Peubah yang diamati : .1. Uji Fisik Ransum Komplit Limbah Udang

kebutuhan ternak yaitu 3 dari bobot badan dan air minum diberikan secara tidak terbatas ad libitum. 3.4 Peubah yang diamati : 3.4.1. Uji Fisik Ransum Komplit Limbah Udang Kadar Air AOAC 1999 Kadar air di ukur dengan menggunakan metode pemanasan. Cawan alumunium ditimbang x g. Sampel sebanyak 5 g y g dimasukkan ke dalam cawan alumunium, kemudian dimasukkan ke dalam oven 105 C selama 4-5 jam. Setelah itu sampel dalam cawan ditimbang z g. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus: x + y - z Kadar Air KA = x 100 Y Pengukuran Aktivitas Air Aw Khalil 1999a Alat yang digunakan untuk mengukur aktivitas air Aw adalah Aw meter Gambar 7. Cara kerja alat yaiti sebagai berikut; Aw meter dikalibrasikan dengan memasukan cairan BaCl 2 .2H 2 O, kemudian ditutup dibiarkan 3 jam sampai angka pada skala pembacaan Aw menjadi 0.9. Aw meter dibuka dan tempat sampel dibersihkan. Sampel dimasukkan dan alat ditiup, ditunggu hingga 3 jam. Setelah 3 jam, skala Aw dibaca dan dicatat. Perhatikan skala temperature untuk faktor koreksi. Nilai aktivitas air dihitung dengan menggunakan rumus: Aw = Pembacaan skala Aw + Pembacaan skala temperatur-20 x 0,002 Gambar 7 Aw Meter Ukuran Partikel Syarief dan Halid 1993 Teknik yang digunakan untuk mengukur ukuran partikel adalah dengan menggunakan alat Vibrator Ballmill German The Sieve Analysis nomor mesh sieve 4, 8, 16, 30, 50, 100, 400 Gambar 8. Bahan ditimbang sebanyak 500 gram dan diletakkan pada bagian paling atas dari sieve, kemudian bahan disaring dan bahan yang tertinggal pada tiap–tiap sieve ditimbang. Gambar 8 Vibrator Ball mill Derajat kehalusan Modulus of FinenesMF dihitung dengan cara: ∑ bahan x No Perjanjian Derajat Kehalusan = 100 Ukuran Partikel rata–rata = 0.0041 x 2 MF inchi x 2.54 cm x 10 mm Berdasarkan rumus tersebut maka dapat diperoleh nilai ukuran partikel sebagai berikut: Kategori bahan kasar : MF = 4,1 – 7 maka UP 1,79 – 13,33 mm Kategori bahan sedang : MF = 2,1 – 4,1 maka UP 0,78 – 1,79 mm Kategori bahan halus : MF = 0 – 2,1 maka UP = 0,10 – 0,78 mm Sudut Tumpukan Khalil 1999a Pengukuran sudut tumpukan dilakukan dengan menjatuhkan bahan sebanyak 500 g pada ketinggian tertentu melalui corong pada bidang datar. Alas yang digunakan kertas karton berwarna putih. Sudut tumpukan bahan ditentukan dengan mengukur diameter dasar d dan tinggi tumpukan t. Tinggi bahan diukur dengan menggunakan jangka sorong, panjang dan lebar bahan diukur dengan menggunakan mistar. Besarnya sudut tumpukan dihitung dengan menggunakan rumus: t tg = 0,5d Keterangan : t = tinggi tumpukan d = diameter tumpukan α = sudut tumpukan α = tan -1 α Gambar 9 Alat pengukur sudut tumpukan Uji Ketahanan Pellet terhadap Benturan Balagopalan et al. 1988 Ketahanan pellet terhadap benturan dapat diuji dengan melalukan shatter test, yaitu dengan cara menjatuhkan pellet yang telah diketahui beratnya ke atas sebuah lempeng besi. Ketahanan pellet terhadap benturan dapat dirumuskan sebagai persentase banyaknya pellet yang utuh setelah dijatuhkan ke atas sebuah lempengan besi terhadap jumlah pellet semula sebelum dijatuhkan. Ketahanan pellet terhadap benturan dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu komponen penyusun bahan baku dan kondisi bahan Balagopalan et al. 1988. Komponen bahan baku yang mempengaruhi ketahanan pellet terhadap benturan adalah pati, serat, lemak dan kotoran. Bahan-bahan yang mengandung pati akan mengalami gelatinasi dan berfungsi sebagai perekat untuk menghasilkan pellet yang kuat. Lemak berfungsi sebagai pelicin pelumas, sehingga pencetakan pellet menjadi lebih mudah. Serat yang ada dalam bahan baku sulit untuk dicetak, tetapi dalam jumlah yang cukup, serat dapat menjadi bahan penguat pellet. Adanya kotoran seperti pasir dan grit akan mengurangi kualitas fisik pellet dan akan mempengaruhi die dan roller pada mesin pellet Balagopalan et al. 1988. Ditambahkan pula bahwa kondisi bahan yang mempengaruhi ketahanan pellet terhadap benturan adalah kandungan air, ukuran partikel dan suhu. Kandungan air yang ada dalam bahan membantu terjadinya gelatinisasi pati menjadi bahan perekat pellet selama proses pencetakan berlangsung. Pellet akan memiliki kualitas fisik yang baik apabila bahan yang akan dipellet merupakan campuran bahan yang memiliki ukuran partikel halus dan sedang. Uji Ketahanan Pellet terhadap Gesekan Fairfield 1994 Ketahanan pellet terhadap gesekan atau durability pellet dapat dilakukan dengan menggunakan metode pfost tumbling, yaitu dengan cara memasukkan sampel bahan sebanyak 500 gram ke dalam sebuah drum yang berpetar selama 10 menit dengan kecepatan 50 rpm, kemudian disaring dan pellet yang tertinggalpada saringan ditimbang. Penentuan durability pellet dilakukan dengan membandingkan berat pellet setelah diputar dalam tumbler dengan berat pellet awal dikalikan 100 Thomas dan van der Poel 1996.

3.4.2 Uji Biologis Ransum Komplit Limbah Udang Konsumsi Ransum

Uji konsumsi dilakukan dengan cara memberikan pellet secara ad libitum selama 7 hari, setelah terlebih dahulu dilakukan masa adaptasi selama 21 hari. Pada tahap akhir dari uji ini dengan cara mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan sisanya yang tidak dikonsumsi per-hari. Ransum terlebih dahulu ditimbang sebelum diberikan ke ternak. Konsumsi bahan kering dihitung dengan menggunakan rumus : Konsumsi bahan kering gekorhari = bahan kering x konsumsi ransum Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Adapun kecernaan yang diamati adalah kecernaan bahan kering dan bahan organik AOAC 1999. Kecernaan ditentukan dengan mengurangi nutrient yang dikonsumsi dengan nutrient feses yang dianalisa secara proksimat. Pengukuran koleksi feses dilakukan selama seminggu. Selanjutnya masing-masing sampel diambil 10 setiap hari, kemudian dikomposit setiap minggu untuk dianalisa kandungan nutrisinya. Koefisien cerna nutrient dihitung dengan persamaan : Kec BK = { ∑Konsumsi BKx BK pakan –∑FesesBKxBK feses}x 100 { ∑KonsumsiBK x BK pakan} Kec BO = { ∑Konsumsi BOx BO pakan –∑FesesBOxBO feses}x 100 KonsumsiBO x BO pakan} Kecernaan ADF dan NDF Van Soest 1995. Sampel feses maupun ransum berukuran 20-30 mesh 1mm sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam labu reflux dan ditambahkan 10 ml larutan deterjen netral larutan NDS. Sampel yang ada dalam labu reflux dipanaskan 5-10 menit hingga mendidih, setelah mendidih dilanjutkan pemanasan diatas reflux tersebut selama 60 menit. Untuk mencegah buih yang berlebihan maka panas pada reflux dapat dikurangi atau dengan menambah decalin. Setelah 60 menit labu reflux yang berisi sampel didinginkan selama 5-10 menit dan disaring dengan menggunakan alat penghisap pompa vacuum yang dilengkapi dengan kertas saring dan cawang. Sampel dibilas dengan menggunakan air hangat dan aceton. Hasil penyaringan dan kertas saring dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dipanaskan dalam oven bersuhu 105 C sampai beratnya konstan. Kertas saring Whatman No.41 dan cawan porselin yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sebelum digunakan. Sampel yang telah dikeringkan di dalam oven didinginkan dalam eksikator dan ditimbang berat akhirnya. Perhitungan : NDF = Berat cawan + residu kering – berat cawan kering x 100 Berat kering contoh Larutan NDS, terdiri dari untuk 1 liter : o Aquadest 1 liter o Sodium Lauryl Sulfate = 30 g o Disodium Ethilene Diamine Tetra Acetate EDTA = 18,61 g o Sodium Hydrogen Phosphate Anhydrous Na 2 HPO 4 = 4,56 g o 2-ethoxyethanol = 10 ml o Decalin o pH larutan = 6,9 – 7,1 netral Konsumsi NDF = Konsumsi Bahan kering ransum g x NDF ransum NDF feses = Feses yang keluar g x NDFfeses Koefisien cerna NDF = Konsumsi NDF- NDF feses x 100 Konsumsi NDF Pada prinsipnya analisa ADF hampir sama dengan analisa NDF. Pada analisa ADF larutan yang digunakan adalah larutan deterjen asam. Sampel yang telah disaring dan di oven pada suhu 105 C didinginkan dengan eksikator, kemudian ditimbang beratnya. Perhitungan : ADF = Berat cawan + residu kering – berat cawan kering x 100 Berat kering contoh Larutan ADS, terdiri dari untuk 1 liter : o Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide CTAB = 20 g o H 2 SO 4 1 N = 27,74 ml o Decalin dan pH larutan = 2 – 3 asam Konsumsi ADF = Konsumsi Bahan kering ransum g x ADF ransum ADF feses = Feses yang keluar g x ADFfeses Koefisien cerna ADF = Konsumsi ADF- ADF feses x 100 Konsumsi ADF Retensi Nitrogen Dihitung dari besarnya konsumsi nitrogen dikurangi dengan jumlah nitrogen yang keluar bersama feses dan urin. Besarnya retensi nitrogen dapat dinyatakan dengan rumus Retensi Nitrogen g hari = Konsumsi Nitrogen-Nitrogen Feses+Nitrogen Urin Konsumsi nitrogen = konsumsi bahan kering ransum x nitrogen ransum Nitrogen feses = ∑ feses x BK feses x nitrogen Nitrogen urin = ∑ urin x BK feses x nitrogen Pertambahan Berat Badan Harian Penimbangan bobot badan dilakukan setiap dua minggu masa pengumpulan data. Perhitungan : bobot badan pada akhir - bobot badan awal 14 hari Konversi Ransum Perhitungan konversi ransum didapatkan dari jumlah ransum yang dikonsumsi setiap minggu selama penelitian dibagi dengan pertambahan bobot badan.

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisa Data