kandungan Fe di dalamnya. Tanah Margakaya Karawang merupakan tanah aluvial dengan karakteristik mempunyai susunan berlapis atau kadar C-organik
tidak teratur dan tidak memiliki horison diagnostik. Tanah Margakaya Karawang yang dijadikan contoh juga berwarna merah kecoklatan. Ketiga
contoh berasal dari lahan yang digunakan sebagai area pesawahan secara intensif. Sedangkan tanah Kaserangan Serang merupakan tanah Planosol. Tanah Planosol
merupakan tanah yang mempunyai horison E albik terletak di atas horison dengan permeabilitas lambat Hardjowigeno 1993. Horison E adalah horison mineral
yang telah kehilangan liat silikat, besi, atau alumunium atau kombinasinya sehingga meninggalkan partikel debu dan pasir. Karakteristik tersebut
menyebabkan rendahnya kadar Fe
2
O
3
di dalam tanah Kaserangan Serang. Warna tanahnya pun pucat, dan hal ini juga menunjukkan rendahnya kadar Fe di dalam
tanah tersebut. Sedangkan kadar MnO
2
dalam tanah Kaserangan Serang cukup tinggi jika dibandingkan dengan ketiga tanah lainnya. Hal ini disebabkan karena
tanah ini berasal dari lahan yang hanya sesekali saja disawahkan, akibatnya kadar MnO
2
di dalamnya masih cukup tinggi karena tanah tidak berada dalam kondisi reduktif yang dapat melarutkan senyawa tersebut.
4.2 Nilai E
h
dan pe+pH Tanah pada Berbagai Kondisi Reduksi
Bahan organik yang digunakan berupa kotoran sapi yang masih segar karena aktivitas mikroorganisme di dalamnya dapat membantu pembentukan
kondisi reduksi dalam tanah. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Lindsay 1979, tanah bersifat lebih reduktif karena organisme di dalamnya melepaskan elektron
secara simultan melalui proses respirasi. Nilai E
h
yang rendah menunjukkan
kondisi tanah yang semakin reduktif. Kondisi reduksi tanah akibat penambahan bahan organik dan penggenangan selama beberapa hari dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Nilai E
h
Tanah Selama Beberapa Hari setelah Perlakuan
Perbandingan BO : Tanah
Tanah Bobojong Cianjur
Tanah Cihideung Bogor
Tanah Margakaya Karawang
Tanah Kaserangan Serang
H+1 H+2 H+3 H+1 H+2 H+3 H+1 H+2 H+3 H+1 H+2 H+3 1
: 1
79 -90 -156 78 -25 -92 7 -200 -206 -135
-286 -236
1 :
2 105 -46 -125
80 10 -68 32 -191 -197 -135 -286
-249 1
: 3
142 -37 -85 115 32 -60 69 -175 -191 -145 -289
-256 1
: 4
151 -24 -84 130 42 -41 96 -148 -187 -146 -285
-253 1
: 5
173 10 -50 138 45 -30 134 -128 -172 -147
-289 -240
1 : 6 170
4 -45
146 49
-23 148 -114 -164 -144 -287 -244
1 :
7 188 21 -24 145 66 -5 171 -86 -144 -141
-273 -232
1 : 8 188
22 -17
130 60
11 181 -74 -119 -112 -256 -226
1 : 9 199
30 -25
105 63
26 202 -58 -104
-73 -236 -213 1 : 10
205 40
2 127 100
39 220 -16
-76 -1
-174 -180 Kontrol 272 113 88 211 149 76 297 150 42 96 115 102
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa secara umum, semakin lama tanah digenangi, maka E
h
tanah semakin rendah. Tetapi, dapat juga dilihat pada tanah Kaserangan Serang, setelah menurun secara drastis, nilai E
h
kembali meningkat. Selain itu, diketahui bahwa kecepatan penurunan E
h
masing-masing tanah berbeda-beda. Pada perlakuan dan hari penggenangan yang sama, terlihat
bahwa penurunan nilai Eh pada tanah Kaserangan Serang, Margakaya Karawang dan Bobojong Cianjur lebih cepat daripada tanah Cihideung
Bogor. Selanjutnya, dilakukan pengukuran pH tanah pada hari ke-3. Nilai E
h
dan pH merupakan variabel untuk memperoleh konstanta pe+pH masing-masing
tanah. Sebagaimana pH, pe merupakan fungsi dari aktivitas elektron di dalam
tanah yang diperoleh dari penghitungan E
h
mV59,2 Lindsay 1979. Konstanta pe+pH tanah pada kondisi alami berbeda dengan kondisi reduktif. Semakin tinggi
pe+pH tanah pada kondisi alami menunjukkan kemampuan tanah berperan sebagai oksidator, sementara semakin tinggi pe+pH pada kondisi tanah yang
direduksikan menunjukkan kemampuan tanah untuk bertahan dalam kondisi oksidatif. Nilai pe+pH tanah pada kondisi oksidatif diperoleh dari pengukuran E
h
dan pH kontrol, sedangkan nilai pe+pH tanah pada kondisi reduktif diperoleh dari pengukuran E
h
dan pH masing-masing perlakuan pada hari ketiga setelah perlakuan. Hasil penghitungan tersebut disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Hasil Penghitungan Nilai pe+pH pada Masing-masing Tanah Selanjutnya, Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai pe+pH tanah
Kaserangan Serang pada kondisi oksidatif jauh lebih tinggi daripada ketiga tanah lainnya, sehingga tanah berperan sebagai oksidator kuat yang ketika
ditambahkan bahan organik mengakibatkan peningkatan jumlah elektron bebas dalam tanah. Tingginya jumlah elektron dalam tanah memudahkan tercapainya
kondisi reduksi tanah E
h
rendah.
Setelah direduksi, diketahui bahwa pe+pH tanah Cihideung Bogor tanah Bobojong Cianjur tanah Margakaya Karawang tanah Kaserangan
Serang. Urutan nilai pe+pH tersebut menunjukkan bahwa tanah Cihideung Bogor lebih sulit direduksi daripada ketiga tanah lainnya. Berdasarkan Tabel 3,
diketahui bahwa kadar Fe
2
O
3
tanah Cihideung Bogor tanah Bobojong Cianjur tanah Margakaya Karawang tanah Kaserangan Serang. Tanah
dengan kadar Fe
2
O
3
yang tinggi memiliki daya sangga untuk mempertahankan kondisi oksidatifnya ketika tanah ditambahkan bahan organik. Dengan demikian,
ada indikasi bahwa kecepatan penurunan E
h
dipengaruhi oleh kadar Fe
2
O
3
dan nilai pe+pH tanah pada kondisi oksidatif.
4.3 Ketersediaan Fe dan Mn pada Berbagai Kondisi Reduksi