Gambar 15. Morfologi anemon H. malu pada perbesaran objektif 40x di akuarium 2 saat d-1 A , saat d3 B , dan saat d5 C .
Berbeda dengan morfologi anemon pada perlakuan lampu incandescent dan lampu fluorescent, morfologi anemon akuarium 3 dengan cahaya matahari tidak
memperlihatkan perubahan yang signifikan. Jumlah zooxanthellae yang ada di lapisan gastroderm relatif tetap. Ketebalan lapisan gastroderm cenderung lebih
stabil. Hanya beberapa sampel yang memperlihatkan kerusakan jaringan pada akhir pengamatan. Morfologi anemon dengan cahaya matahari dapat dilihat pada
gambar 16
.
Gambar 16. Morfologi anemon H. malu pada perbesaran objektif 40x di akuarium 3 saat d-1 A , saat d3 B , dan saat d5 C .
4.1.4. Rasio Ketebalan Gastroderm dengan Ektoderm
Rasio ketebalan gastroderm dengan ektoderm pada akuarium 1 lampu incandescent
mengalami perubahan setelah diberikan perlakuan seperti terlihat
pada gambar 17 yang diolah dari lampiran 5. Individu 1 tidak didapatkan
datanya karena mati pada d2. Rasio ketebalan gastroderm dengan ektoderm individu 2 bertambah dari 1,41 menjadi 3,22 atau sebesar 56,39 pada d3,
kemudian berkurang dari 3,22 menjadi 1,40 atau berkurang sebesar 56,52 pada
d5. Rasio ketebalan g menjadi 1,63 atau ber
1,63 menjadi 1,16 ata gastroderm anemon p
seperti terlihat pada g
Sum
Gambar 17. N d
Gambar 18. P s
p Rasio ketebalan ga
fluorescent mengala
pada gambar 19 yang
dengan ektoderm indi
Bar 1 : 5 m
n gastroderm dengan ektoderm individu 3 berta ertambah sebesar 16,015 pada d3, kemudian
tau berkurang 39,70 pada d5. Perubahan ke pada akuarium 1 dapat diamati pada preparat h
gambar 18 .
umber : diolah dari lampiran 5.
Nilai rata-rata dan standard error rasio keteba dengan ektoderm akuarium 1 lampu incande
Potongan melintang tentakel anemon H. malu saat d-1 A , saat d3 B , dan saat d5 C d
perbesaran objektif 10x.
gastroderm dengan ektoderm pada akuarium 2 lami perubahan setelah diberikan perlakuan sep
ng diolah dari lampiran 6. Rasio ketebalan ga
dividu 1 bertambah dari 1,27 menjadi 1,42 atau
Bar 1 : 5 m Bar 1 : 5 m
rtambah dari 1,36 an berkurang dari
ketebalan lapisan t histologis
balan gastroderm descent
.
alu akuarium 1
dengan
2 lampu seperti terlihat
gastroderm tau sebesar
10,56 pada d3, kem pada d5. Rasio keteb
0,97 menjadi 1,36 ata menjadi 1,16 atau seb
ektoderm individu 3 b d3, kemudian berkura
Sum
Gambar 19. N d
Respon individu d
sama. Ketiga individu terhadap ektoderm pa
kembali pada d5 berk lapisan gastroderm an
histologis seperti gam
mudian berkurang dari 1,42 menjadi 1,29 atau ebalan gastroderm dengan ektoderm individu 2
tau sebesar 28,68 pada d3 kemudian berkura ebesar 17,24 pada d5. Rasio ketebalan gastro
3 bertambah dari 1,23 menjadi 1,28 atau sebesa rang dari 1,28 menjadi 0,97 atau sebesar 31,96
umber : diolah dari lampiran 6.
Nilai rata-rata dan standard error rasio keteba dengan ektoderm akuarium 2 lampu fluoresc
di dalam akuarium 2 terhadap perlakuan yang idu mengalami peningkatan rasio ketebalan ga
pada d3 berkisar antara 4,07-28,68 dan ras rkisar antara 10,085-31,96 pada d5. Perub
anemon pada akuarium 2 dapat diamati pada pr
ambar 20
berikut. au sebesar10,08
2 bertambah dari rang dari1,36
troderm dengan sar 4,07 pada
96 pada d5.
balan gastroderm escent
.
g diberikan relatif gastroderm
rasio berkurang ubahan ketebalan
preparat
Gambar 20. P s
p Rasio ketebalan ga
matahari mengalami
gambar 21
yang diol dengan ektoderm seba
individu berbeda-beda berkurang dari 1,45 m
bertambah dari 1,17 m
Sum
Gambar 21. N d
Rasio ketebalan ga
menjadi 1,02 atau seb
Bar 1
Potongan melintang tentakel anemon H. malu saat d-1 A , saat d3 B , dan saat d5 C d
perbesaran objektif 10x..
gastroderm dengan ektoderm pada akuarium ko mi perubahan setelah diberikan perlakuan seper
iolah dari lampiran 7. Berubahnya rasio keteba
bagai respon terhadap perlakuan yang diberika eda. Rasio ketebalan gastroderm dengan ektode
menjadi 1,17 atau sebesar 23,93 pada d3, ke 7 menjadi 1,25 atau sebesar 6,4 pada d5.
umber : diolah dari lampiran 7.
Nilai rata-rata dan standard error rasio keteba dengan ektoderm akuarium 3 cahaya mataha
gastroderm dengan ektoderm individu 2 berkur ebesar 54,90 pada d3, kemudian berkurang d
1 : 5 m Bar 1 : 5 m
Bar 1 : 5 m
alu akuarium 2
dengan
kontrol cahaya perti terlihat pada
ebalan gastroderm ikan oleh tiap
derm individu 1 kemudian
balan gastroderm hari
urang dari 1,58 g dari 1,02
menjadi 0,84 atau seb ektoderm individu 3 b
kemudian dari 1,25 m ketebalan lapisan gast
preparat histologis sep
Gambar 22. P s
p Hasil uji BNT ras
selang kepercayan 95 antara ketiga akuarium
ektoderm saat d-1 dap
Sum
Gambar 23. N d
Bar 1 : 5 m
ebesar 21,43 pada d5. Rasio ketebalan gastro 3 bertambah dari 1,05 menjadi 1,25 atau sebesa
menjadi 0,81 atau sebesar 54,32 pada d5 Per astroderm anemon pada akuarium 3 dapat diam
seperti terlihat pada gambar 22.
Potongan melintang tentakel anemon H. malu saat d-1 A , saat d3 B , dan saat d5 C d
perbesaran objektif 10x.
asio ketebalan gastroderm dengan ektoderm saa 95 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
ium. Grafik hasil uji BNT rasio ketebalan gastr
apat dilihat pada gambar 23 yang diolah dari l
umber : diolah dari lampiran 10.
Nilai rata-rata dan standard error rasio keteba dengan ektoderm pada setiap perlakuan saat d
B C
Bar 1 : 5 m
troderm dengan sar 16 pada d3,
erubahan mati pada
alu akuarium 3
dengan
saat d-1 pada n yang nyata
stroderm dengan
lampiran 10
.
balan gastroderm t d-1.
Bar 1 : 5 m
Hasil uji BNT rasi selang kepercayan 95
antara ketiga akuarium ektoderm saat d3 dapa
Sum
Gambar 24. N d
Hasil uji BNT ras
selang kepercayan 95 antara ketiga Akuariu
ektoderm saat d5 dapa
Sum
Gambar 25. N d
4.1.5. Mitotik indeks sio ketebalan gastroderm dengan ektoderm saa
95 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan ium. Grafik hasil uji BNT rasio ketebalan gastro
apat dilihat pada gambar 24 yang diolah dari la
umber : diolah dari lampiran 10.
Nilai rata-rata dan standard error rasio keteba dengan ektoderm pada setiap perlakuan saat d
asio ketebalan gastroderm dengan ektoderm saa 95 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
rium. Grafik hasil uji BNT rasio ketebalan gastr
apat dilihat pada gambar 25 yang diolah dari la
umber : diolah dari lampiran 10.
Nilai rata-rata dan standard error rasio keteba dengan ektoderm pada setiap perlakuan saat d
eks
aat d3 pada n yang nyata
troderm dengan
lampiran 10 .
balan gastroderm t d3.
saat d5 pada n yang nyata
stroderm dengan
lampiran10 .
balan gastroderm t d5.
Pembelahan mitos memiliki pola yang ce
zooxanthellae akuariu tertinggi terjadi pada
Pembelahan yang terj terjadi pada d2 h9 seb
dilihat pada gambar
Sumber
Gambar 26. N a
Pembelahan mitos
memiliki pola yang be d3h9 sebesar 40,91.
flourecent berkisar a
dapat dilihat pada gam
osis zooxanthellae pada akuarium 1 lampu inc cenderung sama pada tiap individu. Mitotik in
rium 1 berkisar antara 0,041-0,44. Puncak pem a d1h1, yaitu pada 1 jam setelah diberikan perl
erjadi sebesar 77,27. Puncak pembelahan pad ebesar 56. Mitotik indeks zooxanthellae aku
r 26 yang diolah dari lampiran1.
er : diolah dari lampiran 1.
Nilai rata-rata dan standard error mitotik ind akuarium 1 lampu incandescent .
osis zooxantellae pada akuarium 2 lampu fluo berbeda pada tiap individu. Puncak tertinggi t
. Mitotik indeks zooxanthellae pada akuarium r antara 0,03-0,37. Mitotik indeks zooxanthella
ambar 27 yang diolah dari lampiran 1.
incandescent indeks
embelahan erlakuan.
ada hari ke dua kuarium 1 dapat
ndeks pada
luorescent i terjadi pada
ium 2 lampu llae akuarium 2
Sumber
Gambar 27. N a
Pembelahan mitos
memiliki pola yang ce tertinggi terjadi pada
hari ke dua terjadi pad akuarium 3 cahaya m
zooxanthellae akuariu
lampiran 1 .
Sumber er : diolah dari lampiran 1.
Nilai rata-rata dan standard error mitotik inde akuarium 2 lampu flourescent .
osis zooxantellae pada akuarium 3 cahaya ma cenderung sama pada tiap individu. Puncak pe
a d1h1 sebesar 83,14. Puncak pembelahan te ada d2h9 sebesar 82,09. Mitotik indeks zoox
a matahari berkisar antara 0,05-0,39. Mitotik i
rium 3 dapat dilihat pada gambar 28 yang diol
er : diolah dari lampiran 1.
deks pada
atahari pembelahan
tertinggi pada ooxanthellae pada
ik indeks
iolah dari
Gambar 28. N a
Hasil uji terhadap
menggunakan uji BNT berbeda nyata karena
mitotik indeks zooxan
dari lampiran 9.
Su
Gambar 29. N z
Hasil uji BNT P
menunjukkan bahwa : incandescent
berbeda nyata dengan kontrol;
fluorescent berbeda n
nyata dengan kontrol; berbeda nyata dengan
perlakuan lampu fluor Nilai rata-rata dan standard error mitotik inde
akuarium 3 cahaya matahari .
p mitotik indeks zooxanthellae pada saat d-1 de NT P0,05 menunjukkan bahwa ketiga aku
na belum diberikan perlakuan. Grafik hasil uji B
anthellae saat d-1 dapat dilihat pada gambar 2
Sumber : diolah dari lampiran 9.
Nilai rata-rata dan standard error pada mitotik zooxanthellae pada setiap perlakuan saat d-1.
P0,05 terhadap mitotik indeks zooxanthellae
a : mitotik indeks zooxanthellae pada perlakuan da nyata dengan perlakuan lampu flourescent d
; mitotik indeks zooxanthellae pada perlakuan nyata dengan perlakuan lampu incandescent d
; dan mitotik indeks zooxanthellae pada akua an perlakuan lampu incandescent dan berbeda n
uorescent . Hal ini terjadi karena perbedaan ritm
deks pada
dengan kuarium tidak
ji BNT pada
r 29
yang diolah
tik indeks
lae saat d1h0 uan lampu
dan berbeda an lampu
dan berbeda uarium kontrol
a nyata dengan itme biologis pada
ketiga akuarium terse saat d1h0 dapat diliha
Sum
Gambar 30. N z
Hasil uji terhadap
menggunakan uji BNT zooxantellae pada per
lampu incandescent d mitotik indeks zooxan
dari lampiran 9.
Sum
sebut. Grafik hasil uji BNT pada mitotik indek
ihat pada gambar 30 yang diolah dari lampiran
umber : diolah dari lampiran 9.
Nilai rata-rata dan standard error pada mitotik zooxanthellae pada setiap perlakuan saat d1h0
p mitotik indeks zooxanthellae pada saat d1h1 NT P0,05 menunjukkan bahwa mitotik ind
erlakuan lampu fluorescent berbeda nyata deng dan berbeda nyata dengan kontrol. Grafik has
anthellae saat d1h1 dapat dilihat pada gambar
umber : diolah dari lampiran 9.
eks zooxanthellae
ran 9 .
k indeks h0.
1 dengan indeks
ngan perlakuan asil uji BNT pada
ar 31 yang diolah
Gambar 31. N z
Hasil uji terhadap
menggunakan uji BNT berbeda nyata. Grafik
dapat dilihat pada gam
Sum
Gambar 32. N z
Hasil uji terhadap
menggunakan uji BNT zooxantellae pada per
lampu incandescent d d1h6 merupakan punc
indeks akuarium 1 da indeks zooxanthellae
lampiran 9 .
Nilai rata-rata dan standard error pada mitotik zooxanthellae pada setiap perlakuan saat d1h1
p mitotik indeks zooxanthellae pada saat d1h3 NT P0,05 menunjukkan bahwa ketiga perl
fik hasil uji BNT pada mitotik indeks zooxanthe
ambar 32 yang diolah dari lampiran 9.
umber : diolah dari lampiran 9.
Nilai rata-rata dan standard error pada mitotik zooxanthellae pada setiap perlakuan saat d1h3
p mitotik indeks zooxanthellae pada saat d1h6 NT P0,05 menunjukkan bahwa mitotik ind
erlakuan lampu fluorescent berbeda nyata deng dan berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini ter
ncak tertinggi mitotik indeks akuarium 2 sedan dan 3 udah mulai menurun. Grafik hasil uji BN
ae saat d1h3 dapat dilihat pada gambar 33 yang
k indeks h1.
dengan erlakuan tidak
thellae saat d1h3
k indeks 3.
dengan indeks
ngan perlakuan terjadi karena saat
angkan mitotik NT pada mitotik
ng diolah dari
Sum
Gambar 33. N z
Hasil uji terhadap
menggunakan uji BNT berbeda nyata. Grafik
dapat dilihat pada gam
Sum
Gambar 34. N z
Hasil uji terhadap menggunakan uji BNT
berbeda nyata. Grafik
dapat dilihat pada gam
umber : diolah dari lampiran 9.
Nilai rata-rata dan standard error pada mitotik zooxanthellae pada setiap perlakuan saat d1h6
p mitotik indeks zooxanthellae pada saat d1h9 NT P0,05 menunjukkan bahwa ketiga perl
fik hasil uji BNT pada mitotik indeks zooxanthe
ambar 34 yang diolah dari lampiran 9.
umber : diolah dari lampiran 9.
Nilai rata-rata dan standard error pada mitotik zooxanthellae saat pada setiap perlakuan d1h9
p mitotik indeks zooxanthellae pada saat d2h1 NT P0,05 menunjukkan bahwa ketiga perl
fik hasil uji BNT pada mitotik indeks zooxanthe
ambar 35 yang diolah dari lampiran 9.
k indeks 6.
dengan erlakuan tidak
thellae saat d1h9
tik indeks h9.
1 dengan erlakuan tidak
thellae saat d2h1
Sum
Gambar 35. N z
Hasil uji terhadap
menggunakan uji BNT berbeda nyata. Grafik
dapat dilihat pada gam
Sum
Gambar 36. N z
Hasil uji terhadap
menggunakan uji BNT berbeda nyata. Grafik
dapat dilihat pada gam
umber : diolah dari lampiran 9.
Nilai rata-rata dan standard error pada mitotik zooxanthellae pada setiap perlakuan saat d2h1
p mitotik indeks zooxanthellae pada saat d2h9 NT P0,05 menunjukkan bahwa ketiga perl
fik hasil uji BNT pada mitotik indeks zooxanth
ambar 36 yang diolah dari lampiran 9.
umber : diolah dari lampiran 9.
Nilai rata-rata dan standard error pada mitotik zooxanthellae pada setiap perlakuan saat d2h9
p mitotik indeks zooxanthellae pada saat d3h1 NT P0,05 menunjukkan bahwa ketiga perl
fik hasil uji BNT pada mitotik indeks zooxanthe
ambar 37 yang diolah dari lampiran 9.
ik indeks h1.
dengan erlakuan tidak
thellae saat d2h9
tik indeks h9.
1 dengan erlakuan tidak
thellae saat d3h1
Sum
Gambar 37. N z
Hasil uji terhadap
menggunakan uji BNT zooxantellae pada per
lampu incandescent d anemon pada akuarium
pada d3h1 menjadi 29 pada mitotik indeks z
diolah dari lampiran
Sum
Gambar 38. N z
umber : diolah dari lampiran 9.
Nilai rata-rata dan standard error pada mitotik zooxanthellae saat pada setiap perlakuan d3h1
p mitotik indeks zooxanthellae pada saat d3h9 NT P0,05 menunjukkan bahwa mitotik ind
erlakuan lampu fluorescent berbeda nyata deng dan berbeda nyata dengan kontrol. Hal ini ter
ium 2 mengalami stress akibat berubahnya suh 29°C pada d3h9 lihat lampiran 11 . Grafik ha
zooxanthellae saat d3h9 dapat dilihat pada gam an 9
.
umber : diolah dari lampiran 9.
Nilai rata-rata dan standard error pada mitotik zooxanthellae saat pada setiap perlakuan d3h9
k indeks h1.
dengan indeks
ngan perlakuan terjadi karena
uhu dari 27°C hasil uji BNT
ambar 38
yang
tik indeks h9.
Hasil uji terhadap menggunakan uji BNT
berbeda nyata. Grafik d4h1dapat dilihat pad
Sum
Gambar 39. N z
Hasil uji terhadap
menggunakan uji BNT berbeda nyata. Grafik
dapat dilihat pada gam
Sum
Gambar 40. N z
p mitotik indeks zooxanthellae pada saat d4h1 NT P0,05 menunjukkan bahwa ketiga perl
fik hasil uji BNT pada mitotik indeks zooxanthe
ada gambar 39 yang diolah dari lampiran 9.
umber : diolah dari lampiran 9.
Nilai rata-rata dan standard error pada mitotik zooxanthellae saat pada setiap perlakuan d4h1
p mitotik indeks zooxanthellae pada saat d4h9 NT P0,05 menunjukkan bahwa ketiga perl
fik hasil uji BNT pada mitotik indeks zooxanthe
ambar 40 yang diolah dari lampiran 9.
umber : diolah dari lampiran 9.
Nilai rata-rata dan standard error pada mitotik zooxanthellae pada setiap perlakuan saat d4h9
1 dengan erlakuan tidak
thellae saat
k indeks h1.
dengan erlakuan tidak
thellae saat d4h9
tik indeks h9.
Hasil uji terhadap menggunakan uji BNT
berbeda nyata. Grafik
dapat dilihat pada gam
Sum
Gambar 41. N z
Hasil uji terhadap
menggunakan uji BNT berbeda nyata. Grafik
dilihat pada gambar
Sum
Gambar 42. N z
p mitotik indeks zooxanthellae pada saat d5h1 NT P0,05 menunjukkan bahwa ketiga perl
fik hasil uji BNT pada mitotik indeks zooxanthe
ambar 41 yang diolah dari lampiran 9.
umber : diolah dari lampiran 9.
Nilai rata-rata dan standard error pada mitotik zooxanthellae pada setiap perlakuan saat d5h1
p mitotik indeks zooxanthellae pada saat d5h9 NT P0,05 menunjukkan bahwa ketiga perl
fik hasil uji BNT mitotik indeks zooxanthellae s
r 42 yang diolah dari lampiran 9.
umber : diolah dari lampiran 9.
Nilai rata-rata dan standard error mitotik inde zooxanthellae pada setiap perlakuan saat d5h9
1 dengan erlakuan tidak
thellae saat d5h1
tik indeks h1.
dengan erlakuan tidak
e saat d5h9 dapat
deks h9.
4.1.6. Densitas Zoox
Densitas zooxanth 9,3x10
4
-1,1x10
5
selc sebesar 46,77. Pada
d3h1. Densitas zooxa
diolah dari lampiran
Sumber
Gambar 43. N a
Densitas zooxanth
3,8x10
3
-6,9x10
4
selc 4,9x10
4
menjadi 4,3x akuarium 2 dapat dilih
ooxanthellae thellae akuarium 1 lampu incandescent berk
lcm
2
. Pada hari pertama terjadi penurunan den ada hari ke tiga terjadi penurunan densitas sebes
xanthellae akuarium 1 dapat dilihat pada gamba an 2
.
er : diolah dari lampiran 2.
Nilai rata-rata dan standard error densitas zoo akuarium 1 lampu incandescent .
thellae akuarium 2 lampu flourecent berkisa lcm
2
. Densitas zooxantellae pada d1, h1 berku 3x10
4
atau sebesar 12,24. Densitas zooxanthe
ilihat pada gambar 44 yang diolah dari lampir
rkisar antara ensitas pada d1h1
besar 36,41 saat
bar 43 yang
ooxanthellae pada
isar antara kurang dari
thellae pada
iran 3 .
Sumber
Gambar 44. N a
Densitas zooxanth
1,3x10
5
selcm
2
. Dens menjadi 1,1x10
5
selc 48,76 pada hari ke d
Densitas bertambah se 52,51 pada hari ke l
pada gambar 45 yang
er : diolah dari lampiran 3.
Nilai rata-rata dan standard error densitas zoo akuarium 2 lampu flourescent .
thellae akuarium 3 cahaya matahari berkisar nsitas zooxanthellae pada hari pertama bertamb
lcm2 atau sebesar 74,45. Densitas berkurang e dua dan berkurang sebesar 71,39 pada hari
sebesar 15,25 pada hari ke empat dan bertam e lima. Densitas zooxanthellae pada akuarium 3
ng diolah dari lampiran 4.
ooxanthellae pada
sar antara 2,8x10
4
- mbah dari 2,8x10
4
ng sebesar ri ke tiga.
tambah sebesar 3 dapat dilihat
Sumber
Gambar 45. N a
Hasil uji terhadap
perlakuan dengan men zooxanthellae dengan
perlakuan lampu inca individu anemon pada
individu anemon pada zooxanthellae dapat d
.
Sum
Gambar 46. N s
er : diolah dari lampiran 4.
Nilai rata-rata dan standard error densitas zoo akuarium 3 cahaya matahari .
p densitas zooxanthellae pada saat sebelum dib enggunakan uji BNT P0,05 menunjukkan
an perlakuan lampu fluorescent berbeda nyata d candescent
dan berbeda nyata dengan kontrol. da akuarium 2 relatif tidak sehat bila dibanding
da akuarium 1 dan akuarium 3. Grafik hasil uji
t dilihat pada gambar 46 yang diolah dari lamp
umber : diolah dari lampiran 8.
Nilai rata-rata dan standard error densitas zoo setiap perlakuan saat d-1.
ooxanthellae pada
iberikan an bahwa densitas
a dengan . Saat d-1, ketiga
ingkan dengan uji BNT densitas
mpiran 8
.
ooxanthellae pada
Gambar 33 merupa dengan menggunakan
densitas zooxanthella perlakuan lampu flour
zooxanthellae pada pe lampu incandescent d
zooxanthellae pada ak incandescent
dan berb terjadi karena perbeda
uji BNT densitas zoox
lampiran 8
.
Sum
Gambar 47. N s
Hasil uji terhadap
uji BNT P0,05 m Grafik hasil uji BNT d
diolah dari lampiran
upakan hasil uji terhadap densitas zooxanthellae an uji BNT P0,05 . Hasil uji menunjukkan
llae pada perlakuan lampu incandescent berbed ourescent
dan berbeda nyata dengan kontrol; de perlakuan lampu fluorescent berbeda nyata den
dan berbeda nyata dengan kontrol; dan densit akuarium kontrol berbeda nyata dengan perlak
erbeda nyata dengan perlakuan lampu fluoresce daan ritme biologis anemon di ketiga akuarium
oxanthellae dapat dilihat pada gambar 47 yang
umber : diolah dari lampiran 8.
Nilai rata-rata dan standard error densitas zoo setiap perlakuan saat d1h0.
p densitas zooxanthellae pada saat d1h1 dengan menunjukkan bahwa ketiga perlakuan tidak be
T densitas zooxanthellae dapat dilihat pada gam an 8
. lae pada saat d1h0
an bahwa : eda nyata dengan
densitas engan perlakuan
sitas akuan lampu
scent . Hal ini
um. Grafik hasil
ang diolah dari
ooxanthellae pada
gan menggunakan berbeda nyata.
ambar 48 yang
Sum
Gambar 48. N s
Hasil uji terhadap
uji BNT P0,05 m Grafik hasil uji BNT d
diolah dari lampiran
Sum
Gambar 49. Hasil uji terhadap
uji BNT P0,05 m lampu fluorescent ber
berbeda nyata dengan
umber : diolah dari lampiran 8.
Nilai rata-rata dan standard error densitas zoo setiap perlakuan saat d1h1.
p densitas zooxanthellae pada saat d1h3 dengan menunjukkan bahwa ketiga perlakuan tidak be
T densitas zooxanthellae dapat dilihat pada gam an 8
.
umber : diolah dari lampiran 8.
. Nilai rata-rata dan standard error densitas zo pada setiap perlakuan saat d1h3.
p densitas zooxanthellae pada saat d1h6 dengan menunjukkan bahwa densitas zooxantellae pad
erbeda nyata dengan perlakuan lampu incandes an kontrol. Saat d1h6 merupakan puncak tertin
ooxanthellae pada
gan menggunakan berbeda nyata.
ambar 49 yang
zooxanthellae
gan menggunakan ada perlakuan
descent dan
tinggi mitotik
indeks zooxanthella a
dapat dilihat pada gam
Sum
Gambar 50. N s
Hasil uji terhadap
uji BNT P0,05 m kontrol berbeda nyata
dengan perlakuan lam
dapat dilihat pada gam
Sum
Gambar 51. N s
a akuarium 2. Grafik hasil uji BNT densitas zoo
ambar 50 yang diolah dari lampiran 8.
umber : diolah dari lampiran 8.
Nilai rata-rata dan standard error densitas zoo setiap perlakuan saat d1h6.
p densitas zooxanthellae pada saat d1h9 dengan menunjukkan bahwa densitas zooxantellae pad
ata dengan perlakuan lampu incandescent dan b ampu flourescent. Grafik hasil uji BNT densita
ambar 51 yang diolah dari lampiran 8.
umber : diolah dari lampiran 8.
Nilai rata-rata dan standard error densitas zoo setiap perlakuan saat d1h9.
ooxanthellae
ooxanthellae pada
gan menggunakan ada akuarium
n berbeda nyata itas zooxanthellae
ooxanthellae pada
Hasil uji terhadap uji BNT P0,05 m
kontrol berbeda nyata dengan perlakuan lam
dapat dilihat pada gam
Sum
Gambar 52. N s
Hasil uji terhadap
uji BNT P0,05 m lampu fluorescent ber
berbeda nyata dengan
dilihat pada gambar
p densitas zooxanthellae pada saat d2h1 dengan menunjukkan bahwa densitas zooxantellae pad
ata dengan perlakuan lampu incandescent dan b ampu flourescent. Grafik hasil uji BNT densita
ambar 52 yang diolah dari lampiran 8.
umber : diolah dari lampiran 8.
Nilai rata-rata dan standard error densitas zoo setiap perlakuan saat d2h1.
p densitas zooxanthellae pada saat d2h9 dengan menunjukkan bahwa densitas zooxantellae pad
erbeda nyata dengan perlakuan lampu incandes an kontrol. Grafik hasil uji BNT densitas zooxa
r 53 yang diolah dari lampiran 8.
gan menggunakan ada akuarium
n berbeda nyata itas zooxanthellae
ooxanthellae pada
gan menggunakan ada perlakuan
descent dan
xanthellae dapat
Sum
Gambar 53. N s
Hasil uji terhadap
uji BNT P0,05 m kontrol berbeda nyata
dengan perlakuan lam biologis anemon pada
Grafik hasil uji BNT d
diolah dari lampiran
Sum
Gambar 54. N s
umber : diolah dari lampiran 8.
Nilai rata-rata dan standard error densitas zoo setiap perlakuan saat d2h9.
p densitas zooxanthellae pada saat d3h1 dengan menunjukkan bahwa densitas zooxantellae pad
ata dengan perlakuan lampu incandescent dan b ampu flourescent. Hal ini terjadi karena perbed
da akuarium kontrol dengan anemon pada akua
T densitas zooxanthellae dapat dilihat pada gam an 8
.
umber : diolah dari lampiran 8.
Nilai rata-rata dan standard error densitas zoo setiap perlakuan saat d3h1.
ooxanthellae pada
gan menggunakan ada akuarium
n berbeda nyata edaan ritme
uarium 1 dan 2.
ambar 54 yang
ooxanthellae pada
Hasil uji terhadap uji BNT P0,05 m
Grafik hasil uji BNT d
diolah dari lampiran
Sum
Gambar 55. N s
Hasil uji terhadap
uji BNT P0,05 m kontrol berbeda nyata
dengan perlakuan lam biologis anemon pada
hasil uji BNT densitas
dari lampiran 8.
p densitas zooxanthellae pada saat d3h9 dengan menunjukkan bahwa ketiga perlakuan tidak be
T densitas zooxanthellae dapat dilihat pada gam an 8
.
umber : diolah dari lampiran 8.
Nilai rata-rata dan standard error densitas zoo setiap perlakuan saat d3h9.
p densitas zooxanthellae pada saat d4h1 dengan menunjukkan bahwa densitas zooxantellae pad
ata dengan perlakuan lampu incandescent dan b ampu flourescent. Hal ini terjadi karena perbed
da akuarium 3 dengan anemon pada akuarium
itas zooxanthellae dapat dilihat pada gambar 56
gan menggunakan berbeda nyata.
ambar 55 yang
ooxanthellae pada
gan menggunakan ada akuarium
n berbeda nyata edaan ritme
m 1 dan 2. Grafik
56 yang diolah
Su
Gambar 56. N s
Hasil uji terhadap
uji BNT P0,05 m kontrol berbeda nyata
dengan perlakuan lam
dapat dilihat pada gam
Sum
Gambar 57. N s
Hasil uji terhadap
uji BNT P0,05 m
Sumber : diolah dari lampiran 8.
Nilai rata-rata dan standard error densitas zoo setiap perlakuan saat d4h1.
p densitas zooxanthellae pada saat d4h9 dengan menunjukkan bahwa densitas zooxantellae pad
ata dengan perlakuan lampu incandescent dan b ampu flourescent. Grafik hasil uji BNT densita
ambar 57 yang diolah dari lampiran 8.
umber : diolah dari lampiran 8.
Nilai rata-rata dan standard error densitas zoo setiap perlakuan saat d4h9.
p densitas zooxanthellae pada saat d5h1 dengan menunjukkan bahwa ketiga perlakuan tidak be
ooxanthellae pada
gan menggunakan ada akuarium
n berbeda nyata itas zooxanthellae
ooxanthellae pada
gan menggunakan berbeda nyata.
Grafik hasil uji BNT d
diolah dari lampiran
Sum
Gambar 58. N s
Hasil uji terhadap
uji BNT P0,05 m cahaya matahari berbe
nyata dengan perlakua zooxanthellae dapat d
Sum
Gambar 59.
T densitas zooxanthellae dapat dilihat pada gam an 8
.
umber : diolah dari lampiran 8.
Nilai rata-rata dan standard error densitas zoo setiap perlakuan saat d5h1.
p densitas zooxanthellae pada saat d5h9 dengan menunjukkan bahwa densitas zooxantellae pad
rbeda nyata dengan perlakuan lampu incandesc kuan lampu flourescent. Grafik hasil uji BNT d
t dilihat pada gambar 59 yang diolah dari lamp
umber : diolah dari lampiran 8.
. Nilai rata-rata dan standard error densitas zo pada setiap perlakuan saat d5h9.
ambar 58
yang
ooxanthellae pada
gan menggunakan ada perlakuan
escent dan berbeda
densitas
mpiran 8
.
zooxanthellae
4.2.
Pembahasan.
Pembelahan mitosis pada zooxanthellae memiliki pola tertentu yang
menggambarkan ritme biologis. Proses ini biasanya berlangsung dengan pola yang sama secara alami. Dalam penelitan ini didapatkan pola pembelahan mitosis
yang cenderung sama pada individu dengan perlakuan lampu incandescent dan cahaya matahari. Sedangkan individu dengan perlakuan lampu flourescent
memiliki pola pembelahan mitosis yang berbeda. Hal ini dapat saja terjadi karena seperti telah diketahui bahwa faktor-faktor lingkungan seperti suhu, cahaya, dan
nutrien bekerja secara bersamaan di alam untuk mengontrol pembelahan mitosis seperti yang telah dikemukakan oleh Williamson in Zamani 1995 . Perbedaan
lokasi pengambilan anemon akan mempengaruhi pola mitotik indeks zooxanthellae karena faktor-faktor lingkungan di tempat tersebut sedikit atau
banyak juga akan berbeda sehingga faktor yang mempengaruhi pola pembelahan mitosis juga akan berbeda.
Berubahnya kondisi lingkungan secara drastis akan memberikan kejutan pada anemon. Kondisi ini mengakibatkan anemon mengalami stress dan kehilangan
kendali atas pembelahan sel zooxanthellae. Dalam kondisi ini pembelahan mitosis dapat terjadi dengan cepat sehingga mitotik indeks zooxanthelae tinggi.
Berubahnya pola pembelahan mitosis ini dapat teramati pada permulaan pemberian perlakuan seperti yang teramati pada akuarium 1 dan 2. Pada kedua
akuarium tersebut terjadi peningkatan pembelahan mitosis pada d1h1 atau pada 1 jam setelah diberikan perlakuan. Pada akuarium 1 terjadi peningkatan
pembelahan mitosis sebesar 77,27. Pada akuarium 2 terjadi peningkatan pembelahan mitosis sebesar 39,7. Perubahan pada pembelahan mitosis ini
terjadi sebelum anemon mengalami bleaching. Oleh karena itu perubahan pola pembelahan mitosis zooxanthellae dapat dijadikan sebagai tanda awal yang
mengindikasikan terjadinya stress pada anemon atau perubahan kondisi dalam lingkungan seperti yang telah dikemukakan oleh Zamani 1995 .
Meningkatnya pembelahan mitosis akan menambah jumlah sel atau densitas zooxanthellae dalam lapisan gastroderm anemon. Dalam penelitian ini penulis
mendapatkan jumlah densitas yang berkurang atau berbanding terbalik dengan mitotik indeks. Densitas yang berkurang drastis ini teramati pada anemon di
akuarium 1 dan 2, sedangkan densitas zooxanthellae anemon pada akuarium 3 berfluktuasi selaras dengan pola mitotik indeksnya. Hal ini terjadi karena
pembelahan mitosis mempengaruhi densitas zooxanthellae di dalam lapisan gastroderm. Pada saat jumlah zooxanthellae di dalam lapisan gastroderm
berkurang dan mengancam kelangsungan hidup populasi, maka zooxanthellae akan melakukan reproduksi dalam hal ini pembelahan mitosis . Hal ini
dilakukan zooxanthellae sebagai upaya untuk mempertahankan populasinya di dalam lapisan gastroderm.
Berkurangnya sel zooxanthellae dalam jaringan gastroderm anemon dapat saja terjadi. Hal ini mungkin diakibatkan dari matinya sel zooxanthellae seperti yang
penulis amati. Pada saat penghitungan sel yang melakukan pembelahan mitosis, penulis menemukan banyaknya sel zooxanthellae yang rusak bahkan pada saat
sedang melakukan pembelahan mitosis. Sesuai dengan pernyataan Suharsono dan Brown in Zamani 1995 yang mengemukakan bahwa ada beberapa
kemungkinan yang dapat mengakibatkan berkurangnya densitas zooxanthellae didalam lapisan gastroderm, diantaranya yaitu : lepasnya zooxanthellae ke dalam
coelenteron ; zooxanthellae mati pada saat proses pembelahan berlangsung seperti
yang penulis temukan pada saat pengambilan data mitotik indeks dengan menggunakan mikroskop atau mati setelah selesai melakukan pembelahan;
kemungkinan zooxanthellae mengeluarkan substansi yang bersifat racun bagi anemon sehingga memaksa anemon mengeluarkan zooxanthellae dari dalam
tubuhnya; dan zooxanthellae keluar dari tubuh anemon ke lingkungan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa faktor-faktor lingkungan bekerja
secara bersamaan di alam mempengaruhi kehidupan makhluk hidup. Faktor- faktor tersebut secara alami akan mengakibatkan makhluk hidup menyesuaikan
diri dan memiliki pola tertentu yang menggambarkan ritme biologisnya. Pemberian perlakuan dalam penelitian ini mempengaruhi ritme biologis anemon,
dalam hal ini mitotik indeks zooxanthellae yang secara langsung juga mempengaruhi densitas zooxanthellae di dalam lapisan gastroderm. Hal ini dapat
teramati pada saat lampu dinyalakan dan dipadamkan. Lampu dinyalakan pada pukul 08.00 WIB dan dipadamkan pada pukul 17.00 WIB sedangkan matahari
terbit pukul 06.00 WIB dan terbenam pukul18.00 WIB. Matahari terbit dengan intensitas cahaya kecil dan perlahan-lahan intensitasnya semakin besar, dan
sebaliknya pada saat terbenam intensitasnya akan semakin kecil. Aktifitas kehidupan anemon pada akuarium 3 berjalan dengan terbit dan terbenamnya
matahari sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi ritme biologis. Sedangkan anemon pada akuarium 1 dan 2 mendapatkan cahaya dari saat dinyalakan sampai
dengan dipadamkan dengan intensitas konstan sehingga ritme biologisnya juga
akan berbeda dengan anemon pada akuarium 3. Selain itu pada saat lampu dinyalakan dan dipadamkan terjadi perubahan yang drastis didalam lingkungan
akuarium 1 dan 2 sehingga anemon mendapatkan kejutan. Perlakuan yang diberikan juga mempengaruhi anemon secara morfologi. Pada
penelitian ini teramati perubahan ketebalan lapisan gastroderm bila dibandingkan dengan lapisan ektoderm yang terdapat di tentakel anemon. Meningkatnya rasio
ketebalan gastroderm terhadap ektoderm sampai dengan 16,67 pada akuarium 1 dan 14,07 pada akuarium 2 teramati pada d3. Pada akhir penelitian rasio
ketebalan gastroderm dengan ektoderm kembali menurun. Sedangkan rasio ketebalan gastroderm dengan ektoderm pada akuarium 3 cenderung mengalami
penurunan dari saat d-1 sampai dengan d5. Perubahan ketebalan lapisan gastroderm dapat terjadi akibat dari perlakuan
yang diberikan. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa berubahnya kondisi lingkungan akan menyebabkan anemon terkejut. Jika kondisi ini berlangsung
terus menerus akan mengakibatkan anemon berada dalam kondisi stress. Dalam penelitian ini kondisi stress mengakibatkan menurunnya densitas zooxanthellae di
lapisan gastroderm. Berkurangnya jumlah zooxanthellae dalam lapisan gastroderm mengakibatkan bayak ruang yang kosong di dalam vakuola anemon.
Hal ini menjelaskan mengapa lapisan gastroderm menipis. Namun dalam penelitian yang dilakukan oleh Zamani 1995 pada perlakuan tembaga dan suhu
yang diberikan pada anemon H. malu mengakibatkan penyusutan ukuran zooxanthellae dan bertambahnya ukuran vakuola. Perubahan ukuran
zooxanthellae dan vakuola ini pada akhirnya merubah ketebalan lapisan gastroderm. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Hayes dan Bush
1984 in Zamani 1995 bahwa koral yang mengalami bleaching akan mengeluarkan mucus, gangguan pada lapisan gastroderm, dan gangguan pada
vakuola yang di dalamnya terdapat zooxanthellae. Namun belum diketahui lebih lanjut apakah ketebalan lapisan gastroderm bertambah dan ketebalan ektoderm
tetap atau ketebalan gastroderm tetap dan ketebalan ektoderm bertambah. Dalam kondisi normal, anemon menghasilkan mucus sebagai perangkap
partikel dan alat untuk mengangkut air ke dalam tubuhnya Cervino, 2004 . Mucus
digunakan untuk memerangkap makanan dan partikel organik kemudian dibawa ke mulut dengan menggunakan silia. Selain itu mucus juga digunakan
sebagai alat untuk membersihkan diri dari kotoran yang menutupi permukaan tubuhnya.
Produksi mucus yang berlebihan merupakan ciri-ciri terjadinya stress pada anemon seperti yang dikemukakan oleh Cervino, 2004 . Dalam penelitian ini
produksi mucus yang berlebihan teramati pada akuarium 1 dan 2. Produksi mucus berlebihan di akuarium 1 teramati pada hari ke dua sampai dengan hari ke tiga,
yaitu pada saat individu ke satu stress dan akhirnya ditemukan mati pada hari ke tiga. Produksi mucus berlebihan di akuarium 2 teramati pada hari ke tiga. Mucus
berlebihan dan kental juga dilepaskan pada hari ke tujuh ketika anemon di akuarium 2 mengalami stress dan bleaching. Selain sebagai tanda awal stress
lingkungan, Cervino 2004 juga mengemukakan bahwa air tawar, udara terbuka, paparan sianida dan terjadinya bleaching juga dapat memicu produksi mucus yang
berlebihan. Bleaching adalah memucatnya warna karang Thieberger et al., 1995 .
Bleaching terjadi akibat dari berkurangnya jumlah zooxanthellae yang
bersimbiosis di dalam jaringan seperti yang terjadi di dalam penelitian ini. Bleaching
terjadi pada individu di ketiga akuarium, namun individu di akuarium 3 relatif lebih berwarna bila dibandingkan dengan individu akuarium 2 yang
mengalami bleaching hebat dan individu akuarium 1. Rata-rata densitas zooxanthellae pada individu akuarium 1 sebelum diberikan perlakuan sebesar
9,3 x10
4
cm
2
dan rata-rata densitas zooxanthellae pada d5h2 sebesar 3,5 x10
4
cm
2
atau berkurang sebesar 62,37. Rata-rata densitas zooxanthellae pada individu akuarium 2 sebelum diberikan perlakuan sebesar 5,4 x 10
4
cm
2
dan rata-rata densitas zooxanthellae pada d5h2 sebesar 1,3 x 10
4
cm
2
atau berkurang sebesar 75,9. Rata-rata densitas zooxanthellae pada individu akuarium 3
sebelum diberikan perlakuan sebesar 12,8 x 10
4
cm
2
dan rata-rata densitas zooxanthellae pada d5h2 sebesar 9,3 x 10
4
cm
2
atau berkurang sebesar 27,3. Selain produksi mucus yang berlebihan, bleaching juga merupakan ciri-ciri
stress pada anemon. Selama peristiwa bleaching, karang kehilangan 60-90 dari
jumlah zooxanthellaenya dan yang tersisa kehilangan 50-80 dari pigmen fotosintesisnya Westmacott et al.,2000 . Hal ini dapat menjelaskan
menyusutnya ukuran tubuh anemon. Ukuran tubuh anemon menyusut karena kekurangan energi sebagai akibat dari berkurangnya suplai energi yang diterima
dari zooxanthellae. Seperti diketahui bahwa zooxanthellae menyumbang sekitar 98 kebutuhan energi bagi koral Davies, 1984 in Zamani, 1995 . Hal ini juga
menjelaskan lepasnya mucus yang berlebihan pada saat anemon mengalami bleaching
. Produksi mucus pada saat bleaching ini merupakan cara untuk memerangkap zooxanthellae di kolom perairan ke dalam tubuh anemon.
Anemon yang berada dalam kondisi stress akan melakukan adaptasi untuk mengurangi atau menghilangkan stress. Kecepatan untuk pulih dari kondisi stress
pada tiap individu anemon berbeda-beda seperti yang teramati dalam penelitian ini. Individu anemon di akuarium 1 relatif lebih cepat pulih dari stress daripada
individu anemon di akuarium 2. Individu anemon akuarium 1 dapat dikatakan berhasil melakukan adaptasi kecuali individu yang mati. Anemon yang dapat
beradaptasi ini berhasil kembali dalam keadaan homeostatis sehingga dapat bertahan sampai dengan hari ke-26 walaupun dalam kondisi bleaching berat.
Berbeda dengan individu anemon di akuarium 1, anemon di akuarium 2 relatif lebih lambat dalam melakukan adaptsi sehingga lebih lama pulih dari kondisi
stress. Stress yang dialami oleh anemon di akuarium 2 berlanjut sampai melewati periode 5 hari pengamatan. Stress yang dialami lebih berat dengan bleaching
hebat dan produksi mucus yang berlebihan sehingga mengakibatkan air di dalam akuarium menjadi sangat keruh. Karena tidak mampu mengatasi keadaan stress,
anemon di akuarium 2 ditemukan mati pada hari ke-7 dan dua lainnya mati pada hari ke-8. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sarwono 1992 bahwa koral yang
berada dalam kondisi stress akan melakukan adaptasi. Jika biota berhasil melakukan adaptasi, maka biota ini akan kembali dalam keadaan homeostatis.
Namun bila biota tidak berhasil melakukan adaptasi, maka biota ini akan mengalami stress kembali dengan kemungkinan stress yang bertambah besar.
5.1. Kesimpulan Akuarium 1