MAKALAH SEMINAR /HUBUNGAN ANTARA FAKTOR EKSTERNAL PETANI DENGAN TINGKAT PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) PADI SAWAH DI KECAMATAN MONCONGLOE KAB. MAROS | Agronomi Pertanian
Hubungan Antara Faktor Eksternal Petani dengan Tingkat Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kab.Maros
Oleh :
Ir. Pangerang, MP dan Ir. Mudakkir
(Penyuluh Pertanian Kabupaten pada BPP-KP Kabupaten Maros) Email [email protected]
AgronomiPertanian.blogspot.com
ABSTRAK
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros yang dimulai dari bulan Mei 2014 sampai bulan Agustus 2014. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe. 2) Untuk mengetahui hubungan antara faktor eksternal yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan Tingkat Penerapan Paket Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe. 3) Untuk mengetahui hubungan antara tingkat penerapan Teknologi PTT padi sawah dengan peningkatan produktivitas padi di Kecamatan Moncongloe.
Penelitian ini merupakan penelitian survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan petani yang ada pada Kecamatan Moncongloe yang melakukan pengembangan padi melalui Penerapan Teknologi PTT Padi sawah, Metode pemilihan sampel yaitu purposive sampling yaitu pengambilan sampel dilakukan secara sengaja dan bertahap yaitu pemilihan 4 desa/kelurahan, setiap desa/kelurahan dipilih 4 kelompok tani dan setiap kelompok tani dipilih 5 orang petani
secara acak sederhana sehingga jumlah responden secara keseluruhan sebanyak 80 orang.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Analisis Deskriptif dan Analisis Uji Chi-Square “ dengan menggunakan Program SPSS 16.
Hasil penelitian ini diperoleh bahwa: Pertama adalah tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi,sawah di Kecamatan Moncongloe yaitu komponen penggunaan varietas unggul, tanam bibit mudah, tanam 1-3 bibit per lubang, penggunaan pupuk organik, pengairan berseling, pengendalian OPT ramah lingkungan adalah tingkat penerapannya tergolong dalam kategori rendah, sedangkang komponen penggunaan benih bermutu, pengaturan populasi tanam, pemupukan berimbang tergolong, panen tepat waktu dan penanganan pasca panen tingkat penerapannya tergolong dalam kategori tinggi; Kedua adalah terdapat hubungan yang signifikan antara faktor eksternal petani yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan Tingkat Penerapan Paket Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe. Ketiga adalah terdapat hubungan yang signifikan antara Tingkat Penerapan PTT Sawah dengan peningkatan produktivitas padi sawah di Kecamatan Moncongloe.
PENDAHULUAN
Pengembangan sektor tanaman pangan merupakan salah satu strategi kunci dalam memacu pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang. Selain berperan sebagai sumber penghasil devisa yang besar, juga merupakan sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduk Indonesia
Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Pertanian Republik Indonesia dalam meningkatkan produksi padi diantaranya yaitu
meningkatkan produksi, produktivitas dan kwalitas padi melalui penerapan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) yang yang dimulai sejak tahun 2008 dan pada tahun 2013 Departemen Pertanian Republik Indonesia memfokuskan SL-PTT 2013 melalui pola pertumbuhan, pengembangan dan pemantapan dengan pendekatan kawasan skala luas, terintegrasi dari hulu sampai hilir, peningkatan jumlah paket bantuan sebagai instrumen stimulan, serta dukungan pendampingan dan pengawalan.
(2)
Tujuan program SL-PTT antara lain : 1) meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap petani guna
mempercepat penerapan komponen
teknologi PTT padi dalam usahataninya agar replikasi/ penyebarluasan teknologi ke petani sekitarnya berjalan lebih cepat. 2). meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan serta kesejahteraan petani melalui peningkatan produktivitas padi inbrida 0,75 ton per hektar , padi hibrida 2,0 ton per hektar dan padi lahan kering/gogo 0,5 ton per hektar (Dirjen Tanaman Pangan, 2013)
Beberapa hasil kajian mengenai PTT di Sulawesi diantaranya yang dilakukan oleh Arafah, dkk (2001,2002,2003) bahwa produktivitas padi yang dihasilkan dengan menerapkan PTT padi sawah yaitu 6,5-8,3 ton/ha begitu juga hasil kajian oleh BPTP Sul-Sel bahwa hasil pendampingan SL-PTT tahun 2010, tahun 2011, dan tahun 2013 rata produktivitas dapat mencapai kurang lebih 10 ton/ha (BPTP Sul-Sel , 2013)
Kabupaten Maros telah melaksanakan SL-PTT padi sejak tahun tahun 2008, dengan harapkan petani mampu menerapkan komponen teknologi PTT setelah selesai mengikuti SL-PTT, serta diharapkan juga bisa mengajak masyarakat luas untuk ikut menerapkan komponen PTT padi sehingga secara umum produktivitas, produksi dan kwalitas padi dapat lebih ditingkatkan di Kabupaten Maros .
Data Statistik Kabupaten Maros menunjukkan bahwa rata-rata luas panen padi di Kabupaten Maros sejak dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 yaitu seluas 46.441 hektar dengan tingkat perkembangan rata-rata luas panen setiap tahun yaitu sebesar 2,08%, namun pada tahun 2011 luas panen menurun sebesar 0,12% dan pada tahun 2013 sebesar 2,34%. Sedangkan produktivitas padi di Kabupaten Maros sejak dari tahun 2009 sampai dengan
tahun 2013 yaitu sebesar 62,57 kwintal per hektar dengan tingkat perkembangan peningkatan produktivitas 0,05% setiap tahun, namun pada tahun 2013 mengalami penurunan produktivitas sebesar 10,53%, hal ini juga berdampak pada penurunan produksi padi kabupaten Maros pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 12,62 %, namun produksi padi kabupaten Maros untuk lima tahun terakhir menunjukkan kenaikan rata-rata sebesar 2,32% setiap tahun.
Dengan demikian bahwa Produktivitas padi di Kabupaten Maros dari tahun 2009 sampai tahun 2013 hanya mengalami kenaikan sebesar 0,05 % setiap tahun, masih rendah dibanding dengan harapan bahwa dengan Imenerapkan PTT padi sawah dapat meningkatkan produktivitas padi yaitu untuk padi inbrida 0,75 ton per hektar dan padi hibrida 2,0 ton per hektar hal ini diduga disebabkan karena faktor iklim yang tidak menentu serta tingkat penerapan komponen PTT padi sawah yang dilakukan oleh petani masih belum optimal atau masih rendah sesuai yang diharapkan.
Salah satu cara untuk mengurangi senjang hasil adalah dengan menerapkan teknologi yang spesifik lokasi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang merupakan suatu pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif bersama petani yang meliputi: varietas unggul baru, benih bermutu dan berlabel, pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami atau pupuk kandang ke sawah dalam bentuk kompos, pengaturan populasi tanaman secara
optimumpemupukan berdasarkan
kebutuhan tanaman dan status hara tanah, pengendalian OPT (organisme pengganggu
tanaman) dengan pendekatan PHT
(pengendalian hama terpadu), pengolahan
tanah sesuai musim dan pola
tanam, penggunaan bibit muda (<21 hari), tanam bibit 1-3 batang per rumpun, pengairan secara efektif dan efisien, penyiangan dengan landak atau gasrok, serta panen tepat waktu dan gabah segera dirontok (Badan Litbang Pertanian, 2010).
Penerapan teknologi yang masih rendah di tingkat petani, berakibat pada rendahnya produktivitas dan pendapatan petani. Perbaikan teknologi dan sistem budidaya
diharapkan dapat meningkatkan
(3)
meningkatkan pendapatan petani. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor eksternal yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani,
ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan tingkat penerapan Paket teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat penerapan
komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe?
2. Apakah terdapat hubungan antara faktor eksternal yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan tingkat penerapan Paket teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe?
3.
Apakah terdapat hubungan antara tingkat penerapan Teknologi PTT padisawah dengan peningkatan
produktivitas padi di Kecamatan Moncongloe?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe.
2. Untuk mengetahui hubungan antara faktor eksternal yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan tingkat penerapan Paket teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe
3. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat penerapan Teknologi PTT padi
sawah dengan peningkatan
produktivitas padi di Kecamatan Moncongloe.
Hipotesis
1.
Tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi sawah Kecamatan Moncongloe tergolong rendah2.
Terdapat hubungan antara faktor eksternal yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, tersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan tingkat penerapan Paket teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe.3.
Terdapat hubungan antara tingkat penerapan teknologi PTT dengan peningkatan produktivitas padi sawah.METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
yang dimulai dari bulan Mei 2014 sampai bulan Agustus 2014.
Metode pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah: Metode purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang disesuaikan dengan kriteria tertentu yaitu dalam pengambilan populasi dan sampel didasarkan pada pertimbangan bahwa wilayah tersebut adalah merupakan wilayah pengembangan padi sawah yang telah mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) padi di sawah.
Pengambilan sampel dilakukan secara bertahap dengan pemilihan desa, dan kelompok tani yang dilakukan secara sengaja, sedangkan pemilihan sampel penelitian dilakukan secara acak sederhana yaitu : Tahap pertama, dipilih 4 desa/kelurahan secara sengaja di wilayah Kecamatan yang telah melaksanakan program SL-PTT padi sawah.. Tahap kedua, dari setiap desa/kelurahan dipilih 4 kelompok tani yang telah melaksanakan
(4)
SL-PTT Padi sawah. Tahap ketiga, pada kelompok tani tersebut di atas dilakukan pemilihan petani responden sebagai unit analisis tingkat petani dengan jumlah sampel 5 orang petani untuk setiap kelompok yang dipilih secara acak sederhana (Simple Random sampling). Jadi
jumlah responden sebanyak 80 orang, yang diambil dari 5 orang untuk tiap kelompok tani, 4 kelompok tani untuk setiap desa/ kelurahan dengan jumlah desa/kelurahan sebanyak 4 untuk wilayah kecamatan Moncongloe.
Teknik Analisis Data
Analisis Deskriptif : Analisis Deskriptif adalah analisis yang berhubungan dengan pengumpulan data dan peringkasan data yang dapat disajikan dalam bentuk tabel atau grafik sebagai dasar pengambilan keputusan (Santoso Singgih, 2014).
Hipotesis yang pertama yaitu “Tingkat
penerapan komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe” akan dianalisis dengan menggunakan Analisis Deskriptif yang dimaksudkan untuk menjelaskan atau menginterpretasikan data yang ada dalam bentuk tabel atau mengkaji secara mendalam, sehingga dapat digambarkan mengenai tingkat penerapan
setiap komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe.
Analisis “ UJI CHI-SQUARE “. Crosstab dan Chi-Squae adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel Kategorikal atau digunakan melakukan uji kesesuaian dua variabel yang datanya berskala ordinal (Mustari Kahar, 2012).
Hopitesis yang kedua yaitu ” Terdapat
hubungan antara faktor eksternal yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan tingkat penerapan Paket teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe.
Hipotesis yang ketiga yaitu “ Tedapat
hubungan antara tingkat penerapan teknologi PTT padi sawah dengan tingkat produktivitas padi sawah
Hipotesis kedua, dan ketiga dianalisis dengan Analisis “ UJI CHI-SQUARE dengan menggunakan Program SPSS 16 . Menurut Sudjana (2002) dan Walpole (1995) bahwa untuk Uji Independen antara dua faktor digunakan rumus (1) yaitu ;
(1) Keterangan :
X2 = Chi-Square N = Jumlah Sampel
A,B,C,D = Nilai Tabel dalam Kontigensi ½ N = Jumlah Responden dibagi dua Pengambilan kesimpulan didasarkan pada :
1. Jika X2Hit ≥ X2Tabel = terdapat hubungan antara kedua variabel.
2. Jika X2Hit X2Tabel = tidak terdapat
hubungan antara kedua variabel
Jika hasil Analisis Chi- Square ini menunjukkan adanya hubungan antara kedua variabel maka selanjutnya untuk mengetahui derajat hubungan antara faktor yang satu dengan faktor yang lain digunakan rumus (2) yaitu :
Keterangan :
C = Koefisien kontingensi X2 = Chi-Kuadrat
N = Banyaknya sampel
Menurut Singarimbun dan Effendi (1987) bahwa makin besar Koefisien kontingensi berarti hubungan antara dua variabel sangat erat, dan C akan berkisar antara 0 dan 1,00. Sedangkan menurut Sudjana (2002) bahwa agar C yang diperoleh dapat dipakai untuk menilai derajat asosiasi antar faktor, maka harga C perlu dibandingkan dengan koefisien kontingensi maksimun dengan rumus (3) :
N X
X C
+ =
2 2
(
{
) (
)}
(
A B)(
C D)(
A C)(
B D)
N BC
AD N X
+ + +
+ =
2 2 1
(5)
(3) Keterangan :
C maks = Koefisien kontingensi maksimun
m = harga minimum antara baris dan kolom
Kesimpulan didasarkan pada
Makin dekat harga C kepada C maks makin
besar derajat asosiasi antar faktor dengan kata lain faktor yang satu makin berkaitan dengan faktor lain.
Defenisi Operasional
1. Komponen Paket Teknologi PTT adalah komponen teknologi yang dapat diterapkan oleh petani, yaitu komponen teknologi dasar dan komponen teknologi penunjang.
2. Komponen teknologi dasar merupakan komponen yang memiliki peranan penting dalam peningkatan hasil. Komponen ini sangat dianjurkan untuk diterapkan semua. Termasuk ke dalam komponen teknologi dasar yaitu: 1) Varietas unggul baru; 2) Benih bermutu dan berlabel; 3) Peningkatan populasi tanaman dengan sistem tanam jajar legowo; 4) Pemupukan berimbang tepat lokasi; 5) Pengendalian OPT melalui PHT; 6) Pemberian pupuk organik.
3. Komponen teknologi penunjang merupakan komponen yang memiliki
peranan dalam mendukung dan
memantapkan penerapan komponen teknologi dasar. Komponen ini sebaiknya diterapkan berdasarkan pemilihan komponen dasar serta kondisi setempat. Komponen teknologi yang termasuk dalam teknologi penunjang yaitu: 1)Pengolahan tanah yang tepat; 2) Tanam bibit muda (< 21 hari); 3) Tanam 1 – 3 bibit per lubang; 4) Pengairan berselang; 5) Penyiangan dengan landak (gasrok); dan 6) Panen tepat waktu. 7) Penangaan Pasca Panen.
4. Penerapan Komponen Paket Teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah adalah kemampuan dari
petani untuk mengaplikasikan setiap komponen teknologi PTT padi sawah dalam pengembangan usaha tani padi. Pengukurannya yaitu :
a. Petani yang menerapkan komponen paket teknologi sesuai dengan anjuran diberi skor 3
b. Petani yang menerapkan komponen paket teknologi tetapi kurang sesuai dengan anjuran diberi skor 2.
c. Petani yang menerapkan komponen paket teknologi tetapi tidak sesuai dengan anjuran diberi skor 1
Penerapan dikategorikan :
Tingkat penerapan tinggi adalah jika nilai skor penerapan petani ≥ dari nilai rata -rata skor petani responden .
Tingkat penerapan rendah adalah jika nilai skor penerapan petani < dari nilai rata-rata skor petani responden.
5. Faktor eksternal yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi
6. Petani Partisipatif adalah partisipasi petani dalam kelompok untuk mengikuti pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh kelompok tani baik itu pertemuan SL-PTT maupun pertemuan lainnya yang dianggap penting oleh kelompok. Pengukurannya yaitu :
a. Frekwesi mengikuti pertemuan lebih dari 6 kali dalam satu musim tanam diberi skor 3
b. Frekwesi mengikuti pertemuan 3 - 6 kali dalam satu musim tanam diberi skor 2
c. Frekwesi mengikuti pertemuan kurang dari 3 kali dalam satu musim tanam diberi skor 1
Petani Partisipatif dikategorikan sebagai berikut :
a. Petani partisipatif tinggi apabila nilai skor partisipatif petani mengikuti
pertemuan ≥ dari nilai rata-rata skor
partisipatif petani mengikuti pertemuan
b. Petani partisipatif rendah apabila nilai skor partisipatif petani mengikuti pertemuan < dari nilai rata-rata skor
m
m
C
maks1
(6)
partisipatif petani mengikuti pertemuan
7. Ketersediaan buruh tani adalah ketersediaan tenaga kerja sewaan yang dibayar jasanya oleh petani karenan keterampilan yang dimiliki untuk melakukan kegiatan usahatani padi seperti melaksanakan penanaman dan panen
Pengukurannya yaitu :
a. Buruh tani mudah diperoleh karena baik jumlah, maupun biayanya sangat terjangkau dan dapat
digunakan kapan saja, diberi skor 3 b. Buruh tani . tidak mudah diperoleh
karena buruh tani masih kurang , dan biayanya mahal , diberi skor 2
c. Buruh tani tidak ada jadi tidak menggunakannnya diberi skor 1 Buruh tani dikategorikan sebagai berikut a. Buruh tani tersedia (tinggi) apabila
nilai skor ketersediaan buruh tani ≥ dari nilai rata-rata skor ketersediaan buruh tani
b. Buruh tani tidak tersedia (rendah) apabila nilai skor ketersediaan buruh tani < dari nilai rata-rata skor ketersediaan buruh tani
8. Ketersediaan informasi adalah
kemudahan dalam memperoleh
informasi saat dibutuhkan oleh petani yang dapat diperoleh dari sumber informasi (instansi terkait, media masa, media elektronik, dan lain-lain).
Pengukurannya yaitu :
a. Sangat mudah mendapatkan informasi tentang PTT dan dapat diperoleh kapan saja dibutuhkan. Diberi skor 3
b. Mudah memperoleh informasi tentang P TT tetapi memerlukan waktu diberi skor 2
c. Tidak mudah mendapatkan
informasi PTT karena tidak tersedia atau tidak tepat waktu saat
dibutuhkan
Ketersediaan Informasi dikategorikan sebagai berikut :
a. Informasi tersedia (tinggi) apabila nilai skor ketersedian informasi ≥ dari nilai rata-rata skor ketersedian informasi
b. Informasi tidak tersedia (rendah) apabila nilai skor ketersedian informasi < dari nilai rata-rata skor ketersedian informasi
9. Frekwensi mengunjungi sumber informasi adalah jumlah kunjungan petani untuk mendapatkan informasi tentang Teknologi PTT yang dibutuhkan kepada sumber informasi ( Dinas Pertanian Kabupaten , BPP dan KP Kabupaten, BPP Kecamatan, UPTD/KCD Kecamatan,PPL ).
Pengukurannya yaitu :
a. Frekwensi kunjungan Lebih dari 10 kali dalam satu musim tanam diberi skor 3
b. Frekwensi kunjungan 6 – 10 kali per bulan dalam satu musim
tanamdiberi skor 2
c. Frekwensi kunjungan Kurang dari 6 kali per dalam satu musim tanam diberi skor 1
Kunjungan petani dikategorikan sebagai berikut :
a. Petani aktif (tinggi) apabila nilai
skor kunjungan petani ≥ dari nilai
rata -rata skor kunjungan petani b. Petani tidak aktif (rendah) apabila
nilai skor kunjungan petani < dari nilai rata -rata skor kunjungan petani
10. Intensitas penyuluhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa banyak petani menerima penyuluhan dalam satu musim tanam tentang teknologi PTT padi sawah, ( baik penyuluhan yang diberikan secara perorangan kepada petani oleh Penyuluh pertanian atau petugas pertanian, maupun penyuluhan yang diterima saat mengikuti pertemuan yang diadakan oleh instansi terkait pertanian).
pengukuran dilakukan dengan cara: a. Apabila penyuluhan diterima lebih
dari 10 kali dalam satu musim tanam diberi skor 3,
(7)
b. Apabila penyuluhan diterima 6 - 10 kali dalam satu musim tanam diberi skor 2,
c. Apabila penyuluhan diterima kurang dari 6 kali dalam satu musim tanam diberi skor 1, .
Penyuluhan dikategorikan sebagai berikut :
a. Intensitas Penyuluhan (tinggi) apabila nilai skor intensitasi
penyuluhan yang diterima petani ≥ dari nilai rata -rata skor intensitasi penyuluhan yang diterima petani b. Intensitas Penyuluhan (rendah)
apabila nilai skor intensitasi penyuluhan yang diterima petani < dari nilai rata -rata skor intensitasi penyuluhan yang diterima petani.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tingkat Penerapan Komponen PTT
Padi Sawah
1. Pengolahan Tanah
Hasil analisis menunjukan bahwa dari 80 orang petani responden terdapat 63 orang (78,8%) yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 2,78 dengan demikian tingkat penerapan pengolahan tanah dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 17 orang (21,2%) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 2,78 yang dikategorikan rendah atau belum sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah.
2. Penggunaan Vaietas Unggul Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen penggunaan varietas unggul dari 80 orang terdapat 22 orang (27,5%) petani responden yang yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 2,24 yang dikategoringkan tingkat penerapan komponen PTT yaitu penerapan penggunaan varietas unggul dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 58 0rang (72,5 %) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 2,24 yang dikategorinkan tingkat penerapan
rendah atau tingkat. Penerapan penggunaan varietas unggul belum sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah.
3. Pengunaan Benih Bermutu.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk
komponen penggunaan benih
bermutu yaitu dari 80 orang terdapat 62 orang (77,5 %) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 1,80 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan penggunaan benih bermutu dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 18 0rang (22,5 %) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 1,80 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan penggunaan benih bermutu belum sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah.
4. Pengaturan Populasi Jarak Tanam Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen pengaturan populasi tanam sistem yaitu dari 80 orang terdapat 65 orang (81,2%) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 1,86 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan pengaturan populasi tanam dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket
(8)
teknologi PTT padi sawah dan 15 0rang (18,8 %) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 1,86 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan pengaturan populasi tanam belum sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah.
5. Tanam Bibit Mudah
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen tanam bibit muda yaitu dari 80 orang terdapat 14 orang (17,5 %) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 1,26 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan tanam bibit muda dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 66 0rang (82,5 %) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 1,26 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan tanam bibit muda tidak sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah.
6. Tanam 1-3 Bibit perlubang
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen tanam 1-3 bibit per lubang yaitu dari 80 orang terdapat 15 orang (18,8 %) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 1,31 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 65 0rang (81,2 %) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 1,26 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat penerapan tanam 1-3 bibit per lubang tidak sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah
7. Penggunaan Pupuk Organik
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk
komponen Penggunaan Pupuk
Organik yaitu dari 80 orang terdapat 14 orang (17,5 %) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 1,23 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan Penggunaan Pupuk Organik dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 66 0rang (82,5%) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 1,23 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan Penggunaan Pupuk Organik kurang sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah
8. Pemupukan Berimbang
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen Penggunaan pemupukan berimbang yaitu dari 80 orang terdapat 44 orang (55,0 %) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 1,71 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan Penggunaan pemupukan berimbang dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 36 0rang (45,0%) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 1,71 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan Penggunaan pemupukan berimbang kurang sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah
9. Pengairan berseling
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen pengairan berseling yaitu dari 80 orang terdapat 26 orang (32,5 %) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata
(9)
skor ≥ 1,34 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan pengairan berseling dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 54 orang (67,5%) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 1,34 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan pengairan berseling kurang sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah
10. Pengendalian OPT Ramah Lingkungan
Hasil analisis dibawah menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen Pengendalian OPT Ramah Lingkungan yaitu dari 80 orang terdapat 21 orang (26,2%) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 2,24 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan Pengendalian OPT Ramah Lingkungan dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 59 orang (73,8%) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 2,24 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan
Pengendalian OPT Ramah
Lingkungan kurang sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah
11. Panen Tepat Waktu
Hasil analisis dibawah menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi
sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen panen tepat waktu yaitu dari 80 orang terdapat 63 orang (78,8%) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 2,79 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan panen tepat waktu dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 17 orang (21,3%) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 2,79 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan komponen panen tepat waktu kurang sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah
12. Penangan Pasca Panen
Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe untuk komponen penanganan pasca panen waktu yaitu dari 80 orang terdapat 62 orang (77,5%) petani responden yang mempunyai nilai skor diatas rata-rata skor ≥ 2,78 yang dikategorikan bahwa tingkat penerapan penanganan pasca panen dikategorikan tinggi atau sudah sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah dan 18 orang (22,5%) petani responden yang mempunyai nilai skor dibawah rata-rata skor < 2,78 yang dikategorikan tingkat penerapan rendah atau tingkat. penerapan penanganan pasca panen kurang sesuai dengan anjuran paket teknologi PTT padi sawah
B. Hubungan antara Faktor Eksternal dengan Tingkat Penerapan PTT padi Sawah 1. Hubungan antara Partisipasi dalam Kelompok tani dengan Tingkat Penerapan
PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Petani Partisipatif adalah partisipasi petani dalam kelompok untuk mengikuti pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh kelompok tani baik itu pertemuan-pertemuan SL-PTT maupun pertemuan lainnya yang dianggap penting oleh kelompok.
Tabel 5.13 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden tedapat 34 orang (42,5%) tingkat partisipanya dalam kelompok tergolong tinggi, 46 orang (57,5%) tingkat partisipanya dalam kelompok tergolong rendah, sehingga secara umum dapat
(10)
disimpulkan bahwa petani di Kecamatan Mongcongloe mempunyai tingkat partisipasi dalam kelompok tani tergolong rendah. Sedangkan tingkat penerapatan PTT padi sawah tedapat 35 Orang (43,8%) tergolong tinggi, dan 45 orang (56,2%) tergolong rendah, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa tingkat penerapaan PTT padi sawah yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Mongcongloe masih tergolong rendah.
Tabel 5.13. Hubungan antara Partisipasi dalam Kelompok tani dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Tingkat Penerapan
PTT Total
Tinggi Rendah
Partisipasi Dalam Kelompok
Tinggi Count 26 8 34
Expected Count 14.9 19.1 34.0
% of Total 32.5% 10.0% 42.5%
Rendah Count 9 37 46
Expected Count 20.1 25.9 46.0
% of Total 11.2% 46.2% 57.5%
Total
Count 35 45 80
Expected Count 35.0 45.0 80.0
% of Total 43.8% 56.2% 100.0%
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2014 dengan SPSS.16 Selanjutnya dari tabel 5.13 menunjukkan
bahwa dari 34 orang petani responden yang memiliki partisipanya dalam kelompok tergolong tinggi terdapat 26 orang (32,5%) petani responden yang tingkat partisipasinya dalam kelompok tinggi dengan tingkat penerapan PTT tinggi. dan 8 orang (10,0%) petani responden yang tingkat partisipasinya tinggi dengan tingkat penerapan PTT rendah.
Sedangkan petani responden yang mempunyai partisipasi dalam kelompok tergolong sebanyak rendah 46 orang, dan dari 46 orang tersebut terdapat 9 orang (11,2%) pertain responden tergolong kategori tingkat partisipanya rendah dengan tingkat penerapan PTT tinggi, 37 orang (46,2 %) petani responden tergolong tingkat partisipanya rendah dengan tingkat penerapan PTT rendah. Hasil analisis Uji Chi-Square Tests pada tabel 5.14 diperoleh nilai Pearson Chi-Square (X2Hitung) = 25,725 sedangkan
X2tabel (0,95 db 1) = 3,841 Jadi
(X2Hitung) = 25,725 lebih besar dari (X2tabel
) = 3,841 dan juga terlihat pada kolom Asymp. Sig. (2-sided) adalah 0,000 atau probabilitas 0,05 > 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara patisipasi petani responden dalam kelompok dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Mongcongloe Kabupaten Maros. Untuk mengetahui derajat hubungannya digunakan Contingency Coefficient (C).
Nilai Contingency Coefficient (C) diperoleh C = 0,493 dan nilai Cmaks= 0,707 bila dibandingkan nilai C dengan nilai Cmaks ( 0,493 dengan 0,701) hubungan ini sangat dekat sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat hubungan antara patisipasi petani responden dalam kelompok dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Mongcongloe Kabupaten Maros cukup besar.
(11)
Tabel 5.14 . Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Partisipasi dalam Kelompok tani dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 25.725a 1 .000
Continuity Correctionb 23.464 1 .000 Likelihood Ratio 27.073 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 25.403 1 .000
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.88. b. Computed only for a 2x2
table
X2hitung = 25,725 X 2
tabel (0,95 db 1) = 3,841 C= 0,493 nilai Cmaks = 0,707
2. Hubungan antara Ketersediaan Buruh Tani dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Ketersediaan buruh tani adalah ketersediaan tenaga kerja sewaan yang dibayar jasanya oleh petani karenan keterampilan yang dimiliki untuk melakukan kegiatan usahatani padi seperti melaksanakan penanaman dan panen
Tabel 5.15. Hubungan antara Ketersediaan Buruh Tani dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Tingkat Penerapan
PTT Total
Tinggi Rendah Ketersediaan
Buruh Tani
Tinggi Count 24 11 35
Expected Count 15.3 19.7 35.0
% of Total 30.0% 13.8% 43.8%
Rendah Count 11 34 45
Expected Count 19.7 25.3 45.0
% of Total 13.8% 42.5% 56.2%
Total Count 35 45 80
Expected Count 35.0 45.0 80.0
% of Total 43.8% 56.2% 100.0%
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2014 dengan SPSS.16
Tabel 5.15 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden tedapat 35 orang (43,8%) mengatakan bahwa tingkat
ketersediaan buruh tani tergolong tinggi, sedangkan 45 orang (56,2 %) menyatakan bahwa tingkat ketersediaan buruh tani
(12)
tergolong rendah , sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa di Kecamatan Mongcongloe tingkat ketersediaan buruh tani masih tergolong rendah.
Selanjutnya pada tabel 5.15 menunjukkan bahwa, dari 35 orang petani responden menyatakan bahwa tingkat ketersediaan buruh tani tergolong tinggi terdapat . 24 orang (30,0%) petani responden menyatakan bahwa tingkat ketersediaan buruh tani tergolong tinggi dengan tingkat penerapan PTT tinggi, 11 orang (13,8%) petani responden menyatakan bahwa tingkat ketersediaan
buruh tani tergolong tinggi dengan tingkat penerapan PTT rendah.
Sedangkan yang menyatakan bahwa tingkat ketersediaan buruh tani rendah terdapat 45 orang petani responden. Dari 45 petani responden tersebut, terdapat 11 orang (13,8%) yang menyatakan bahwa tingkat ketersediaan buruh tani rendah dengan tingkat penerapan PTT tinggi, 34 orang (42,5 %) petani responden menyatakan bahwa tingkat ketersediaan buruh tani tergolong rendah dengan tingkat penerapan PTT rendah.
Tabel 5.16. Uji Chi-Square Tests Hubungan Ketersediaan Buruh Tani dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 15.578a 1 .000
Continuity
Correctionb 13.836 1 .000
Likelihood Ratio 16.023 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 15.383 1 .000
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.31.
b. Computed only for a 2x2 table
X2hitung = 15,578 X2tabel (0,95 db 1) = 3,841 C= 0,404 nilai Cmaks= 0,707
Hasil analisis Uji Chi-Square Tests pada tabel 5.16 diperoleh nilai Pearson Chi-Square (X2Hitung) = 15,578 sedangkan
X2tabel (0,95 db 1) = 3,841 Jai (X2Hitung)
= 15,578 lebih besar dari (X2tabel ) =
3,841 dan juga terlihat pada kolom Asymp. Sig. (2-sided) adalah 0,000 atau probabilitas 0,05 > 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara ketersediaan buruh tani dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros. Untuk
mengetahui derajat hubungannya digunakan Contingency Coefficient (C).
Nilai Contingency Coefficient (C) diperoleh C = 0,525 dan nilai Cmaks= 0,707 bila dibandingkan nilai C dengan nilai Cmaks ( 0,525 dengan 0,701) hubungan ini sangat dekat sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat hubungan antara ketersediaan buruh tani dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros cukup besar
3. Hubungan antara Ketersediaan Infomasi dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
(13)
Ketersediaan informasi adalah kemudahan dalam memperoleh informasi saat dibutuhkan oleh petani yang dapat diperoleh dari sumber informasi (instansi terkait, media masa, media elektronik, dan lain-lain).
Tabel 5.17. Hubungan antara Ketersediaan Infomasi dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Tingkat Penerapan
PTT Total Tinggi Rendah
Ketersediaan Informasi
Tinggi Count 26 6 32 Expected Count 14.0 18.0 32.0 % of Total 32.5% 7.5% 40.0% Rendah Count 9 39 48
Expected Count 21.0 27.0 48.0 % of Total 11.2% 48.8% 60.0%
Total Count 35 45 80
Expected Count 35.0 45.0 80.0 % of Total 43.8% 56.2% 100.0%
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2014 dengan SPSS.16
Tabel 5.17 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden tedapat 32 orang (40,0%) menyatakan bahwa tingkat ketersediaan informasi tergolong tinggi, sedangkan 48 orang (60,0%) menyatakan bahwa tingkat ketersediaan informasi tergolong rendah , sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa di Kecamatan Mongcongloe tingkat ketersediaan infomasi masih tergolong rendah.
Selanjutnya pada tabel 5.17 menunjukkan bahwa dari 32 orang petani responden yang menyatakan bahwa tingkat ketersediaan informasi tergolong tinggi. Dari 32 orang petani responden tersebut terdapat . 26 orang (32,5%) petani responden menyatakan bahwa tingkat ketersediaan informasi tergolong tinggi dengan tingkat penerapan PTT tinggi, 6 orang (7,5%) petani responden menyatakan bahwa tingkat ketersediaan informasi tergolong tinggi dengan tingkat penerapan PTT rendah.
Sedangkan yang menyatakan bahwa tingkat ketersediaan informasi
tergolong rendah sebanyak 48 orang petani responden. Dari 48, terdapat 9 orang (11,2%) petani responden yang menyatakan bahwa tingkat ketersediaan informasi tergolong rendah dengan tingkat penerapan PTT tinggi, dan 39 orang (48,8 %) petani responden menyatakan bahwa tingkat ketersediaan infomasi tergolong rendah dengan tingkat penerapan PTT rendah.
Hasil analisis Uji Chi-Square Tests pada tabel 5.18. diperoleh nilai Pearson Chi-Square (X2Hitung) = 30,476 sedangkan
X2tabel (0,95 db 1) = 3,841 Jai (X2Hitung) =
30,476 lebih besar dari (X2tabel ) = 3,841
dan juga terlihat pada kolom Asymp. Sig. (2-sided) adalah 0,000 atau probabilitas 0,05 > 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara ketersediaan informasi dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros. Untuk mengetahui derajat hubungannya digunakan Contingency Coefficient (C).
Tabel 5.18 Uji Chi-Square Tests Hubungan Ketersediaan Informasi dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
(14)
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 30.476a 1 .000
Continuity Correctionb 27.989 1 .000 Likelihood Ratio 32.438 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 30.095 1 .000
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 14.00. b. Computed only for a 2x2
table
X2hitung = 30,476 X2tabel (0,95 db 1) = 3,841 C= 0,525 nilai Cmaks= 0,707
Nilai Contingency Coefficient (C) diperoleh C = 0,525 dan nilai Cmaks= 0,707 bila dibandingkan nilai C dengan nilai Cmaks ( 0,525 dengan 0,701) hubungan ini sangat dekat sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat hubungan antara ketersediaan informasi dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros cukup besar
4. Hubungan antara Intensitas Penyuluhan dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Intensitas penyuluhan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa banyak petani menerima penyuluhan dalam satu musim tanam tentang teknologi PTT padi sawah, ( baik penyuluhan yang diberikan secara perorangan kepada petani oleh Penyuluh pertanian atau petugas pertanian, maupun penyuluhan yang diterima saat mengikuti pertemuan yang diadakan oleh instansi terkait pertanian).
Tabel 5.19. Hubungan antara Intensitas Penyuluhan dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Tingkat_Penerapan
PTT Total Tinggi Rendah
Intensitas Penyuluhan
Tinggi Count 28 10 38 Expected Count 16.6 21.4 38.0 % of Total 35.0% 12.5% 47.5% Rendah Count 7 35 42
Expected Count 18.4 23.6 42.0 % of Total 8.8% 43.8% 52.5%
Total Count 35 45 80
Expected Count 35.0 45.0 80.0 % of Total 43.8% 56.2% 100.0%
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2014 dengan SPSS.16 Tabel 5.19 menunjukkan bahwa dari 80
orang petani responden tedapat 38 orang (47,5 %) menyatakan bahwa
intensitas penyuluhan yang diterima dalam satu musim tanam tergolong tinggi, sedangkan 42 orang (52,5 %)
(15)
menyatakan bahwa tingkat ketersediaan inpormasi tergolong rendah, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa di Kecamatan Mongcongloe tingkat intensitas penyuluhan yang diterima petani tergolong rendah.
Selanjutnya pada tabel 5.19 menunjukkan bahwa dari 38 orang petani responden yang menyatakan bahwa intensitas penyuluhan yang diterima tergolong tinggi, terdapat 28 orang (35,0%) petani responden tergolong kedalam intensitas penyuluhan tinggi dengan tingkat penerapan PTT
tinggi, 10 orang (12,5%) tergolong intesitas penyuluhan tinggi dengan tingkat penberapan PTT rendah.
Petani responden yang
menyatakan bahwa intensitas
penyuluhan yang diterima tergolong rendah sebanyak 42 orang, dan dari 42 orang petani responden tedapat 7 orang (8,8 %) petani responden tergolong kedalam intensitas penyuluhan rendah dengan tingkat penerapan PTT tinggi, danh 35 orang (43,8 %) tergolong intesitas penyuluhan rendah dengan tingkat penerapan PTT rendah.
Tabel 5.20 Uji Chi-Square Tests Hubungan Intensitas Penyuluhan dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square 26.355a 1 .000
Continuity Correctionb 24.089 1 .000 Likelihood Ratio 28.002 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear
Association 26.025 1 .000 N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.63. b. Computed only for a 2x2 table
X2hitung = 26,355 X2tabel (0,95 db 1) = 3,841 C= 0,498 nilai Cmaks= 0,707
Hasil analisis Uji Chi-Square Tests pada tabel 5.20 diperoleh nilai Pearson Chi-Square (X2Hitung) = 26,355 sedangkan
X2tabel (0,95 db 1) = 3,841 Jai (X2Hitung)
= 26,355 lebih besar dari (X2tabel ) =
3,841 dan juga terlihat pada kolom Asymp. Sig. (2-sided) adalah 0,000 atau probabilitas 0,05 > 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara intensitas penyuluhan dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros. Untuk
mengetahui derajat hubungannya digunakan Contingency Coefficient (C). Nilai Contingency Coefficient (C)
diperoleh C = 0,498 dan nilai Cmaks= 0,707 bila dibandingkan nilai C dengan nilai Cmaks ( 0,498 dengan 0,701) hubungan ini sangat dekat sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat hubungan antara intensitas penyuluhan dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros cukup besar. 5. Hubungan Fekwensi Mengunjungi Sumber Infomasi dengan Tingkat Penerapan
PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Frekwensi mengunjungi sumber informasi adalah jumlah kunjungan petani untuk mendapatkan informasi tentang Teknologi PTT yang dibutuhkan kepada sumber
(16)
informasi ( Dinas Pertanian Kabupaten , BPP dan KP Kabupaten, BPP Kecamatan, UPTD/KCD Kecamatan,PPL ).
Tabel 5.21. Hubungan antara Fekwensi Mengunjungi Sumber Informasi dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Tingkat Penerapan
PTT Total Tinggi Rendah
Frekwensi Mengunjungi Sumber Informasi
Tinggi Count 26 11 37 Expected Count 16.2 20.8 37.0
% of Total 32.5% 13.8% 46.2% Rendah Count 9 34 43
Expected Count 18.8 24.2 43.0 % of Total 11.2% 42.5% 53.8%
Total Count 35 45 80
Expected Count 35.0 45.0 80.0 % of Total 43.8% 56.2% 100.0%
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2014 dengan SPSS.16
Tabel 5.21 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden tedapat 37 orang (46,2 %) menyatakan bahwa frekwensi mengunjungi sumber informasi dalam satu musim tanam tergolong tinggi, sedangkan 43 orang (53,8 %) menyatakan frekwensi mengunjungi sumber informasi tergolong rendah, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa petani di Kecamatan Mongcongloe frekwensi mengunjungi sumber infomasi tergolong rendah.
Selanjutnya pada tabel 5.21 menunjukkan bahwa dari 37 orang petani
responden yang frekwensinya
mengunjungi sumber informasi tergolong tinggi, terdapat 26 orang (32,5%) petani responden tergolong kedalam frekwensi tinggi dengan tingkat penerapan PTT tinggi, 11 orang (13,8 %) tergolong frekwensi tinggi dengan tingkat penerapan PTT rendah.
Petani responden yang frekwensi mengunjungi sumber diterima tergolong
rendah sebanyak 43 orang, dan dari 43 orang responden tedapat terdapat 9 orang (11,2%) petani responden tergolong kedalam frekwensi mengunjungi sumber informasi rendah dengan tingkat penerapan PTT tinggi, dan 34 orang (42,5 %) tergolong frekwensi mengunjungi sumber informasi rendah dengan tingkat penerapan PTT rendah. Hasil analisis Uji Chi-Square Tests pada tabel 5.22. diperoleh nilai Pearson Chi-Square (X2Hitung) = 19,673 sedangkan X2tabel (0,95
db 1) = 3,841 Jai (X2Hitung) = 19,673
lebih besar dari (X2tabel ) = 3,841 dan juga
terlihat pada kolom Asymp. Sig. (2-sided) adalah 0,000 atau probabilitas 0,05 > 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Mongcongloe Kabupaten Maros. Untuk mengetahui derajat hubungannya digunakan
Contingency Coefficient (C).
Tabel 5.22. Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Fekwensi Mengunjungi Sumber Informasi dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah informasi di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
(17)
Pearson Chi-Square 19.673a
1 .000 Continuity Correctionb 17.720 1 .000 Likelihood Ratio 20.496 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear
Association 19.427 1 .000 N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.19. b. Computed only for a 2x2 table
X2hitung = 19,673 X2tabel (0,95 db 1) = 3,841 C= 0,444 nilai Cmaks= 0,707
Nilai Contingency Coefficient (C) diperoleh C = 0,444 dan nilai Cmaks= 0,707 bila dibandingkan nilai C dengan nilai Cmaks ( 0,444 dengan 0,701) sangat dekat sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat hubungan antara Tingkat frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Mongcongloe Kabupaten Maros cukup besar.
C. Hubungan antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah
Penerapan teknologi yang masih sederhana di tingkat petani, berakibat pada rendahnya produktivitas dan pendapatan petani. Perbaikan teknologi dan sistem budidaya padi sawah
diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani. Salah
satu cara untuk meningkatkan
produktivitas adalah melalui penerapan teknologi yang spesifik lokasi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu (PTT) Padi sawah.
Penerapan Paket Teknologi
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah adalah kemampuan dari petani untuk mengaplikasikan teknologi PTT padi sawah dalam pengembangan usaha tani padi.
Tabel 5.23 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden tedapat 35 orang (43,8 %) yang tingkat penerapan PTT padi sawah tinggi, dan 45 0rang(56,2%) yang tingkat penerapan
PTT padi sawah rendah sehingga dapat disimpulkan bahwa di Kecamatan Moncongloe tingkat penerapat PTT yang dilakukan oleh petani masih tergolong rendah. Sedangkat tingkat kenaikan produktivitas padi sawah dari 80 orang petani responden terdapat 31 orang (38,8%) yang tingkat kenaikan produktivitasnya masuk kategori tinggi, 49 orang(61,2%) yang masuk kategori rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan produktivitas padi diKecamatan Moncongloe dikategorikan masih rendah.
Selanjutnya pada tabel 5.34 menunjukkan bahwa dari 35 orang (43,8%) yang tingkat penerapannya tinggi terdapat 26 orang (32,5%) yang tergolong dalam tingkat penerapan PTT tinggi dan tingkat kenaikan produktivitas tinggi, dan hanya 9 orang(11,2%) yang tergolong dalam tingkat penerapan PTT tinggi dan tingkat kenaikan produktivitas rendah .Tabel 5.23. Hubungan antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan
Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe
KenaikanProduktivitas Total Tinggi Rendah
(18)
Tingkat Penerapan PTT
Tinggi Count 26 9 35 Expected Count 13.6 21.4 35.0 % of Total 32.5% 11.2% 43.8% Rendah Count 5 40 45
Expected Count 17.4 27.6 45.0 % of Total 6.2% 50.0% 56.2%
Total Count 31 49 80
Expected Count 31.0 49.0 80.0 % of Total 38.8% 61.2% 100.0%
Sedangkan tingkat penerapan PTT rendah 45 orang(56,2%), dari 45 orang tersebut terdapat 31 orang(38,8%) yang tergolong dalam tingkat penerapan PTT rendah dan tingkat kenaikan produktivitas tinggi, dan terdapat 49 oang (61,2%) yang tergolong dalam tingkat penerapan PTT rendah dan tingkat kenaikan produktivitas rendah.
Tabel 5.24.. Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 33.105a 1 .000 Continuity Correctionb 30.497 1 .000 Likelihood Ratio 35.520 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000 Linear-by-Linear
Association 32.692 1 .000 N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.56. b. Computed only for a 2x2 table
X2hitung = 33,105 X2tabel (0,95 db 1) =
3,841 C= 0,541 nilai Cmaks= 0,707
Hasil analisis Uji Chi-Square Tests pada tabel 5.24 diperoleh nilai Pearson Chi-Square (X2Hitung) = 33,105 sedangkan
X2tabel (0,95 db 1) = 3,841 Jai (X2Hitung)
= 33,105 lebih besar dari (X2tabel ) =
3,841 dan juga terlihat pada kolom Asymp. Sig. (2-sided) adalah 0,000 atau probabilitas 0,05 > 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe. Untuk mengetahui derajat hubungannya digunakan Contingency Coefficient (C)..
Nilai Contingency Coefficient (C) diperoleh C = 0,541 dan nilai Cmaks= 0,707 bila dibandingkan nilai C dengan nilai Cmaks ( 0,541 dengan 0,701) sangat dekat
sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat hubungan antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe sangat kuat.
Hasil analisis diatas menunjukkan bahwa makin tinggi tingkat penerapan PTT padi sawah makin tinggi pula tingkat kenaikan produktivitas padi yang dihasilkan dan sebaliknya makin rendah tingkat penerepan PTT padi sawah makin rendah pula tingkat kenaikan produktivitas padi yang dihasilkan. Kecamatan Moncongloe termasuk kategoti tingkat penerapan PTT rendah dengan tingkat kenaikan produktivitas rendah hal ini disebabkan karena beberapa komponen teknologi PTT yang belum maksimun diterapkan dan masuk kategori penerapan rendah seperti penggunaan benih bermutu, pengaturan populasi jaran
(19)
tanam (sisten tanam jajar legowo), tanam bibit mudah, tanam bibit 1-3 bibit perlubang, penggunaan pupuk organik,
Pemupukan beimbang, pengaian
berseling. Rendahnya tingkat penerapan PTT di Kecaman Moncongloe disebabkan karena kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana
Untuk memudahkan petani
menerapkan anjuran komponen teknologi PTT padi sawah, maka sarana produksi seperti benih, pupuk dan pestisida harus tersedia sesuai dengan enam tepat yaitu tepat waktu, tepat jenis, tepat harga, tepat jumlah, tepat mutu dan tepat penggunaan. Namun hingga saat ini petani belum
seluruhnya menggunakan sarana
teknologi produksi seperti benih bermutu, pupuk, pemanfaatan air, dan pestisida dengan berbagai alasan bahwa tidak tersedia saat dibutuhkan, harganya tidak terjangkau, dan dengan pemakaian sarana teknologi seadanya dianggap sudah cukup layak untuk mendukung berlangsungnya usahatani. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya dan alternatif agar petani mau dan menyadari pentingnya pemakaian sarana produksi yang lengkap dan penerapan teknologi produksi secara baik dan benar dalam rangka peningkatan produktivitas dan pendapatannya.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
1. Tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe yaitu komponen penggunaan varietas unggul, tanam bibit mudah, tanam 1-3 bibit per lubang, penggunaan pupuk organik, pengairan berseling, pengendalian OPT ramah lingkungan adalah tingkat penerapannya tergolong dalam kategori rendah, sedangkang komponen penggunaan benih bermutu, pengaturan populasi tanam, pemupukan berimbang tergolong, panen tepat waktu dan penanganan pasca panen tingkat penerapannya tergolong dalam kategori tinggi;
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor eksternal petani yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan Tingkat Penerapan Paket Teknologi Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe dengan derajat hubungan yang sangat kuat.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara Tingkat Penerapan PTT
Sawah dengan peningkatan
produktivitas padi sawah di Kecamatan Moncongloe dengan derajat hubunganyang sangat kuat B. Saran
1. Petani hendaknya menerapkan
semua komponen PTT yang
diajarkan dalam Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) sehingga dapat diperoleh produktivitas padi yang tinggi;
2. Petani masih membutuhkan
pendampingan berkala dari PPL dan dinas terkait mengenai keberlanjutan penerapan komponen PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe; 3. Dalam kegiatan sosialisasi
pihak-pihak yang memberikan informasi, baik petugas penyuluh lapang maupun pihak Dinas Pertanian dan instansi terkait sebaiknya memberikan informasi tentang Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) secara lengkap sehingga petani mengetahui semua informasi yang berkaitan dengan PTT.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Maros dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Maros
______, 2010. Maros dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Maros
(20)
______, 2011. Maros dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Maros
______, 2012. Maros dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Maros
______ 2012. Kecamatan Moncongloe dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Maros
--- 2012. Statistik penggunaan lahan 2012. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Maros
--- 2013. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Padi dan Palawija Tahun 2013 di Kabupaten Maros. Dinas Pertania Kabupaten Maros. Maros
Akhsan. 1996. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Adopsi Diffusi Inovasi Permberian Makanan Tambahan pada Bayi. Bogor. Thesis Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian
Balai Penelitian Teknologi Pertanian. 2002. Pengelolaan Tanaman Terpadu(PTT) Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sul-Sel.
Makassar
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2012. Pengelolaan Tanaman Terpadu(PTT) Padi Sawah. Balai PPengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sul-Sel. Makassar
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2013. Rekomendasi Teknologi Spesifik Lokasi Padi sawah. Propinsi Sulawesi
Selatan. MT. 2013 dan MT.
2013/2014. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sul-Sel. Makassar
Bobihoe. J. 2007. Pengelolaan tanaman terpadu (PTT)Padi sawah. Inovasi
Teknologi Untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman Padi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Departemen pertanian
Catur, Sri, 2002, Program Intensifikasi Padi Sawah Melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). DEPTAN Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian,Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah,
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2013. Pedoman Teknis Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi dan Jagung Tahun 2013.
Departemen Pertanian
Etty Andriaty dan Endang Setyorini, 2011,Ketersediaan Sumber Informasi
Teknologi Pertanian .Pusat
Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian. Jakarta Kushartanti, E., Suhendrata, et al. 2007.
Petunjuk Teknis PTT engelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Tengah.
Mardikanto, Totok, dan Sutami, 1993, Penyuluhan Pembangunan Pertanian, Sebelas Maret University Press, Surakarta,
Nudin Maryam, 2011. Kajian Pola dan faktor Penentu Distribusi Penerapan Inovasi Pertanian PTT Padi Sawah di Kabupaten Buru. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.Maluku. Ambon
Mustari Kahar, 2012. Analisis Statistika dengan
SPSS. Masagena Press.
Makassar.
Nurawan, Agus., Yati Haryati, dan Dinim Florina. 2011. Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Cirebon Jawa Barat. Dalam Prosiding Seminar Nasional
“Implementasi Teknologi Budidaya
Tanaman Pangan Menuju Kemandirian
Pangan Nasional”. Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah, Purwokerto Santoso.Singgih., 2014. SPSS 22 From Esensial
to Expert Skiil. PT. Gramedia. Jakarta. Singarimbun, Masri dan Effendi. 1987. Metode Penelitian Survei. PT. Pustaka LP3ES. Indonesia. Jakarta.
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Tarsito, Bandung
(21)
Suhardiyono, L. 1992. Penyuluhan Petunjuk Bagi Penyuluhan Pertanian. Erlangga. Jakarta
Suriatna S. 1987. Metode Penyuluhan Pertanian. PT Mediyatama Sarana Perkasa,
Jakarta.
Van Den Ban. A.W & Hawkins, H.S. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius (Anggota IKAPI ), Yokyakarta Walpoe. R. E., 1995. Pengantar Statistika. Ed. 3.
(1)
informasi ( Dinas Pertanian Kabupaten , BPP dan KP Kabupaten, BPP Kecamatan, UPTD/KCD Kecamatan,PPL ).
Tabel 5.21. Hubungan antara Fekwensi Mengunjungi Sumber Informasi dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Tingkat Penerapan
PTT Total
Tinggi Rendah Frekwensi
Mengunjungi Sumber Informasi
Tinggi Count 26 11 37
Expected Count 16.2 20.8 37.0
% of Total 32.5% 13.8% 46.2%
Rendah Count 9 34 43
Expected Count 18.8 24.2 43.0
% of Total 11.2% 42.5% 53.8%
Total Count 35 45 80
Expected Count 35.0 45.0 80.0
% of Total 43.8% 56.2% 100.0%
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2014 dengan SPSS.16
Tabel 5.21 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden tedapat 37 orang (46,2 %) menyatakan bahwa frekwensi mengunjungi sumber informasi dalam satu musim tanam tergolong tinggi, sedangkan 43 orang (53,8 %) menyatakan frekwensi mengunjungi sumber informasi tergolong rendah, sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa petani di Kecamatan Mongcongloe frekwensi mengunjungi sumber infomasi tergolong rendah.
Selanjutnya pada tabel 5.21 menunjukkan bahwa dari 37 orang petani
responden yang frekwensinya
mengunjungi sumber informasi tergolong tinggi, terdapat 26 orang (32,5%) petani responden tergolong kedalam frekwensi tinggi dengan tingkat penerapan PTT tinggi, 11 orang (13,8 %) tergolong frekwensi tinggi dengan tingkat penerapan PTT rendah.
Petani responden yang frekwensi mengunjungi sumber diterima tergolong
rendah sebanyak 43 orang, dan dari 43 orang responden tedapat terdapat 9 orang (11,2%) petani responden tergolong kedalam frekwensi mengunjungi sumber informasi rendah dengan tingkat penerapan PTT tinggi, dan 34 orang (42,5 %) tergolong frekwensi mengunjungi sumber informasi rendah dengan tingkat penerapan PTT rendah. Hasil analisis Uji Chi-Square Tests pada tabel 5.22. diperoleh nilai Pearson Chi-Square (X2Hitung) = 19,673 sedangkan X2tabel (0,95
db 1) = 3,841 Jai (X2Hitung) = 19,673
lebih besar dari (X2tabel ) = 3,841 dan juga
terlihat pada kolom Asymp. Sig. (2-sided) adalah 0,000 atau probabilitas 0,05 > 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Mongcongloe Kabupaten Maros. Untuk mengetahui derajat hubungannya digunakan
Contingency Coefficient (C).
Tabel 5.22. Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Fekwensi Mengunjungi Sumber Informasi dengan Tingkat Penerapan PTT Padi Sawah informasi di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
(2)
Pearson Chi-Square 19.673a
1 .000
Continuity Correctionb 17.720 1 .000
Likelihood Ratio 20.496 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 19.427 1 .000
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.19. b. Computed only for a 2x2 table
X2hitung = 19,673 X2tabel (0,95 db 1) = 3,841 C= 0,444 nilai Cmaks= 0,707
Nilai Contingency Coefficient (C) diperoleh C = 0,444 dan nilai Cmaks= 0,707
bila dibandingkan nilai C dengan nilai Cmaks ( 0,444 dengan 0,701) sangat dekat
sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat hubungan antara Tingkat frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan tingkat penerapan PTT padi sawah di Kecamatan Mongcongloe Kabupaten Maros cukup besar.
C. Hubungan antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah
Penerapan teknologi yang masih sederhana di tingkat petani, berakibat pada rendahnya produktivitas dan pendapatan petani. Perbaikan teknologi dan sistem budidaya padi sawah
diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan petani. Salah
satu cara untuk meningkatkan
produktivitas adalah melalui penerapan teknologi yang spesifik lokasi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu (PTT) Padi sawah.
Penerapan Paket Teknologi
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah adalah kemampuan dari petani untuk mengaplikasikan teknologi PTT padi sawah dalam pengembangan usaha tani padi.
Tabel 5.23 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden tedapat 35 orang (43,8 %) yang tingkat penerapan PTT padi sawah tinggi, dan 45 0rang(56,2%) yang tingkat penerapan
PTT padi sawah rendah sehingga dapat disimpulkan bahwa di Kecamatan Moncongloe tingkat penerapat PTT yang dilakukan oleh petani masih tergolong rendah. Sedangkat tingkat kenaikan produktivitas padi sawah dari 80 orang petani responden terdapat 31 orang
(38,8%) yang tingkat kenaikan
produktivitasnya masuk kategori tinggi, 49 orang(61,2%) yang masuk kategori rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan produktivitas padi diKecamatan Moncongloe dikategorikan masih rendah.
Selanjutnya pada tabel 5.34 menunjukkan bahwa dari 35 orang (43,8%) yang tingkat penerapannya tinggi terdapat 26 orang (32,5%) yang tergolong dalam tingkat penerapan PTT tinggi dan tingkat kenaikan produktivitas tinggi, dan hanya 9 orang(11,2%) yang tergolong dalam tingkat penerapan PTT tinggi dan tingkat kenaikan produktivitas rendah
.Tabel 5.23. Hubungan antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe
KenaikanProduktivitas Total Tinggi Rendah
(3)
Tingkat Penerapan PTT
Tinggi Count 26 9 35
Expected Count 13.6 21.4 35.0
% of Total 32.5% 11.2% 43.8%
Rendah Count 5 40 45
Expected Count 17.4 27.6 45.0
% of Total 6.2% 50.0% 56.2%
Total Count 31 49 80
Expected Count 31.0 49.0 80.0
% of Total 38.8% 61.2% 100.0%
Sedangkan tingkat penerapan PTT rendah 45 orang(56,2%), dari 45 orang tersebut terdapat 31 orang(38,8%) yang tergolong dalam tingkat penerapan PTT rendah dan tingkat kenaikan produktivitas tinggi, dan terdapat 49 oang (61,2%) yang tergolong dalam tingkat penerapan PTT rendah dan tingkat kenaikan produktivitas rendah.
Tabel 5.24.. Uji Chi-Square Tests Hubungan antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe Kabupaten Maros
Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 33.105a 1 .000
Continuity Correctionb 30.497 1 .000
Likelihood Ratio 35.520 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
Linear-by-Linear
Association 32.692 1 .000
N of Valid Casesb 80
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.56. b. Computed only for a 2x2 table
X2hitung = 33,105 X2tabel (0,95 db 1) =
3,841 C= 0,541 nilai Cmaks= 0,707
Hasil analisis Uji Chi-Square Tests pada tabel 5.24 diperoleh nilai Pearson Chi-Square (X2Hitung) = 33,105 sedangkan
X2tabel (0,95 db 1) = 3,841 Jai (X2Hitung)
= 33,105 lebih besar dari (X2tabel ) =
3,841 dan juga terlihat pada kolom Asymp. Sig. (2-sided) adalah 0,000 atau probabilitas 0,05 > 0,000. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe. Untuk mengetahui derajat hubungannya digunakan Contingency Coefficient (C)..
Nilai Contingency Coefficient (C) diperoleh C = 0,541 dan nilai Cmaks= 0,707
bila dibandingkan nilai C dengan nilai Cmaks ( 0,541 dengan 0,701) sangat dekat
sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat hubungan antara Tingkat Penerapan PTT dengan Peningkatan Produktivitas Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe sangat kuat.
Hasil analisis diatas menunjukkan bahwa makin tinggi tingkat penerapan PTT padi sawah makin tinggi pula tingkat kenaikan produktivitas padi yang dihasilkan dan sebaliknya makin rendah tingkat penerepan PTT padi sawah makin rendah pula tingkat kenaikan produktivitas padi yang dihasilkan. Kecamatan Moncongloe termasuk kategoti tingkat penerapan PTT rendah dengan tingkat kenaikan produktivitas rendah hal ini disebabkan karena beberapa komponen teknologi PTT yang belum maksimun diterapkan dan masuk kategori penerapan rendah seperti penggunaan benih bermutu, pengaturan populasi jaran
(4)
tanam (sisten tanam jajar legowo), tanam bibit mudah, tanam bibit 1-3 bibit perlubang, penggunaan pupuk organik,
Pemupukan beimbang, pengaian
berseling. Rendahnya tingkat penerapan PTT di Kecaman Moncongloe disebabkan karena kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana
Untuk memudahkan petani
menerapkan anjuran komponen teknologi PTT padi sawah, maka sarana produksi seperti benih, pupuk dan pestisida harus tersedia sesuai dengan enam tepat yaitu tepat waktu, tepat jenis, tepat harga, tepat jumlah, tepat mutu dan tepat penggunaan. Namun hingga saat ini petani belum
seluruhnya menggunakan sarana
teknologi produksi seperti benih bermutu, pupuk, pemanfaatan air, dan pestisida dengan berbagai alasan bahwa tidak tersedia saat dibutuhkan, harganya tidak terjangkau, dan dengan pemakaian sarana teknologi seadanya dianggap sudah cukup layak untuk mendukung berlangsungnya usahatani. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya dan alternatif agar petani mau dan menyadari pentingnya pemakaian sarana produksi yang lengkap dan penerapan teknologi produksi secara baik dan benar dalam rangka peningkatan produktivitas dan pendapatannya.
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
1. Tingkat penerapan komponen teknologi PTT padi sawah di
Kecamatan Moncongloe yaitu
komponen penggunaan varietas unggul, tanam bibit mudah, tanam 1-3 bibit per lubang, penggunaan pupuk organik, pengairan berseling, pengendalian OPT ramah lingkungan adalah tingkat penerapannya tergolong dalam kategori rendah, sedangkang komponen penggunaan benih bermutu, pengaturan populasi
tanam, pemupukan berimbang
tergolong, panen tepat waktu dan penanganan pasca panen tingkat penerapannya tergolong dalam kategori tinggi;
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara faktor eksternal petani yaitu partisipasi petani dalam kelompok, ketersediaan buruh tani, ketersediaan informasi, intensitas penyuluhan, Frekwensi mengunjungi sumber informasi dengan Tingkat Penerapan Paket Teknologi Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Kecamatan Moncongloe dengan derajat hubungan yang sangat kuat.
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara Tingkat Penerapan PTT
Sawah dengan peningkatan
produktivitas padi sawah di Kecamatan Moncongloe dengan derajat hubunganyang sangat kuat B. Saran
1. Petani hendaknya menerapkan
semua komponen PTT yang
diajarkan dalam Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) sehingga dapat diperoleh produktivitas padi yang tinggi;
2. Petani masih membutuhkan
pendampingan berkala dari PPL dan dinas terkait mengenai keberlanjutan penerapan komponen PTT padi sawah di Kecamatan Moncongloe; 3. Dalam kegiatan sosialisasi
pihak-pihak yang memberikan informasi, baik petugas penyuluh lapang maupun pihak Dinas Pertanian dan
instansi terkait sebaiknya
memberikan informasi tentang Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) secara lengkap sehingga petani mengetahui semua informasi yang berkaitan dengan PTT.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009. Maros dalam Angka. Badan
Pusat Statistik. Kabupaten Maros
______, 2010. Maros dalam Angka. Badan
(5)
______, 2011. Maros dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Maros
______, 2012. Maros dalam Angka. Badan
Pusat Statistik. Kabupaten Maros
______ 2012. Kecamatan Moncongloe dalam
Angka. Badan Pusat Statistik.
Kabupaten Maros
--- 2012. Statistik penggunaan lahan 2012.
Badan Pusat Statistik. Kabupaten
Maros
--- 2013. Luas Panen, Produksi dan
Produktivitas Padi dan Palawija Tahun 2013 di Kabupaten Maros. Dinas
Pertania Kabupaten Maros.
Maros
Akhsan. 1996. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Proses Adopsi
Diffusi Inovasi Permberian Makanan Tambahan pada Bayi. Bogor. Thesis
Fakultas Pasca Sarjana Institut
Pertanian
Balai Penelitian Teknologi Pertanian. 2002.
Pengelolaan Tanaman Terpadu(PTT) Padi Sawah. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Sul-Sel.
Makassar
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2012.
Pengelolaan Tanaman Terpadu(PTT)
Padi Sawah. Balai PPengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Sul-Sel.
Makassar
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. 2013.
Rekomendasi Teknologi Spesifik Lokasi
Padi sawah. Propinsi Sulawesi
Selatan. MT. 2013 dan MT.
2013/2014. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Sul-Sel. Makassar
Bobihoe. J. 2007. Pengelolaan tanaman terpadu
(PTT)Padi sawah. Inovasi
Teknologi Untuk Meningkatkan
Produktivitas Tanaman Padi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Departemen pertanian
Catur, Sri, 2002, Program Intensifikasi Padi
Sawah Melalui Pendekatan Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT). DEPTAN
Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian,Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa Tengah,
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2013.
Pedoman Teknis Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi dan Jagung Tahun 2013.
Departemen Pertanian
Etty Andriaty dan Endang Setyorini,
2011,Ketersediaan Sumber Informasi
Teknologi Pertanian .Pusat
Perpustakaan dan Penyebaran
Teknologi Pertanian. Jakarta
Kushartanti, E., Suhendrata, et al. 2007.
Petunjuk Teknis PTT engelolaan
Tanaman Terpadu Padi Sawah.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Tengah.
Mardikanto, Totok, dan Sutami, 1993,
Penyuluhan Pembangunan Pertanian,
Sebelas Maret University Press,
Surakarta,
Nudin Maryam, 2011. Kajian Pola dan faktor
Penentu Distribusi Penerapan Inovasi Pertanian PTT Padi Sawah di Kabupaten
Buru. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian.Maluku. Ambon
Mustari Kahar, 2012. Analisis Statistika dengan
SPSS. Masagena Press.
Makassar.
Nurawan, Agus., Yati Haryati, dan Dinim Florina.
2011. Penerapan Pengelolaan Tanaman
Terpadu (PTT) pada Tanaman Padi Sawah di Kabupaten Cirebon Jawa Barat.
Dalam Prosiding Seminar Nasional
“Implementasi Teknologi Budidaya
Tanaman Pangan Menuju Kemandirian Pangan Nasional”. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah, Purwokerto
Santoso.Singgih., 2014. SPSS 22 From Esensial
to Expert Skiil. PT. Gramedia. Jakarta. Singarimbun, Masri dan Effendi. 1987.
Metode Penelitian Survei. PT. Pustaka LP3ES. Indonesia. Jakarta.
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Tarsito,
(6)
Suhardiyono, L. 1992. Penyuluhan Petunjuk Bagi
Penyuluhan Pertanian. Erlangga.
Jakarta
Suriatna S. 1987. Metode Penyuluhan Pertanian.
PT Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.
Van Den Ban. A.W & Hawkins, H.S. 1999.
Penyuluhan Pertanian. Kanisius
(Anggota IKAPI ), Yokyakarta
Walpoe. R. E., 1995. Pengantar Statistika. Ed. 3.