Senyawa Bioaktif Lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii

Aktivitas hambat biofilm ekstrak lamun pada konsentrasi 200 mgml menunjukkan hasil yang lebih baik dari konsentrasi sebelumnya 20 mgml, zona bening yang terbentuk terlihat variatif Gambar 19, dengan diameter beragam, namun rata-rata masih kurang dari 5 cm Tabel 8. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa aktivitas hambat ekstrak lamun dengan konsentrasi 200 mgml tergolong lemah hingga sedang Bell 1984. Tabel 8 Hasil pengujian aktivitas hambat biofilm Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii pada konsentrasi 200mgml. Lamun Diameter Zona Hambat mm Ekstrak n – heksana Bakteri Vibrio 4 - 3 Bakteri Vibrio 15 - 3 Thalassia hemprichii 3.67 3.67 Enhalus acoroides 5.00 2.33 Ekstrak metanol Bakteri Vibrio 4 - 3 Bakteri Vibrio 15 - 3 Thalassia hemprichii 5.33 1.33 Enhalus acoroides 3.67 1.00 Sumber : Diolah dari Lampiran 6. Hasil uji aktivitas hambat biofilm dari ekstrak lamun dengan konsentrasi 200mgml dapat dilihat pada Gambar 19. Bakteri Biofilm Vibrio 4 – 3 Bakteri Biofilm Vibrio 15 – 3 Gambar 19. Hasil uji aktivitas hambat biofilm Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii pada konsentrasi 200mgml; Kertas cakram ditetesi 1 Ekstrak Enhalus acoroides dengan pelarut methanol; 2 Ekstrak Thalassia hemprichii dengan pelarut methanol; 3 Ekstrak Enhalus acoroides dengan pelarut n-heksana; 4 Ekstrak Thalassia hemprichii dengan pelarut n-heksana. 73 Jika data hasil uji aktivitas hambat biofilm diperhatikan lebih lanjut, diketahui nilai diameter zona hambat biofilm yang terbentuk dari seluruh ekstrak terhadap bakteri uji Vibrio 4-3 MA lebih besar jika dibandingkan dengan zona hambat yang terbentuk pada bakteri uji Vibrio 15-3 MA. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas bertahan bakteri uji Vibrio 15-3 MA lebih baik, karena mampu melawan ekstrak lamun yang terkandung dalam kertas cakram, sehingga nilai zona hambat yang terbentuk disekitar kertas cakram rendah. Berdasarkan data yang diperoleh dan ditampilkan pada tabel diatas, secara umum diketahui ektrak lamun yang menggunakan pelarut metanol cenderung menghasilkan nilai zona hambat yang lebih besar jika dibandingkan dengan ekstrak lamun yang menggunakan pelarut n-heksana. Hal ini menunjukkan bahwa pelarut metanol lebih potensial dan efektif digunakan untuk ekstraksi senyawa bioaktif lamun, karena dapat menghambat aktivitas bakteri biofilm. Sensitivitas bakteri gram negatif terhadap senyawa polar disebabkan oleh adanya membran luar, yaitu sebuah lapisan tambahan pada dinding sel. Membran luar tersusun atas lipopolisakarida, porin, dan lipoprotein, keberadaaan molekul protein tersebut memudahkan difusi pasif senyawa hidrofilik dengan berat molekul rendah, seperti senyawa golongan alkaloid dan flavonoid Jawet 1998. Ekstrak Enhalus acoroides baik yang dilarutkan dengan metanol ataupun dengan heksana, menurut data hasil penelitian yang diperoleh cenderung mambentuk zona hambat yang lebih luas jika dibandingkan dengan ekstrak Thalassia hemprichii. Hal ini diduga disebabkan oleh bentuk morfologi daun Enhalus acoroides yang lebih besar, luas, dan tebal, sehingga mampu menyimpan bahan bioaktif lebih banyak. Bentuk morfologi daun lamun Enhalus acoroides yang lebar, banyak dimanfaatkan oleh organisme di alam untuk menempel dan juga untuk makanan, dalam kondisi tekanan alam berupa predasi dan persaingan tempat hidup tersebut Enhalus acoroides akan menghasilkan senyawa bioaktif metabolit sekunder sebagai bentuk pertahanan diri dari predator dan organisme lain. Uji bioantifouling dengan menggunakan ekstrak metanol lamun terhadap bakteri pembentuk biofilm genus Vibrio sp. sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Mayavu et al. 2009, hasilnya menunjukkan bahwa ektrak metanol Cymodocea serrulata dan Syringodium isoetifolium membentuk zona hambat dengan diameter 3 mm, dan 6 mm. Hal ini menunjukkan bahwa lamun jenis Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides memiliki potensi yang lebih baik dari jenis Cymodocea serrulata untuk menghambat aktivitas bakteri pembentuk biofilm Vibrio spp. . 75 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah: 1 Hasil uji fitokimia ekstrak Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii menunjukkan adanya kandungan gula pereduksi dan senyawa bioaktif dari jenis flavonoid; 2 Hasil iji toksisitas menunjukan bahwa ekstrak metanol Enhalus acoroides bersifat sangat toksik dengan nilai LC 50 5,74 ppm, sedangkan ekstrak n-heksana Enhalus acoroides bersifat tidak toksik ditunjukkan dengan nilai LC 50 1309,42 ppm; 3 Ekstrak kasar lamun pada konsentrasi 200 mgml memiliki kemampuan menghambat aktivitas biofilm pada kategori lemah hingga sedang.

5.2. Saran

Saran dari penelitian ini, adalah perlu dilakukan eksplorasi pemanfaatan lamun pada bagian batang dan rhizoma, agar pemanfaatan potensi bioprospeksi dari lamun lebih optimal, serta isolasi dan purifikasi senyawa golongan flavonoid dari lamun yang potensial sebagai bioantifouling. Identifikasi bakteri pembentuk biofilm sebaiknya dilakukan hingga tingkat spesies, dan hewan uji yang digunakan untuk uji toksisitas, sebaiknya menggunakan organisme penempel, antara lain Balanus sp.. 77 DAFTAR PUSTAKA Abarzua S, Jakubowski S. 1995. Biotechnological investigation for the prevention of biofouling. I. Biological and biochemical principles for the prevention of biofouling. Mar Ecol, Vol 123; 301 – 312. Armitage JP. 2005. Understanding the development and formation of biofilm. Unpublish Paper. Department of Biochemistry, University of Oxford. Arlyza IS. 2007. Bahan bioaktif dari organisme laut sebagai pengendali biota penempel. Oseana, Vol 321; 39 – 48. Azkab MH. 1999. Pedoman inventarisasi lamun. Oseana, Vol 241; 1 -16. Bell SM. 1984. Antibiotic sensitivity testing by CDS methods. Di dalam: Hertwig N, editor. Clinical Microbiology Up Date Pragramme. New South Wales. The Price Wales Hospital. Boesono H. 2008. Pengaruh lama perendaman terhadap organisme penempel dan modulus elastisitas pada kayu. Jurnal Ilmu Kelautan, Vol 133; 177 – 180. Branen AL, Davidson PJ. 1993. Antimicrobial in Foods. New York: Marcel Dekker. Burgess JG, Boyd KG, Amstrong E, Jiang Z, Yan L, Berggren M, May U, Pisacane T, Granmo A, Adams DR. 2003. The development of a marine natural product – based antifouling paint. Biofouling, suppl: 197 – 205. Burrell DC dan Schubel JR. 1977. Seagrass ecosystem oceanography. Di dalam: McRoy P dan Mc Millan C eds. Seagrass Ecosystem: a Scientific Perspective. New York : Marcel Dekker. Callow ME, Callow JA. 2002. Marine biofouling: a sticky problem. Biologist, Vol 491. Cowan MM. 1999. Plant products as antimicrobial agents. Clin microbio Reviews, Vol 24; 69 – 72. Czaczyk K, Myszka K. 2007. Biosynthesis of extracellular polymeric substance EPS and its role in microbial biofilm formation. Polish J. Environ Stud, Vol 166; 799 – 806. Darmayanti, Y. 1994. Environtmental impact of antifouling system: The use of tributhyltin. Oseana, Vol 192; 9 – 16. Delauney L, Compere C, Lehaitre M. 2009. Biofouling protection for marine enviromental sensors. Osean Science Discussions, Vol 6; 2993 – 3018. Den Hartog, Kuo CJ. 2006. Taxonomy and Biogeography of Seagrasses. Di dalam: Larkum AWD, Orth RJ, Duarte CM, editor. Seagrasses: Biology, Ecology and Conservation. Netherlands: Springer. Dewi CSU, Kawaroe M, Aziz A. 2009. Struktur Komunitas Moluska Pada Padang Lamun di Teluk Gilimanuk, TN. Bali Barat. SEMNASKAN VI. FPIK - UB. Malang. El-Hady HA, Daboor SM, Ghoniemy AE. 2007. Nutritive and antimicrobial profiles of some seagrasses from Bardawil Lake, Egypt. Egyptian Journal Of Aquatic Research, Vol 333; 103 – 110. Elfahmi, Sodiro I, Ruslan K. 1997. Telaah fitokimia dan uji hayati pendahuluan lamun Enhalus accorides L. F. Royle. [tesis]. Bandung: Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung. Fahmi S, Dewi CSU, Salami H. 2010. Struktur Komunitas dan Biomassa Lamun di Perairan Pulau Belitung. Makalah Ilmiah. PIT ISOI VII. Hotel Santika, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka-Belitung. 6 – 7 Oktober 2010. Feliatra. 1999. Identifikasi bakteri patogen Vibrio sp. di perairan Nongsa Batam Propinsi Riau. Jurnal Natur Indonesia, Vol 111; 28 – 33. Harbone JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods. Hentzer M, Riedl K, Rasmussen TB, Heydorn A, Anderson JB, Parsek MR, Rice SA, Eberl L, Molin S, Hoiby N, Kjelleberg S, Givskov M. 2002. Inhibition of quorum sensing in Pseudomonas aeruginosa biofilm bacteria by a halogenated furanone compound. Microbiology 148. 87 – 102. Hikmah A. 2011. Isolasi dan identifikasi bakteri Vibrio cholera pada kerang di tempat pelelangan ikan TPI wilayah sidoarjo. Unpublish artikel. Surabaya: Fakultas Kedokteran Hewan, UNAIR. Hillman K, Walker DJ, Larkum AWD, dan McComb AJ. 1989. Productivity and nutrient limitation of seagrasses. Di dalam: Larkum AW, McComb AJ, dan Shepherd SA eds. Biology of Seagrasses. Netherland: Elsevier Science Publishers. Jawet E. 1998. Obat-obatan kemoteuratika. Staf Dosen Fakultas Kedokteran UNSRI, penerjemah; Katzung, BG, edtitor. Jakarta: Farmakologi Dasar dan Klinik. Terjemahan dari: Basic and Clinical Pharcology. Jensen PR, Jenlins KM, Porter D, Fenical W. 1998. Evidence that a new antibiotic flavone glycoside chemically defends the seagrass Thalassia testudinum against zoosporic fungi. AEM, Vol 644; 1490 – 1496.