Lokasi dan Waktu Penelitian

Kedua jenis lamun ini dipilih karena telah terbukti pada penelitian sebelumnya mengandung senyawa bioaktif El-Hady et al. 2007; Elfahmi et al. 1997; Jensen et al. 1998; Lakshmi et al. 2006; Raja-Kanan et al. 2010; Qi et al. 2008; Mayavu et al. 2009, sehingga diduga memiliki potensi lebih besar sebagai bioantifouling. Alasan lain penyebab digunakannya Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii dalam penelitian, karena distribusi kedua jenis lamun tersebut di Indonesia sangat luas. Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii dapat ditemui di perairan Indonesia, seperti Pulau Belitung Fahmi et al. 2010, Kepulauan Seribu Mardesyawati dan Anggraeni 2009, Teluk Gilimanuk, Bali Dewi et al. 2008, dan Pantai Molas, Manado Maabuat et al. 2012. Pertumbuhan dan perkembangbiakan lamun dipengaruhi oleh kondisi kualitas perairan, seperti suhu, salinitas, dan nutrien. Madigan et al. 2000 memaparkan produksi senyawa metabolit sekunder organisme merupakan salah satu mekanisme pertahanan diri yang meningkat produksinya seiring dengan tekanan lingkungan yang terjadi disekitarnya. Data kualitas air yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Lumban-Toruan 2011, meliputi suhu, salinitas, pH, DO, fosfat, nitrat dan ammonia, hasil analisis parameter tersebut menunjukkan nilai yang masih berada dalam kisaran nilai baku mutu kualitas perairan untuk biota laut menurut Kepmen – LH 51 Tahun 2004 Tabel 3. Tabel 3 Hasil analisis kualitas perairan Pulau Pramuka, DKI Jakarta Maret 2011 No Parameter Satuan Pramuka Barat Pramuka Timur Baku Mutu 1 Suhu o C 29,5 29,5 28 - 30 2 Salinitas ppm 34,2 34,3 33 - 34 3 pH 8 8,1 7 – 8,5 4 DO mgL 10 8,8 5 6 Fosfat PO4 mgL 0,17 0,015 7 Nitrat NO3 mgL 0,02 0,02 0,008 8 Amonia NH3 mgL 0,07 0,22 0,3 Sumber : Lumban-Toruan 2011 Keterangan : Baku mutu berdasarkan Kepmen - LH 51 Tahun 2004 untuk biota laut 61 Suhu perairan Pulau Pramuka pada saat pengambilan contoh air, adalah 29.5 o C Tabel 3, kondisi ini masih tergolong baik untuk lingkungan hidup lamun. Philips dan Menez 1988 memaparkan bahwa lamun akan tumbuh optimal pada air laut dengan suhu 28 – 30 o C. Salinitas perairan di sisi barat dan timur Pulau Pramuka, adalah 34.2 ppm dan 34.3 ppm, nilai ini masih berada dalam selang toleransi pertumbuhan dan perkembangan lamun. Lamun akan tumbuh dan berkembang dengan optimal pada perairan dengan salinitas 24 – 35 ppm Hilman et al. 1989. Derajat keasaman pH di sisi barat dan timur perairan Pulau Pramuka pada Maret 2011, adalah 8 dan 8.1, nilai ini tergolong baik untuk pertumbuhan lamun. Hal ini karena lamun akan tumbuh dan berkembang dengan baik pada peraian dengan pH 7.3 – 9.0 Burrell dan Schubell 1977. Hasil analisis diatas diambil pada Maret 2011, bulan ini termasuk pada musim peralihan. Walaupun data kualitas perairan yang diperoleh hanya mewakili satu musim saja, data tersebut masih dapat digunakan, karena kondisi kualitas fisika dan kimia perairan di Pulau Pramuka pada ketiga musim yang berbeda timur, barat, dan peralihan menurut Triyulianti 2009 tidak berbeda nyata. Analisis kualitas air diatas menunjukkan bahwa kualitas perairan di Pulau Pramuka pada saat pengambilan contoh lamun dalam kondisi yang baik dan tidak memberikan tekanan lingkungan terhadap lamun.

4.2. Senyawa Bioaktif Lamun Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii

Berat basah contoh Enhalus acoroides yang dikeringkan dan digunakan dalam penelitian akan menyusut hingga 31,6± 0,04 , sementara Thalassia hemprichii menyusut hingga 95,5± 0,016 . Rendemen yang dihasilkan oleh lamun jenis Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii hasil penelitian akan meningkat seiring dengan kepolaran pelarut. Jumlah rendemen ekstrak kedua jenis lamun yang diekstraksi dengan pelarut metanol lebih tinggi jika dibandingkan dengan yang diekstraksi dengan pelarut n-heksana Tabel 4. Hal ini menunjukkan Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii yang dikoleksi dari Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta mengandung senyawa bioaktif bersifat polar lebih banyak daripada yang