Uji Fitokimia Potential Bioactive of Enhalus acoroides and Thalassia hemprichii for BIOANTIFOULING in Pramuka Island, DKI Jakarta

61 Suhu perairan Pulau Pramuka pada saat pengambilan contoh air, adalah 29.5 o C Tabel 3, kondisi ini masih tergolong baik untuk lingkungan hidup lamun. Philips dan Menez 1988 memaparkan bahwa lamun akan tumbuh optimal pada air laut dengan suhu 28 – 30 o C. Salinitas perairan di sisi barat dan timur Pulau Pramuka, adalah 34.2 ppm dan 34.3 ppm, nilai ini masih berada dalam selang toleransi pertumbuhan dan perkembangan lamun. Lamun akan tumbuh dan berkembang dengan optimal pada perairan dengan salinitas 24 – 35 ppm Hilman et al. 1989. Derajat keasaman pH di sisi barat dan timur perairan Pulau Pramuka pada Maret 2011, adalah 8 dan 8.1, nilai ini tergolong baik untuk pertumbuhan lamun. Hal ini karena lamun akan tumbuh dan berkembang dengan baik pada peraian dengan pH 7.3 – 9.0 Burrell dan Schubell 1977. Hasil analisis diatas diambil pada Maret 2011, bulan ini termasuk pada musim peralihan. Walaupun data kualitas perairan yang diperoleh hanya mewakili satu musim saja, data tersebut masih dapat digunakan, karena kondisi kualitas fisika dan kimia perairan di Pulau Pramuka pada ketiga musim yang berbeda timur, barat, dan peralihan menurut Triyulianti 2009 tidak berbeda nyata. Analisis kualitas air diatas menunjukkan bahwa kualitas perairan di Pulau Pramuka pada saat pengambilan contoh lamun dalam kondisi yang baik dan tidak memberikan tekanan lingkungan terhadap lamun.

4.2. Senyawa Bioaktif Lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii

Berat basah contoh Enhalus acoroides yang dikeringkan dan digunakan dalam penelitian akan menyusut hingga 31,6± 0,04 , sementara Thalassia hemprichii menyusut hingga 95,5± 0,016 . Rendemen yang dihasilkan oleh lamun jenis Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii hasil penelitian akan meningkat seiring dengan kepolaran pelarut. Jumlah rendemen ekstrak kedua jenis lamun yang diekstraksi dengan pelarut metanol lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang diekstraksi dengan pelarut n-heksana Tabel 4. Hal ini menunjukkan Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii yang dikoleksi dari Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta mengandung senyawa bioaktif bersifat polar lebih banyak daripada yang bersifat non polar. Tingginya potensi ikatan hidrogen yang terbentuk pada pelarut metanol, menyebabkan zat bioaktif yang terkandung dalam Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii lebih mudah larut didalamnya, sehingga lebih banyak zat bioaktif yang diperoleh dari proses ekstraksi. Tabel 4 Berat ekstrak kasar Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii Spesies Berat Contoh g Berat ekstrak g Ekstrak Metanol Ekstrak n – heksana Enhalus acoroides n=3 50 1,36±0,058 0,16±0,04 Thalassia hemprichii n=3 50 1,50±0,086 0,16±0,016 Nilai berat yang disajikan pada Tabel 4 digunakan untuk menghitung rendemen, yaitu perbandingan nilai berat ekstrak yang dihasilkan dengan berat awal contoh daun lamun kering dalam persen . Rendemen ekstrak kasar lamun jenis Enhalus acoroides, dengan pelarut n-heksana adalah 0,32, sedangkan dengan pelarut metanol adalah 2,71. Rendemen ekstrak kasar lamun jenis Thalassia hemprichii dengan pelarut n-heksana adalah 0,32, sementara dengan pelarut metanol adalah 2,99 Gambar 15. Nilai rendemen kedua jenis lamun yang diekstraksi dengan pelarut polar methanol lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang diekstraksi dengan pelarut non polar n-heksana. Nilai rendeman hasil penelitian kemudian dianalisis dengan melakukan uji anova Lampiran 1, dan dilanjutkan dengan uji F untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap rendemen ekstrak. Hasil uji F yang dilakukan, menunjukkan faktor pelarut memiliki pengaruh yang nyata terhadap nilai rendemen, sedangkan jenis lamun tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rendemen.