a. Parameter Uji Sifat Fisik Kadar Air

2.5 a. Parameter Uji Sifat Fisik Kadar Air

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah atau berat kering. Pada kadar air ini aktivitas mikroorganisme dan enzim dapat ditekan, tidak mudah berjamur dan busuk Sutardi 1990. Kerusakan bahan pakan dapat disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut: pertumbuhan dan aktifitas mikroba terutama bakteri, ragi dan kapang; aktifitas-aktifitas enzim di dalam pakan; serangga, parasit dan tikus; suhu termasuk suhu pemanasan dan pendinginan; kadar air, udara; dan jangka waktu penyimpanan. Kadar air pada permukaan bahan pakan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi RH udara disekitarnya. Bila kadar air bahan rendah sedangkan RH sekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi lembab atau kadar airnya menjadi lebih tinggi Williamson dan Payne 1993. Secara alami komoditas pertanian, baik sebelum maupun sesudah diolah bersifat higroskopis, yaitu dapat mengabsorbsi air dari udara sekeliling dan juga sebaliknya dapat melepaskan sebagian air yang terkandung ke udara Syarief dan Halid 1993. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI bahwa kadar air maksimum untuk ransum memiliki persyaratan mutu standar sebesar 14 Direktorat Bina Produksi, 1997. Aktivitas Air Aw Aktivitas air adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya dan pada umumnya bila aktivitas air dikurangi sampai batas tertentu akan menekan pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme Syarief dan Halid 1993. Pertumbuhan mikkroba tidak pernah terjadi tanpa adanya air, mikroba hanya dapat tumbuh pada kisaran air tertentu, bahan yang mempunyai aktivitas air 0.7 atau pada kelembaban relatif dibawah 70 sudah dianggap cukup baik dan tahan selama penyimpanan Winarno 1991. Ditambahkan pula bahwa suhu bahan yang lebih rendah dingin dari pada sekitarnya akan menyebabkan penurunan kualitas bahan ataupun pangan akibat tumbuhnya jamur atau bakteri. Untuk mengatur aktivitas air dapat digunakan zat tambahan yang dinamakan humektan berupa poliol, gula dan garam, kadang- kadang dipakai juga asam dan basa. Ukuran Partikel Pengukuran ukuran partikel adalah proses penentuan rata-rata ukuran partikel dalam sampel pakan atau bahan pakan. Ukuran partikel adalah faktor penentu penumpukan bahan pakanpakan dalam bin dan berperan dalam menentukan konversi pakan Fogo 1994. Ukuran partikel berpengaruh terhadap homogenitas penyebaran partikel dan stabilitasnya dalam suatu campuran pakan. Menurut Behneke 2001, bahwa ukuran partikel dan tekstur bahan yang halus dapat menghasilkan pellet yang kompak dan padat karena memiliki permukaan yang halus sehingga mudah menyerap dan menerima panas. Waldroup 2005 menyarankan bahwa ukuran partikel bahan mempengaruhi keutuhan dan ketahanan pellet. Semakin kecil ukuran partikel bahan maka bahan akan memiliki luas permukaan partikel yang tinggi sehingga dapat meningkatkan proses pematangan dan gelatinisasi. Sudut Tumpukan ST Sudut tumpukan merupakan sudut yang dibentuk jika bahan dicurahkan dari suatu tempat pada bidang datar yang akan bertumpukan dan terbentuk suatu gundukan menyerupai kerucut antara bidang datar dan kemiringan tumpukan yang terbentuk jika bahan dicurahkan serta menunjukkan kebebasan bergerak suatu partikel dari suatu tumpukan bahan. Bentuk kerucut akan menandakan mudah tidaknya bahan meluncur pada bidang masing–masing karena pengaruh gaya gravitasi. Kegunaan praktis dari sifat sudut tumpukan adalah dalam pemindahan dan pengangkutan bahan karena akan mempengaruhi kapasitas belt conveyor dan alat material handling lainnya. Sifat tersebut juga penting untuk menentukan derajat kemiringan dari suatu gudang penyimpanan bahan untuk keperluan pengosongannya oleh gaya gravitasi. Khalil 1999b menyatakan bahwa pergerakan partikel yang ideal ditunjukkan oleh pakan bentuk cair, dengan sudut tumpukan sama dengan nol, sedangkan ransum dalam bentuk padat mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 20-50°. Menurut Fasina dan Sokhansanj 1993 bahan yang sangat mudah mengalir memiliki sudut tumpukan berkisar antara 20-30 , bahan yang memiliki sudut tumpukan berkisar antara 30-38 memiliki laju alir yang mudah mengalir, bahan yang memiliki sudut tumpukan 38-45 laju alirnya medium atau sedang dan bahan yang memiliki sudut tumpukan berkisar antara 45-55 laju alirnya sulit mengalir dengan bebas. Besarnya sudut tumpukan sangat dipengaruhi oleh ukuran, bentuk, dan karakteristik permukaan partikel, kandungan air, berat jenis dan kerapatan tumpukan Khalil 1999b. Uji Ketahanan Pellet terhadap Benturan Ketahanan pellet terhadap benturan dapat diuji dengan shatter test, yaitu dengan cara menjatuhkan pellet yang telah diketahui beratnya ke atas sebuah lempeng besi. Ketahanan pellet terhadap benturan dapat dirumuskan sebagai persentase banyaknya pellet yang utuh setelah dijatuhkan ke atas sebuah lempengan besi terhadap jumlah pellet semula sebelum dijatuhkan. Ketahanan pellet terhadap benturan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu komponen penyusun bahan baku dan kondisi bahan Balagopalan et al. 1988. Komponen bahan baku yang mempengaruhi ketahanan pellet terhadap benturan adalah pati, serat, lemak dan kotoran. Bahan-bahan yang mengandung pati akan mengalami gelatinasi dan berfungsi sebagai perekat untuk menghasilkan pellet yang kuat. Lemak berfungsi sebagai pelicin pelumas, sehingga pencetakan pellet menjadi lebih mudah. Serat yang ada dalam bahan baku sulit untuk dicetak, tetapi dalam jumlah yang cukup, serat dapat menjadi bahan penguat pellet. Adanya kotoran seperti pasir dan grit akan mengurangi kualitas fisik pellet dan akan mempengaruhi die dan roller pada mesin pellet Balagopalan el al. 1988. Ditambahkan pula bahwa kondisi bahan yang mempengaruhi ketahanan pellet terhadap benturan adalah kandungan air, ukuran partikel dan suhu. Kandungan air yang ada dalam bahan membantu terjadinya gelatinisasi pati menjadi bahan perekat pellet selama proses pencetakan berlangsung. Pellet akan memiliki kualitas fisik yang baik apabila bahan yang akan dipellet merupakan campuran bahan yang memiliki ukuran partikel halus dan sedang. Uji Ketahanan Pellet terhadap Gesekan Ketahanan pellet terhadap gesekan dapat diuji dengan melakukan cochrane test yaitu dengan cara memasukkan pellet yang telah diketahui beratnya ke dalam sebuah drum logam yang kemudian diputar dengan kecepatan tetap selama satuan waktu Balagopalan el al. 1988. Menurut Fairfield 1994 ketahanan pellet terhadap gesekan atau durabilitas pellet dapat diketahui dengan cara memasukkan pellet ke dalam sebuah kotak yang berpetar selama 10 menit dengan kecepatan 50 rpm. Menurut Thomas dan van der Poel 1996 durabilitas pellet adalah ketahanan pellet terhadap gesekan yang dirumuskan sebagai persentase benyaknya pellet utuh setelah melalui perlakuan fisik dalam durability pellet tester terhadap jumlah pellet semula sebelum dimasukkan ke dalam alat. Kualitas pellet untuk pakan beberapa jenis ternak berbeda, perbedaan ini berkaitan erat dengan daya tahan pellet terhadap proses penanganan dan transportasi Dozier 2001. Daya tahan pellet diukur dengan durability pellet tester yaitu uji ketahanan standar pellet. Pellet yang baik adalah pellet yang kompak, kokoh dan tidak rapuh Murdinah 1998. Pellet harus memiliki indeks ketahanan PDI yang baik sehingga pellet memiliki kekuatan dan ketahanan tinggi selama proses penanganan dan tranportasi. Standar spesifikasi durability indeks yang digunakan adalah minimum 80 Dozier 2001. Menurut Angulo et al. 1995 durabilitas pellet dipengaruhi oleh kandungan dan jumlah bahan yang digunakan, ukuran partikel, penggunaan perekat, pendinginan conditioning, dan jarak antara roller dan die. Thomas et al. 1998 menyatakan bahwa kandungan bahan yang mempengaruhi durabilitas pellet adalah pati, gula, protein, serat dan lemak. Ditambahkan pula bahwa adanya kandungan serat yang tinggi dalam bahan dapat menyebabkan pellet yang dihasilkan mudah patah. Faktor lain yang mempengaruhi durabilitas pellet adalah diameter pellet. Pellet yang memiliki diameter 3 mm lebih mudah patah dibandingkan dengan pellet berdiameter 6 mm.

b. Parameter Uji Sifat Biologis in vivo