efektivitas Anti-aging Terhadap Relawan ... 31


(11)

4.1 Hasil Identifikasi Sampel ... 33

4.2 Hasil Ekstraksi Simplisia Buah Rimbang... 33

4.3 Hasil Karakterisasi dan Skrining ... 33

4.3.1 Hasil pemeriksaan makroskopik ... 33

4.3.2 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia ... 33

4.3.3 Hasil pemeriksaan skrining serbuk simplisia ... 35

4.4 Hasil Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim ... 35

4.4.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan krim ... 35

4.4.2 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim ... 36

4.4.3 Hasil pengukuran pH sediaan ... 37

4.4.4 Pemeriksaan stabilitas sediaan krim ... 38

4.5 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Relawan ... 39

4.6 Hasil Pengujian Aktivitas Anti-aging Terhadap Relawan .. 40

4.6.1 Kadar air (Moisture) ... 41

4.6.2 Kehalusan (Evenness) ... 43

4.6.3 Pori (Pore) ... 45

4.6.4 Noda (Spot) ... 47

4.6.5 Keriput (Wrinkle) ... 49

4.6.6 Kedalaman keriput (Wrinkle’s Depth) ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

5.1 Kesimpulan ... 54

5.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer ... 19

3.1 Formula sediaan krim ... 29

4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia ... 34

4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia ... 35

4.3 Data pengamatan homogenitas sediaan krim ... 35

4.4 Data penentuan tipe emulsi sediaan krim menggunakan metil biru ... 36

4.5 Data penentuan tipe emulsi sediaan krim menggunakan metode pengenceran ... 36

4.6 Data pengukuran pH sediaan krim ... 37

4.7 Data organoleptis sediaan krim yang dibuat ... 38

4.8 Data hasil pengamatan terhadap kestabilan sediaan krim pada saat sediaan selesai dibuat, 7, 14, 21, 28 dan 90 hari ... 39

4.9 Hasil uji iritasi terhadap kulit relawan ... 40

4.10 Hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit punggung tangan relawan ... ... 43

4.11 Hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit punggung tangan relawan ... 45

4.12 Hasil pengukuran besar pori (pore) pada kulit punggung tangan relawan ... 47

4.13 Hasil pengukuran noda (spot) pada kulit punggung tangan relawan ... 49

4.14 Hasil pengukuran keriput (wrinkle) pada kulit punggung tangan relawan ... 51

4.15 Hasil pengukuran kedalaman keriput (wrinkle’s depth) pada kulit punggung tangan relawan ... 52


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka pikir penelitian ... 4

2.1 Rumus kimia flavonoid ... 7

2.2 Rumus kimia asam askorbat ... 7

2.3 Rumus kimia asam fenolat ... 7

2.4 Rumus kimia vitamin A ... 8

4.1 Grafik hasil pengukuran kadar air (moisture) pada kulit punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 42

4.2 Grafik hasil pengukuran kehalusan (evenness) pada kulit punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 44

4.3 Grafik hasil pengukuran pori (pore) pada kulit punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 46

4.4 Grafik hasil pengukuran banyak noda (spot) pada kulit punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 48

4.5 Grafik hasil pengukuran banyaknya keriput (wrinkle) pada kulit punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 50

4.6 Grafik hasil pengukuran kedalaman keriput (wrinkle’s depth) pada kulit punggung tangan relawan kelompok blanko, krim EEBR 2,5, 5, 7,5 dan 10% selama 4 minggu ... 53


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil identifikasi tumbuhan rimbang ... 59 2. Gambar tanaman rimbang dan gambar makroskopik buah

rimbang ... 60 3. Gambar serbuk simplisia dan ekstrak buah rimbang ... 61 4. Bagan kerja pembuatan serbuk simplisia dan karakterisasi

simplisia buah rimbang ... 62 5. Bagan kerja pembuatan ekstrak buah rimbang ... 63 6. Bagan alir proses pembuatan dasar krim ... 64 7. Bagan alir pembuatan, penentuan mutu fisik dan uji penilaian

organoleptik sediaan krim ... 65 8. Perhitungan penetapan kadar air dari serbuk simplisia buah

rimbang ... 66 9. Perhitungan penetapan kadar sari larut air dari serbuk simplisia

buah rimbang ... 67 10. Perhitungan penetapan kadar sari larut etanol dari serbuk

simplisia buah rimbang ... 68 11. Perhitungan penetapan kadar abu total dari serbuk simplisia

buah rimbang ... 69 12. Perhitungan penetapan kadar abu yang tidak larut asam dari

serbuk simplisia buah rimbang ... 70 13. Gambar sediaan krim sebelum dan sesudah penyimpanan 12

minggu ... 71 14. Gambar hasil pemeriksaan homogenitas sediaan krim dan

gambar hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim ... 72 15. Gambar alat dan bahan ... 73 16. Surat pernyataan persetujuan ikut serta dalam penelitian ... 74


(15)

17. Salah satu contoh hasil uji efektivitas anti-aging pada kulit

punggung tangan ... 75 18. Hasil variansi (ANAVA) dan Tukey untuk pemulihan kulit


(16)

FORMULASI SEDIAAN KRIM EKSTRAK BUAH RIMBANG (Solanum torvum Sw.) SEBAGAI ANTI-AGING

Abstrak

Latar Belakang: Buah rimbang mengandung berbagai jenis vitamin, seperti

vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C, glukoalkaloid, solasonine, sterolin (sitosterol-D glucoside), protein, lemak, dan mineral. Buah rimbang juga mengandung asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) yang merupakan senyawa fenolik. Selain itu, buah rimbang juga mengandung senyawa antioksidan berupa karotenoid. Adanya kandungan tersebut, maka buah rimbang memiliki fungsi sebagai antioksidan.

Tujuan: Penelitian ini bertujuan memformulasikan ekstrak buah rimbang dalam

bentuk sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air dan menguji daya anti -aging kulit punggung tangan sukarelawan.

Metode: Serbuk buah rimbang diekstraksi secara perkolasi dengan pelarut etanol

80%. Perkolat yang diperoleh diuapkan dengan bantuan rotary evaporator ±500C dan dipekatkan dengan freeze dryer -400C. Terhadap serbuk simplisia dilakukan skrining fitokimia dan karakterisasi. Ekstrak buah rimbang diformulasi dalam sediaan krim dengan konsentrasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%. Selanjutnya sediaan krim dievaluasi stabilitasnya dan diuji efektivitasnya pada kulit tangan sukarelawan menggunakan alat skin analyzer. Pembuktian kemampuan sediaan anti-aging meliputi beberapa parameter yaitu kadar air (moisture), kehalusan (evennes), pori(pore), keriput (wrinkle), dan kedalaman keriput (wrinkle’s depth).

Hasil: Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa serbuk simplisia buah

rimbang mengandung alkaloida, flavonoida, tanin, saponin, glikosida, antarakuinon dan steroid/triterpenoid. Hasil karakterisasi simplisia diperoleh kadar air (3,9%), kadar sari larut air (12,87%), kadar sari larut etanol (16,4%), kadar abu total (5,1%) dan kadar abu yang tidak larut asam (0,43%). Hasil evaluasi krim EEBR stabil dalam penyimpanan 90 hari pada suhu kamar. Pemeriksaan homogenitas sediaan krim menunjukkan krim homogen, pH sediaan krim diperoleh nilai 5,4-5,7. Hasil pemeriksaan sediaan krim EEBR menunjukkan efektivitasnya sebagai anti-aging yang baik setelah perawatan 4 minggu. Konsentrasi 10% krim ekstrak buah rimbang memberikan efek lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi lain.

Kesimpulan: Ekstrak buah rimbang dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan

krim dan memberikan efek sebagai anti-aging.

Kata Kunci: Ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.), skin analyzer, formulasi, krim anti-aging.


(17)

FORMULATION OF TURKEY BERRY FRUIT (Solanum torvum Sw.) EXTRACT CREAM PREPARATION AS ANTI-AGING

Abstract

Background: Turkey berry fruit contains a variety of vitamins, such as vitamin

A, vitamin B1, and vitamin C, glucoalcaloid, solasonine, sterolin (D-sitosterol glucoside), proteins, fats and minerals. The fruit also contains fenolic acid (clorogenic acid, kafeic acid, and ferulic acid) which is a phenolic. In addition, turkey berry fruit also contains antioxidant compounds such as carotenoids. Because the presence of the bioactive components in turkey berry fruit, so it can function as antioxidants.

Objective: The purpose of this research was to formulate turkey berry fruit

extract into a cream preparation of oil in water emulsion type as anti-aging and tested its effectiveness its on the back hand skin of volunteers.

Method: Turkey berry fruit was extracted by percolation using ethanol 80%.

Percolat was concentrated by rotary evaporator at ±500C and dried with a freeze dryer -400C. Simplicia was screened phytochemically and characterized. Turkey berry fruit extract was made into cream preparations with a concentration of 2.5%, 5%, 7.5%, 10%. Cream was evaluated on its stability and effectiveness by testing on the skin of back hand of volunteers using skin analyzer. Anti-aging capability includes several parameters: moisture, evennes, pore, wrinkles, and depth of wrinkles.

Results: Phytochemical screening result showed that the simplicia of turkey berry

fruit contained alcaloids, flavonoids, tannins, saponins, glycosides, antraquinon and steroids/triterpenoid. The result of simplicia characterization were water content (3.9%), water soluble extract content (12.87%), content of ethanol soluble extract (16.4%), total ash content (5.1%) and ash content that was not soluble in acid (0.43%). Result of evaluation showed that it was stable in storage for 90 days at room temperature. Homogeneity test towards cream preparations showed a homogeneous cream, cream preparations obtained pH 5.4-5.7. Turkey berry fruit examination result showed its effectiveness as an anti-aging good after 4 weeks of treatment. Concentration of 10% cream turkey berry gave faster anti-aging activity than other concentrations.

Conclusion: Turkey berry fruit extracts can be formulated into cream preparation

and gives anti-aging activity.

Keywords: Turkey berry fruit extracts (Solanum torvum Sw.), skin analyzer, formulation, anti- aging cream.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penuaan merupakan proses alamiah dalam kehidupan manusia, menua erat kaitannya dengan berbagai proses degeneratif. Banyak teori diajukan dan berbagai penelitian dilakukan untuk mencegah penuaan. Terjadinya radikal bebas akibat proses oksidatif merupakan teori yang paling sering dianut. Penggunaan antioksidan merupakan salah satu upaya yang sering dilakukan untuk mencegah penuaaan atau setidaknya menua secara alami (Ardhie, 2011).

Sumber antioksidan alami dapat berasal dari tumbuhan, salah satunya adalah berasal dari sayuran indigenous (Kusuma dan Andarwulan, 2012). Sayuran indigenous merupakan sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan dikonsumsi sejak zaman dahulu dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu. Sayuran ini biasanya ditumbuhkan di pekarangan rumah atau di kebun secara komersial (Suryadi dan Kusmana, 2004).

Berdasarkan hasil penelitian Andarwulan, dkk., (2010) dan Andarwulan, dkk., (2012) menyebutkan bahwa dari sejumlah sayuran indigenous yang diteliti telah diketahui mengandung senyawa fenolik, termasuk didalamnya senyawa flavonoid, yaitu flavonol (quercetin, kaempferol, dan myricetin) dan flavon (apigenin dan luteolin). Selain itu, sayuran indigenous juga memiliki aktivitas antioksidan yang relatif tinggi.

Salah satu contoh sayuran indigenous adalah buah rimbang. Buah rimbang (Solanum torvum Sw.) biasanya dapat dimakan langsung (edible portion),


(19)

diketahui mengandung glukoalkaloid, solasonine, sterolin (sitosterol-D glucoside), protein, lemak, dan mineral (Yuanyuan, et al., 2009).

Komponen bioaktif yang berperan sebagai antioksidan dapat berasal dari senyawa fenolik dan senyawa non fenolik. Berdasarkan penelitian Rahmat (2009), buah rimbang mengandung senyawa fenolik berupa flavonoid, yaitu flavonol (quercetin, kaempferol, dan myricetin) dan flavon (apigenin dan luteolin).

Krim merupakan bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes, RI., 1995). Krim dianggap lebih mempunyai daya tarik estetika yang lebih besar karena sifatnya tidak berminyak dan kemampuan menyerap dalam kulit pada saat pengolesan (Ansel, 1989).

Dengan adanya kandungan antioksidan pada buah rimbang, maka peneliti membuat sediaan kosmetik dalam bentuk krim dengan menambahkan ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.) sebagai anti-aging.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini:

a. Bagaimana karakteristik simplisia buah rimbang (Solanum torvum Sw.) dibandingkan dengan yang terdapat pada Materia Medika Indonesia (MMI) jilid IV 1995?

b. Apakah ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.) dapat diformulasikan dalam sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air?

c. Apakah krim yang mengandung ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.) mampu memberikan efek anti-aging pada kulit?


(20)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:

a. Hasil karakterisasi simplisia buah rimbang (Solanum torvum Sw.) memenuhi syarat karakteristik yang tertera pada Materia Medika Indonesia (MMI) jilid IV 1995.

b. Ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.) dapat diformulasikan dalam sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air.

c. Krim yang mengandung ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.) mampu memberikan efek anti-aging pada kulit.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

a. Pemeriksaan karakterisasi simplisia buah rimbang (Solanum torvum Sw.). b. Untuk mengetahui apakah ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.)

dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air.

c. Untuk mengetahui apakah krim yang mengandung ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.)mampu memberikan efek anti-aging pada kulit.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk sebagai berikut:

a. Meningkatkan daya dan hasil guna dari tanaman rimbang (Solanum torvum Sw.).


(21)

b. Menjadi alternatif lain dalam penggunaan buah rimbang (Solanum torvum Sw.) untuk konsumen yang tidak hanya dapat dikonsumsi sebagai sayur atau lalapan saja.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap 15 orang relawan, sediaan krim dioleskan pada area kulit punggung tangan yang sudah diberi tanda. Terdapat 3 variabel bebas yaitu simplisia buah rimbang, ekstrak etanol buah rimbang, formulasi krim ekstrak buah rimbang. Variabel terikat meliputi karakterisasi, skrining fitokimia, uji efek anti-aging dengan skin analyzer dan moisture checker (Aramo-Huvis). Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1.

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

- Makroskopik. - Kadar air.

- Kadar sari larut air. - Kadar sari larut etanol. - Kadar abu total.

- Kadar abu tidak larut asam. Karakterisasi

Simplisia buah rimbang (Solanum

torvum Sw.)

Ekstrak etanol buah rimbang (EEBR)

Formulasi krim EEBR

Uji efek anti-aging dengan skin analyzer dan moisture checker

(Aramo-Huvis)

- Kadar air. - Kehalusan. - Pori. - Noda. - Keriput.

- Kedalaman keriput Skrining fitokimia

- Alkaloida. - Glikosida. - Saponin. - Flavonoid. - Antrakuinon. - Tanin.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman Rimbang

Rimbang merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak dan tinggi tanaman sekitar 3 m. Beberapa wilayah Indonesia memiliki nama lain dari tanaman takokak, seperti terong pipit (Sumatera), rimbang (Melayu), takokak (Jawa Barat) dan terong cepoka, atau poka, cong belut atau cokowana (Jawa Tengah). Bentuk batang bulat, berkayu, bercabang, berduri jarang dan percabangannya simpodial dengan warna putih kotor. Daun rimbang tunggal, berwarna hijau, tersebar, berbentuk bulat telur, tepi rata, ujung meruncing dan panjangnya sekitar 27-30 cm dan lebar 20-24 cm, dengan bentuk pertulangan daunnya menyirip dan ibu tulang berduri (Kusuma dan Andarwulan, 2012).

Ciri-ciri bunga rimbang, yaitu majemuk, bentuk bintang, kelopak berbulu, bertajuk lima, runcing, panjang bunga kira-kira 5 mm, benang sari lima, tangkai panjang kira-kira 1 mm dan kepala sari panjangnya kira-kira 6 mm berbentuk jarum, berwarna kuning, tangkai putik kira-kira 1 cm yang berwarna putih, dan kepala putik kehijauan. Buah rimbang berbentuk buni, bulat, licin, dan bergaris tengah 12-15 mm, ketika masih muda buah berwarna hijau dan setelah tua warnanya menjadi jingga (Sirait, 2009).

Rimbang berasal dari kepulauan Antilles yang penyebarannya sampai ke negara-negara tropika termasuk Indonesia. Tanaman ini tumbuh di daerah pulau Sumatera, Jawa, dataran rendah yang ketinggiannya sekitar 1-1.600 meter di atas permukaan laut (dpl), di tempat yang tidak terlalu berair, agak ternaungi dengan


(23)

sinar matahari sedang dan tumbuh secara tersebar. Bijinya pipih, kecil, licin, berwarna kuning pucat, berakar tunggang berwarna kuning pucat (Sirait, 2009).

Tanaman rimbang diperbanyak dengan cara vegetatif yaitu memisahkan anakan dari akarnya, atau secara generatif menggunakan biji. Perbanyakan menggunakan biji, terlebih dahulu untuk menghilangkan daging buah kemudian disemaikan (Sirait, 2009).

2.1.1 Taksonomi tanaman rimbang

Taksonomi dari tanaman rimbang adalah (Zubaida, et al., 2013): Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Solanales Suku : Solanaceae Marga : Solanum

Jenis : Solanum torvum Sw.

2.1.2 Kandungan rimbang

Rimbang mengandung berbagai bahan kimia. Berdasarkan penelitian Rahmat (2009), buah rimbang mengandung senyawa fenolik berupa flavonoid, yaitu flavonol (quercetin, kaempferol, dan myricetin) dan flavon (apigenin dan luteolin). Menurut Apriady (2010), bahwa buah rimbang juga mengandung asam fenolat (asam klorogenat, asam kafeat, dan asam ferulat) yang merupakan senyawa fenolik. Senyawa antioksidan buah rimbang juga mengandung senyawa non fenolik berupa karotenoid dan asam askorbat (Kusuma dan Andarwulan, 2012).


(24)

Buah rimbang mengandung berbagai jenis vitamin, seperti vitamin A, vitamin B1, dan vitamin C, glukoalkaloid, sterolin (sitosterol-D glucoside),. Kandungan kimia yang terdapat pada buah dan daun mengandung alkaloid steroid yaitu jenis solasodine 0,84%, sedangkan kandungan buah kuning mengandung solasonine 0,1%. Kemudian, buah mentahnya juga mengandung chlorogenin, sisologenenone, torvogenin, neo-chlorogenine, dan panicolugenine (Sirait, 2009). Senyawa-senyawa antioksidan yang terkandung dalam buah rimbang antara lain: Flavonoid

Gambar 2.1 Rumus kimia flavonoid

Asam askorbat

Gambar 2.2 Rumus kimia asam askorbat

Asam fenolat


(25)

Vitamin A

Gambar 2.4 Rumus kimia vitamin A

2.1.3 Manfaat rimbang

Buah rimbang sering digunakan sebagai obat tradisional, yaitu dapat dimakan langsung dalam kondisi mentah, direbus, atau dibalut langsung pada bagian yang terluka (Kusuma dan Andarwulan, 2012).

Adanya kandungan komponen-komponen bioaktif tersebut, maka buah rimbang dapat berfungsi sebagai antioksidan, kardiovaskuler, aktivitas agregasi anti-platelet, aktivitas antimikroba, sedatif, digestif, hemostatik, serta aktivitas diuretik (Agrawal, et al., 2010).

Rimbang juga mampu melancarkan sirkulasi darah, menghilangkan rasa sakit (analgetik) dan menghilangkan batuk (antitusif) (Rahmat, 2009). Rimbang memiliki aktivitas pembersih superoksida yang tinggi yakni di atas 70%. Kandungan kimia yang terdapat pada rimbang mampu bertindak sebagai antioksidan dan dapat melindungi jaringan tubuh dari efek negative radikal bebas. Kemudian, rimbang berfungsi sebagai anti radang karena memiliki senyawa sterol carpesterol (Sirait, 2009).

2.2 Simplisia dan Ekstrak

2.2.1 Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan, simplisia nabati, simplisia


(26)

hewani atau simplisia pelican (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan (Depkes, RI., 2000).

2.2.2 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes, RI., 2000).

Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat di simplisia terdapat dalam bentuk yang mempunyai kadar yang tinggi dan hal ini memudahkan zat berkhasiat dapat diatur dosisnya (Anief, 2000).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair yang sesuai. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes, RI., 2000).

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu :

a. Cara Dingin

1. Maserasi, adalah proses pengekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan


(27)

prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya.

2. Perkolasi, adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali.

b. Cara Panas

1. Refluks, adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Soxhlet, adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 3. Digesti, adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperature 40-50oC.


(28)

4. Infundasi, adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC ) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekoktasi, adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik didih air.

2.3 Kulit

Kulit merupakan organ yang paling luas permukaannya dan membungkus seluruh bagian luar tubuh. Kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari yang mengandung sinar ultraviolet, dan melindungi kulit terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan antara tubuh dan lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum. Dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit, misalnya menjadi pucat, kekuning-kuningan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh atau gangguan kulit karena penyakit tertentu (Syaifuddin, 2001).

Kulit adalah suatu shell yang fleksibel, mudah melentur, protektif, mengatur diri sendiri yang melindungi sistem hidup kita. Shell mengandung sistem sirkulasi dan sistem evaporasi untuk menstabilkan temperatur dan tekanan badan, sistem melemas sendiri dan merupakan alat untuk mendeteksi stimuli dari luar (Anief, 1997).

Kulit terdiri dari 3 lapis: a. Epidermis

Epidermis, sebagai sawar dasar dari kulit terhadap kehilangan air, elektrolit dan nutrisi dari badan dan sawar dasar terhadap penetrasi air dan substansi asing


(29)

dari luar badan. Epidermis juga mencegah atau menghambat kehilangan air dari badan, hingga semua jaringan yang lain menjaga keseimbangan dinamis dengan lingkungan dalam (Syaifuddin, 2001).

Epidermis dapat dibagi menjadi 5 lapisan (Syaifuddin, 2001): 1. Stratum corneum (lapisan tanduk)

2. Stratum lucidum (daerah sawar)

3. Stratum granulosum (lapisan seperti butir) 4. Stratum spinosum (lapisan sel duri)

5. Stratum germinativum (lapisan sel basal) b. Dermis

Dermis, atau korium tebalnya 3-5 mm, merupakan anyaman serabut kolagen dan elstin, yang bertanggung jawab untuk sifat-sifat penting dari kulit. Dermis mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, gelembung rambut, kelenjar lemak (sebasea), kelenjar keringat, otot dan serabut syaraf dan korpus pacini. Daerah atas dari dermis terdapat papillae membentuk lapisan papil yang berhubungan ke dalam epidermis. Lapisan mengandung akhir syaraf yang dipengaruhi oleh perubahan suhu dan aplikasi anestetika lokal dan iritasi (Syaifuddin, 2001).

Dermis terutama terdiri dari jaringan nonseluler yang dihubungkan secara kolagen yang berasal dari fibrinosit. Mereka merupakan sistem penunjang untuk jaringan anyaman kompleks dari saluran darah, saluran limfe dan syaraf dan sistem retikuloendotel, yang berperan dalam inflamasi dan penyakit. Dermis mengandung pula komplemen tambahan seperti kelenjar keringat, kandung rambut dan kelenjar sebasea. Ekrin glandula sudorifera terdapat pada seluruh


(30)

badan dan terutama bereaksi terhadap panas untuk membuat lapisan asam (pH 4,5-5,5), larutan garam sebagai keringat (Syaifuddin, 2001).

c. Lapisan (jaringan) subkutan berlemak

Kulit yang utuh merupakan rintangan efektif terhadap penetrasi. Absorbsi melalui kulit dapat terjadi dengan menembus daerah anatomi:

- Langsung menembus epidermis utuh

- Diantara atau menembus sel stratum korneum

- Menembus tambahan kulit seperti kelenjar keringat, kelenjar lemak dan gelembung rambut.

Menurut Mail, jalan masuk utama dari penetrasi obat lebih banyak melalui epidermis daripada melalui kelenjar lemak atau kelenjar keringat, secara mudah dapat dijelaskan karena luas permukaan epidermis 100 atau 1000 kali lebih besar daripada kedua yang lain (Syaifuddin, 2001).

Dalam keadaan khusus, seperti berkeringat atau zatnya sudah larut dalam lipid jalan yang baik adalah melalui kelenjar lemak. Tetapi bagi kebanyakan keadaan dan bagi zatnya, jalan yang paling baik adalah langsung melalui epidermis (Syaifuddin, 2001).

2.4 Penuaan Dini

Sebagaimana makhluk hidup yang lain, manusia akan mengalami penuaan. Proses penuaan ini antara lain tampak dari kerutan dan keriput pada kulit atau kemunduran lainnya dibanding ketika masih muda (Tranggono dan Latifah, 2007).

Penuaan merupakan proses alamiah pada kehidupan. Penuaan dini merupakan proses penuaan kulit lebih cepat dari yang seharusnya. Diantara


(31)

tanda-tanda penuaan dini yang paling nyata adalah adanya kerutan terutama dikulit wajah, diusia yang relatif muda, bahkan diawal umur 20-an (Ardhie, 2011). Proses menua pada kulit dibedakan atas 2, yaitu (Ardhie, 2011):

1. Proses menua intrinsik

Proses menua intrinsik adalah proses menua yang terjadi sejalan dengan waktu. Proses biologi yang berperan dalam menentukan jumlah multiplikasi pada setiap sel sampai sel berhenti membelah diri dan kemudian mati. Penuaan ini ditunjukkan dari adanya perubahan struktur dan fungsi, serta metabolik kulit seiring dengan bertambahnya usia.

2. Proses menua ekstrinsik

Proses menua ekstrinsik adalah proses menua yang dipengaruhi oleh perubahan eksternal yaitu pajanan matahari berlebihan (photoaging), polusi, kebiasaan merokok dan nutrisi tidak berimbang. Pada penuaan ekstrinsik gambaran akan lebih jelas terlihat pada area yang banyak terpajan matahari.

Sinar UV dibutuhkan tubuh untuk mensintesa vitamin D, akan tetapi sinar UV yang terlalu banyak akan merusak molekul dan sel-sel tubuh. Kerusakan ini akan menyebabkan perubahan yang berupa penebalan epidermis, stratum korneum dan peningkatan melanosit. Efek jangka panjangnya dapat menyebabkan penuaan dini pada kulit yang merupakan akibat dari kerusakan-kerusakan yang telah terakumulasi (Susana, 2013).

2.5 Anti Penuaan atau Anti-Aging

Anti-aging merupakan suatu proses yang berguna untuk mencegah atau memperlambat efek penuaan sehingga terlihat segar, lebih cantik, dan awet muda. Terapi anti-aging akan lebih baik apabila dilakukan sedini mungkin, yakni di saat


(32)

seluruh fungsi sel-sel tubuh masih sehat dan berfungsi dengan baik. Menurut hasil penelitian para pakar, krim anti-aging dirancang secara khusus untuk mencegah penuaan dini terutama jika diaplikasikan pada malam hari (Fauzi dan Nurmalina, 2012).

Menurut Muliyawan dan Suriana (2013), produk anti-aging memiliki tujuan untuk membantu tubuh agar tetap sehat dan awet muda bahkan bisa terlihat jauh lebih mudah dari usia sesungguhnya, sehingga mampu menghambat timbulnya tanda-tanda penuaan pada kulit.

2.5.1 Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah terjadinya proses oksidasi. Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan. Manfaat antioksidan bagi kesehatan dan kecantikan, misalnya untuk mencegah penyakit kanker dan tumor, penyempitan pembuluh darah, penuaan dini, dan lain-lain (Tamat, dkk., 2007).

Antioksidan mampu menghambat oksidasi dari molekul oksidan. Oksidasi merupakan reaksi kimia yang memindahkan elektron dari satu substansi ke agen oksigen (Ardhie, 2011).

Antioksidan dapat melindungi sel-sel dari kerusakan yang disebabkan oleh molekul tidak stabil yang dikenal sebagai radikal bebas. Antioksidan dapat mendonorkan elektronnya kepada molekul radikal bebas, sehingga dapat menstabilkan radikal bebas dan menghentikan reaksi berantai. Antioksidan dikelompokkan menjadi antioksidan enzim dan vitamin. Antioksidan enzim meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutathion peroxidases


(33)

(GSH.Prx). Antioksidan vitamin meliputi alfa tokoferol (vitamin E), beta karoten dan asam askorbat (vitamin C). Antioksidan vitamin lebih populer sebagai antioksidan dibandingkan enzim. Antioksidan yang termasuk ke dalam vitamin dan fitokimia disebut flavonoid. Flavonoid memiliki kemampuan untuk meredam molekul tidak stabil yang disebut radikal bebas (Inggrid dan Santoso, 2014).

2.6 Kosmetika

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Kosmetika sudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala. Di Mesir, 3500 tahun sebelum Masehi telah digunakan berbagai bahan alami baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun bahan alam lain misalnya tanah liat, lumpur, arang, air, embun, pasir atau sinar matahari (Wasitaatmadja, 1997).

Tidak dapat disangkal lagi bahwa produk kosmetik sangat diperlukan oleh manusia, produk-produk itu dipakai secara berulang setiap hari dan diseluruh tubuh, mulai dari rambut sampai ujung kaki (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.7 Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam dasar krim yang dimaksudkan untuk pemakaian luar (Ditjen POM., 1979).

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Depkes, RI., 1995).

Ditinjau dari sifat fisiknya, krim dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: a. Emulsi air dalam minyak atau emulsi A/M


(34)

Basis yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak dalam air, dan dikenal dengan Vanishing cream. Basis krim (Vanishing cream) disukai pada penggunaan sehari-hari karena memiliki keuntungan yaitu memberikan efek dingin pada kulit, tidak berminyak serta memiliki kemampuan penyebaran yang baik. Vanishing cream umumnya emulsi minyak dalam air, mengandung air dalam persentase yang besar dan asam stearat. Setelah pemakaian krim, air menguap meninggalkan sisa berupa selaput asam stearat yang tipis (Ansel,1989). Formula standar basis Vanishing cream berdasarkan Formularium Indonesia 1996 terdiri dari, yakni asam stearat berfungsi sebagai emulsifying agent (bahan pengemulsi), gliserin berfungsi sebagai humektan dan emolien, natrium tetraborat berfungsi sebagai basa, emulsifying agent (bahan pengemulsi), trietanolamin berfungsi sebagai emulsifying agent (bahan pengemulsi) dan humektan, metil paraben sebagai bahan pengawet dan air suling sebagai pelarut (Rowe, et al., 2009).

2.8 Skin Analyzer

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk mendiagnosis keadaan pada kulit. Skin analyzer mempunyai sistem terintegrasi untuk mendukung diagnosis dokter yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas, melainkan juga mampu memperlihatkan sisi lebih dalam dari lapisan kulit. Tambahan rangkaian sensor kamera yang terpasang pada Skin analyzer menampilkan hasil dengan cepat dan akurat (Aramo, 2012).

2.8.1 Pengukuran kondisi kulit dengan skin analyzer

Menurut Aramo (2012), beberapa pengukuran yang dapat dilakukan dengan menggunakan Skin analyzer, yaitu:


(35)

1. Moisture (kadar air)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan alat moisture checker yang terdapat dalam perangkat Skin analyzer Aramo. Caranya dengan menekan tombol power dan dilekatkan pada permukaan kulit. Angka yang ditampilkan pada alat merupakan persentasi kadar air dalam kulit yang diukur.

2. Evenness (kehalusan)

Pengukuran kehalusan kulit dilakukan dengan perangkat Skin analyzer perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis secara otomatis akan keluar pada layar komputer.

3. Pore (pori)

Pengukuran besarnya pori pada kulit secara otomatis akan keluar saat melakukan pengukuran kehalusan kulit. Gambar yang telah terfoto juga akan keluar pada kotak bagian pori-pori kulit. Hasil berupa angka dan penentuan ukuran pori secara otomatis akan keluar pada layar komputer.

4. Spot (noda)

Pengukuran banyaknya noda yang dilakukan dengan perangkat Skin analyzer pada lensa perbesaran 60x dan menggunakan lampu sensor jingga (Terpolarisasi). Kamera diletakkan pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer.

5. Wrinkle (keriput)

Pengukuran keriput dilakukan dengan perangkat Skin analyzer pada lensa perbesaran 10x dan menggunakan lampu sensor biru (normal). Kamera diletakkan


(36)

pada permukaan kulit yang akan diukur kemudian tekan tombol capture untuk memfoto dan secara otomatis hasil berupa angka dan kondisi kulit yang didapatkan akan tampil pada layar komputer. Pada pengukuran ini, tidak hanya jumlah keriput yang dapat diukur, akan tetapi kedalaman keriput juga dapat terdeteksi dengan alat Skin analyzer.

2.8.2 Parameter pengukuran

Table 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

Pengukuran Parameter (%)

Moisture (kelembaban)

Dehidrasi Normal Hidrasi

0-29 30-45 46-100

Evenness (kehalusan)

Halus Normal Kasar

0-31 32-51 52-100

Pore (pori) Kecil Sedang Besar

0-19 20-39 40-100

Spot (noda) Sedikit Sedang Banyak

0-19 20-39 40-100

Wrinkle (keriput) Tidak berkeriput Berkeriput Berkeriput parah

0-19 20-52 53-100


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian ini dilaksanakan secara eksperimental. Penelitian meliputi pengumpulan sukarelawan, pengukuran kulit sukarelawan, pembuatan sediaan krim ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Sw.), pemeriksaan terhadap sediaan krim meliputi uji homogenitas, tipe emulsi, iritasi kulit, pH, stabilitas penyimpanan selama 90 hari (3 bulan) dalam suhu kamardan pembuktian kemampuan sediaan krim sebagai anti-aging selama 4 minggu.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, lumpang, stamfer, cawan porselen, spatula, sudip, pot plastik, pipet tetes, penangas air, oven, blender, desikator, freeze dryer (Edward), perkolator, stopwatch, tanur (Nabertherm), timbangan analitik (Dickson), rotary evaporator vacuum (BUCHI), pH meter (Hanna Instrumen), skin analyzer dan moisture checker (Aramo Huvis).

3.1.2 Bahan-bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah buah rimbang, etanol 80%, asam stearat, TEA, nipagin, natrium tetraborat, gliserin, silika gel, air suling, metil biru, oleum lavender, larutan dapar pH asam 4,01 dan larutan dapar pH netral 7,01.

3.2 Relawan

Pemilihan relawan dilakukan di Fakultas Farmasi USU antara lain 15 orang mahasiswi berusia sekitar 20-25 tahun yang telah terlebih dahulu diukur kulitnya,


(38)

tidak memiliki riwayat alergi pada kulit dan telah dikondisikan tidak menggunakan krim lain selama 4 minggu untuk terapi anti-aging. Relawan bersedia mengikuti penelitian sampai selesai dan bersedia dilakukan uji iritasi dan uji efektivitas sediaan krim sebagai anti-aging selama penelitian berlangsung. Adapun parameter pengujiannya adalah kadar air (moisture), kehalusan (evenness), besar pori (pore), banyak noda (spot), keriput (wrinkle) dan kedalaman keriput (wrinkle’s depth). Surat pernyataan persetujuan relawan ikut serta dalam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 16, halaman 74.

3.3 Pengumpulan dan Pengolahan Sampel

3.3.1 Pengumpulan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel yang digunakan adalah buah rimbang, yang diperoleh dari Pasar Tradisional Batang Kuis, di Jl. Niaga, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

3.3.2 Identifikasi sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Bogoriense, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor.

3.3.3 Pengolahan sampel

Buah yang digunakan pada penelitian ini adalah buah rimbang. Buah rimbang yang bertangkai dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan. Lalu buah dipisahkan dari tangkai, kemudian ditimbang, diperoleh berat basah sebesar 3 kg. Selanjutnya buah tersebut dikeringkan dalam lemari pengering pada temperatur ±400C sampai buah kering. Simplisia yang telah kering diblender menjadi serbuk, ditimbang dan diperoleh berat simplisia sebesar 960 gram. Lalu dimasukkan ke


(39)

dalam wadah plastik bertutup rapat dan disimpan pada suhu kamar. Bagan pembuatan serbuk simplisia dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 62.

3.4 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, penetapan kadar air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, kadar abu total, dan kadar abu tidak larut asam (Depkes, RI., 1995).

3.4.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi simplisia buah rimbang dengan cara memperhatikan warna, bentuk, dan tekstur sampel.

3.4.2 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung, dan tabung penerima 10 ml.

a. Penjenuhan toluena

Sebanyak 200 ml toluena dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

b. Penetapan kadar air simplisia

Kemudian kedalam labu tersebut dimasukkan 5 gram simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima


(40)

dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1992).

3.4.3 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, RI., 1995).

3.4.4 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia yang telah dikeringkan dimaserasi selama 24 jam dalam100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring, 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap berdasar rata yang telah ditara dan sisanya dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, RI., 1995).

3.4.5 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan ke dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijar dan ditara,


(41)

kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes, RI., 1995).

3.4.6 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan abu didinginkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan di udara (Depkes, RI., 1995).

3.5 Uji Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia serbuk simplisia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida, glikosida, steroida/triterpenoida, flavonoida, saponin, tanin, dan antrakuinon.

3.5.1 Pemeriksaan alkaloida

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk uji alkaloida sebagai berikut:

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Meyer akan terbentuk endapan menggumpal berwatna putih atau kuning.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman.


(42)

c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambah dengan 2 tetes larutan pereaksi Dragendorff akan terbentuk endapan merah atau jingga.

Alkaloida positif jika terjadi endapan atau kekeruhan paling sedikit dua dari tiga percobaan diatas (Ditjen POM., 1995).

3.5.2 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang, lalu disari dengan 30 ml campuran etanol 95 % dengan air (7:3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 30 menit, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, lalu dikocok selama 5 menit dan disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut, yaitu 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di penangas air. Sisa dilarutkan dalam 2 ml air suling dan 5 tetes pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan ditambahkan 2 ml asam pekat. Glikosida positif jika terbentuk cincin ungu (Depkes, RI., 1995).

3.5.3 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, jika terbentuk buih yang mantap setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin (Depkes, RI., 1995).


(43)

3.5.4 Pemeriksaan flavonoid

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml metanol lalu direfluks selama 10 menit, disaring panas-panas melalui kertas saring berlipat, filtrat diencerkan dengan 10 ml air suling. Setelah dingin ditambah 5 ml eter minyak tanah, dikocok hati-hati, didiamkan. Lapisan metanol diambil, diuapkan pada temperatur 40oC. Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat, disaring (larutan percobaan).

Cara percobaan:

Satu ml larutan percobaan diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dalam 1 ml etanol 96%, ditambahkan 0,1 g magnesium dan 10 ml asam klorida pekat, terjadi warna merah jingga sampai merah ungu menunjukkan adanya flavonoida (Depkes, RI., 1995).

3.5.5 Pemeriksaan antrakuinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia ditambahkan 5 ml asam sulfat 2N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring, filtrat berwarna kuning, menunjukkan adanya antrakuinon. Lapisan benzen dikocok dengan 2 ml natrium hidroksida 2N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzen tidak berwarna menunjukkan adanya antrakuinon (Depkes, RI., 1995).

3.5.6 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g sampel disari dengan 10 ml air suling, disaring kemudian filtratnya diencerkan dengan menggunakan air suling sampai tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida. Terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes, RI., 1979).


(44)

3.5.7 Pemeriksaan steroid/terpenoid

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml eter selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa dalam cawan penguap ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat. Timbul warna ungu atau merah kemudian berubah menjadi hijau biru menunjukkan adanya steroida triterpenoida (Harborne, 1987).

3.6 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak buah rimbang dilakukan secara perkolasi menggunakan etanol 80%.

Cara kerja: sebanyak 500 g serbuk simplisia dibasahi dengan cairan penyari etanol 80% dan dibiarkan selama 3 jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, lalu dituang cairan penyari etanol 80% sampai semua simplisia terendam dan terdapat selapis cairan penyari di atasnya, mulut tabung perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam. Kemudian kran dibuka dan biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit, ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan hingga beberapa tetes perkolat yang keluar terakhir diuapkan tidak meninggalkan sisa. Perkolat yang diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator pada suhu ±500C sampai diperoleh ekstrak kental kemudian dipekatkan menggunakan freeze dryer -400C (Ditjen POM., 1979). Bagan ekstraksi dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 63.

3.7 Formulasi Sediaan Krim

3.7.1 Formula standar dasar krim


(45)

R/ Asam stearat 142

Gliserin 100

Natrium tetraborat 2,5

Trietanolamin 10

Air suling ad 1000 Nipagin secukupnya.

3.7.2 Formula dasar krim yang dibuat

R/ Asam stearat 14,2

Gliserin 10

Natrium tetraborat 0,25

Trietanolamin 1

Nipagin 0,1

Air suling ad 100

Oleum lavender 3 tetes Keterangan:

Jumlah ekstrak buah rimbang yang divariasikan dalam sediaan krim: F1 : Blanko (tanpa ekstrak buah rimbang)

F2 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 2,5% F3 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 5% F4 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 7,5% F5 : konsentrasi ekstrak buah rimbang 10%

3.7.3 Pembuatan sediaan krim

Cara pembuatan: Ditimbang semua bahan yang diperlukan. Bahan yang terdapat dalam formula dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu fase minyak dan fase air. Fase minyak yaitu asam stearat dilebur di atas penangas air dengan suhu 70°-75°C. Kemudian fase air yang terdiri dari TEA, nipagin, gliserin, natrium tetraborat dilarutkan dalam air panas. Kemudian fase minyak digerus dalam lumpang panas yang telah dikeringkan dengan tisu, fase air ditambahkan ke dalam


(46)

fase minyak dengan pengadukan yang konstan sampai diperoleh dasar krim. Ditimbang ekstrak buah rimbang dengan variasi konsentrasi pada masing-masing formula, kemudian ditimbang dasar krim yang telah dikurangi dengan jumlah masing-masing bahan aktif. Bahan aktif yang telah ditimbang digerus dalam lumpang lalu ditambahkan dasar krim sedikit demi sedikit sambil digerus sampai homogen, kemudian ditambahkan 3 tetes oleum lavender, dihomogenkan. Formulasi dasar krim tanpa ekstrak dibuat sebagai blanko. Bagan kerja pembuatan dasar krim dan sediaan krim dengan berbagai konsentrasi dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 64 dan Lampiran 7 halaman 65.

Tabel 3.1 Formula sediaan krim

No. Formula Ekstrak buah rimbang (gram)

Dasar krim (gram)

1. F1 - 100

2. F2 2,5 97,5

3. F3 5 95

4. F4 7,5 92,5

5. F5 10 90

Keterangan: F: Formula, F1: Dasar krim (blanko), F2: krim EEBR 2,5%, F3: krim EEBR 5%, F4: krim EEBR 7,5%, F5: krim EEBR 10%.

3.8 Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim

3.8.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan krim

Sejumlah tertentu sediaan jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan lain yang cocok, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Ditjen POM., 1979).

3.8.2 Penentuan tipe emulsi sediaan krim

Penentuan tipe emulsi sediaan krim dilakukan dengan dua cara, yaitu dilakukan dengan penambahan sedikit biru metil ke dalam sediaan, jika larut sewaktu diaduk, maka emulsi tersebut adalah tipe minyak dalam air (Ditjen


(47)

POM., 1985). Dan dengan pengenceran fase, yaitu dengan mengencerkan 0,5 gram sediaan krim dengan 25 ml air dalam beaker gelas, jika sediaan terdispersi secara homogen dalam air maka sediaan termasuk emulsi tipe m/a, sedangkan jika sediaan tidak terdispersi secara homogen dalam air maka sediaan termasuk emulsi tipe a/m.

3.8.3 Pengukuran pH sediaan krim

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar pH netral 7,01 dan larutan dapar pH asam 4,01 hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan air suling, lalu dikeringkan dengan tisu. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu di timbang 1 gram sediaan dan dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml. Kemudian elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003). Pengamatan dilakukan pada suhu kamar selama 12 minggu.

3.8.4 Pengamatan stabilitas sediaan krim

Masing-masing formula krim dimasukkan ke dalam pot plastik, disimpan pada suhu kamar dan diukur parameter-parameter kestabilan seperti bau, warna, homogenitas dan pH di evaluasi selama penyimpanan 12 minggu dengan pengamatan setiap minggu pada suhu kamar (Saad, et al., 2013).

3.9 Uji Iritasi Terhadap Relawan

Percobaan ini dilakukan terhadap 15 orang sukarelawan untuk mengetahui apakah sediaan krim ekstrak buah rimbang konsentrasi 10% dapat menyebabkan iritasi pada kulit.


(48)

Cara: Kosmetika dioleskan di belakang telinga, kemudian dibiarkan selama 24 jam dan lihat perubahan yang terjadi pada kulit (Wasitaatmadja, 1997). Reaksi iritasi yang diamati yaitu eritema dan edema dengan sistem skor. Eritema: tidak eritema 0, sangat sedikit eritema 1, sedikit eritema 2, eritema sedang 3, eritema sangat parah 4. Edema: tidak edema 0, sangat sedikit edema 1, sedikit edema 2, edema sedang 3, edema sangat parah 4 (Barel, dkk., 2009).

3.10 Pengujian Efektivitas Anti-aging Terhadap Relawan

Semua relawan diukur terlebih dahulu kondisi awal kulit punggung tangan atau pada area uji yang telah ditandai dengan berbagai pameter uji, seperti: kadar air (moisture), kehalusan (evenness), besar pori (pore), banyaknya noda (spot), keriput (wrinkle) dan kedalaman keriput (wrinkle’s depth) dengan menggunakan alat skin analyzer dan moisture checker. Pemakaian krim mulai dilakukan dengan pengolesan hingga merata setiap dua kali sehari yaitu pada malam dan pagi hari setiap hari selama 4 minggu pada daerah punggung tangan relawan. Perubahan kondisi kulit diukur setiap minggu selama 4 minggu dengan menggunakan alat skin analyzer dan moisture checker.

Pengujian efektivitas anti-aging dilakukan terhadap relawan sebanyak 15 orang dan dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu:

a. Kelompok I : 3 orang relawan diberi krim blanko.

b. Kelompok II : 3 orang relawan diberi krim ekstrak etanol buah rimbang 2,5%. c. Kelompok III : 3 orang relawan diberi krim ekstrak etanol buah rimbang 5%. d. Kelompok IV : 3 orang relawan diberi krim ekstrak etanol buah rimbang 7,5%. e. Kelompok V : 3 orang relawan diberi krim ekstrak etanol buah rimbang 10%.


(49)

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Smirnov) 17. Data dianalisis menggunakan metode One Way ANAVA untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara kelompok. Jika terdapat perbedaan, dilanjutkan dengan menggunakan uji Post HocTukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan.


(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Sampel

Identifikasi sampel dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor. Hasilnya menunjukkan sampel yang digunakan adalah benar buah rimbang (Solanum torvum Sw.). Terlihat pada Lampiran 1, halaman 59.

4.2 Hasil Ekstraksi Simplisia Buah Rimbang

Hasil ekstraksi dari 500 g serbuk simplisia buah rimbang dengan menggunakan pelarut etanol 80%, kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu ±50°C lalu dipekatkan menggunakan freeze dryer -40°C sampai diperoleh berupa ekstrak kental sebanyak 68,75 g. Gambar ekstrak buah rimbang dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 61.

4.3 Hasil Karakterisasi dan Skrining

4.3.1 Hasil pemeriksaan makroskopik

Hasil karakterisasi makroskopik dari buah rimbang adalah buah berbentuk bundar, warna hijau, kulit buah pipih, liat seperti kulit. Dibagian dalam terdapat banyak biji, bentuk pipih, membundar telur. Gambar makroskopik simplisia buah rimbang dapat dilihat pada Lampiran 2, halaman 60.

4.3.2 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia

Karakteristik serbuk simplisia buah rimbang yang diperoleh, dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini, dimana hasil perhitungan karakterisasi dapat dilihat pada Lampiran 8-12, halaman 66-70.


(51)

Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia buah rimbang

No. Parameter Hasil Pemeriksaan

(%)

Persyaratan MMI (%)

1. Kadar air 3,9 -

2. Kadar sari larut air 12,87 ≥ 6

3. Kadar sari larut etanol 16,4 ≥ 3

4. Kadar abu total 5,1 ≤ 6

5. Kadar abu tidak larut asam 0,43 ≤ 0,5

Berdasarkan hasil pada Tabel 4.1 di atas, parameter dari serbuk simplisia buah rimbang memenuhi persyaratan dari buku Materia Medika Indonesia jilid IV tahun 1995 yaitu penetapan kadar sari larut air tidak kurang dari 6%, kadar sari larut etanol tidak kurang dari 3%, kadar abu total tidak lebih dari 6%, kadar abu tidak larut asam tidak lebih dari 0,5%. Penetapan kadar air bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan simplisia (Depkes, RI., 2000). Penetapan kadar sari larut air untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam air (polar). Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam air adalah glikosida, gula, gom dan zat warna. Penetapan kadar sari larut etanol untuk mengetahui kadar sari yang larut dalam etanol, baik polar maupun non polar. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam etanol adalah glikosida, antrakuinon, steroid terikat, dan dalam jumlah sedikit yang larut yaitu lemak dan saponin (Depkes, RI., 1986).

Penetapan kadar abu total untuk mengetahui kadar zat anorganik yang terdapat pada simplisia, sedangkan penetapan kadar abu tidak larut asam untuk mengetahui kadar zat anorganik yang tidak larut dalam asam. Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam dilakukan untuk mengevaluasi simplisia terhadap kontaminasi bahan-bahan yang mengandung silika, logam-logam seperti Pb (Depkes, RI., 1978).


(52)

4.3.3 Hasil pemeriksaan skrining serbuk simplisia

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia buah rimbang

No. Golongan senyawa Hasil

1. Alkaloid +

2. Glikosida +

3. Saponin +

4. Flavonoid +

5. Antrakuinon +

6. Tanin +

7. Steroid/Triterpenoida +

Keterangan:( + ) = Positif, ( - ) = Negatif

Berdasarkan hasil pemeriksaan skrining fitokimia dari simplisia buah rimbang menunjukkan hasil yaitu memiliki kandungan senyawa kimia golongan alkaloid, glikosida, saponin, flavonoid, antrakuinon, tanin, dan steroida/triterpenoida.

4.4 Hasil Pemeriksaan Terhadap Sediaan Krim

4.4.1 Pemeriksaan homogenitas sediaan krim

Hasil pengamatan homogenitas dari semua sediaan krim ekstrak etanol buah rimbang dan blanko dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan gambarnya pada Lampiran 14, halaman 72.

Tabel 4.3 Data pengamatan homogenitas sediaan krim

Formula Waktu Penyimpanan (minggu)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

F1 - - - -

F2 - - - -

F3 - - - -

F4 - - - -

F5 - - - -

Keterangan: F: Formula, F1: blanko (tanpa ekstrak) dan krim ekstrak etanol buah rimbang F2: 2,5% F3: 5%, F4: 7,5%, F5:10%,: ada butiran kasar, -: homogen.


(53)

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui bahan-bahan sediaan krim apakah dapat terdistribusi secara merata. Berdasarkan hasil pengamatan homogenitas krim ekstrak etanol buah rimbang dan blanko pada Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa sediaan krim yang dibuat tidak terdapat butiran kasar pada gelas objek, maka semua sediaan krim dikatakan homogen.

4.4.2 Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim

Hasil penentuan tipe emulsi sediaan krim dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5, gambar penentuan tipe emulsi sediaan krim menggunakan metil biru dapat dilihat pada Lampiran 14, halaman 72.

Tabel 4.4 Data penentuan tipe emulsi sediaan krim menggunakan metil biru

No Formula Kelarutan Biru Metil pada Sediaan

Ya Tidak

1 F1 √ -

2 F2 √ -

3 F3 √ -

4 F4 √ -

5 F5 √ -

Keterangan: F: Formula, F1: blanko (tanpa ekstrak) dan krim ekstrak etanol buah rimbang F2: 2,5% F3: 5%, F4: 7,5%, F5:10%.

Tabel 4.5 Data penentuan tipe emulsi sediaan krim menggunakan metode

pengenceran fase

No Formula Kelarutan Sediaan Pada Fase Luar (akuades)

Ya Tidak

1 F1 -

2 F2 -

3 F3 -

4 F4 -

5 F5 -

Keterangan: F: Formula, F1: blanko (tanpa ekstrak) dan krimekstrak etanol buah rimbangF2: 2,5% F3: 5%, F4: 7,5%, F5: 10%.

Hasil tipe emulsi sediaan krim pada Tabel 4.4 di atas, untuk semua sediaan krim menunjukkan warna biru metil dapat homogen atau tersebar merata (Ditjen


(54)

POM., 1985). Demikian juga hasil pada Tabel 4.5 menunjukkan bahwa krim dapat diencerkan dalam medium air sehingga terbukti bahwa sediaan krim yang dibuat mempunyai tipe emulsi minyak dalam air (o/w) (Syamsuni, 2006). Tipe emulsi ini memiliki keuntungan yaitu lebih mudah menyebar di permukaan kulit, tidak lengket dan mudah dihilangkan dengan adanya pencucian.

4.4.3 Hasil pengukuran pH sediaan

Hasil pengukuran pH sediaan krim ekstrak etanol buah rimbang dilakukan dengan menggunakan pH meter dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini.

Tabel 4.6 Data pengukuran pH sediaan krim

Formula Waktu Penyimpanan (minggu)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

F1 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 6,4 6,3 6,3 6,3 6,2 6,2 6,1 5,9 F2 6,4 6,4 6,4 6,2 6,3 6,3 6,2 6,2 6,0 6,0 5,9 5,9 5,7 F3 6,3 6,3 6,3 6,3 6,2 6,1 6,1 6,0 5,9 5,8 5,6 5,6 5,5 F4 6,3 6,2 6,3 6,3 6,1 6,1 5,9 5,9 5,8 5,6 5,5 5,5 5,4 F5 6,3 6,3 6,3 6,2 6,2 6,0 5.8 5,7 5,7 5,7 5,5 5,4 5,4 Keterangan: F: Formula, F1: blanko (tanpa ekstrak) dan krim ekstrak etanol buah

rimbang F2: 2,5%, F3: 5%, F4: 7,5%, F5:10%.

Berdasarkan data pada Tabel 4.6 di atas dapat dilihat bahwa semakin banyak konsentrasi ekstrak etanol buah rimbang yang ditambahkan ke dalam sediaan krim maka pH semakin menurun atau semakin asam. Hal ini dapat disebabkan karena sifat asam dari buah rimbang dimana pH ekstrak buah rimbang tersebut sebesar 4 dan adanya air dalam sediaan krim juga dapat mempengaruhi pH menjadi asam karena terjadi hidrolisa (Voigt, 1994). Hidrolisis merupakan suatu proses solvolisis dimana molekul (obat) berinteraksi dengan molekul-molekul air menghasilkan produk pecahan dari konstitusi kimia yang berbeda (Ansel,1989). Penurunan pH ini masih dalam pH fisiologis kulit yaitu 4,5-6,5 dan masih aman untuk digunakan (Tranggono dan Latifah, 2007).


(55)

Penurunan pH pada semua sediaan baik sediaan blanko maupun sediaan yang mengandung ekstrak buah rimbang terjadi dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Hasil penentuan pH sediaan krim menunjukkan pH sediaan relatif stabil pada penyimpanan karena tidak mengalami perubahan pH yang signifikan. Menurut Balsam (1972), pH dari krim antara 5-8 sehingga sediaan krim ini masih memenuhi persyaratan.

4.4.4 Pemeriksaan stabilitas sediaan krim

Hasil organoleptis sediaan krim ekstrak buah rimbang yang dibuat dengan berbagai variasi konsentrasi ekstrak dan blanko memiliki perbedaan kecerahan warna dari masing-masing sediaan, data organoleptis dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan data hasil pengamatan stabilitas selama 90 hari dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini.

Tabel 4.7 Data organoleptis sediaan krim yang dibuat

Formula Penampilan

Warna Bau Konsistensi

F1 Putih Lavender semi padat

F2 Coklat muda Lavender semi padat

F3 Coklat muda Lavender semi padat

F4 Coklat tua Lavender semi padat

F5 Coklat tua Lavender semi padat

Keterangan: F: Formula, F1: blanko (tanpa ekstrak) dan krim ekstrak buah rimbang F2: 2,5% F3: 5%, F4: 7,5%, F5: 10%.

Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa masing-masing formula yang telah diamati selama 90 hari memberikan hasil yang baik yaitu tidak mengalami perubahan warna, bau dan pemisahan pada fase emulsinya. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi penampilan krim ekstrak etanol buah rimbang stabil dalam penyimpanan selama 90 hari.


(56)

Tabel 4.8 Data hasil pengamatan terhadap kestabilan sediaan krim pada saat sediaan selesai dibuat, 7, 14, 21, 28 dan 90 hari

No Formula Pengamatan setelah Selesai

dibuat

7 hari 14 hari 21 hari 28 hari 90 hari X Y Z X Y Z X Y Z X Y Z X Y Z X Y Z 1 F1 - - - - 2 F2 - - - - 3 F3 - - - - 4 F4 - - - - 5 F5 - - - - Keterangan: F: Formula, F1: blanko (tanpa ekstrak) dan krim ekstrak buah

rimbang F2: 2,5% F3: 5%, F4: 7,5%, F5: 10%, X: perubahan warna, Y: perubahan bau, Z: pecahnya emulsi, dan - : tidak terjadi

Stabilitas dari suatu sediaan farmasi dapat dilihat dari ada tidaknya perubahan warna, bau dan pH selama penyimpanan. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi jika bahan-bahan yang terdapat dalam sediaan tersebut teroksidasi. Sediaan emulsi dikatakan tidak stabil jika mengalami creaming dan inversi. Creaming adalah terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, dimana lapisan yang satu mengandung butir-butir tetesan (fase terdispersi) lebih banyak daripada lapisan yang lain (Martin, dkk., 2009). Inversi adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi dari tipe minyak dalam air (m/a) menjadi air dalam minyak (a/m) atau sebaliknya (Anief, 2000). Gambar sediaan krim yang telah dibuat disimpan selama 90 hari di dalam suhu kamar dapat dilihat pada Lampiran 13, halaman 71.

4.5 Hasil Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan

Uji iritasi dilakukan terhadap 15 orang sukarelawan untuk mengetahui apakah sediaan krim ekstrak buah rimbang konsentrasi 10% dapat menyebabkan eritema dan edema. Penggunaan kosmetika yang tidak baik pada kulit dapat menimbulkan reaksi (efek samping). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4.9 sebagai berikut :


(57)

Tabel 4.9 Hasil uji iritasi sediaan krim terhadap kulit relawan

Sukarelawan Reaksi iritasi

Eritema Edema

1 0 0

2 0 0

3 0 0

4 0 0

5 0 0

6 0 0

7 0 0

8 0 0

9 0 0

10 0 0

11 0 0

12 0 0

13 0 0

14 0 0

15 0 0

Index iritasi primer: 0/24 = 0,00

Keterangan: sistem skor Federal Hazardous Substance Act (Barel dkk., 2009).

Eritema Edema

tidak eritema 0 tidak edema 0

sangat sedikit eritema 1 sangat sedikit edema 1

sedikit eritema 2 sedikit edema 2

eritema sedang 3 edema sedang 3

eritema sangat parah 4 edema sangat parah 4 Hasil uji iritasi menunjukkan bahwa semua relawan memberikan hasil negatif terhadap reaksi iritasi yang diamati yaitu eritema dan edema. Dari hasil uji iritasi tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan krim yang dibuat aman untuk digunakan (Tranggono dan Latifah, 2007).

4.6 Hasil Pengujian Aktivitas Anti-aging Terhadap Sukarelawan

Pengujian efektivitas anti-aging menggunakan skin analyzer Aramo, parameter uji meliputi pengukuran kadar air (moisture), kehalusan kulit (evenness) dan besar pori (pore), banyaknya noda (spot), keriput (wrinkle) dan kedalaman keriput (wrinkle’s depth). Pengukuran efektivitas anti-aging dimulai


(1)

e. Keriput (

Wrinkle

)

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Sebelum Between Groups 5.733 4 1.433 3.071 .068

Within Groups 4.667 10 .467

Total 10.400 14

Minggu1 Between Groups 39.333 4 9.833 24.583 .000

Within Groups 4.000 10 .400

Total 43.333 14

Minggu2 Between Groups 67.333 4 16.833 42.083 .000

Within Groups 4.000 10 .400

Total 71.333 14

Minggu3 Between Groups 130.400 4 32.600 27.167 .000

Within Groups 12.000 10 1.200

Total 142.400 14

Minggu4 Between Groups 135.733 4 33.933 33.933 .000

Within Groups 10.000 10 1.000

Total 145.733 14

Sebelum

Tukey HSD

Pemulihan N

Subset for alpha = 0.05

1

Krim 7.5% 3 19.6667

Krim 10% 3 19.6667

Krim 5% 3 20.0000

Krim 2.5% 3 20.3333

Blanko 3 21.3333


(2)

Pemulihan N 1 2 3

Krim 10% 3 16.6667

Krim 5% 3 19.0000

Krim 7.5% 3 19.0000

Krim 2.5% 3 20.6667

Blanko 3 21.3333

Sig. 1.000 .055 .702

Minggu 2

Tukey HSD

Pemulihan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Krim 10% 3 15.3333

Krim 7.5% 3 17.3333

Krim 5% 3 19.0000

Krim 2.5% 3 20.6667

Blanko 3 21.0000

Sig. 1.000 .055 .055 .964

Minggu 3

Tukey HSD

Pemulihan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Krim 10% 3 12.3333

Krim 7.5% 3 16.3333

Krim 5% 3 17.0000

Krim 2.5% 3 19.3333

Blanko 3 21.0000


(3)

Minggu 4

Tukey HSD

Pemulihan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Krim 10% 3 12.0000

Krim 7.5% 3 16.0000

Krim 5% 3 16.3333

Krim 2.5% 3 19.3333

Blanko 3 20.6667


(4)

Sebelum Between Groups 105.600 4 26.400 19.800 .000

Within Groups 13.333 10 1.333

Total 118.933 14

Minggu1 Between Groups 116.267 4 29.067 15.571 .000

Within Groups 18.667 10 1.867

Total 134.933 14

Minggu2 Between Groups 139.733 4 34.933 17.467 .000

Within Groups 20.000 10 2.000

Total 159.733 14

Minggu3 Between Groups 156.000 4 39.000 12.447 .001

Within Groups 31.333 10 3.133

Total 187.333 14

Minggu4 Between Groups 186.400 4 46.600 26.885 .000

Within Groups 17.333 10 1.733

Total 203.733 14

Sebelum

Tukey HSD

Pemulihan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Krim 10% 3 32.3333

Krim 7.5% 3 36.3333

Krim 5% 3 37.6667

Krim 2.5% 3 39.3333

Blanko 3 39.6667


(5)

Minggu 1

Tukey HSD

Pemulihan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Krim 10% 3 31.0000

Krim 7.5% 3 35.3333

Krim 5% 3 36.6667

Krim 2.5% 3 37.3333

Blanko 3 39.3333

Sig. 1.000 .427 .195

Minggu 2

Tukey HSD

Pemulihan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3

Krim 7.5% 3 30.6667

Krim 10% 3 32.0000

Krim 5% 3 34.0000

Krim 2.5% 3 37.3333

Blanko 3 38.6667

Sig. .093 .093 .775

Minggu 3

Tukey HSD

Pemulihan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Krim 10% 3 28.6667

Krim 7.5% 3 29.6667

Krim 5% 3 32.3333

Krim 2.5% 3 35.3333

Blanko 3 36.3333


(6)

Pemulihan N 1 2

Krim 10% 3 27.0000

Krim 7.5% 3 29.3333

Krim 5% 3 30.0000

Krim 2.5% 3 35.3333

Blanko 3 36.0000