Uji bioantifouling Metode Penelitian

67 Tabel 6 Nilai toksisitas ekstrak lamun terhadap hewan uji Artemia salina Ekstrak n – heksana Konsentrasi ppm Log Konsentrasi Persen Mortalitas Prob it LC50 ppm T. hemprichii 10 1 13,33 3,87 707,22 100 2 23,33 4,26 500 2,7 36,67 4,64 1000 3 66,67 5,41 E. acoroides 10 1 6,67 3,45 1309,42 100 2 23,33 4,26 500 2,7 33,33 4,56 1000 3 50,00 5,00 Ekstrak metanol Konsentrasi ppm Log Konsentrasi Persen Mortalitas Prob it LC50 ppm T. hemprichii 10 1 33,33 4,56 165,45 100 2 43,33 4,82 500 2,7 56,67 5,15 1000 3 66,67 5,41 E. acoroides 10 1 56,67 5,15 5,74 100 2 60,00 5,25 500 2,7 66,67 5,41 1000 3 80,00 5,84 Sumber : Diolah dari Lampiran 1, dengan menggunakan Tabel Probit pada Lampiran 2 Persamaan yang terbentuk dari hubungan log konsentrasi ekstrak lamun dengan mortalitas probit adalah sebagai berikut 1 y = 0,678x+3,068 R²=0,842 untuk ekstrak n-heksana Thalassia hemprichii; 2 y=0,726x+2,737 R²=0,975 untuk ekstrak n-heksana Enhalus acoroides; 3 y=0,407x+4,097 R²=0,947 untuk ekstrak metanol Thalassia hemprichii; 4 y=0,290x+4,78 R²=0,719 untuk ekstrak metanol Enhalus acoroides Gambar 16. Berdasarkan empat persamaan diatas diperoleh dua nilai koefisien korelasi R 2 yang hampir mendekati 1, yaitu 0,947 untuk ekstrak n-heksana Enhalus acoroides dan 0,975 untuk ekstrak metanol Thalassia hemprichii, artinya konsentrasi kedua ekstrak tersebut dengan nilai mortalitas A. salina mempunyai hubungan yang sangat erat, dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang diberikan semakin besar pula jumlah A. salina yang mengalami kematian. A B C D Gambar 16 Grafik regresi hubungan log konsentrasi dan mortalitas A. salina dalam nilai probit dari A Ekstrak n-heksana Thalassia hemprichii; B Ekstrak n-heksana Enhalus acoroides; C Ekstrak methanol Thalassia hemprichii; D Ekstrak methanol Enhalus acoroides Thalassia hemprichii yang diekstrak dengan pelarut methanol dan n- heksana, serta Enhalus acoroides yang diekstrak dengan pelarut methanol diketahui masuk dalam kategori toksik dan sangat toksik. Data tersebut menunjukkan adanya korelasi positif dengan hasil uji fitokimia, yang menunjukkan bahwa didalam ketiga ekstrak kasar tersebut terkandung senyawa bioaktif yang dapat bersifat toksik bagi sel organisme, yaitu senyawa golongan flavonoid, steroid, dan alkaloid. Hal ini didukung oleh Jensen et al. 1998 yang melaporkan bahwa senyawa bioaktif golongan flavonoid flavones glycoside liteolin 7-O- β- Dglucopyransyl-2-sulfate, yang diisolasi dari Thalassia testudinum bersifat toksik dan mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme penempel, jamur jenis Schizichytrium aggregatum. Zimmerman 1997 in Arlyza 2007 mengemukakan pendapat yang sama, bahwa senyawa golongan fenolik flavonoid y = 0.678x + 3.068 R² = 0.842 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 0.00 2.00 4.00 P rob it Log Konsentrasi y = 0.726x + 2.737 R² = 0.975 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 0.00 2.00 4.00 P rob it Log Konsentrasi y = 0.407x + 4.097 R² = 0.947 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 0.00 2.00 4.00 P rob it Log Konsentrasi y = 0.290x + 4.78 R² = 0.719 5.00 5.20 5.40 5.60 5.80 6.00 0.00 2.00 4.00 P rob it Log Konsentrasi 69 p-sulfoxy cinnamic, yang terkandung dalam Zoostera marina, dapat menghambat pertumbuhan biota penempel di laut. Golongan senyawa steroid bersifat toksik bagi organisme, karena dapat meningkatkan permeabilitas sel organisme uji, sehingga membran sel menipis, kemudian terjadi kebocoran sel, dan bagian intra sel organisme akan terhambur keluar Vickery dan vickery 1981. Teori ini didukung oleh Cowan 1999 yang mengemukakan hasil penelitiannya bahwa senyawa golongan steroid ini memiliki potensi sebagai antibakteri dan antifungi, dengan mekanisme merusak membran sel bakteri, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri. Senyawa alkaloid merupakan salah satu golongan senyawa yang diketahui bersifat toksik terhadap hewan uji, yaitu dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan, sehingga dinding sel bakteri tersusun tidak beraturan Robinson 1995. Ekstrak dengan kandungan senyawa golongan alkaloid memiliki potensi dimanfaatkan sebagai bahan baku farmasi Robinson 1995 Ekstrak methanol Enhalus acoroides hasil penelitian 5,74 ppm termasuk dalam golongan sangat toksik Meyer et al. 1982, dan memiliki tingkat toksisitas lebih tinggi daripada ekstrak metanol lamun jenis Thalassia hemprichii 165,45 ppm, bahkan lebih tinggi dari ekstrak metanol karang lunak jenis Sarcophyton sp. dan Sinularia sp., yaitu 45,15 ppm dan 201,93 ppm Soedharma et al. 2009. Ekstrak Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii dengan pelarut n-heksana hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak tersebut relatif lebih toksik jika dibandingkan dengan ekstrak n-heksana dari Ulfa reticulata. Ini terjadi karena nilai LC 50 ekstrak n-heksana Ulfa reticulata, adalah 6367,95 ppm Tamat et al. 2007, nilai ini berada jauh diatas nilai LC 50 dari Ekstrak n-heksana Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Komponen toksik yang terkandung dalam contoh-contoh ekstrak lamun, jika diberikan pada Artemia salina sebagai hewan uji dapat menyebabkan kematian. Kematian tersebut terjadi karena Artemia salina merupakan hewan yang mengkonsumsi bahan-bahan organik, sehingga seluruh komponen dari ekstrak lamun akan dikonsumsi dan terakumulasi didalam tubuhnya. Loomis 1978 menyebutkan bahwa akumulasi komponen toksik di dalam tubuh Artemia salina akan terus meningkat seiring pertambahan waktu, sehingga menyebabkan kematian.

4.5. Uji bioantifouling

Uji bioantifouling dilakukan dengan teknik invitro, menggunakan metode aktivitas hambat bakteri. Bakteri yang digunakan adalah bakteri Vibrio spp. yang diseleksi dari isolat bakteri pembentuk biofilm koleksi P2O LIPI. Seleksi bakteri Vibrio spp. dilakukan dengan menggunakan media TCBS, bakteri pembentuk biofilm jenis Vibrio spp. akan membentuk koloni berwarna kuning terang pada media tersebut Gambar 17a. Identifikasi awal jenis bakteri dilakukan dengan metode gram positif – gram negatif, dan hasil uji tersebut menunjukkan bahwa dua bakteri Vibrio spp. merupakan bakteri gram negatif, ditunjukan dengan warna merah muda pada Gambar 17b. a b Gambar 17 a Koloni bakteri Vibrio spp. hasil seleksi dengan menggunakan media TCBS; b Hasil identifikasi dengan metode pewarnaan gram bakteri Vibrio spp. hasil seleksi. Aktivitas hambat biofilm ekstrak lamun pada konsentrasi 20 mgml terhadap bakteri uji Vibrio 4-3 dan 15-3 menunjukkan hasil yang kurang memuaskan, karena zona bening yang terbentuk hampir tidak tampak Gambar 18. Diameter rata-rata zona bening kurang dari 1 mm Tabel 7, nilai tersebut menunjukkan bahwa aktivitas hambat ekstrak lamun terhadap bakteri pembentuk biofilm tergolong lemah Bell 1984. Feliatra 1999 menjelaskan Vibrio memiliki kecenderungan sebagai bakteri gram negatif, sementara Branen dan Davidson 1993 memaparkan bakteri gram negatif umumnya sensitif terhadap senyawa yang bersifat polar.