seiring dengan peningkatan kadar nitrogen dalam tanah, pH tanah, suhu dan lama waktu pengeringan tanah pada periode sebelumnya Ponnamperuma
1965 dalam De Datta 1981.
2.3 Potensial Redoks Tanah
Oksidasi-reduksi merupakan reaksi pemindahan elektron dari donor elektron kepada aseptor elektron. Donor elektron akan teroksidasi karena
pelepasan elektron, sedangkan aseptor elektron akan terduksi karena penambahan elektron. Proses ini berlangsung secara simultan, sehingga sering disebut sebagai
reaksi redoks Kyuma 2004a. Menurut Tan 1982, keseimbangan redoks biasanya dinyatakan dengan
konsep potensial redoks E
h
. Secara umum, reaksi sel-paruh dari suatu sistem oksidasi-reduksi dapat digambarkan sebagai berikut:
Bentuk teroksidasi + ne
-
Bentuk tereduksi Potensial sel-paruh dari reaksi di atas dapat dirumuskan menurut hukum
Nernst sebagai berikut: E
h
= E + RTnF log bentuk teroksidasibentuk tereduksi
Potensial redoks E
h
adalah potensial elektroda standar sel-paruh diukur terhadap suatu elektroda penunjuk standar, yaitu elektroda hidrogen. Sedangkan
E adalah suatu tetapan, yang disebut potensial redoks baku dari sistem, dan
RTF=0.0592 pada 25
o
C. Jika aktivitas dari spesies-spesies teroksidasi dan tereduksi sama dengan satu, rasio tersebut menjadi=1, dan nilai log-nya = 0, maka
E
h
= E . Oleh karena itu, potensial redoks baku didefinisikan sebagai potensial
redoks dari sistem dengan aktivitas spesies teroksidasi dan tereduksi sama dengan satu Tan 1982.
Selain E
h
, reaksi redoks juga dicirikan oleh aktivitas elektron, e
-
. Jumlah e
-
atau aktivitas elektron menentukan proses oksidasi-reduksi. Berdasarkan reaksi di atas, jika proses reduksi dominan, maka jumlah elektron akan meningkat.
Hubungan antara potensial redoks dengan aktivitas elektron dapat dirumuskan sebagai berikut:
E
h
= 2,3RTF pe Aktivitas elektron dinyatakan dengan pe, dimana pe = -log [e
-
], R = konstanta gas, T = temperatur absolutK, dan F = tetapan Faraday. Pada suhu 298
K 25
o
C, maka rumus tersebut menjadi: E
h
= 0.059 pe Menurut Ponnamperuma 1978, nilai E
h
atau pe yang tinggi dan positif menunjukkan kondisi oksidatif, sebaliknya nilai Eh atau pe yang rendah bahkan
negatif menunjukkan kondisi reduktif. Potensial redoks mempengaruhi status N dalam tanah, ketersediaan P dan Si, kadar Fe
2+
, Mn
2+
, dan SO
4 2-
secara langsung dan kadar Ca
2+
, Mg
2+
, Cu
2+
, Zn
2+
dan MoO
4 2-
secara tidak langsung, dan dekomposisi bahan organik dan H
2
S. Pengukuran E
h
pada tanah-tanah reduktif memiliki beberapa keterbatasan. Sistem tanah sangat heterogen dan sulit untuk memperoleh potensial
keseimbangan yang tepat. Selain itu, beberapa pasangan redoks yang penting, seperti NO
3 -
NH
4 +
, SO
4 2-
S
2-
, CO
2
CH
4
, dan pasangan redoks organik, tidak bersifat elektroaktif, tetapi dapat mengganggu pengukuran E
h
dengan menghasilkan potensial campuran Kyuma 2004a.
Menurut Stumm dan Morgan 1970 dalam Kyuma 2004a, pengukuran E
h
hanya dapat dilakukan dengan tepat untuk pasangan Fe
3+
Fe
2+
dan Mn
4+
Mn
2+
dengan kadar lebih tinggi dari 10
-5
M dalam air alami. Menurut Lindsay 1979, elektroda platina biasa digunakan untuk pengukuran potensial redoks dalam tanah.
Akan tetapi, elektroda tersebut tidak berfungsi dengan baik pada tanah yang berada pada kondisi oksidatif.
Reaksi redoks terjadi pada hampir semua tanah. Biasanya, reaksi oksidasi berkaitan dengan kondisi tanah berdrainase baik, sedangkan proses reduksi
berkaitan dengan kondisi tanah berdrainase buruk atau apabila terdapat air berlebih. Kondisi redoks tanah mempengaruhi stabilitas senyawa-senyawa besi
dan mangan.
2.4 Besi di Dalam Tanah