Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Oleh Petani Padi Di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) OLEH PETANI

PADI DI DESA CIHERANG, KECAMATAN DRAMAGA,

KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

ANGGUN MUSYAROFAH

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

1

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu oleh Petani Padi di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Anggun Musyarofah NIM H34114048

1

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait


(4)

(5)

ABSTRAK

ANGGUN MUSYAROFAH. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) oleh Petani Padi di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI.

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan dalam upaya peningkatan produktivitas padi. PTT mulai diterapkan pada tahun 2008 namun jumlah petani yang menerapkan PTT masih terbatas. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur tingkat penerapan PTT, mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan PTT dan mendeskripsikan pengaruh PTT terhadap produksi, pendapatan dan efisiensi usahatani padi di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan hasil penelitian tingkat penerapan PTT pada petani yang menerapkan PTT lebih tinggi (di atas 50 persen) dari petani yang tidak menerapkan PTT (di bawah 50 persen). Rendahnya tingkat penerapan PTT disebabkan menurut petani penerapan PTT membutuhkan biaya dan tenaga kerja yang lebih banyak. Penerapan PTT di Desa Ciherang dipengaruhi oleh faktor umur, pengalaman usahatani, pendidikan, jumlah Tanggungan keluarga, luas lahan, penguasaan lahan, tujuan usahatani padi dan pengalaman sekolah lapang PTT. Usahatani padi yang menerapkan PTT secara signifikan menghasilkan R/C ratio total yang lebih tinggi dari pada usahatani padi konvensial.

Kata kunci: faktor-faktor, padi, pendapatan usahatani, penerapan, PTT

ABSTRACT

ANGGUN MUSYAROFAH. Determinants of Integrated Crop Management (ICM) Implementation in Ciherang, Dramaga, Bogor, West Java. Supervised by NUNUNG KUSNADI.

Integrated Crop Management (ICM) is a technology that can be used to increase rice productivity. Though it has been implemented since 2008, only few farmers that implement the ICM. Therefore this study was conducted to measure the level of ICM implementation, to seek the determinants of ICM implementation and to find out the effect of ICM implementation on farm production, farm income and farm efficiency in Ciherang Village, Dramaga, Bogor, West Java. The result of this research indicated that the ICM implementation level of ICM farmers is higher (over 50 percent) than the ICM implementation level of non-ICM farmers (under 50 percent). The low ICM implementation was caused by the higher cost on farm operation and labor. ICM Implementation in Ciherang was affected significantly by some factors such as age, farming experience, education, family size, land area, land tenure, rice farming purposes and ICM field school experience. rice farming significantly produced higher total R/C ratio than conventional rice farming.


(6)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERAPAN

PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) OLEH PETANI

PADI DI DESA CIHERANG, KECAMATAN DRAMAGA,

KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

Anggun Musyarofah

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(7)

ul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PIT) Oleh Petani Padi Di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Anggun Musyarofah H34] ]4048

Disetujui oleh

Diketahui oleh

.-...""""

-


(8)

LEMBAR PENGESAHASAN

Judul : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Oleh Petani Padi Di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

Nama : Anggun Musyarofah NIM : H34114048

Disetujui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

en Agribsnis


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 ini ialah faktor yang mempengaruhi penerapan pengelolaan tanaman terpadu, dengan judul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu oleh Petani Padi di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nunung Kusanadi, MS selaku pembimbing, Bapak Dr Ir Hariyanto, MS selaku dosen evaluator, Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla sebagai dosen penguji utama serta Ibu Eva Yolynda Aviny, Sp MM selaku dosen penguji akademik yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ubay dan Bapak Yayan dari BP3K wilayah Dramaga, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Sukarpo, Ibu Sarihayati, Om Parno, Lukman Hakim, Ilham Arifin, Irvan Nuari serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada seluruh sahabat, alumni Diploma TIB 45 dan rekan-rekan Alih Jenis Agribisnis Angkatan 2.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup 5

TINJAUAN PUSTAKA 6

Pengaruh PTT Terhadap Produktivitas Padi dan Pendapatan Petani 6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Teknologi Pada Usahatani Padi 8 Metode Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Teknologi 9

KERANGKA PEMIKIRAN 10

Kerangka Pemikiran Teoritis 10

Kerangka Pemikiran Operasional 18

METODE PENELITIAN 20

Lokasi dan Waktu Penelitian 20

Metode Pengambilan Sampel 20

Jenis dan Sumber Data 21

Metode Pengumpulan Data 22

Metode Pengolahan dan Analisis Data 22

Definisi Operasional 35

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 36

Gambaran Umum Wilayah Penelitian 36

Karakteristik Petani Responden 38

HASIL DAN PEMBAHASAN 44

Pandangan Petani Padi Terhadap Pengelolaan Tanaman Terpadu 45 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan PTT oleh Petani Padi 61 Pengaruh Penerapan PTT Terhadap Produktivitas dan Pendapatan Usahatani 72

SIMPULAN DAN SARAN 83

Simpulan 83

Saran 84

DAFTAR PUSTAKA 84

LAMPIRAN 88


(11)

DAFTAR GAMBAR

1 Persentase Pengeluaran Rata-Rata Per Kapita, Indonesia 2007-2011 1

2 Produksi Padi Indonesia Tahun 1970-2011 2

3 Laju Pertumbuhan Produksi Padi dan Pengunaan Pupuk 2008-2011 2 4 Produktivitas Padi Indonesia dan Jawa Barat, Tahun 1970-2011 3 5 Produktivitas Kabupaten Bogor dan Jawa Barat 2007-2011 4

6 Model Jajar Legowo 2:1 11

7 Kerangka Pemikiran Operasional 19

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan Sumber Data 21

2 Uji d Durbin-Watson: Aturan Keputusan 31

3 Populasi penduduk Desa Ciherang, menurut umur tahun 2007 37 4 Kelompok tani pangan di Desa Ciherang tahun 2012 37 5 Karakteristik responden berdasarkan pengalaman sekolah lapang PTT 38 6 Karakteristik responden berdasarkan status usahatani padi, di Desa Ciherang 39 7 Karakteristik responden berdasarkan kelompok usia, di Ciherang tahun 2013 40 8 Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan, di Desa Ciherang 2013 41 9 Karakteristik responden berdasarkan luas lahan, di Desa Ciherang tahun 2013 41 10 Karakteristik petani berdasarkan status penguasaan lahan, di Ciherang 2013 42 11 Karakteristik responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga, di Ciherang 42 12 Karakteristik responden berdasarkan pengalaman berusahatani padi 43 13 Karakateristik responden berdasarkan waktu panen padi, di Desa Ciherang 2013 44 14 Motivasi responden mengikuti sekolah lapang PTT 2012, di Ciherang 2013 45 15 Penerapan komponen PTT benih menurut responden, Di Desa Ciherang 2013 47 16 Penerapan komponen PTT pengolahan lahan menurut responden, di Ciherang 48 17 Penerapan komponen PTT bibit menurut responden, di Desa Ciherang 2013 49 18 Penerapan komponen PTT pupuk, di Desa Ciherang 2013 51 19 Penerapan komponen PTT pemeliharaan tanaman menurut responden 53 20 Persentase tingkat penerapan setiap komponen PTT petani responden 55 21 Persentase penerapan PTT petani responden, di Desa Ciherang 2013 56 22 Tangapan petani yang menerapkan PTT terhadap penerapan PTT, di Ciherang 57 23 Tiga komponen PTT tersulit menurut petani responden, di Ciherang 2013 57 24 Tiga komponen PTT termudah menurut petani responden, di Ciherang 2013 58 25 Manfaat PTT menurut petani responden, di Desa Ciherang 2013 59 26 Prioritas penerapan komponen PTT pada usahatani padi menurut responden 60 27 Alasan responden tidak menerapkan seluruh komponen PTT, di Ciherang 61 28 Hasil model regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan PTT 64 29 Hasil regresi berganda faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan PTT 70


(12)

30 Persentase hasil produksi padi petani responden, di Desa Ciherang 2013 72 31 Rata-rata penerimaan usahatani padi responden, di Desa Ciherang 2013 73 32 Biaya usahatani padi petani responden, di Desa Ciherang 2013 74 33 Biaya tenaga kerja mesin dan hewan pada usahatani padi petani responden 76 34 Biaya tenaga kerja pada usahatani padi petani responden, di Ciherang 2013 77 35 Alokasi biaya tenaga kerja luar keluarga pada usahatani padi petani responden 77 36 Alokasi biaya tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani padi responden 79 37 Persentase pendapatan tunai usahatani padi responden, di Ciherang 2013 80 38 Persentase pendapatan total usahatani padi petani responden, di Ciherang 2013 80 39 Analisis pendapatan usahatani padi petani responden, di Desa Ciherang 2013 81 40 Persentase R/C ratio atas biaya tunai usahatani padi petani responden 82 41 Persentase R/C ratio atas biaya total usahatani padi responden, di Ciherang 82

DAFTAR LAMPIRAN

1 DataPenerapan Teknologi Pada Usahatani Padi Responden 89

2 Data Terkait Komponen PTT 91

3 Data Variabel Dependen dan Independen model logistik penerapan PTT 94

4 Hasil Analisis Regresi Logistik 95

5 Data Regresi Berganda 98

6 Output Regresi Berganda 100

7 Data rata-rata analisis usahatani padi di Desa Ciherang 102

8 Data Input Uji-t Sampel Bebas 104

9 Hasil Analisis Uji-t Bebas 105

10 Data Input Korelasi Pearson 106


(13)

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi merupakan sumber makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat dari data BPS tahun 2011, bahwa persentase pengeluaran per kapita rata-rata untuk satu bulan dari tahun 2007 hingga tahun 2011 dialokasikan untuk bukan makanan 50 persen sementara untuk makanan sebesar 50 persen (Gambar 1). Pengeluaran untuk makanan sebesar 50 persen dikelompokan menjadi 14 kelompok barang yang terdiri dari padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-sayuran, buah-buahan, kacang-kacangan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya, makanan jadi, serta tembakau dan sirih. Berdasarkan rata-rata pengeluaran per kapita masyarakat Indonesia dari tahun 2007 hingga tahun 2011, pengeluaran untuk padi-padian menduduki peringkat kedua dengan nilai 9 persen setelah makanan jadi sebesar 13 persen.

Gambar 1 Persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok barang, Indonesia 2007-2011 (BPS 2012)

Berdasarkan data Kementerian Pertanian (2012), produksi padi dalam negeri dari tahun 1970 sampai dengan tahun 2011 menggalami peningkatan, namun laju pertumbuhan melandai dan lambat (Gambar 2). Periode 1981-1985 laju pertumbuhan produksi padi di Indonesia mulai mengalami penurunan hingga periode tahun 2001-2005. Laju pertumbuhan produksi padi periode 2001-2005 adalah 0,88 persen. Laju pertumbuhan produksi padi dari tahun 2008 hingga tahun 2011 mengalami penurunan namun laju pertumbuhan penggunaan pupuk Urea, NPK dan ZA justru lebih tinggi dari laju pertumbuhan produksi padi (Gambar 3).

9% 1% 4%

2% 3%

4% 2% 2% 1% 2% 1% 1% 13%

5% 50%

Persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kelompok barang, Indonesia 2007-2011

padi-padian Umbi-umbian Ikan Daging

Telur dan susu Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan

Minyak dan lemak Bahan minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya

Makanan jadi Tembakau dan sirih bukan makanan

Makanan Bukan


(15)

Gambar 2 Produksi padi Indonesia tahun 1970-2011 (Kementerian Pertanian 2012) Laju penggunaan pupuk mengalami peningkatkan setiap tahunnya karena penggunaan pupuk Urea dan NPK yang diterapkan oleh 90 persen petani padi di Indonesia di atas dosis yang dianjurkan (Ilham 2008). Petani juga mengaplikasikan penyemprotan pestisida tidak rasional dalam usahatani padi seperti interval penyemprotan yang pendek, frekuensi yang sering, pemakaian yang semakin tinggi dan pencampuran lebih dari satu jenis pestisida dengan tidak memperhatikan kompatibilitasnya akan mempercepat terjadinya resestensi hama terhadap insektisida (Moekasan 1998). Hal ini dikarena perilaku petani Indonesia adalah lebih baik mencegah dari pada mengobati risiko kegagalan panen (Ilham 2008). Dampak dari perilaku tersebut petani akan menggunakan obat-obatan (pestisida, herbisida, insektisida dll) dan pupuk kimia yang berlebihan dengan harapan produktivitas padi akan tinggi dan terhindar dari serangan hama dan penyakit.

Gambar 3 Laju pertumbuhan produksi padi dan laju pengunaan pupuk Indonesia 2008-2011 (Asosiasi Produsen Pupuk Indonesia 2012).

Fenomena laju produksi padi dan laju penggunaan pupuk jika dikaitkan dengan teori produksi berada pada daerah II. Artinya usahatani padi masih rasional secara ekonomi, walaupun tambahan output yang dihasilkan lebih kecil dari tambahan input. Berdasarkan salah satu teori produksi yaitu the law of diminishing marginal returns yang mengatakan apabila satu macam input ditambah penggunaannya maka tambahan output yang dihasilkan dari setiap tambahan satu unit input yang ditambahkan tadi mula-mula naik (daerah I), tetapi kemudian seterusnya menurun bila input tersebut terus ditambah (daerah II) dan pada akhirnya mencapai titik nol kembali (daerah III) (pindyck dan Rubinfeld 2007). Upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan produktivitas padi bukan dengan melakukan penambahan faktor input karena produksi padi berada

0.00 20,000,000.00 40,000,000.00 60,000,000.00 80,000,000.00

1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010

Ton

Produksi Padi Indonesia Tahun 1970-2011

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00

2008 2009 2010 2011

Ton

/h

a

Laju pertumbuhan produksi padi dan laju penggunaan pupuk di Indonesia 2008-2011

Laju Pertumbuhan Penggunaan Urea Laju Pertumbuhan Penggunaan NPK Laju Pertumbuhan Penggunaan Za Laju Pertumbuhan Produksi Padi


(16)

pada kuadrant II, namun harus menggunakan teknologi yang mengguranggi laju pertumbuhan pengunaan input seperti pupuk. Sehingga Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyelenggarakan program sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (sekolah lapang PTT) untuk meningkatkan produksi komoditi strategis (padi, jagung dan kedelai) dengan menggunakan pengelolaan tanaman terpadu yang mengurangi penggunaan faktor input karena mampu mengelola alam, air, tanaman dan lingkungan secara terpadu dan berkelanjutan (Kementerian Pertanian 2012).

Sekolah lapang PTT merupakan program pertanian yang disampaikan dan dibimbing oleh penyuluh untuk memperkenalkan PTT kepada petani melalui pembelajaran yang dilaksanakan di lapang. Petani akan dipandu oleh penyuluh dalam pengaplikasian PTT agar petani paham konsep PTT sehingga petani dapat menerapkan PTT pada usahatani padi yang petani kelola. PTT adalah suatu pendekatan dalam pengelolaan air, tanah, alam, lingkungan dan tanaman secara terpadu dan berkelanjutan sehingga dapat mengurangi penggunaan faktor input dan menguranggi dampak kerusakan lingkungan. PTT juga menerapkan teknologi spesifik lokasi yang sesuai dengan agroekologi lahan setempat.

Manfaat dari penerapan PTT adalah terjadinya peningkatan produktivitas padi dengan mengurangi pengunaan faktor input kimia sintesis agar mengurangi dampak kerusakan lingkungan. Peningkatan output sebagai manfaat dari penerapan PTT telah dibuktikan pada tahun 2008 di Jawa Barat dengan adanya peningkatan produktivitas padi sebesar 13,10 persen setelah diadakan sekolah lapang PTT (BPTP 2008). Pengurangan penggunaan input terjadi dikarenakan dosis penggunaan input PTT lebih kecil dari pada penggunaan input usahatani konvensional. Sebagai contoh dosis penggunaan benih padi sesuai anjuran PTT adalah 25 kg/ha sementara berdasarkan penelitian Ilham (2008) dosis penggunaan benih padi yang digunakan petani berkisar 41,30-45,64 kg/ha. Bahkan sekitar 20 persen petani padi di Kabupaten Indramayu menggunakan benih antara 51-75 kg/ha (Ilham 2008). Artinya penerapan PTT mampu menekan penggunaan benih hingga 50 persen dari dosis yang digunakan pada usahatani konvesional.

Gambar 4 Produktivitas padi Indonesia dan Jawa Barat, Tahun 1970-2011 (Kementerian Pertanian 2012)

Pelaksanaan sekolah lapang PTT padi dimulai pada tahun 2008 di daerah yang dinilai memiliki potensi untuk budidaya padi sehingga terpilih sebelas provinsi peserta sekolah lapang PTT, salah satunya adalah Jawa Barat. Berdasarkan data Kementerian Pertanian (2012), produktivitas padi di Jawa Barat dari tahun 1970 hingga 2011 selalu di atas produktivitas padi Indonesia (Gambar 4). Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi

0 20 40 60 80

1970 1972 1974 1976 1978 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010

Ku/Ha

Produktivitas padi Indonesia dan Jawa Barat 1970-2011

Produktivitas Indonesia

Produktivitas Jawa barat


(17)

Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan usahatani padi.

Perumusan Masalah

Kabupaten Bogor adalah salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi untuk pengembangan usahatani padi. Hal ini terbukti dari tahun 2007 hingga tahun 2011 produktivitas padi di Kabupaten Bogor tidak selalu di bawah produktivitas Jawa Barat (Gambar 5). Berdasarkan Gambar 5, dapat kita ketahui bahwa laju pertumbuhan produktivitas Kabupaten Bogor cenderung melandai dan lambat pula, padahal seperti telah dijelaskan pada, “Bab Latar Belakang” bahwa penggunaan input untuk usahatani padi tinggi.

Menurut Ilham (2008), penggunaan input pada usahatani padi yang diterapkan petani tinggi terutama untuk bahan kimia sintetis seperti pupuk anorganik dan pestisida. Penerapan teknologi yang ramah lingkungan, serta mengajarkan penggelolaan input produksi secara minimal namun mampu meningkatkan produktivitas padi harus segera diterapkan pada usahatani padi agar dalam jangka panjang produktivitas padi dapat terus meningkat. Salah satu upaya untuk dapat meningkatkan produktivitas padi dan tetap menjaga kelestarian lingkungan yaitu menggunakan PTT.

Gambar 5 Produktivitas Kabupaten Bogor dan Jawa Barat 2007-2011 (Kementerian Pertanian 2012)

PTT padi disosialisasikan melalui program sekolah lapang PTT sehingga petani yang menerapkan PTT adalah petani yang mengikuti kegiatan sekolah lapang PTT. Metode pendekatan sekolah lapang PTT meyakini jika secara alamiah seharusnya penerapan PTT dapat menyebar kepada petani di sekitar daerah sekolah lapang PTT karena letak Laboraturium Lapang (LL) padi setiap kelompok tani berada di tengah area persawahan yang mudah dilihat oleh petani. Peningkatan hasil produksi sebagai manfaat dari PTT telah terbukti pada tahun 2008 di Kabupaten Bogor sebesar 2,5 persen (Departemen Pertanian 2008), namun petani yang menerapkan PTT masih sedikit.

Tahun 2008 di Kabupaten Bogor sekolah lapang PTT dilaksanakan di 36 kecamatan, salah satunya di Kecamatan Dramaga. Tahun 2008 di Kecamatan Dramaga terdapat 4 desa dan 4 kelompok tani yang mengikuti program sekolah lapang PTT padi (BPTP Jawa Barat 2008). Desa Ciherang merupakan salah satu desa di Kecamatan Dramaga yang mengikuti program sekolah lapang PTT padi sejak tahun 2008. Tahun 2008 hanya satu kelompok tani yang menerapkan PTT, artinya pada tahun 2008 hanya 30 petani yang telah menerapkan PTT pada usahatani padi. Tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah kelompok tani peserta sekolah lapang PTT menjadi dua kelompok

52.00 54.00 56.00 58.00 60.00 62.00

2007 2008 2009 2010 2011

Ku/Ha

Produktivitas padi Kabupaten Bogor dan Jawa Barat 2007-2011

Produktivitas Bogor Produktivita Jawa Barat


(18)

tani yaitu Mina Sri dan Subur Jaya, artinya ada 60 petani yang telah menerapkan PTT pada usahatani padi, sehingga perlu dilakukan penelitian :

1. Mengapa petani masih sedikit yang menerapkan PTT pada usahatani padi di Desa Ciherang?

2. Bagaimana penerapan PTT menurut petani padi responden, di Desa Ciherang? 3. Faktor-faktor apa yang menyebabkan petani padi di Desa Ciherang, mau

menerapkan PTT?

4. Bagaimana pengaruh PTT terhadap pendapatan usahatani padi, di Desa Ciherang?

5. Bagaimana hubungan anatara tingkat penerapan PTT dengan pendapatan dan efisiensi usahatani?

Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan penyebab petani yang menerapkan PTT masih sedikit, di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

2. Mendeskripsi penerapan PTT menurut petani padi responden, diDesa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

3. Mengukur tingkat penerapan PTT di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

4. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan PTT oleh petani padi di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

5. Medeskripsikan pengaruh penerapan PTT terhadap pendapatan usahatani padi pada petani responden di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

6. Medeskripsikan hubungan pendapatan dan efisiensi usahatani dengan tingkat penerapan PTT di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan dan wawasan ke arah yang lebih baik, informasi serta masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan yaitu :

1. Penulis, untuk menambah kemampuan menganalisa pengetahuan dan wawasan mengenai analisis kemungkinan penerapan PTT oleh petani padi di daerah penelitian,

2. Penyuluh, sebagai masukan dalam memberikan pendampingan kepada petani, 3. Petani, sebagai bahan masukan untuk pengembangan usahatani padi,

4. Akademisi dan peneliti, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah mengukur tingkat penerapan PTT, menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi menerapkan PTT, mendeskripsikan pengaruh


(19)

penerapan PTT terhadap pendapatan usahatani padi dan mendeskripsikan hubungan tingkat penerapan PTT dengan pendapatan usahatani padi di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupatan Bogor, Jawa Barat. Petani yang dijadikan responden adalah petani padi di Desa Ciherang dengan alokasi 30 petani yang menerapkan PTT (peserta sekolah lapang PTT) dan 30 petani yang tidak menerapkan PTT (non peserta sekolah lapang PTT) pada usahatani padi. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penerapan PTT pada usahatani padi dalam penelitian ini adalah umur, tingkat pendidikan formal, tanggungan keluarga, tingkat pengalaman usahatani, pengalaman sekolah lapang PTT, tujuan usahatani padi, pendapatan di luar usahatani padi, luas lahan garapan, status penguasaan lahan serta keikutsertaan responden dalam kelompok tani.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh PTT Terhadap Produktivitas Padi dan Pendapatan Petani

Pengeloaan Tanaman Terpadu (PTT) merupakan suatu penerapan teknologi spesifik lokasi yang sesuai dengan agroekologi lahan setempat dengan menguranggi penggunaan faktor input terutama penggunaan input kimia sintesis agar mengurangi dampak kerusakan lingkungan. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil produksi padi dan efisiensi input produksi dengan memperhatikan penggunaan sumber daya alam secara bijak. Penerapan PTT didasarkan pada prinsip: PTT bukan merupakan paket teknologi, tetapi merupakan suatu pendekatan agar sumberdaya tanaman, lahan dan air dapat dikelola sebaik-baiknya; PTT memanfaatkan teknologi pertanian yang sudah dikembangkan dan diterapkan dengan memperhatikan unsur keterkaitan sinergis antar teknologi; PTT memperhatikan kesesuaian teknologi dengan lingkungan fisik maupun sosial ekonomi petani dan PTT bersifat partisipatif yang berarti petani turut serta menguji dan memilih teknologi yang sesuai dengan keadaan setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran (Departemen Pertanian 2009).

PTT merupakan salah satu teknologi yang tepat digunakan pada usahatani padi dalam rangka meningkatkan produksi padi dan menjaga kelestarian lingkungan. PTT disosialisasikan melalui program sekolah lapang PTT. Tujuan diselengarakan sekolah lapang PTT adalah untuk meningkatkan laju pertumbuhan produktivitas komoditi strategis (padi, jagung dan kedelai) sehingga meningkatkan pendapatan petani. Petani yang menerapkan PTT menurut Nurbaiti dan Nurawan (2011), Malia et. al (2008), Faizah (2012) dan Rintayani (2010) adalah petani padi yang mengikuti program sekolah lapang PTT.

PTT merupakan teknologi yang terdiri dari enam teknologi dasar dan enam teknologi pilihan. Karakteristik teknologi dasar PTT menurut Jamal (2009) yang terkait varietas unggul dan benih bermutu merupakan inovasi yang paling banyak diterapkan karena telah dipahami dan langsung dirasakan manfaatnya. Menurut Marsyid et. al (2011), tiga persentase penerapan tertinggi dari teknologi PTT yang akan diterapkan petani adalah umur bibit, Varietas Unggul Baru (VUB) dan teknologi aerasi. Nurhayati (2011) menyatakan jika dari dua belas komponen PTT komponen bibit bermutu dan sistem PHT adalah komponen teknologi yang mudah diterapkan karena petani sudah sering melakukan sedangkan varietas modern, sistem pemupukan efisien dan jarak tanam legowo adalah komponen teknologi yang sulit diterapkan karena teknologi ini


(20)

merepotkan dan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dari sistem tanam konvensional.

Menurut Departemen Pertanian (2008) terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam menjalankan sekolah lapang PTT, antara lain:

a. Aspek teknologi

Petani diberikan berbagai ketrampilan dan pengetahuan yang petani butuhkan untuk menjadi menager di lahan usahataninya sendiri, seperti analisis ambang ekonomi hama dan penyakit, analisis perubahan iklim, analisis kecukupan unsur hara bagi tanaman dan efisiensi penggunaan air dengan sistem pengairan berselang.

b. Aspek hubungan antar petani

Sekolah lapang PTT mendorong petani untuk dapat bekerja sama, melakukan analisis secara bersama-sama, diskusi dan berkomunikasi dengan santun menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh orang lain.

c. Aspek pengelolaan

Petani peserta didorong untuk dapat pandai menganalisis masalah yang dihadapi dan membuat keputusan tentang tindakan yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut.

Suhendrata (2008) menyatakan bahwa pada tingkat penelitian/pengkajian inovasi teknologi pertanian, model pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) mempunyai potensi cukup besar dalam meningkatkan produktivitas padi sawah di Jawa Tengah. Menurut laporan dari Departemen Pertanian (2008) hasil yang diperoleh dari pelaksanaan sekolah lapang PTT padi pada laboraturium lapang percontohan untuk masing-masing kabupaten, terjadi peningkatan produktivitas sebesar 1,0-1,5 ton/ha. Hal ini juga dibenarkan oleh Nurbaeti dan Nurawan (2011), Malia et. al (2008), Saputri (2009), Faizah (2012) dan Rintayani (2010) bahwa penerapan PTT pada usahatani padi dapat meningkatkan produktivitas. Petani yang menerapkan PTT (peserta sekolah lapang PTT) memperoleh produktivitas lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang tidak menerapkan sehingga terjadi penigkatan pendapatan bagi petani yang menerapkan PTT.

Manfaat lain yang diperoleh petani setelah menerapkan PTT pada usahatani padi adalah semakin menurunnya biaya pokok untuk menghasilkan gabah kering panen (Hutapea 2012). Penurunan biaya pokok pada usahatani padi mengakibatkan pendapatan patani menjadi meningkat (Saputri 2009). Biaya yang dikeluarkan petani yang mengikuti kegiatan sekolah lapang PTT telah memasukan biaya tenaga kerja dalam keluarga karena analisis yang dilakukan ditinjau dari segi perusahaan. Menurut Malia et. al (2008) dan Hutapea (2012) petani yang menerapkan PTT (peserta sekolah lapang PTT) pada usahatani padi lebih efisien dibanding dengan petani yang tidak menerapkan PTT. Efisiensi ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya nilai R/C dari 1,8 menjadi 2,43.

Menurut Nisa (2011) kegiatan sekolah lapang PTT sebagai metode sosialisasi PTT tidak memberikan dampak positif terhadap peningkatan pendapatan petani dikarenakan pelaksanaan sekolah lapang belum sesuai dengan prosedur, lemahnya pemasaran hasil panen dan sumber daya manusia. Pelaksanaan sekolah lapang sebagai metode sosialisasi PTT merupakan ajang pembelajaran bagi petani untuk mengenal dan memahami PTT, jika tidak dilaksanakan sesuai prosedur maka petani tidak akan memahami PTT secara maksimal. Hal ini mengakibatkan peningkatan produktivitas tidak akan terjadi karena budidaya padi di sawah tidak sesuai dengan anjuran PTT (Jamal 2009). Pendapatan petani tidak meningkat jika produktivitas padi tidak


(21)

meningkat. Begitu juga sebaliknya, jika pelaksanaan sekolah lapang PTT telah berjalan sesuai prosedur atas bimbingan penyuluh namun petani tidak bersungguh-sungguh dalam menerima ilmu dan menerapkan PTT maka peningkatan produktivitas ataupun pendapatan juga tidak akan terjadi. Rahmawati et. al (2011) menyatakan jika sekolah lapang PTT hanya dapat memberikan manfaat perubahan sikap petani dalam hal penggunaan input kimia jika pelaksanaan sekolah lapang PTT di lapang tidak optimal. Secara umum dapat disimpulkan bahwa usahatani padi yang telah menerapkan PTT layak secara ekonomi karena mampu memberikan pengaruh peningkatan pendapatan dan efisien usahatani. Penerapan PTT dalam usahatani padi dapat meningkatan produktivitas padi dan mengurangi biaya produksi sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi berupa peningkatan pendapatan petani. Manfaat ekonomi dari penerapan PTT dalam usahatani padi dapat terjadi jika pelaksanaan program sekolah lapang PTT sebagai metode sosialisasi PTT di lapang telah sesuai dengan prosedur. Ketika metode program sekolah lapang PTT tidak berjalan dengan baik maka pemahaman petani mengenai PTT tidak optimal sehingga pengaplikasikan PTT pada usahatani padi menjadi tidak optimal. Keberhasilan penerapan PTT pada usahatani padi tergantung pada keberhasilan pelaksanaan program sekolah lapang PTT, kesungguhan pada diri petani dan dukungan dari lembaga penunjang seperti lembaga pemasaran.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Teknologi Pada Usahatani Padi Petani Indonesia sebagian besar tinggal di pedesaan dengan ciri utama infrastruktur wilayah marginal, penguasaan dan akses sumber daya rendah serta kemampuan sumberdaya manusia dan penerapan teknologi rendah (Sudaryanto T dan Rusastra 2006). Penerapan teknologi yang rendah bukan dikarenakan faktor sedikitnya teknologi pertanian yang ada, namun disebabkan masalah dari sisi petani. Inovasi dan teknologi baru di bidang pertanian banyak yang telah disosialisasikan kepada petani oleh Kementerian Pertanian. Teknologi yang disosialisasikan Kementerian Pertanian merupakan hasil penelitian yang telah diuji oleh dinas penelitian terkait, namun persentase petani yang menerapkan teknologi tersebut masih sangat sedikit walaupun teknologi tersebut telah terbukti meningkatan hasil produksi. Petani tidak dengan mudah bisa menerima inovasi dan teknologi baru dalam usahataninya, dikarenakan berbagai faktor. Menurut Widyana (2011) penerapan teknologi akan diterapkan dimasa yang akan datang jika petani mengetahui dan paham tentang teknologi tersebut.

Resi gudang, PTT, PHT, varietas baru dan pertanian organik merupakan contoh inovasi dan teknologi yang telah disosialisasikan oleh Kementerian Pertanian yang dapat diaplikasikan pada usahatani padi. Respon petani terhadap teknologi dan inovasi tersebut berbeda-beda. Petani yang tidak menerapkan ataupun petani yang telah menerapkan teknologi baru memiliki alasan. Alasan petani tersebut dapat dijadikan sebagai komponen (faktor) untuk menganalisis penyebab petani menerapkan atau tidak menerapkan teknologi dan inovasi baru dalam usahataninya. Faktor-faktor yang menyebabkan petani menerapkan teknologi dan inovasi baru menurut Soekartawi (1988) adalah faktor personal, faktor sosial, faktor situasional dan faktor kebudayaan.

Menurut Jumri dan Efendi (2007), Basuki (2008), Yuliarmi (2006), Ishak dan Sugandi (2011), Kurniawan (2009), Sondari (2012), Wangke et. al (2011) dan Suharyanto et. al (2001), faktor personal yang diduga mempengaruhi petani untuk menerapkan teknologi pada usahatani padi adalah umur dan pendidikan. Hasil


(22)

penelitian Sondari (2011) menyatakan jika dari komponen faktor personal hanya pendidikan yang berpengaruh signifikan dalam penerapan teknologi pada usahatani padi. Menurut Basuki (2008), Ishak dan Sugandi (2011) serta Suharyanto et. al (2001) hanya komponen umur dari faktor personal yang berpengaruh signifikan pada penerapan teknologi pada usahatani padi.

Menurut Jumri dan Efendi (2007), Basuki (2008), Yuliarmi (2006), Ishak dan Sugandi (2011), Kurniawan (2009), Sondari (2012), Wangke et. al (2011) dan Suharyanto et. al (2001), faktor sosial yang mempengaruhi penerapan teknologi pada usahatani padi diduga adalah tanggungan keluarga, anggota kelompok tani desa, keikutsertaan dalam kegiatan penyuluhan, norma sosial, program sosialisasi serta keturunan. Menurut Ishak dan Sugandi (2011) komponen tanggungan keluarga berpengaruh signifikan pada penerapan teknologi pada usahatani padi. Menurut Suharyanto et. al (2001) norma sosial berpengaruh signifikan pada penerapan teknologi pada usahatani padi. Menurut Wangke et. al (2011) keikutsertaan petani dalam mengikuti kegiatan penyuluhan berpengaruh signifikan terhadap penerapan teknologi pada usahatani padi. Menurut Jumri dan Efendi (2007) terdapat hubungan yang nyata dan positif antara faktor sosial keturunan terhadap tingkat penerapan teknologi pertanian pada usahatani padi.

Menurut Jumri dan Efendi (2007), Basuki (2008), Yuliarmi (2006), Ishak dan Sugandi (2011), Kurniawan (2009), Sondari (2012), Wangke et. al (2011) dan Suharyanto et. al (2001), faktor situasional yang mempengaruhi penerapan PTT pada usahatani padi diduga terdiri dari pendapatan usahatani, status pekerjaan, pengeluaran rumah tangga, tingkat pengalaman penundaan penjualan komoditas, luas lahan garapan usahatani padi, status kepemilikan lahan, harga gabah, biaya pupuk dan tingkat pengalaman usahatani. Menurut Sondari (2012) dan Basuki (2008) komponen pendapatan usahatani berpengaruh signifikan terhadap penerapan teknologi usahatani padi. Komponen luas lahan menurut Yuliarmi (2006), Basuki (2008), Kurniawan (2009), Suharyanto et. al (2001) dan Wangke et. al (2011) berpengaruh signifikan terhadap penerapan teknologi pada usahatani padi. Kurniawan (2009) dan Basuki (2008) juga menyimpulkan jika status penguasaan lahan berpengaruh signifikan pada penerapan teknologi pada usahatani padi. Menurut Yuliarmi (2006) biaya pupuk dan harga gabah mempengaruhi penerapan teknologi pada usahatani padi.

Metode Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Teknologi Penelitian yang telah dilakukan dengan tema faktor-faktor yang mempengaruhi petani untuk menerapkan teknologi pada usahatani padi menggunakan analisis statistik regresi linier berganda, regresi loigstik dan chi-square. Uji chi-square adalah uji statistik untuk mengetahui tingkat korelasi dua variabel. Uji regresi linier berganda dan uji regresi logistik adalah uji statistik yang digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen (bebas) dengan variabel dependen (terikat). Regresi dapat diartikan dengan kata kunci pengaruh dan korelasi dapat diartikan dengan kata kunci hubungan. Asumsi-asumsi untuk korelasi adalah kedua variabel bersifat independen satu dengan lainnya dan data untuk kedua variabel berdistribusi normal. Asumsi-asumsi untuk regresi adalah data berdistribusi normal, variabel yang dihubungkan mempunyai data linier, kedua variabel bersifat independen satu dengan lainnya dan homogen.

Uji chi-square digunakan untuk memeriksa apakah dua variabel (X dan Y), yang berupa kategorik berkorelasi signifikan dipopulasinya (Firdaus et. al 2011). Uji


(23)

chi-square yang dilakukan Wangke et. al (2011) bertujuan untuk menguji penerapan teknologi usahatani padi sawah dilihat dari lima faktor yaitu umur, pendidikan, pendapatan, luas lahan garapan dan status penguasaan lahan. Lima faktor tersebut dianalasis satu per satu untuk mengetahui korelasi setiap faktor dengan penerapan teknologi usahatani padi. Hal ini mengakibatkan hasil analisis tidak mampu mengungkapkan pengaruh faktor-faktor bebas (independen) terhadap peluang penerapan teknologi pada usahatani padi secara simultan (serentak). Jumri dan Efendi (2007) juga melakukan uji chi-square untuk mengetahui peranan faktor-faktor sosial kelompok tani terhadap tingkat penerapan teknologi LEISA dilihat dari faktor tingkat pendidikan, umur dan keturunan.

Analisis regresi linier berganda memerlukan pengujian secara serempak dengan menggunakan F hitung. Signifikansi ditentukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel atau melihat signifikansi pada output SPSS, dalam beberapa kasus dapat terjadi bahwa secara simultan (serempak) beberapa variabel mempunyai pengaruh yang signifikan, tetapi secara parsial tidak. Penggunaan metode analisis regresi linier berganda memerlukan uji asumsi klasik yang secara statistik harus dipenuhi. Asumsi klasik yang sering digunakan adalah asumsi normalitas, multikolinieritas, autokorelasi, heteroskedastisitas dan asumsi linieritas. Analisis model regresi linier berganda digunakan oleh Kurniawan (2009) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sistem resi gudang oleh petani padi. Variabel dependen dalam penelitian Kurniawan (2009) adalah persentase penerapan resi gudang, dimana responden yang digunakan adalah petani yang telah menerapkan resi gudang.

Regresi logistik (logistik regression) sebenarnya sama dengan analisis regresi linier berganda, hanya variabel terikatnya merupakan variabel dummy (0 dan 1). Regresi logistik tidak memerlukan asumsi normalitas, meskipun screening data outliers tetap dapat dilakukan. Uji regresi logistik dilakukan oleh Sondari (2012), Suharyanto (2001), Basuki (2008), Yuliarmi (2006) dan Ishak dan Sugandi (2011). Regresi logistik mempermudah dalam memberikan penjelasan satuan variabel terikat (dependen) karena variabel Y merupakan dummy (Y1=responden yang menerapkan teknologi dan Yo=responden yang tidak menerapkan teknologi).

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Sekolah Lapang Pengelolan Tanaman Terpadu

Sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (sekolah lapang PTT) adalah suatu tempat pendidikan non formal bagi petani yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan dan pendapatan petani (Direktorat Jendral Tanaman Pangan 2012). Sekolah lapang PTT diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengenali potensi, menyusun rencana usahatani, mengatasi permasalahan, mengambil keputusan dan menerapkan teknologi yang sesuai dengan kondisi sumberdaya setempat secara sinergis dan berwawasan lingkungan sehingga usahataninya menjadi efisien, berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan. Melalui sekolah lapang PTT diharapkan terjadi percepatan penyebaran PTT dari peneliti ke petani peserta dan kemudian berlangsung difusi secara alamiah dari petani peserta sekolah lapang PTT kepada petani lain di sekitarnya (Departemen pertanian 2008).


(24)

Sekolah lapang PTT untuk komoditas strategis (padi, jagung dan kedelai) dimulai tahun 2008 dengan tujuan untuk mempercepat laju pertumbuhan produktivitas komoditi strategis (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2012). Menurut Mochthar et. al (2010), teknologi yang diterapkan untuk sekolah lapang PTT padi dapat dibedakan menjadi teknologi dasar dan teknologi pilihan. Teknologi dasar yang sangat dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi padi sawah.

Komponen Teknologi Dasar a. Varietas Unggul Baru (VUB).

Varietas yang ditanam sebaiknya sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan dan keinginan petani, seperti mempunyai keunggulan daya hasil tinggi, rasa nasi sesuai keinginan petani/permintaan pasar, sesuai dengan musim tanam, tahan terhadap hama/penyakit utama dan mampu beradaptasi dengan baik di lokasi setempat.

b. Benih bermutu/bersertifikat.

Dianjurkan benih bersertifikat dan benih vigor tinggi, karena: benih bermutu, menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak; benih yang baik, menghasikan perkecambahan dan pertumbuhan yang seragam ketika ditanam pindah, bibit dari benih yang baik dapat tumbuh lebih cepat dan tegar; dari benih yang baik akan diperoleh hasil yang tinggi (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian 2009).

c. Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami ke sawah atau dalam bentuk kompos.

Bahan organik adalah bahan yang berasal dari limbah tanaman, kotoran hewan atau hasil pengomposan yang berguna untuk: meningkatkan kesuburan tanah dan kandungan karbon organik tanah; memberikan tambahan hara, meningktkan aktifitas jasad renik (mikroba); memperbaiki sifat tanah; mempertahankan perputaran unsur hara dalam sistem tanah-tanaman (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian 2009).

d. Pengaturan populasi tanaman secara optimum.

Jarak tanam beraturan seperti model tegel atau 4 : 1 atau jajar legowo 2 : 1 (Gambar 6).

Prinsip sistem tanam jajar legowo adalah menghilangkan 1 baris dan disisipkan ke dalam barisan sebelahnya (kanan) serta menambahkan tanaman di sela-sela barisan sebelahnya (kiri). Keuntungan tanam sistem jajar legowo : lebih banyak barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir); pengendalian hama penyakit dan gulma lebih mudah, menyediakan ruang kosong untuk penyediaan air, pengumpul keong mas atau untuk mina padi, penggunaan pupuk lebih berdayaguna (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian 2009).

20 cm 40 cm 20 cm 20 cm


(25)

e. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah.

Agar efektif dan efisien, penggunaan pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah. Misalnya kebutuhan nitrogen (N) tanaman dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan warna daun padi menggunakan bagan warna daun (BWD) (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian 2009).

f. Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dengan pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT).

PHT merupakan pendekatan pengendalian yang memperhitungkan faktor ekologi, dengan prinsip identifikasi secara pasti jenis dan populasi hama penyakit, memperkirakan tingkat kerusakan serangan serta menguasai teknik pengendaliannya, agar tidak terlalu mengganggu keseimbangan alam dan tidak menimbulkan kerugian besar (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian 2009). Komponen Teknologi Pilihan

a. Pengolahan tanah sesuai musim.

Pengolahan tanah adalah perlakuan tanah sebelum ditanami untuk menyediakan media pertumbuhan yang baik bagi tanaman padi dan untuk mematikan gulma. Pengolahan tanah pada musim hujan (MH) dan musim kemarau (MK) bisa berbeda, pada MH tanah dibajak 2 kali sedang pada MK bisa langsung penggaruan/pengglebegan tanpa pembajakan (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian 2009).

b. Penggunaan bibit umur muda (≤ 21 hari).

Bibit muda bila dipindah tanam tidak mengalami stagnasi tumbuh dan akan menghasilkan anakan lebih banyak dibandingkan dengan bibit lebih tua.

c. Tanam bibit 1-3 batang per rumpun.

Penanaman bibit per rumpun 1-3 batang menjadikan tanaman padi tumbuh lebih subur karena saingan sesama tanaman dalam rumpun menjadi berkurang, jumlah anakan bisa optimal dan sekaligus penghematan penggunaan benih/bibit.

d. Pengairan berselang.

Pengairan berselang (intermitten irrigation) adalah pengaturan lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian dengan tujuan: menghemat air irigasi sehingga areal yang dapat diairi menjadi lebih luas; akar tanaman mendapat kesempatan mendapatkan udara sehingga dapat berkembang lebih baik; mencegah timbulnya keracunan besi; mengurangi kerebahan; menyeragamkan pemasakan gabah dan mempercepat waktu panen (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian 2009).

e. Penyiangan dengan gasrok.

Gasrok adalah alat menyiang tanaman padi yang terbuat dari kayu atau bambu sebagai pegangan dan plat baja yang diiris runcing-runcing sebagai alas atau telapak untuk menggaruk tanah dan penggunaannya dengan cara ditarik atau didorong pada sela-sela tanaman padi. Selain berfungsi sebagai pembersih gulma juga berfungsi untuk meperbaiki kondisi udara di daerah perakaran, menghemat tenaga dan merangsang pertumbuhan tanaman.

f. Panen tepat waktu dan gabah segera dirontokkan.

Ketepatan waktu panen padi sangat menentukan kualitas butir padi dan kualitas beras, panen sebelum waktunya menimbulkan persentase butir hijau dan butir kapur tinggi sedangkan panen yang terlambat menyebabkan hasil berkurang


(26)

karena butir padi mudah lepas dari malai dan tercecer di sawah serta beras pecah waktu digiling. Panen padi sebaiknya dilakukan setelah 90-95 persen gabah telah bernas dan menguning atau 30-35 hari setelah berbunga. Gabah sebaiknya segera dirontokan karena bila tidak segera dirontokan menyebabkan banyak kehilangan hasil karena rontok di sawah (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian 2009).

Peserta sekolah lapang PTT hanyalah petani yang memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh Kementerian Pertanian. Calon peserta sekolah lapang PTT disyaratkan tergabung dalam suatu kelompok tani, bukan petani secara individu, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam penyaluran bantuan, pelaksanaan dan pengontrolan program sekolah lapang PTT. Menurut Kementerian Pertanian (2012) persyaratan untuk kelompok tani pelaksana sekolah lapang PTT:

a. Kelompok tani tersebut masih aktif dan mempunyai kepengurusan yang lengkap yaitu ketua, sekertaris dan bendahara.

b. Telah menyusun RUK (Rencana Usaha Kelompok).

c. Kelompok tani penerima bantuan sekolah lapang PTT ditetapkan dengan surat keputusan kepala dinas pertanian kabupaten/kota.

d. Memiliki rekening yang masih berlaku/masih aktif di Bank Pemerintah (BUMN atau BUMD/ Bank Daerah) yang terdekat.

e. Rekening bank dapat berupa rekening bank setiap kelompok tani ataupun rekening bank gabungan kelompok tani (gapoktan).

f. Membuat surat pernyataan bersedia dan sanggup menggunakan dana bantuan sekolah lapang PTT sesuai peruntukannya dan sanggup mengembalikan dana apabila tidak sesuai peruntukannya.

g. Bersedia menambah biaya pembelian sarana produksi bila bantuan tersebut tidak mencukupi.

h. Bersedia mengikuti seluruh rangkaian kegiatan sekolah lapang PTT.

Bantuan yang diberikan kepada kelompok tani peserta sekolah lapang PTT disesuaikan berdasarkan keperluan setiap daerah dan anggaran dana daerah. Bantuan tersebut ada yang diberikan kepada seluruh anggota seperti benih, pupuk organik serta bantuan yang diberikan dengan status milik gapoktan sehingga dapat digunakan secara bersama-sama. Menurut Kementerian Pertanian (2012) bantuan yang diberikan pada program sekolah lapang PTT padi, yaitu :

1. Penyediaan benih varietas unggul bermutu berasal dari Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU), Cadangan Benih Nasional (CBN) dan atau sumber lainnya, sebagai berikut : sekolah lapang PTT padi inhibrida sebesar 25 kg/ha, sekolah lapang PTT padi hibrida sebesar 15 kg/ha, sekolah lapang PTT padi gogo sebesar 25 kg/ha.

2. Bantuan untuk pembelian pupuk urea, pupuk NPK, pupuk organik dan atau yang lainnya, diberikan kepada kelompok tani pelaksana sekolah lapang PTT reguler padi inhibrida, padi hibrida dan padi gogo. Apabila rekomendasi di suatu lokasi memerlukan dolomit/kapur pertanian maka bila dana memadai dapat dibiayai dari dana saprotan.

3. Bantuan pendampingan teknologi sekolah lapang PTT oleh peneliti melalui dana APBN pada BPTP/Badan Litbang.

4. Bantuan pendampingan sekolah lapang PTT sebagai PL oleh PPL, POPT dan PBT melalui dana BOP masing-masing institusi.


(27)

5. Bantuan alat perontok mekanis dan pengering untuk menurunkan loses.

6. Bantuan alat dan mesin pertanian antara lain traktor, mesin pembuat pupuk organik dan alsintan pasca panen.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan PTT

Adopsi inovasi mengandung pengertian yang komplek dan dinamis, dikarenakan proses adopsi inovasi sebenarnya menyangkut proses pengambilan keputusan dimana dalam proses ini banyak faktor yang mempengaruhi (Soekartawi 1988). Menurut Soekartawi (1988), tahapan adopsi inovasi adalah kesadaran (awareness), tumbuhnya minat (interest), evaluasi (evaluation), percobaan (trial) dan setelah petani merasa yakin dengan inovasi tersebut setalah adanya pemahanan dan percobaan petani akan menerapkan (adoption). Penerapan (adoption) yaitu penggabungan secara penuh latihan ke dalam operasi atau pelaksanaan yang berkesinambungan (Soekartawi 1988) .

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan PTT pada penelitian disamakan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi proses adopsi inovasi menurut Soekartawi (1988). Hal ini dikarenakan tahap penerapan merupakan salah satu inti dari proses adopsi inovasi sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi proses adopsi inovasi sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan PTT. PTT sendiri merupakan hal baru bagi petani sehingga dipandang sebagai teknologi ataupun inovasi baru. Pada penelitian ini PTT juga dilihat sebagai teknologi baru sehingga pendekatan yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan PTT dilihat dari sisi sosial ekonomi petani.

Petani tidak dengan mudah mengadopsi inovasi dalam proses adopsi. Banyak faktor yang dipertimbangkan oleh petani untuk dapat menerima sebuah inovasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi ini akan mempengaruhi proses adopsi inovasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses adopsi inovasi menurut Soekartawi (1988) dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor ekternal dan faktor internal. Faktor ekternal yang mempengaruhi proses adopsi inovasi menurut Soekartawi (1988) adalah macam-macam adopsi, sifat adopsi inovasi, saluran komunikasi, ciri-ciri sistem sosial dan kegiatan promosi. Faktor internal yang juga mempenggaruhi proses adopsi terdiri dari faktor sosial, faktor kebudayaan, faktor personal dan faktor situasional (Soekartawi 1988).

Faktor sosial. Faktor sosial mencakup variabel keluarga, tetangga, klik sosial, kelompok sosial dan status sosial.

1. Anggota Keluarga

Anggota keluarga sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima suatu inovasi dikarenakan konsekuensi penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap keseluruhan sistem keluarga. Nilai-nilai anggota keluarga yang bernilai positif yang berhubungan dengan penerimaan inovasi adalah:

a) Keinginan untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi bagi anak-anak mereka dan memprioritaskan akumulasi kapital untuk pengembangan usahatani mereka.

b) Nilai-nilai yang tinggi ditempatkan pada status sosial dan partisipasi dalam kelompok sosial yang formal.

c) Nilai-nilai yang tinggi ditempatkan pada kepemilikkan usaha pertanian yang bebas dari utang.


(28)

d) Prioritas yang tinggi pada pemenuhan kelengkapan dan kenyamanan dalam rumah tangga.

e) Inovasi digunakan untuk meningkatkan pendapatan keluarga. 2. Klik Sosial

Klik sosial terdiri dari sejumlah kecil orang-orang yang menerima satu sama lain sebagai persamaan sosial dan berasosiasi sebagai teman akrab. Biasanya merupakan kumpulan petani yang memiliki minat yang sama. Sebagai sistem sosial mereka melibatkan mekanisme aktif dan pasif dalam pengendalian aktivitas sosial, di samping itu kelompok ini merupakan faktor penentu dalam pola asosiasi dimana pertukaran informasi inovasi secara interpersonal dapat terjadi. Ketika seorang petani mengikuti suatu perkumpulan maka informasi yang didapatkan pun semakin luas sehingga peluang untuk mengadopsi inovasi semakin besar.

3. Kelompok Referensi

Kelompok referensi adalah kelompok orang yang dijadikan contoh oleh orang lain dalam pembentukkan pikiran, penilaian dan keputusan untuk bertindak. Kelompok atau individu referensi contohnya adalah penyuluh lapang yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku petani. Kelompok referensi dalam proses adopsi berperan penting bagi orang-orang yang lambat mengadopsi inovasi.

4. Kelompok Formal

Kelompok formal adalah kelompok orang-orang yang mempunyai peraturan yang tegas, yang mengatur hubungan anggota misalnya dalam menyusun rencana suatu program. Ketika petani telah menjadi anggota kelompok tani dan kelompok tani menjalankan suatu program resmi yang diawasi pemerintah maka peluang petani tersebut mengadopsi inovasi akan semakin besar karena petani akan tunduk pada peraturan yang telah mereka sepakati.

Faktor Personal. Faktor personal terdiri dari umur, pendidikan dan karakteristik psikologi yang mampu mempenggaruhi proses adopsi inovasi.

1. Umur

Petani-petani muda ingin selalu melakukan perubahan dalam pertaniannya disebabkan kendala yang mereka miliki, misalnya keterbatasan modal yang dimiliki. Petani muda juga memiliki semangat untuk ingin tahu apa yang mereka belum ketahui sehingga mereka dengan cepat melakukan adopsi inovasi walaupun sebenarnya mereka belum berpengalaman tentang adopsi inovasi tersebut. Petani yang lebih tua mempunyai problema seperti kesehatan, kekuatan yang sudah menurun dan menikmati masa tua mungkin memaksa tindakan mereka tidak setuju dengan profit dan pendapatan yang ingin dimaksimalkan. 2. Pendidikan

Pendidikan dinilai sebagai sarana meningkatkan pendidikan atau pengetahuan tentang teknologi pertanian baru. Pendidikan hanya sebagai pencipta suatu dorongan agar mental untuk menerima inovasi yang menguntungkan dapat diciptakan. Petani yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi.

Faktor Situasional. Faktor situasional terdiri dari pendapatan usahatani, ukuran usahatani, status kepemilikan tanah, prestise masyarakat, sumber-sumber informasi dan jenis inovasi.


(29)

1. Pendapatan usahatani

Kemauan untuk melakukan percobaan baru dalam pertanian sesuai dengan kondisi pertanian yang dimiliki oleh petani menyebabkan pendapatan petani tinggi. Pendapatan yang tinggi menyebabkan petani akan kembali investasi kapital untuk adopsi inovasi selanjutnya. Sebaliknya petani yang berpenghasilan rendah akan lambat dalam melakukan inovasi.

2. Ukuran usahatani

Ukuran usahatani selalu berhubungan positif dengan adopsi inovasi. Banyak teknologi baru yang memerlukan skala operasi yang besar dan sumberdaya ekonomi tinggi untuk keperluan adopsi inovasi tersebut. Penggunaan teknologi pertanian yang lebih baik akan menghasilkan manfaat ekonomi yang memungkinkan perluasan usahatani selanjutnya.

3. Status kepenguasaan tanah

Petani pemilik tanah memiliki pengawasan yang lebih lengkap atas pelaksanaan usahataninya jika dibandingkan dengan petani penyewa. Petani pemilik dapat membuat keputusan adopsi inovasi sesuai dengan keinginannya tetapi petani penyewa harus mendapatkan persetujuan dari pemilik tanah sebelum mencoba atau mempergunakan teknologi baru yang akan ia praktekkan. Konsekuensi tingkat adopsi biasanya lebih tinggi untuk pemilik usahatani dari pada petani penyewa.

4. Sumber-sumber informasi

Jumlah sumber informasi dan hubungan dengan sumber informasi berhubungan positif dengan tingkat adopsi inovasi. Sumber informasi dalam pertanian diantaranya adalah penyuluh, perguruan tinggi, tetangga dan masih banyak lagi. Ketika petani banyak melakukan hubungan dengan sumber informasi misalnya mengikuti kegiatan penyuluhan maka kemungkinan petani akan mengadopsi inovasi semakin tinggi.

Faktor Kebudayaan. Faktor kebudayaan adalah faktor yang berasal dari tata nilai dan sikap yang dianut oleh masyarakat atau individu. Kultur atau budaya mempengaruhi sesorang dalam proses pengambilan keputusan adopsi karena berhubungan dengan cara pandang seseorang terhadap inovasi. Nilai-nilai ini menjadi penting dalam mempengaruhi perilaku individu, sedangkan sikap mungkin dapat dituangkan sebagai proses kegunaan untuk bertindak, memandang, berpikir dan merasakan berdasarkan tata nilai yang ada.

Pendapatan Usahatani

Soekartawi et. al (1986), menyatakan bahwa usahatani adalah organisasi yang pelaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial baik yang terikat biologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Usahatani dapat dikatakan berhasil, jika memberikan pendapatan usahatani yang menguntungkan. Menurut Soekartawi (1995), pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Artinya analisis pendapatan usahatani dibangun dari dua faktor yaitu penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Pada penelitian ini penerapan PTT dilihat sebagai teknologi baru dalam usahatani padi sehingga akan mempengaruhi struktur biaya, penerimaan dan pendapatan. Hal ini disebabkan penerapan PTT dalam usahatani padi akan menekan


(30)

penggunakan input sehingga biaya usahatani menjadi berkurang, jika diikuti dengan peningkatan produktivitas maka pendapatan usahatani akan meningkat.

Penerimaan mencakup semua produk Gabah Kering Panen (GKP) yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, yang digunakan kembali untuk bibit atau disimpan di gudang. Penerimaan usahatani merupakan suatu hasil produksi fisik yang dinyatakan dalam jumlah uang yang diperoleh dengan perkalian antara output produksi dengan harga jual per satu satuan output (Soekartawi et. al 1986). Pengeluaran usahatani atau biaya adalah semua nilai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan produk dalam periode tertentu.

Biaya dapat dibedakan berdasarkan jumlah output yang dihasilkan dan berdasarkan cara pengeluaran. Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan, biaya dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya pajak tanah, sewa tanah dan penyusutan alat-alat bangunan pertanian yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi seperti pengeluaran untuk obat-obatan, bibit, pupuk dan biaya tenaga kerja (upah). Berdasarkan cara pengeluarannya, biaya dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan tidak tunai (biaya diperhitungkan). Biaya tunai adalah biaya tetap dan variabel yang dibayarkan secara langsung, sedangkan biaya tidak tunai adalah biaya yang diperhitungkan untuk mengetahui pengeluaran secara total yang dikeluarkan usahatani. Contoh dari biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya tenaga kerja keluarga, pemakaian pupuk kandang sendiri dan biaya penyusutan. Pada penelitian ini tujuan membedakan jenis biaya menjadi biaya tunai dan tidak tunai sebab diduga usahatani padi, lebih besar menggunakan sumber daya keluarga, sehingga analisis biaya tunai dan tidak tunai diperlukan dalam penelitian ini. Hal ini bertujuan untuk mengatahui bagaimana pengaruh penerapan PTT terhadap alokasi biaya tunai dan sumberdaya keluarga.

Pendapatan usahatani merupakan balas jasa terhadap penggunaan faktor-faktor produksi (lahan, modal, tenaga kerja dan pengelolaan). Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan usahatani (Soekartawi 1995). Fungsi pendapatan dalam usahatani antara lain guna pemenuhan kebutuhan sehari-hari (keluarga petani) maupun kebutuhan kegiatan usahatani selanjutnya. Pendapatan usahatani adalah keuntungan yang diperoleh petani dengan mengurangkan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dengan penerimaan usahatani. Penerimaan terdiri dari nilai produk yang dijual, produk yang dikonsumsi dan keperluan lain dan kenaikan nilai inventaris. Pengeluaran usahatani atau biaya produksi terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap, biaya tunai, biaya yang diperhitungkan, penurunan nilai inventaris dan bunga modal.

Pendapatan usahatani dapat dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai yaitu selisih penerimaan tunai dengan biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam satu periode usahatani. Analisis pendapatan tunai digunakan untuk mengetahui bagaimana usahatani tersebut dapat menghasilkan uang tunai. Analisis pendapatan total dilakukan dengan tujuan agar memberikan gambaran secara keseluruhan keadaan usahatani. Analisis pendapatan atas biaya total adalah selisish antara biaya yang diperhitungkan dan tidak diperhitungkan yang terpakai dalam suatu usahatani dikurangkan dengan total penerimaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani adalah luas lahan usahatani, efisiensi kerja dan efisiensi produksi. Luas lahan usahatani yang sempit


(31)

mengakibatkan produksi per satuan luas menjadi rendah. Efisiensi kerja dan efisiensi produksi yang tinggi menyebabkan pendapatan petani semakin tinggi. Faktor yang menyebabkan efisiensi produksi yang tinggi dapat tercapai salah satunya disebabkan adanya penerapan teknologi tepat guna seperti PTT.

Return Cost Ratio yang biasa disingkat dengan R/C ratio merupakan imbangan

antara penerimaan dengan biaya. Penerimaan merupakan hasil perkalian antara hasil panen dengan harga hasil penen persatuan yang berlaku. Sedangkan biaya

usahatani merupakan nilai dari barang dan jasa yang dialokasikan untuk usahatani. Nilai R/C ratio dapat digunakan sebagai ukuran dalam menilai efisiensi suatu usahatani. Semakin besar R/C ratio yang dihasilkan oleh suatu usahatani maka tingkat efisiensi usahatani tersebut juga semakin besar.

Analisis efisiensi R/C ratio atau rasio penerimaan atas biaya dihitung dengan cara membandingkan penerimaan total dengan biaya total. Apabila diperoleh nilai lebih dari satu artinya usahatani yang dilakukan efisien, tetapi bila diperoleh nilai kurang dari satu artinya usahatani yang dilakukan dinilai belum efisien sehingga perlu dilakukan upaya pengelolaan maupun perbaikan lebih lanjut (soekartawi 1995). Soekartawi (1995) mengatakan bahwa biasanya akan lebih baik kalau analisis R/C ratio ini dibagi dua, yaitu R/C ratio yang menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) yang secara riil dikeluarkan oleh petani dan R/C ratio yang juga melibatkan biaya diperhitungkan. Dengan cara seperti ini, ada dua macam R/C ratio, yaitu:

a. R/C berdasarkan data biaya yang benar-benar dibayarkan petani.

b. R/C berdasarkan data biaya yang juga memperhitungkan biaya tenaga kerja dalam keluarga dan lainnya.

Kerangka Pemikiran Operasional

Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat dengan laju pertumbuhan produktivitas padi yang lambat dan melandai. Usahatani padi yang dilakukan petani di Indonesia termasuk pula di Jawa Barat menggunakan input kimia sintesis yang melebihi dosis sehingga memberikan dampak kerusakan lingkungan dan sudah tidak memberikan tambahan output yang sebanding. Dampak kerusakan lingkungan pada jangka panjang yaitu ketidakpastian hasil pada usahatani padi karena lingkungan (tanah) telah mengalami penurunan kesuburan sehingga untuk mengurangi dampak kerusakan lingkungan diperlukan teknologi yang dapat mengurangi penggunaan input kimia sintesis salah satunya menggunakan PTT yang diusung program sekolah lapang PTT.

Sekolah lapang PTT padi sudah dilaksanakan di Kabupaten Bogor sejak tahun 2008. Beberapa penelitian telah membuktikan jika penerapan PTT mampu meningkatkan pendapatan, namun persentase petani yang menerapkan PTT masih sangat sedikit. Secara logika jika petani melakukan usahatani dengan motif mencari keuntungan maka dengan sendirinya petani akan menerapkan PTT karena PTT mengajarkan penggunaan input yang lebih kecil dan menghasilkan output yang lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi konvensional, pada jangka pendek. Manfaat penerapan PTT pada jangka panjang yaitu adanya kepastian usahatani padi karena lingkungan hidup tidak rusak sehingga masih mendukung untuk usahatani padi. Hal ini memicu munculnya pertanyaan apa yang menyebabkan petani masih sedikit yang menerapkan PTT, bagaimana penerapan PTT, faktor apa yang menyebabkan petani menerapkan PTT, bagaimana pengaruh PTT terhadap pendapatan dan apakah ada


(32)

hubungan antara tingkat penerapan PTT dengan pendapatan dan efisiensi usahatani padi.

Keterangan :

: Menyatakan hubungan yang menjadi pemicu : Menyatakan alat analisis

: Hasil analisis

: Menjawab permasalahan : Analisis perbandingan

Tingkat Penerapan PTT rendah

Faktor apa yang mempengaruhi

penerapan PTT. Bagaimana

penerapan PTT.

Bagaiaman hubungan tingkat

penerapan PTT terhadap Pendapatan usahatan padi.

Regresi Logistik

Regresi Berganda

Korelasi Analisis

Deskriptif

Bagaiaman pengaruh PTT terhadap

Pendapatan usahatani

padi.

Analisis Usahatani

Uji Beda Usahatani

PTT

Usahatani Non PTT

Rekomendasi Kesimpulan

Gambar 7 Kerangka pemikiran operasional faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan PTT di Desa Ciherang tahun 2013


(1)

40 1 5000 15000000 551333.20 100000 1920000 1105800 12528666.80 11322866.80 6.07 4.08

41 1 6000 19800000 890000.00 200000 2000000 1389000 16910000.00 15321000.00 6.85 4.42

42 1 5000 14500000 4425833.31 312500 2500000 2690625 7574166.69 4571041.69 2.09 1.46

43 1 3750 11250000 554166.75 375000 2525000 1546250 8170833.25 6249583.25 3.65 2.25

44 1 4000 11600000 1356666.50 1875000 2500000 2530000 7743333.50 3338333.50 3.01 1.40

45 1 7260 21780000 2557666.67 330000 3795000 3303300 15427333.33 11794033.33 3.43 2.18

46 1 4480 13440000 1260000.00 240000 1640000 1133600 10540000.00 9166400.00 4.63 3.14

47 1 6640 19256000 2234033.33 830000 0 10838970 17021966.67 5352996.67 8.62 1.39

48 1 8000 24000000 1643333.00 500000 750000 5355000 21606667.00 15751667.00 10.03 2.91

49 1 5120 14848000 759000.00 200000 1040000 1004000 13049000.00 11845000.00 8.25 4.94

50 1 5875 18212500 552500.00 156250 1337500 936875 16322500.00 15229375.00 9.64 6.11

51 1 7400 23680000 4140332.00 150000 1810000 1082000 17729668.00 16497668.00 3.98 3.30

52 1 8750 25375000 2042500.00 375000 2975000 577500 20357500.00 19405000.00 5.06 4.25

53 1 6240 19344000 605000.00 130000 1040000 1171950 17699000.00 16397050.00 11.76 6.56

54 1 8000 24000000 766666.50 200000 2740000 1987200 20493333.50 18306133.50 6.84 4.22

55 1 6750 20250000 1081666.50 187500 1500000 1502500 17668333.50 15978333.50 7.84 4.74

56 1 9000 25200000 3758333.20 200000 1940000 899000 19501666.80 18402666.80 4.42 3.71

57 1 5600 16800000 3908142.86 175000 840000 1075200 12051857.14 10801657.14 3.54 2.80

58 1 7000 20300000 2361333.20 160000 1940000 1246000 15998666.80 14592666.80 4.72 3.56

59 1 6400 19200000 1300000.00 375000 2290000 336000 15610000.00 14899000.00 5.35 4.46

60 1 4000 11600000 598666.60 100000 1940000 931000 9061333.40 8030333.40 4.57 3.25

Lampiran 9. Hasil Analisis Uji-t Bebas

T-Test

Group Statistics

jenis ustan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Hasil tidak menerapkan PTT 30 6.0047E3 1934.10896 353.11837

menerapkan PTT 30 6.4265E3 1623.98146 296.49709

Penerimaan tidak menerapkan PTT 30 1.7406E7 5.54816E6 1.01295E6

menerapkan PTT 30 1.9231E7 4.82269E6 8.80499E5

sarana tunai tidak menerapkan PTT 30 2.1323E6 1.80824E6 3.30137E5

menerapkan PTT 30 1.6827E6 1.16381E6 2.12482E5

sarana tidk tunai tidak menerapkan PTT 30 3.9588E5 2.95952E5 54033.27150

menerapkan PTT 30 2.9028E5 3.33007E5 60798.57260

tk tunai tidak menerapkan PTT 30 3.8517E6 3.15194E6 5.75463E5

menerapkan PTT 30 2.1433E6 1.22476E6 2.23610E5

tk tidak tunai tidak menerapkan PTT 30 2.9083E6 2.67045E6 4.87555E5

menerapkan PTT 30 1.8409E6 2.04702E6 3.73732E5

pendaptn tunai tidak menerapkan PTT 30 1.1422E7 4.06808E6 7.42726E5

menerapkan PTT 30 1.5405E7 4.41035E6 8.05216E5

pendpatan total tidak menerapkan PTT 30 8.1175E6 4.24598E6 7.75206E5

menerapkan PTT 30 1.3274E7 4.77484E6 8.71762E5

R/C TUNAI tidak menerapkan PTT 30 4.9090 7.46786 1.36344

menerapkan PTT 30 5.7300 2.34117 .42744

R/C TOTAL tidak menerapkan PTT 30 2.2000 .85273 .15569


(2)

Lanjutan Lampiran 9

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality

of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the Difference

Lower Upper

hasil Equal variances

assumed 1.517 .223 -.915 58 .364 -421.83333 461.08905 -1344.80334 501.13667

Equal variances not

assumed -.915 56.314 .364 -421.83333 461.08905 -1345.39190 501.72523

penerimaan Equal variances

assumed 1.107 .297 -1.360 58 .179 -1.82572E6 1.34214E6 -4.51231E6 8.60875E5

Equal variances not

assumed -1.360 56.897 .179 -1.82572E6 1.34214E6 -4.51342E6 8.61984E5

sarana tunai Equal variances

assumed .818 .370 1.145 58 .257 4.49642E5 3.92606E5 -3.36243E5 1.23553E6

Equal variances not

assumed 1.145 49.507 .258 4.49642E5 3.92606E5 -3.39124E5 1.23841E6

sarana tidk tunai

Equal variances

assumed 1.208 .276 1.298 58 .199 1.05605E5 81339.17173 -57213.04221 2.68423E5

Equal variances not

assumed 1.298 57.211 .199 1.05605E5 81339.17173 -57260.85323 2.68471E5

TK tunai Equal variances

assumed 11.559 .001 2.767 58 .008 1.70846E6 6.17381E5 4.72637E5 2.94428E6

Equal variances not

assumed 2.767 37.562 .009 1.70846E6 6.17381E5 4.58158E5 2.95876E6

TK tidak tunai

Equal variances

assumed 4.965 .030 1.738 58 .088 1.06739E6 6.14317E5 -1.62296E5 2.29708E6

Equal variances not

assumed 1.738 54.333 .088 1.06739E6 6.14317E5 -1.64065E5 2.29885E6

pendaptn tunai

Equal variances

assumed 1.137 .291 -3.637 58 .001 -3.98382E6 1.09545E6 -6.17660E6 -1.79103E6

Equal variances not

assumed -3.637 57.626 .001 -3.98382E6 1.09545E6 -6.17691E6 -1.79073E6

pendpatan total

Equal variances

assumed 1.300 .259 -4.420 58 .000 -5.15682E6 1.16658E6 -7.49198E6 -2.82165E6

Equal variances not

assumed -4.420 57.219 .000 -5.15682E6 1.16658E6 -7.49266E6 -2.82097E6

R/C TUNAI Equal variances

assumed .707 .404 -.575 58 .568 -.82100 1.42887 -3.68119 2.03919

Equal variances not

assumed -.575 34.646 .569 -.82100 1.42887 -3.72282 2.08082

R/C TOTAL Equal variances

assumed 6.117 .016 -5.014 58 .000 -1.43733 .28666 -2.01115 -.86351

Equal variances not

assumed -5.014 49.650 .000 -1.43733 .28666 -2.01321 -.86145

Lampiran 10. Data Input Korelasi

Pearson

no Pene-rapan PTT (%) Hasil (kg) Peneri-maan (Rp) sarana tunai (Rp) sarana tdk tunai (Rp) TK tunai (Rp) TK tidak tunai (Rp) pendapatan tunai (Rp) pendapatan total (Rp) R/C Tunai R/C Total

1 27.27 4150 12450000 2413700.00 290500 0 4847615 10036300.00 4898185.00 5.16 1.65

2 36.36 7500 21750000 2188750.00 312500 1750000 10179375 17811250.00 7319375.00 5.52 1.51


(3)

4 18.18 3080 9240000 467500.00 275000 1600500 107800 7172000.00 6789200.00 4.47 3.77

5 27.27 4950 14850000 396000.00 330000 2937000 706200 11517000.00 10480800.00 4.46 3.40

6 27.27 5130 15390000 1398399.98 570000 4104000 3090825 9887600.02 6226775.02 2.80 1.68

7 36.36 8300 24900000 983333.30 1000000 8300000 1320000 15616666.70 13296666.70 2.68 2.15

8 36.36 5000 15000000 1450000.00 250000 1400000 6391500 12150000.00 5508500.00 5.26 1.58

9 45.45 3960 11484000 264000.00 140250 0 6796370 11220000.00 4283380.00 43.50 1.59

10 45.45 7300 20440000 2593333.30 0 13942000 0 3904666.70 3904666.70 1.24 1.24

11 36.36 7400 22200000 2320800.00 710000 7242000 6081860 12637200.00 5845340.00 2.32 1.36

12 9.09 8300 24485000 8519200.00 664000 3984000 3414620 11981800.00 7903180.00 1.96 1.48

13 27.27 4050 10125000 1057499.82 302400 0 3254580 9067500.18 5510520.18 9.57 2.19

14 18.18 6250 17500000 1741666.50 312500 3375000 299250 12383333.50 11771583.50 3.42 3.05

15 18.18 8000 21600000 7053333.33 750000 6500000 7091000 8046666.67 205666.67 1.59 1.01

16 18.18 7200 19440000 2565000.00 1000000 8999500 6422500 7875500.00 453000.00 1.68 1.02

17 9.09 5000 13500000 2640000.00 675000 1690000 1334400 9170000.00 7160600.00 3.12 2.13

18 9.09 4500 12150000 950000.00 562500 3875000 1680500 7325000.00 5082000.00 2.52 1.72

19 54.55 6000 18000000 875000.00 0 5875000 1346250 11250000.00 9903750.00 2.67 2.22

20 18.18 9940 27832000 3524600.00 0 3408000 6664060 20899400.00 14235340.00 4.01 2.05

21 63.64 4200 13440000 1997180.86 0 1876000 2122680 9566819.14 7444139.14 3.47 2.24

22 27.27 6300 15750000 1081410.23 280000 2436000 363300 12232589.77 11589289.77 4.48 3.79

23 18.18 4950 14850000 1636800.00 660000 3960000 1170015 9253200.00 7423185.00 2.65 2.00

24 27.27 7500 20250000 1987500.00 468750 3156250 630625 15106250.00 14006875.00 3.94 3.24

25 18.18 3750 11250000 1541666.75 375000 2612500 542500 7095833.25 6178333.25 2.71 2.22

26 45.45 8750 26250000 1720000.00 250000 3687500 1516250 20842500.00 19076250.00 4.85 3.66

27 9.09 9940 28826000 3252290.00 923000 9585000 3021760 15988710.00 12043950.00 2.25 1.72

28 18.18 6000 21000000 3638333.00 300000 1500000 2102500 15861667.00 13459167.00 4.09 2.78

29 54.55 4800 14400000 486000.00 300000 2559000 366000 11355000.00 10689000.00 4.73 3.88

30 45.45 3500 10500000 488000.00 175000 2275000 2740000 7737000.00 4822000.00 3.80 1.85

31 63.64 4950 14850000 868100.00 132000 1552485 2727450 12429415.00 9569965.00 6.13 2.81

32 63.64 7500 23250000 1212500.00 187500 2790000 1220625 19247500.00 17839375.00 5.81 4.30

33 63.64 4320 12528000 2335000.00 150000 1233000 410700 8960000.00 8399300.00 3.51 3.03

34 72.73 5460 16380000 2907761.93 140000 2530500 399000 10941738.07 10402738.07 3.01 2.74

35 45.45 9600 28800000 944000.00 160000 6888000 727840 20968000.00 20080160.00 3.68 3.30

36 63.64 7000 20300000 686000.00 200000 2055000 882000 17559000.00 16477000.00 7.41 5.31

37 45.45 9000 25200000 1995000.00 200000 3500000 4190000 19705000.00 15315000.00 4.59 2.55

38 63.64 7700 23100000 1520500.00 192500 1727000 1039500 19852500.00 18620500.00 7.11 5.16

39 54.55 7000 23100000 664000.00 175000 3000000 987000 19436000.00 18274000.00 6.30 4.79

40 72.73 5000 15000000 551333.20 100000 1920000 1105800 12528666.80 11322866.80 6.07 4.08

41 63.64 6000 19800000 890000.00 200000 2000000 1389000 16910000.00 15321000.00 6.85 4.42

42 54.55 5000 14500000 4425833.31 312500 2500000 2690625 7574166.69 4571041.69 2.09 1.46

43 54.55 3750 11250000 554166.75 375000 2525000 1546250 8170833.25 6249583.25 3.65 2.25

44 45.45 4000 11600000 1356666.50 1875000 2500000 2530000 7743333.50 3338333.50 3.01 1.40

45 63.64 7260 21780000 2557666.67 330000 3795000 3303300 15427333.33 11794033.33 3.43 2.18


(4)

47 45.45 6640 19256000 2234033.33 830000 0 10838970 17021966.67 5352996.67 8.62 1.39

48 54.55 8000 24000000 1643333.00 500000 750000 5355000 21606667.00 15751667.00 10.03 2.91

49 36.36 5120 14848000 759000.00 200000 1040000 1004000 13049000.00 11845000.00 8.25 4.94

50 54.55 5875 18212500 552500.00 156250 1337500 936875 16322500.00 15229375.00 9.64 6.11

51 72.73 7400 23680000 4140332.00 150000 1810000 1082000 17729668.00 16497668.00 3.98 3.30

52 63.64 8750 25375000 2042500.00 375000 2975000 577500 20357500.00 19405000.00 5.06 4.25

53 54.55 6240 19344000 605000.00 130000 1040000 1171950 17699000.00 16397050.00 11.76 6.56

54 63.64 8000 24000000 766666.50 200000 2740000 1987200 20493333.50 18306133.50 6.84 4.22

55 36.36 6750 20250000 1081666.50 187500 1500000 1502500 17668333.50 15978333.50 7.84 4.74

56 63.64 9000 25200000 3758333.20 200000 1940000 899000 19501666.80 18402666.80 4.42 3.71

57 36.36 5600 16800000 3908142.86 175000 840000 1075200 12051857.14 10801657.14 3.54 2.80

58 81.82 7000 20300000 2361333.20 160000 1940000 1246000 15998666.80 14592666.80 4.72 3.56

59 45.45 6400 19200000 1300000.00 375000 2290000 336000 15610000.00 14899000.00 5.35 4.46

60 72.73 4000 11600000 598666.60 100000 1940000 931000 9061333.40 8030333.40 4.57 3.25

Lampiran 11.

Output

Korelasi

Pearson

Correlations

Persentase penerapan

PTT hasil

peneri maan sarana tunai sarana tidk tunai TK tunai TK tidak tunai pendaptn tunai pendpatan total R/C Tunai R/C Total Persentase penerapan PTT Pearson

Correlation 1 .010 .078 -.279

* -.403** -.255* -.231 .317* .418** .152 .449**

Sig.

(2-tailed) .942 .553 .031 .001 .049 .075 .014 .001 .246 .000

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

hasil Pearson

Correlation .010 1 .980

** .370** .063 .440** .173 .741** .583** -.148 .111

Sig.

(2-tailed) .942 .000 .004 .631 .000 .187 .000 .000 .258 .399

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

penerimaan Pearson

Correlation .078 .980

** 1 .339** .022 .399** .135 .796** .652** -.135 .176

Sig.

(2-tailed) .553 .000 .008 .870 .002 .306 .000 .000 .302 .179

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

sarana tunai

Pearson

Correlation -.279

* .370** .339** 1 .188 .207 .269* -.058 -.190 -.311* -.427**

Sig.

(2-tailed) .031 .004 .008 .151 .112 .038 .658 .147 .016 .001

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

sarana tidk tunai

Pearson

Correlation -.403

** .063 .022 .188 1 .264* .282* -.180 -.355** -.185 -.417**

Sig.

(2-tailed) .001 .631 .870 .151 .041 .029 .169 .005 .158 .001

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

TK tunai Pearson

Correlation -.255

* .440** .399** .207 .264* 1 -.032 -.160 -.145

-.382** -.360**

Sig.

(2-tailed) .049 .000 .002 .112 .041 .806 .221 .268 .003 .005


(5)

TK tidak tunai

Pearson

Correlation -.231 .173 .135 .269

* .282* -.032 1 .081 -.412** .239 -.553**

Sig.

(2-tailed) .075 .187 .306 .038 .029 .806 .540 .001 .066 .000

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

pendaptn tunai

Pearson

Correlation .317

* .741** .796** -.058 -.180 -.160 .081 1 .873** .156 .532**

Sig.

(2-tailed) .014 .000 .000 .658 .169 .221 .540 .000 .234 .000

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

pendpatan total

Pearson

Correlation .418

** .583** .652** -.190 -.355** -.145 -.412** .873** 1 .040 .762**

Sig.

(2-tailed) .001 .000 .000 .147 .005 .268 .001 .000 .760 .000

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

R/C Tunai Pearson

Correlation .152 -.148 -.135 -.311

* -.185 -.382** .239 .156 .040 1 .160

Sig.

(2-tailed) .246 .258 .302 .016 .158 .003 .066 .234 .760 .223

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

R/C Total Pearson

Correlation .449

** .111 .176 -.427** -.417** -.360** -.553** .532** .762** .160 1

Sig.

(2-tailed) .000 .399 .179 .001 .001 .005 .000 .000 .000 .223

N 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kaliwinasuh, pada tanggal 24 Desember 1990. Penulis

merupakan putri pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Sukarpo dan Ibu

Sari Hayati. Tahun 2002, penulis lulus dari sekolah Dasar Negeri 179/I dan melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 20 Muara Jambi dan lulus pada tahun

2005. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Menengah Atas

Titian Teras Jambi, lulus pada tahun 2008. Tahun 2008 penulis diterima di Program

Diploma IPB melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa

Program Keahlian Teknologi Industri Benih Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun

2011.

Tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan S1 pada Program Alih Jenis

Agribisnis IPB, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut

Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan pada Program Alih Jenis Agribisnis,

penulis aktif pada Organisasi

Forum of Agribussiness Transfer Program Student

(FASTER) IPB, selama dua periode kepenggurusan. Periode kepengurusan 2011/2011

penulis menjadi anggota divisi kemahasiswaan FASTER. Periode 2012/2012 penulis

dipercaya menjadi sekretaris Organisasi FASTER IPB.


Dokumen yang terkait

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani Padi Sawah Petani Penyewa Lahan (Studi Kasus : Desa Pematang Sijonam, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

13 169 79

Evaluasi Penerapan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT ) Pada Budidaya Padi Sawah ( Studi Kasus : Desa Sambirejo Kecamatan Binjai kabupaten Langkat )

13 93 123

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerapan Rakitan Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada Usahatani Kedelai

0 7 8

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kemandirian Petani Melalui Penyuluhan (Kasus di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 12 155

Tingkat Penerapan Pengendalian Hama Terpadu oleh Petani (Kasus Petani Padi Sawah di Desa Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 15 190

Survei Nematoda Parasit Pada Tanaman Padi Sawah Di Desa Ciherang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat

0 11 37

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Program Penanggulangan Kemiskinan di Pedesaan (Kasus Program Keluarga Harapan Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)

2 33 215

PENGARUH FAKTOR PRODUKSI DALAM PENERAPAN PENGELOLAAN TANAM TERPADU (PTT) PADI SAWAH DI BALI

0 2 20

Sikap Petani Terhadap Program Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) Padi di Kecamatan Kebakkramat Kabupaten Keranganyar.

0 0 14

MAKALAH SEMINAR /HUBUNGAN ANTARA FAKTOR EKSTERNAL PETANI DENGAN TINGKAT PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH DI KECAMATAN MONCONGLOE KAB. MAROS | Agronomi Pertanian

0 0 21