IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kadar Fe dan Mn dalam Tanah Kering
Analisis awal yang dilakukan yaitu pengukuran kadar Fe dan Mn dalam tanah dengan pengekstrak DCB, asam sitrat 2, HCl 0,1N, dan DTPA 0,005M.
DCB mengekstrak Fe dan Mn oksida yang mudah tereduksi. Asam sitrat 2, DTPA 0,005M, dan HCl 0,1N merupakan pengekstrak yang umum digunakan
dalam analisis tanah. Asam sitrat digunakan pada penetapan P dalam tanah karena P terlarut di zona perakaran yang suasananya mirip dengan pH yang dihasilkan
asam sitrat 2. Jika P tersedia dalam suasana tersebut, maka seharusnya Fe dan Mn pun juga diserap tanaman dalam suasana yang sama. Akan tetapi, pengekstrak
yang biasa digunakan untuk penetapan unsur mikro tanah kering adalah HCl 0,1N dan DTPA 0,005M, analisis awal dengan berbagai pengekstrak ini dimaksudkan
untuk membandingkan kadar Fe dan Mn terekstrak dalam hubungannya dengan Fe dan Mn tersedia ketika tanah direduksi. Hasil analisis awal disajikan pada
Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Kadar Fe dalam Masing-masing Contoh Tanah
Asal Contoh Kadar Fe ppm
DCB Asam Sitrat 2
HCl 0,1N DTPA 0,005M
Bobojong Cianjur 19478.19
3479.13 1237.54
668.67 Cihideung Bogor
33947.06 370.24
138.55 77.32
Margakaya Karawang 15727.26
932.47 264.16
236.83 Kaserangan Serang
1738.03 242.86
117.58 41.45
Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa untuk setiap tanah, DCB mengekstrak Fe dalam jumlah tertinggi, kemudian diikuti asam sitrat 2, HCl
0,1N, dan DTPA 0,005M. DCB mengekstrak Fe oksida bebas total yang direduksi dengan natrium ditionit dalam suasana buffer natrium bikarbonat dan natrium
sitrat, karena itu, Fe yang terekstrak jauh lebih banyak daripada ketiga pengekstrak lainnya. Asam sitrat dan HCl bersifat asam dan keduanya dapat
melarutkan Fe dalam tanah, akan tetapi asam sitrat juga membentuk senyawa kompleks organo logam dengan Fe sehingga Fe yang terekstrak asam sitrat lebih
tinggi daripada HCl. DTPA hanya membentuk chelat dengan Fe sehingga Fe yang terekstrak DTPA lebih sedikit daripada pengekstrak lainnya.
Tabel 2. Kadar Mn dalam Masing-masing Contoh Tanah
Asal Contoh Kadar Mn ppm
DCB Asam Sitrat 2
HCl 0,1N DTPA 0,005M
Bobojong Cianjur 510.64
175.53 262.51
156.42 Cihideung Bogor
546.33 179.64
78.81 69.70
Margakaya Karawang 231.77
42.33 103.61
76.67 Kaserangan Serang
893.74 416.83
113.21 69.94
Merujuk pada Tabel 2, diketahui bahwa kadar Mn yang terekstrak dari setiap tanah memiliki pola yang bervariasi. Pada tanah Bobojong Cianjur, kadar
Mn yang terekstrak DCB HCl 0,1N asam sitrat 2 DTPA 0,005M. Pada tanah Cihideung Bogor dan Kaserangan Serang, kadar Mn yang terekstrak
DCB asam sitrat 2 HCl 0,1N DTPA 0,005M. Pada tanah Margakaya Karawang, Kadar Mn yang terekstrak DCB HCl 0,1N DTPA 0,005M
asam sitrat 2. Perbedaan yang nyata terlihat pada tanah Bobojong Cianjur dan
Margakaya Karawang. Pada kedua tanah tersebut, kadar Mn yang terekstrak asam sitrat relatif rendah. Hal ini dikarenakan asam sitrat telah membentuk
kompleks lebih dulu dengan Fe sehingga asam sitrat yang mengkompleks Mn hanya sedikit.
Berdasarkan data pada Tabel 1 dan 2, pengekstrak yang dapat mencerminkan kadar Fe dan Mn dalam kondisi reduktif adalah DCB, karena Fe
dan Mn oksida akan tereduksi pada kondisi tersebut. Hasil penghitungan kadar Fe dan Mn oksida ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kadar Fe dan Mn Oksida ekstraksi dengan metode DCB Asal Contoh
Fe
2
O
3
MnO
2
Bobojong Cianjur 2.783
0.079 Cihideung Bogor
4.850 0.084
Margakaya Karawang 2.247
0.036 Kaserangan Serang
0.248 0.138
Berdasarkan data pada tabel 3, diketahui bahwa kadar Fe
2
O
3
tertinggi terdapat pada tanah Cihideung Bogor, diikuti tanah Bobojong Cianjur,
Margakaya Karawang, dan Kaserangan Serang. Kadar Fe
2
O
3
pada tanah Kaserangan Serang sangat rendah, bahkan dapat dikatakan bahwa tanah tersebut
mengalami defisiensi Fe karena hanya mengandung 0,248 Fe
2
O
3
. Menurut Kyuma 2004a, apabila tanah hanya mengandung 1 Fe
2
O
3
, maka tanah tersebut mengalami defisiensi Fe.
Kadar MnO
2
tertinggi terdapat pada tanah Kaserangan Serang, diikuti tanah Cihideung Bogor, Bobojong Cianjur, dan Margakaya Karawang.
Tingginya kadar Fe
2
O
3
dan MnO
2
ini dapat mengindikasikan adanya kemungkinan terganggunya pertumbuhan tanaman akibat tersedianya unsur mikro
dalam jumlah yang berlebih, dalam hal ini yaitu unsur Mn. Seperti yang telah dicantumkan sebelumnya, tanah Bobojong Cianjur
dan Cihideung Bogor merupakan tanah Latosol yang mempunyai distribusi liat tinggi. Warna kedua tanah tersebut coklat kemerahan yang dapat menunjukkan
kandungan Fe di dalamnya. Tanah Margakaya Karawang merupakan tanah aluvial dengan karakteristik mempunyai susunan berlapis atau kadar C-organik
tidak teratur dan tidak memiliki horison diagnostik. Tanah Margakaya Karawang yang dijadikan contoh juga berwarna merah kecoklatan. Ketiga
contoh berasal dari lahan yang digunakan sebagai area pesawahan secara intensif. Sedangkan tanah Kaserangan Serang merupakan tanah Planosol. Tanah Planosol
merupakan tanah yang mempunyai horison E albik terletak di atas horison dengan permeabilitas lambat Hardjowigeno 1993. Horison E adalah horison mineral
yang telah kehilangan liat silikat, besi, atau alumunium atau kombinasinya sehingga meninggalkan partikel debu dan pasir. Karakteristik tersebut
menyebabkan rendahnya kadar Fe
2
O
3
di dalam tanah Kaserangan Serang. Warna tanahnya pun pucat, dan hal ini juga menunjukkan rendahnya kadar Fe di dalam
tanah tersebut. Sedangkan kadar MnO
2
dalam tanah Kaserangan Serang cukup tinggi jika dibandingkan dengan ketiga tanah lainnya. Hal ini disebabkan karena
tanah ini berasal dari lahan yang hanya sesekali saja disawahkan, akibatnya kadar MnO
2
di dalamnya masih cukup tinggi karena tanah tidak berada dalam kondisi reduktif yang dapat melarutkan senyawa tersebut.
4.2 Nilai E