III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan tanah yang digunakan sebagai contoh diambil dari Desa Cihideung Kec. Ciampea, Kab.Bogor, Desa Bobojong Kec. Mande, Kab. Cianjur, Desa
Margakaya Kec. Telukjambe, Kab. Karawang, dan Desa Kaserangan Kec. Kragilan, Kab. Serang. Penelitian dilaksanakan selama bulan Mei - Desember
2008 di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari contoh tanah, pereaksi untuk analisis kimia, dan bahan organik. Contoh-contoh tanah yang diambil dari
berbagai tempat tersebut di atas dipilih untuk mewakili tanah-tanah dengan kadar Fe dan Mn yang berbeda. Tanah Bobojong Cianjur merupakan tanah Latosol
dengan bahan induk batuan sedimen dan batuan volkanik kuarter yang berasal dari erupsi Gunung Gede, tanah Cihideung Bogor merupakan tanah Latosol dengan
bahan induk batuan volkanik kuarter muda yang berasal dari erupsi Gunung Salak, tanah Margakaya Karawang merupakan tanah Aluvial yang bahannya
berasal dari Sungai Citarum dan Cimalaya, sedangkan tanah Kaserangan Serang merupakan tanah Planosol dengan bahan induk batuan Formasi Tufa Banten yang
berasal dari erupsi Gunung Danau Yogaswara 1977. Bahan organik yang digunakan yaitu kotoran sapi yang belum matang.
Alat-alat yang digunakan untuk persiapan perlakuan tanah yaitu ember, gelas plastik dengan volume 240 ml, botol plastik dengan volume 80 ml, plastik
wrap , plastik hitam, sedotan, dan kain kasa. Sedangkan alat yang digunakan untuk
analisis kimia di antaranya yaitu alat-alat gelas, E
h
-meter, pH-meter, water-bath, dan AAS.
3.3 Pelaksanaan Penelitian
Penelitan ini dilakukan dengan tiga tahapan, yaitu: a.
Pengukuran kadar Fe dan Mn dalam tanah kering. b.
Perlakuan penambahan bahan organik dan penggenangan. c.
Pengukuran kadar Mn dan Fe dalam tanah dan larutan tanah pada berbagai nilai E
h
. Sebagai persiapan, bahan tanah dikeringudarakan, kemudian ditumbuk
dan diayak sehingga diperoleh bahan tanah lolos saringan 2 mm. Analisis awal yang dilakukan yaitu pengukuran kadar Fe dan Mn dalam tanah kering setelah
tanah diekstrak dengan dithionite-citrate-bicarbonate DCB, asam sitrat 2, DTPA 0,005M, dan HCl 0,1N.
Selanjutnya, nilai E
h
yang berbeda-beda diperoleh setelah penambahan bahan organik dan penggenangan tanah. Secara ringkas, tahapan ini digambarkan
pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Perlakuan Tanah untuk Memperoleh Berbagai Nilai E
h
Ditempatkan ke dalam
wadah, digenangi
dan ditutup Kotoran
sapi diencerkan
Dicampurkan dengan
perbandingan 1:1 sampai
1:10 Bahan
tanah dilumpurkan
Pengukuran Eh dilakukan
mulai hari pertama H+1
setelah perlakuan
Diperoleh tanah
dengan berbagai
nilai E
h
Sekitar 6 - 7 kg bahan tanah dilumpurkan dengan ± 4 liter air. Disiapkan juga kotoran sapi yang telah diencerkan. Kedua bahan tersebut kemudian
dicampurkan dengan berbagai perbandingan, mulai dari 1 : 10 1 bagian kotoran sapi dicampur dengan 10 bagian tanah sampai 1 : 1 1 bagian kotoran sapi
dicampur dengan 1 bagian tanah. Selain itu juga disiapkan kontrol, yaitu bahan tanah yang telah dilumpurkan tanpa penambahan kotoran sapi. Campuran bahan
tanah dan kotoran sapi tersebut ditempatkan pada gelas plastik, digenangi air sebanyak ± 30 ml setinggi ± 2 cm di atas permukaan campuran bahan tanah dan
kotoran sapi dan ditutup dengan plastik wrap. Begitu juga dengan kontrol. Penggenangan dan penambahan bahan organik bertujuan untuk menurunkan nilai
E
h
tanah. Nilai E
h
masing-masing perlakuan diukur dengan E
h
-meter mulai hari pertama setelah perlakuan H+1 selama beberapa hari sampai diperoleh nilai E
h
yang bervariasi. Setelah tanah direduksi, dilakukan pengambilan larutan tanah dan tanah
dengan nilai E
h
yang berbeda-beda. Larutan tanah yang diperoleh selanjutnya disaring, diasamkan, dan diukur kadar Fe dan Mn dengan AAS. Sementara itu,
pengukuran kadar Fe dan Mn dalam tanah dilakukan setelah tanah diekstrak dengan larutan DTPA 0,005M dan HCl 0,1N.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN