Study of Antioxidant Potential of Red Rice and Their Utilization in Beras Kencur Drink
DAN PEMANFAATANNYA PADA MINUMAN
BERAS KENCUR
M AGUNG ZAIM ADZKIYA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(2)
(3)
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Potensi Antioksidan Beras Merah dan Pemanfaatannya Pada Minuman Beras Kencur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2011
M Agung Zaim Adzkiya
(4)
(5)
Their Utilization in “Beras Kencur” Drink. Under supervision of: C HANNY WIJAYA AND NUGRAHA EDHI SUYATMA
The objective of this research is to evaluate potential antioxidant of indigenous red rice and its application as ingredient of “beras kencur” drink. Eleven local varieties of red rice obtained from various places in Indonesia have been elaborated for their antioxidant activities by using established in vitro
systems, including 2,2’-diphenyl-1-picahydrazyl free radical-scavenging (DPPH) and ferric reducing antioxidant power (FRAP). Their total phenolic and flavonoid contents were determined by colorimetric assay. The methanolic red rice extract showed various DPPH free radical scavenging activities ranging between IC50
108.9 to 320 µg/ml and the FRAP ranging between 477.9 to 1371.1 µmol Fe(II)/g. Total phenolic and flavonoid contents were in range of 27.6 – 82.1 TEA/g and 119.8 – 215.6 QE/g. Red rice from Jatiluwih exhibited the best quality among 11 samples being analyzed in term of total phenolic and flavonoid content as well as its antioxidant activity. Therefore, it was selected for further research as the main ingredient in “beras kencur” drink formulation.
Formulation of “beras merah kencur” drink has been optimized by using mixture design experiment software. The optimization results indicated that the composition of 60% red rice, 20% galingale and 20% ginger had the higest desirability value. The comparative test on the “beras merah kencur“ drink, obtained from optimal formula drink (BMKOFD), with three commercial “beras kencur” drinks showed that the BMKOFD showed higher antioxidant activity (significanly different at =0.05). Morover, BMKOFD also had higher consumer acceptences in sensory aspect, e.g colour, aroma, taste and after taste (5.5, 7.4, 4.5 and 4.4 at 1-7 scale). In conclusion, the use of red rice could increase antioxidant activity of “beras kencur’ drink without lowering consumer acceptences
Keywords: antioxidant, functional drink, red rice, beras kencur, mixture experiment
(6)
(7)
Pemanfaatannya Pada Minuman Beras Kencur. Di bawah bimbingan : C HANNY WIJAYA DAN NUGRAHA EDHI SUYATMA.
Fenomena saat ini menunjukkan bahwa semakin banyak konsumen yang cenderung kembali ke alam, back to nature, termasuk dalam memilih makanan dan minuman. Salah satu minuman tradisional khas Indonesia adalah jamu beras kencur yang digemari oleh anak-anak hingga orang dewasa dikarenakan rasanya yang manis dan menyegarkan serta bermanfaat bagi kesehatan.
Beras merah memiliki beberapa keunggulan antara lain memiliki senyawa flavonoid fungsional, elemen mikronutrisi essensial, lemak fungsional dan penangkap radikal bebas sehingga diharapkan dapat berperan sebagai bahan pangan fungsional. Beberapa daerah di Indonesia memiliki berbagai varietas beras merah baik lokal maupun hasil rakitan. Namun informasi kandungan senyawa atau kelompok senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan pada beras merah lokal dari berbagai tempat di Indonesia masih belum banyak diketahui.
Penelitian yang memanfaatkan makanan dan minuman tradisional khas Indonesia sebagai bahan penelitian masih sangat terbatas. Tidak terstandarnya formula minuman tradisional yang diturunkan secara turun temurun mengakibatkan kualitas citarasa, aroma, dan terutama khasiat minuman tradisional tidak konsisten, sehingga sulit dalam pengendalian mutunya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian makanan dan minuman tradisional khas Indonesia guna mendapatkan formula dan mengetahui khasiatnya, agar mutu dapat terjamin.
Penggunaan beras merah yang diduga kaya akan antioksidan sebagai ingredien dalam pembuatan minuman beras kencur diharapkan akan meningkatkan nilai fungsional minuman tersebut tanpa mengganggu karakteristik sensori dan fisiko-kimia yang dimiliki minuman aslinya. Penggunaan Mixture Experiment dalam formulasi minuman beras kencur diharapkan dapat mengurangi jumlah uji coba dengan mendapatkan rancangan kombinasi berdasarkan minimalisasi variasi yang berhubungan dengan estimasi koefisien pada model yang dipilih secara virtual.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali potensi antioksidan beras merah dan aplikasinya dalam memperoleh formula minuman beras kencur berbasis beras merah.yang kaya akan antioksidan. Tujuan khusus penelitian ini adalah mendapatkan formula minuman fungsional beras kencur berbasis beras merah yang didasarkan pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna dan citarasa (aroma dan rasa) yang tinggi serta aktivitas antioksidannya.
Hasil analisis warna beras merah yang diperoleh dari beberapa tempat di Indonesia menunjukkan variasi warna beras. Beras sirampong merupakan satu satunya beras dengan deskripsi warna ungu kemerahan. Beras jowo melik, raja hitam, arendota, aeksibundong, parelaka, ratu merah, jati luwih, dan beras bandung merupakan beras dengan warna merah hingga merah kekuningan. Warna beras merah kekuningan terdapat pada beras ujung kulon dan beras halimun. Secara keseluruhan karakteristik proksimat kadar air, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat menunjukkan tidak berbeda antara beras merah dan putih, kecuali kandungan mineral beras merah yang lebih unggul.
(8)
215.6 mg EK/g (ekivalen kuercetin). Kadar senyawa total fenol dengan total flavonoid beras merah lebih unggul dibandingkan dengan kadar total fenol dan total flavonoid beras putih pembanding.
Akitivitas antioksidan DPPH pada beras merah diekspresikan sebagai IC50
(inhibition concentration 50%) bervariasi mulai dari 108.9 µg/ml sampai dengan 320.0 µg/ml. Hasil pengujian aktivitas antioksidan menggunakan FRAP (Ferric Reducing Antioxidant of Plasma) berkisar antara 477.9 sampai dengan 1371.1 µmol Fe(II)/g, sedangkan beras putih berdasarkan nilai IC50 (IC50 >1000 µg/ml)
tidak memiliki aktivitas antioksidan. Analisis warna, kandungan total fenol dan total flavonoid beras merah tidak berkorelasi terhadap aktivitas antioksidan.
Secara keseluruhan beras merah yang berasal dari Jati Luwih Bali memiliki keunggulan dibandingkan dengan beras lokal yang berasal dari daerah lain. Beras unggul jati luwih selanjutnya digunakan dalam penelitian lanjutan sebagai komponen pengganti beras putih pada formulasi minuman beras kencur.
Hasil penelitian pendahuluan diperoleh komposisi campuran terpilih sebagai berikut: bahan baku campuran yang diformulasi sebesar 21% (b/v), gula jawa 12.5% (b/v) dan asam jawa 0.1% (v/v) dan air yang ditambahkan hingga 1000 ml. Optimasi formula minuman menggunakan metode Mixture Experiment, dengan bantuan piranti lunak Design Expert 7.0®. Komponen beras merah asal jatiluwih, kencur dan jahe merupakan komponen yang diformulasikan, sedangkan gula jawa, asam jawa dan air mineral merupakan variabel tetap. Respon aktivitas antioksidan dan aspek sensori atribut citarasa dan warna merupakan aspek sensori yang dimasukkan dalam rancangan percobaan.
Hasil analisis ragam (ANOVA) dari masing-masing variabel respon, menunjukkan semua persamaan polinomial variabel respon dapat digunakan sebagai model prediksi untuk mendapatkan formula minuman optimal dikarenakan semua hasil analisis ragam berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% kecuali aspek warna. Berdasarkan hasil optimasi, didapatkan 2 formula minuman terpilih dengan desirability 0.930 dan 0.760 (skala 0 hingga 1). Komposisi minuman dengan rasio beras: kencur: jahe (60:20:20) memiliki nilai desirability
0.930, sedangkan komposisi minuman dengan rasio beras:kencur:jahe (28:70:20) untuk nilai desirability 0.760. Minuman formula (930) terpilih sebagai minuman yang diujii banding dengan minuman komersil yang beredar di pasaran
Hasil analisis aktivitas antioksidan dan aspek sensori untuk atribut warna aroma rasa dan after taste menunjukkan minuman formula terpilih lebih unggul dibandingkan dengan minuman komersil dan tradisional. Aktivitas antioksidan menunjukkan minuman formula terpilih (930) berbeda nyata dibandingkan dengan minuman beras kencur komersial dan tradisional pada taraf signifikansi 5 %. Pengujian aspek sensori atribut warna menunjukkan minuman formula 930 berbeda nyata dengan minuman komersil. Hasil pengujian sensori atribut aroma, rasa, dan after taste menunjukkan minuman formula 930 tidak berbeda nyata dibandingkan dengan minuman komersil 1 yang diproduksi secara nasional, namun berbeda nyata dengan minuman komersil 2 yang diproduksi secara pilot plant dan minuman beras kencur tradisional yang diproduksi secara rumah tangga.
(9)
berikut jehe 142.16 ppm AEAC, kencur 34.94 ppm AEAC, beras merah 67.15 ppm AEAC, dan asam jawa 28.57 ppm AEAC.
Hasil analisis aktivitas antioksidan minuman formula 930 berbasis beras merah dan berbasis beras putih menunjukkan perbedaan yang besar. Namun hasil uji sensori atribut warna, aroma, rasa, dan after taste tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini menandakan penggunaan beras merah sebagai pengganti beras putih dapat meningkatkan aktivitas antioskidan tanpa mempengaruhi aspek sensori yang diuji.
Angka lempeng total, aspek sensori, nilai pH dan aktivitas antioksida secara keseluruhan stabil selama penyimpanan pada suhu refrigerator, namun terjadi penurunan pada suhu kamar yang disebabkan oleh aktivitas mikroba. Minuman formula terpilih dapat disimpan antara 1-2 hari pada suhu kamar dan 9 hari pada suhu refrigerator.
Kata kunci : makanan minuman tradisional, minuman beras kencur, antioksidan,
(10)
(11)
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
(12)
(13)
BERAS KENCUR
M AGUNG ZAIM ADZKIYA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
(14)
(15)
Nama : M Agung Zaim Adzkiya NIM : F251070031
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.C Hanny Wijaya M.Agr Dr.Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA Ketua Anggota
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr.Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
(16)
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana IPB.
Penulis menyadari bahwa dalam rangka penyelesaian studi, penulis telah banyak dibantu oleh berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu penulis, terutama kepada:
1. Prof. Dr. Ir. C Hanny Wijaya, M.Agr. dan Dr. Nugraha Edhi Suyatma, STP. DEA. sebagai komisi pembimbing.
2. Dr. Ir Didah Nur Faridah. Msi sebagai dosen penguji. 3. Kedua orangtuaku atas segala doa dan harapannya. 4. Dr.Ir. Herianus Lalel. MSi atas bantuan dan dukungannya
5. Keluarga Besar Pusat Studi Biofarmaka atas fasilitas dan kesempatan yang diberikan.
6. Ibu Sri, Ibu Rubiah dan Bapak Gatot atas nasehat dan bantuannya selama penelitian.
7. AndriartoYanuardi, Zaki, Wahyu, Ni Rita, Mbak Wied, Isak, dan teman-teman IPN 2007 dan 2008 atas dukungannya kebersamaannya.
8. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya atas segala bantuan dan bimbingannya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna. Namun semoga keterbatasan penulis tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiah dari laporan ini, sehingga dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Bogor, Juli 2011
(17)
(18)
Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Juli 1982 sebagai anak ke satu dari dua bersaudara dari orang tua Bapak Dardiri dan Ibu Enny Sutatiningsih di Banyuwangi.
Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Genteng dan pada tahun berikutnya lulus masuk IPB melalui jalur UMPTN. Penulis memilih Program Studi Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2006, penulis memperoleh gelar Sarjana Sains dan diterima bekerja di Pusat Studi Biofarmaka LPPM IPB hingga saat ini. Terdaftar sebagai mahasiswa Magister Sains Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2007.
(19)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... xix
DAFTAR TABEL ... xx
DAFTAR GAMBAR ... xxii
DAFTAR LAMPIRAN ... xxiv
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan ... 3
1.4 Hipotesis ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pangan Fungsional... 5
2.2 Beras Kencur ... 6
2.3 Beras Merah ... 7
2.4 Kencur (Kaempferia galanga L.) ... 10
2.5 Jahe (Zingiber officinale Roscoe)... 11
2.6 Asam Jawa (Tamarindus Indica L) ... 13
2.7 Antioksidan ... 14
2.8 Senyawa Polifenol ... 16
2.9 Evaluasi Sensori ... 19
2.10 Mixture experiment (Me) ... 22
III METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat ... 25
3.2 Metode ... 26
3.2.1 Karakteristik Sifat Fisiko Kimia Beras Merah ... 26
3.2.1.1 Analisis Warna ... 26
3.2.1.2 Analisis Proksimat ... 26
3.2.2 Ekstraksi, Analisis Senyawa dan Aktivitas Antioksidan Beras Merah27 3.2.2.1 Ekstraksi ... 27
3.2.2.2 Uji Kuantitatif Polifenol ... 27
3.2.2.3 Uji Kuantitatif Flavonoid ... 28
3.2.2.4 Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH ... 28
3.2.2.5 Uji Aktivitas Antioksidan Metode FRAP ... 28
3.2.3 Formulasi Minuman Beras Kencur Berbasis Beras Merah ... 29
3.2.3.1 Pembuatan Minuman Beras Kencur ... 30
3.2.3.2 Pengukuran Aktivitas Antioksidan Minuman Metode DPPH . 30 3.2.3.3 Uji Organoleptik Metode Skala Hedonik ... 30
(20)
3.2.5 Pengamatan Kestabilan Minuman Formula Terpilih ... 31
3.2.5.1 Total Mikroba (Total Plate Count) ... 31
3.2.5.2 Nilai pH... 31
3.3 Analisis Data ... 31
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Sifat Fisikokimia Beras Merah ... 33
4.1.1 Analisis Warna... 33
4.1.2 Analisis Proksimat ... 34
4.2 Ekstraksi, Analisis Senyawa dan Aktivitas Antioksidan Beras Merah . 37 4.2.1 Ekstraksi ... 37
4.2.2 Analisis Total Fenol dan Flavonoid Beras Merah ... 39
4.2.2.1 Analisis Kadar Total Fenol ... 39
4.2.2.2 Analisis Kadar Total Flavonoid ... 40
4.2.3 Analisis Aktivitas Antioksidan Beras Merah ... 42
4.2.3.1 Aktivitas Antioksidan Metode DPPH... 42
4.2.3.2 Aktivitas Antioksidan Metode FRAP ... 44
4.3. Formulasi Minuman Beras Kencur Berbasis Beras Merah ... 45
4.4. Karakteristik Minuman Beras Kencur Formula Terpilih ... 52
4.5. Pengamatan Kestabilan Minuman Formula Terpilih ... 58
V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 61
5.2 Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63
(21)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Deskripsi warna berdasarkan Hue ... .. 27
2. Pengamatan warna beras menggunakan Minolta chroma meter ... 34
3. Hasil analisis proksimat berbagai varietas beras ... .. 35
4. Hasil rerata rendemen dan aktivitas antioksidan berbagai pelarut ... 38
5. Hasil rerata rendemen dan aktivitas antioksidan pelarut metanol dan metanol asam ... 38
6. Hasil analisis total fenol dan total flavonoid berbagai varietas beras ... 40
7. Hasil analisis aktivitas antioksidan berbagai varietas beras ... 43
8. Formulasi umum minuman fungsional (per 1000 ml) ... 47
9. Kisaran konsentrasi masing-masing variabel uji ... 48
10 . Rancangan percobaan 10 model minuman beras kencur ... 49
11 . Hasil perhitungan respon rasa, warna dan antioksidan berdasarkan model minuman ... 49
12. Model ordo terpilih dan persamaan polynomial masing-masing variabel respon ... 50
13. Hasil analisis ragam (ANOVA) masing-masing variabel respon ... 51
(22)
(23)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Beberapa bentuk sediaan jamu beras kencur ... 6 2 Struktur biji beras (Grist, 1975) ... 8 3 Tanaman dan rimpang kencur (Kaemferia galanga L) ... 11 4 Rimpang jahe gajah, jahe emprit dan jahe merah ... 12 5 Degradasi gingerol dalam suasana asam (Bhattarai et al, 2001) ... 13 6 Asam jawa (Tamarindus Indica L) ... 14 7 Struktur dasar flavonoid ... 17 8 Warna dan bentuk varietas beras merah ... 32 9 Contour plot yang menunjukkan nilai desirability minuman dengan formula optimal ... 52
10 Gambar 3 dimensi yang menunjukkan nilai desirability terhadap minuman dengan formula optimal ... 52
11 Perbandingan aktivitas antioksidan minuman formula optimal (formula 930) dengan beberapa produk komersil ... 53
12 Penerimaan sensori atribut warna, aroma, rasa dan aftertaste minuman formula optimal dengan beberapa produk komersil ... 54
13 Foto minuman beras kencur formula 930 dan komersil ... 55
14 Aktivitas antioksidan bahan penyusun beras kencur dan minuman formula 930 ... 56
15 Penerimaan sensori atribut warna, aroma, rasa dan after taste minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras putih ... 57
16 Grafik hubungan antara waktu penyimpanan dan log koloni ... 59
(24)
(25)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Hasil analisis ragam (ANOVA) warna beras merah parameter L (Lightness)71 2 Hasil analisis ragam (ANOVA) warna beras merah parameter a ... 71 3 Hasil analisis ragam (ANOVA) warna beras merah parameter b ... 72 4 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar air beras ... 73 5 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar mineral beras ... 74 6 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar protein beras ... 75 7 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar lemak beras ... 76 8 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar karbohidrat beras ... 77 9 Kurva standar asam tanat dan regresinya ... 78 10 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar total fenol beras merah ... 79 11 Kurva standar kuersetin dan regresinya ... 79 12 Hasil analisis ragam (ANOVA) kadar total flavonoid beras merah ... 80 13 Perhitungan Inhibition Concentration 50 (IC50) ... 81
14 Hasil analisis ragam (ANOVA) aktivitas antioksidan DPPH beras merah 82 15 Kurva standar standar Fe(II) aktivitas antioksidan FRAP ... 83 16 Hasil analisis ragam (ANOVA) aktivitas antioksidan FRAP beras merah . 83 17 Diagram alir penelitian analisis beras merah ... 85 18 Diagram alir penelitian minuman beras kencur ... 86 19 Diagram alir pembuatan minuman beras kencur ... 87 20 Diagram alir pembuatan ekstrak asam jawa ... 88 21 Contoh format lembar uji kesukaan panelis terhadap citarasa dan warna model minuman ... 89
22 Skor kesukaan panelis terhadap warna10 model minuman ... 90 23 Skor kesukaan panelis terhadap citarasa 10 model minuman ... 91 24 Kurva standar asam askorbat dan regresinya ... 92 25 Model ordo dan hasil analisis ragam (ANOVA) semua variabel respon terhadap model minuman (Design Expert 7.0®) ... 92 26 Persamaan polinomial semua variabel respon ... 94 27 Ringkasan hasil optimasi formula minuman dengan prediksi respon (Design Expert 7.0®) ... 96
(26)
28. Hasil analisis ragam (ANOVA) aktivitas antioksidan minuman formula 930 dan aktivitas antioksidan beberapa produk komersil ... 94
29 Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan warna terhadap minuman formula 930 dan produk komersil ... 97
30 Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan aroma terhadap minuman formula 930 dan produk komersil ... 99
31 Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan rasa terhadap minuman formula 930 dan produk komersil ... 101
32 Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan After taste
terhadap minuman formula 930 dan produk komersil ... 103
33 kesukaan panelis berdasarkan warna, aroma, rasa, dan after taste minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras putih ... 105
34 Hasil uji T-student skor kesukaan panelis berdasarkan warna, aroma, rasa, dan
after taste minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras putih ... 106
(27)
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fenomena saat ini menunjukkan bahwa semakin banyak konsumen yang cenderung kembali ke alam, back to nature, termasuk dalam memilih makanan dan minuman. Minuman khas daerah seperti bir plethok dari Betawi, teh, wedang jahe, wedang ronde, sekoteng serbat, wedang secang, bir temulawak, kunyit asam, dadih (susu kerbau fermentasi khas Sumatra Barat), beras kencur, serta makanan khas tradisional dari kedelai dan bekatul merupakan makanan dan minuman yang bermanfaat untuk kesehatan. Makanan dan minuman tradisional ini dapat digolongkan sebagai pangan fungsional menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia ditinjau dari fungsi secara fisiologis yang bermanfaat bagi kesehatan (Sampoerno dan Fardiaz, 2001).
Salah satu minuman tradisional khas Indonesia adalah jamu. Hingga saat ini terdapat 27 jenis jamu, namun hanya 7 macam jamu yag sering diperjualbelikan di pasaran. Jamu beras kencur merupakan salah satu jamu yang digemari oleh anak anak hingga orang dewasa dikarenakan rasanya yang manis dan menyegarkan. Komposisi minuman beras kencur terdiri dari tepung beras dan rimpang kencur serta beberapa tambahan bahan lain seperti jahe, asam jawa dan gula jawa sebagai pemanis. Beras kencur memiliki khasiat antara lain menghangatkan badan, memperlancar peredaran darah, menyegarkan tubuh, menyembuhkan perut kembung, dan menyembuhkan gejala masuk angin. Rimpang kencur banyak digunakan sebagai obat tradisional penyembuh tekanan darah tinggi, reumatik dan asthma (Hirschhorn, 1983).
Penggunaan beras merah pada minuman beras kencur diharapkan dapat meningkatkan nilai fungsional minuman beras kencur. Beras merah diduga memiliki beberapa keunggulan diantaranya memiliki senyawa flavonoid fungsional, elemen mikronutrisi esensial, lemak fungsional dan penangkap radikal bebas. Salah satu kelompok senyawa flavonoid fungsional beras merah yang telah diketahui adalah kelompok senyawa antosianin. Kelompok senyawa inilah yang diduga bertanggung jawab terhadap warna dan aktivitas antioksidan beras merah (Zhang et al, 2006).
(28)
Penelitian yang memanfaatkan makanan dan minuman tradisional khas Indonesia sebagai bahan penelitian masih sangat terbatas. Informasi yang dapat diperoleh tentang makanan dan minuman tradisional khas Indonesia umumnya terbatas pada informasi secara turun temurun atau empiris. Tidak terstandarnya formula minuman tradisional yang diturunkan secara turun temurun mengakibatkan kualitas citarasa, aroma, dan terutama khasiat minuman tradisional tidak konsisten sehingga sulit dalam pengendalian mutunya.
Penggunaan mixture experiment (ME) dalam merancang suatu percobaan untuk mendapatkan kombinasi yang optimal, mampu menjawab permasalahan dilihat dari segi waktu (mengurangi jumlah trial and error rancangan) dan biaya (Cornell, 1990). ME merupakan suatu metode perancangan percobaan kumpulan dari teknik matematika dan statistika dimana variable respon diasumsikan hanya bergantung pada proporsi “relative ingradient” penyusunnya, dan bukan dari jumlah total campuran ingredient. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa variabel respon merupakan fungsi dari proporsi relatif dari setiap komponen atau bahan penyusun dalam suatu formula (Cornell, 1990).
Penggunaan beras merah yang diduga kaya akan antioksidan sebagai ingredien dalam pembuatan minuman beras kencur diharapkan akan dapat meningkatkan nilai fungsional minuman tersebut tanpa mengganggu sifat fisiko-kimia lain yang dimiliki minuman aslinya. Penggunaan ME dalam formulasi minuman beras kencur diharapkan dapat mengurangi jumlah kesalahan dan biaya serta mendapatkan rancangan kombinasi dengan meminimalkan variasi yang berhubungan dengan estimasi koefisien pada model yang dipilih.
1.2. Perumusan Masalah
Komposisi kimia dan kandungan bahan aktif beras merah terutama kandungan senyawa atau kelompok senyawa tertentu yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan belum banyak diketahui. Pembuatan minuman beras kencur secara tradisional menggunakan beras putih. Pengembangan produk minuman fungsional beras kencur berbasis beras merah dengan kemampuan atau potensi antioksidan yang lebih unggul dari pada beras putih diharapkan dapat
(29)
meningkatkan manfaat kesehatan minuman beras kencur tradisional disamping pengembangan diversifikasi produk pangan.
1.3. Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menggali potensi antioksidan beras merah dan aplikasinya dalam memperoleh minuman beras kencur berbasis beras merah yang kaya akan antioksidan.
Tujuan khusus penelitian ini adalah mendapatkan formula minuman fungsional beras kencur berbasis beras merah yang didasarkan pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna dan citarasa (aroma dan rasa) yang tinggi serta mengetahui aktivitas antioksidannya.
1.4. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah penggunaan beras merah dapat meningkatkan aktivitas antioksidan pada minuman fungsional beras kencur tanpa merubah karakteristik sensori minuman beras kencur
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian bermanfaat sebagai sumber informasi tentang potensi antioksidan beras merah dari beberapa tempat di Indonesia. Formula minuman fungsional beras kencur berbasis beras merah dengan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan minuman beras kencur tradisional dengan tingkat kesukaan panelis panelis terhadap citarasa dan warna yang tinggi akan memberi peluang untuk meningkatkan mutu minuman tradisional di Indonesia
(30)
(31)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pangan Fungsional
Dewasa ini konsumen dalam memilih pangan tidak lagi sekedar untuk memenuhi kebutuhan energi, mengenyangkan, atau memberi kenikmatan dengan
rasanya yang lezat dan penampilan yang menarik. Namun juga
mempertimbangkan potensi aktivitas fisiologis komponen yang dikandungnya. Peningkatan prevalensi penyakit pada beberapa dekade terakhir, telah mendorong perubahan sikap masyarakat, yaitu cenderung mencegah penyakit dan berusaha menjalani hidup sehat. Oleh sebab itu pangan fungsional menjadi lebih disukai dibandingkan dengan obat-obatan, karena efek psikologis yang menyehatkan tanpa mengkonsumsi obat, serta efek samping yang jauh lebih rendah.
Badan Pengawas Obat dan Makanan mendefinisikan pangan fungsional sebagai pangan yang secara alamiah maupun telah mengalami proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang berdasarkan kajian-kajian ilmiah dianggap mempunyai fungsi secara fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan. Serta dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman, mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur dan cita rasa yang dapat diterima oleh konsumen. Selain tidak memberikan kontra indikasi dan tidak memberi efek samping pada jumlah penggunaan yang dianjurkan terhadap metabolisme zat gizi lainnya
Namun akhir-akhir ini banyak beredar produk pangan dengan klaim kesehatan, disertai dengan promosi (iklan) yang sering bombastis, sehingga masyarakat awam sering mengartikan bahwa pangan fungsional identik dengan pangan modern. Padahal, banyak produk pangan tradisional khas Indonesia yang memenuhi persyaratan pangan fungsional, namun informasi yang masih terbatas mengakibatkan masyarakat belum banyak mengetahuinya. Minuman khas daerah yang berkhasiat untuk kesehatan dan kebugaran antara lain bir plethok dari Betawi, teh, wedang jahe, wedang ronde, sekoteng serbat, wedang secang, bir temulawak, kunyit asam, dadih (susu kerbau fermentasi khas Sumatra Barat), beras kencur, serta makanan khas tradisional dari kedelai dan bekatul(Sampoerno dan Fardiaz, 2001).
(32)
Pemanfaatan komponen-komponen fungsional aktif dari bahan-bahan pangan tradisional pada produk baru atau sebaliknya penambahan sifat-sifat fungsional pada produk tradisional, menciptakan produk-produk pangan baru yang lebih bervariasi tetapi tetap memiliki nuansa tradisional yang unik. Perbaikan bentuk, kecanggihan kemasan, peningkatan umur simpan dan kombinasi cita-rasa barat dan timur akan menciptakan produk makanan tradisional menjadi lebih praktis, aman, nyaman dan yang lebih penting adalah keberterimaan konsumen terhadap produk tradisional semakin meningkat dengan tetap mempertahankan sifat fungsionalnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian penggalian dan pengkajian sumber pangan tradisional fungsional dan peningkatan mutu, keamanan dan prestise pangan tradisional.
2.2. Beras Kencur
Hingga saat ini jamu banyak diperjualbelikan oleh penjual jamu gendong dalam bentuk cair siap minum maupun di toko dan pasar swalayan dalam bentuk minuman instan (Gambar 1). Terdapat 27 jenis jamu, namun hanya 7 macam yang biasa dibuat dan dipasarkan oleh para penjual jamu yaitu beras kencur, cabe puyang, gepyokan, kudu laos, kunci, pahitan, dan sinom (Zuraina et al, 1990). Jamu beras kencur sangat populer karena memiliki rasa manis dan menyegarkan. Minuman beras kencur dikatakan oleh sebagian besar penjual jamu sebagai jamu yang dapat menghilangkan pegal-pegal pada tubuh. Selain itu, banyak pula yang berpendapat bahwa jamu beras kencur dapat merangsang nafsu makan, sehingga selera makan meningkat dan tubuh menjadi lebih sehat.
Gambar 1 Beberapa bentuk sediaan jamu beras kencur.
Komponen utama beras kencur, adalah beras (yang dihaluskan) dan rimpang kencur serta beberapa rempah-rempah sebagai bahan tambahan pangan. Bahan-bahan lain yang biasa dicampurkan ke dalam racikan jamu beras kencur adalah
(33)
biji kedawung, rimpang jahe, biji kapulogo, buah asam, temukunci, kayu keningar, kunir, jeruk nipis dan buah pala. Rasa manis pada beras kencur berasal dari gula merah (gula kelapa atau gula aren) atau gula pasir yang ditambahkan.
Secara tradisional cara pembuatan minuman beras kencur tidak jauh berbeda, mula-mula beras dicuci dan dikeringkan, selanjutnya ditumbuk sampai halus. Bahan-bahan lain sesuai dengan komposisi racikan ditumbuk menggunakan lumpang (besi atau batu) atau diparut. Hasil tumbukan kemudian ditambahkan air matang sedikit demi sedikit sambil diremas remas dan kemudian disaring dengan kain bersih. Selanjutnya beras kencur yang telah diperas dimasukkan kedalam botol botol yang sudah bersih dan siap dihidangkan (Endang, 2000). Sampai saat ini informasi kandungan kimia dan fisik beras kencur terkait dengan sifat fungsional terutama khasiat antioksidan belum banyak diteliti. Sedangkan
pengembangan formulasi minuman menjadi penting untuk keperluan
manufacturing sehingga dapat menghasilkan pangan fungsional yang bisa diterima oleh masyarakat dari segi sensorinya.
2.3. Beras Merah
Tanaman padi adalah tanaman yang mempunyai varietas sampai ribuan jumlahnya, lebih dari 90% tumbuh di wilayah Asia Selatan dan Timur, tersebar di negara-negara beriklim subtropis. Dari kelompok spesies padi yang telah dibudidayakan terdapat dua kelompok utama yaitu Oryza sativa yang berasal dari Asia dan Oryza globerima yang berasal dari Afrika Barat. Kini di dunia lebih banyak dikenal dua kelompok varietas padi Oryza sativa yaitu: japonica dan indica (Winarno, 1984).
Gabah adalah butir padi yang telah rontok dari malainya. Butir gabah terdiri dari satu bagian yang dapat dimakan disebut “Caryopsis” dan satu bagian lagi yang merupakan struktur kulit yang disebut sekam. Bagian sekam adalah 18 sampai 28 persen dari bobot gabah. Bagian butir beras terdiri dari lapisan pericarp, testa atau tegmen, lapisan aleuron, endosperm dan embrio (Juliano, 1972). Struktur gabah dapat dilihat pada Gambar 2.
Berdasarkan bentuk selnya, pericarp dibedakan menjadi tiga lapisan yaitu epicarp, mesocarp dan lapisan melintang (cross layer). Pericarp dengan tebal
(34)
dinding sel 2 µm banyak mengandung butir-butir protein dan lemak. Di bagian bawah pericarp terletak lapisan testa yang banyak mengandung lemak. Lapisan aleuron yang terdiri dari sel-sel parenkim merupakan pembungkus endosperm dan lembaga yang kaya protein, lemak dan vitamin. Bagian endosperm terdiri dari sel parenkim yang terdiri dari granula pati dan matrik protein. Tebal lapisan dinding sel endosperm adalah 0.25 µm. Dinding sel pericarp, aleuron dan endosperm beras bereaksi positif dengan pewarna protein, hemiselulosa dan selulosa (Juliano, 1972). Lapisan pembungkus endosperm dinamakan kulit ari. Testa dan lapisan aleuron disebut lapisan dalam, sedangkan pericarp disebut lapisan luar. Warna kulit ari ini dari putih sampai kehitam-hitaman.
Gambar 2 Struktur biji beras (Grist, 1975).
Beras merah merupakan beras dengan warna merah dikarenakan aleuronnya mengandung gen yang diduga memproduksi senyawa antosianin atau senyawa lain sehingga menyebabkan adanya warna merah atau ungu. Kadar karbohidrat tetap memiliki komposisi terbesar, protein dan lemak merupakan komposisi kedua dan ketiga terbesar pada beras. Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula. Pati berkisar antara 85-90% dari berat kering beras. Protein beras terdiri dari 5% fraksi albumin, 10% globulin, 5% prolamin, dan 80% glutein. Kandungan lemak
(35)
berkisar antara 0.3-0.6 % pada beras kering giling dan 2.4-3.9% pada beras pecah kulit (Indrasari dan Adnyana, 2006).
Beras merah diduga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan beras putih. Salah satu keunggulan itu adalah adanya senyawa fenolik yang banyak terdapat pada beras merah. Senyawa fenolik memiliki spektrum atau jenis yang sangat banyak, mulai dari senyawa fenolik sederhana hingga yang senyawa komplek yang berikatan dengan gugus glukosa sebagai glikon. Salah satu kelompok senyawa fenolik yang memiliki manfaat sebagai antioksidan adalah kelompok senyawa flavonoid. Kelompok senyawa ini dibagi menjadi beberapa golongan diantaranya flavone, flavon-3-ol, flavonone, flavan-3-ol dan antocyanidin.
Kelompok senyawa flavonoid seperti antosianin (bentuk glikon dari antosianidin) merupakan salah satu kelompok bahan alam pada tumbuhan yang berperan sebagai antioksidan, antimikroba, fotoreseptor, visual attractors, feeding repellant, antialergi, antiviral dan anti inflamatory (Pietta, 2000). Senyawa inilah yang diduga bertanggung jawab sebagai zat yang memberikan warna pada beras merah. Zhang et al (2006) melaporkan beras hitam memiliki efek antioksidan dan penangkap radikal bebas yang tinggi serta sangat penting sebagai sumber pengembangan antioksidan alami. Chunk dan Shin (2007) melaporkan bahwa beras merah kaya akan metabolit sekunder terutama asam fenolat dan quinoline alkaloid, sedangkan Yawadio et al, (2007) menyatakan bahwa beras merah juga mengandung tokol (tokoferol dan tokotrienol). Beragamnya senyawa atau kelompok senyawa hasil metabolit sekunder diyakini memiliki berbagai macam fungsi yang menguntungkan bagi kesehatan diantaranya efek psikologis, pertahanan terhadap sitotoksisitas (Chen et al, 2005), aktivitas antineurogeneratif (Kim et al, 2005), inhibisi glikogen phosporilase (Jakobs et al, 2006) dan aktivitas antioksidatif (Kano et al, 2005; Nam et al, 2006).
Melihat besarnya manfaat yang didapatkan dari mengkonsumsi beras merah sudah selayaknya beras merah ini menjadi perhatian dari semua stakeholder untuk mengembangkan beras merah ini. Terlebih lagi, Indonesia memiliki beberapa varietas beras merah lokal yang tersebar dibeberapa propinsi. Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki 5 varietas lokal padi beras merah dan Propoinsi
(36)
Nusa Tenggara Timur memiliki tidak kurang dari 10 jenis padi beras merah dengan warna bervariasi dari merah hingga merah kecoklatan atau hitam. Propinsi Jawa Barat memiliki varietas halimun, Propinsi Bali memiliki satu beras merah unggulan yang ditanam di daerah Jati Luwih dengan nama beras merah jati luwih. Selain dari pada itu terdapat beberapa beras merah hingga hitam yang banyak terdapat di toko atau swalayan dengan berbagai nama, merk dan asal beras selain dari berbagai propinsi tersebut diatas. Balai Besar Padi yang berada di Sukamandi Jawa Barat juga berhasil mengembangkan varietas padi penghasil beras merah dengan nama Aek Sibundong. Namun, komposisi kimia dan kandungan bahan aktif beras merah terutama kandungan senyawa atau kelompok senyawa tertentu yang bertanggung jawab terhadap aktivitas antioksidan belum banyak diketahui.
Meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan diharapkan mampu menyadarkan masyarakat untuk mengkonsumsi beras merah. Indrasari dan Adnyana (2006) ini telah meneliti preferensi responden terhadap beras merah. Hasil dari penelitian ini menyatakan secara uji statistik menyatakan rasa nasi beras merah lebih baik apabila dibandingkan dengan nasi beras putih. Namun, rasa, aroma dan permukaan yang sedikit kasar dan kesat menjadi sedikit hambatan dalam mengkonsumsi beras ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan produk pangan berbasis beras merah seperti bubur beras merah, crakers dan makanan atau minuman tradisional yang kaya akan rasa dan manfaat bagi kesehatan seperti minuman beras kencur.
2.4. Kencur (Kaempferia galanga L.)
Kencur (Kaempferia galanga L.) adalah salah satu jenis empon-empon/tanaman obat yang tergolong dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Rimpang atau rhizoma tanaman ini mengandung minyak atsiri dan alkaloid yang dimanfaatkan sebagai stimulan. Nama lainnya adalah cekur (Malaysia) dan pro hom (Thailand). Kencur merupakan temu kecil yang tumbuh subur di daerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air. Rimpang pendek berwarna coklat, berbentuk jari dan tumpul, bagian luarnya seperti bersisik, daging rimpang tidak keras, rapuh, mudah patah dan bergetah (Gambar 3). Berbau harum dengan rasa pedas yang khas.
(37)
Rimpang digunakan sebagai obat gosok pada bengkak yang disebabkan oleh terkilir (keseleo) atau terpukul benda tumpul, serta untuk encok atau rematik. Selain itu juga digunakan untuk mengobati masuk angin (sebagai flatulens), radang lambung, kejang perut, mual, diare, penawar racun, serta sebagai obat batuk. Juga dipakai untuk mengobati infeksi telinga, sakit kulit, bisul dan sebagai roboransia.
Komposisi volatil rimpang kencur berupa pinene, camphene, carvone, benzene, eucalyptol, borneol, methil cinnamate, pentadecane dan ethyl-p-methoxcycinnamate (Tewtraktul, 2005). Ethyl-p-metoksinamat merupakan senyawa penciri rimpang kencur sesuai dengan Farmakope Herbal Indonesia. Chan et al, (2008) menjelaskan bahwa kencur memiliki kandungan total fenol setara 146±9 mg asam galat dan antioksidan setara dengan 77± 7 mg ascorbic acid equivalent antioxidant capacity.
Gambar 3 Tanaman dan rimpang kencur (Kaemferia galanga L).
2.5. Jahe (Zingiber officinale Roscoe)
Tanaman jahe termasuk dalam famili zingiberaceae, merupakan tanaman berumur panjang dengan rimpang di dalam tanah yang bercabang-cabang dan ke atas mengeluarkan tunas serta batang-batang yang dibalut oleh pelepah daun, dengan tinggi tanaman yang dapat mencapai 0.4-0.6 meter (Wijayakusuma, 2002). Menurut Sutarno et al, (1999), dikenal 3 varietas jahe di Indonesia berdasarkan bentuk, ukuran dan warna rimpangnya, yaitu jahe besar (sering disebut jahe gajah atau jahe badak), jahe kecil (jahe emprit) dan jahe merah (jahe sunti).
(38)
Rimpang jahe bercabang-cabang tidak teratur, berserat dan berbau khas aromatik (Gambar4). Rimpang jahe berasa pedas karena mengandung minyak atsiri 0.25-3.3% yang terdiri dari zingiberene, curcumene, philandren. Selain itu, rimpang jahe mengandung oleoresin sebanyak 4.3-6.0% yang terdiri dari
gingerols dan shogaols (hasil dehidrasi gingerol). Oleoresin pada jahe juga menimbulkan rasa pedas atau pungent (Sutarno et al, 1999).
Gambar 4Rimpang jahe gajah, jahe emprit dan jahe merah.
Menurut Bhattarai et al (2001), gingerol merupakan komponen aktif utama dalam rimpang jahe segar dan teridentifikasi dalam bentuk [6]-gingerol
[5-hydroxy-1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl) decan-3-one]. Diketahui bahwa [6]-gingerol memiliki efek farmakologis dan fisiologis, termasuk analgesic, antipyretic, gastroprotective, cardiotonic, aktivitas antihepatotoxic dan memiliki efek penghambatan dalam biosintesis prostaglandin (Bhattarai et al, 2001). Gingerol bersifat labil terhadap panas atau suhu tinggi, sehingga mudah terdehidrasi menjadi shogaol (Bhattarai et al, 2001).
Senyawa 6-shogaol atau [1-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)decan-4-ene
-3-one] yang merupakan produk dehidrasi dari gingerol juga memiliki karakter citarasa yang pedas (pungent). Shogaol lebih banyak terdapat pada simplisia kering maupun dalam bentuk serbuk. Stabilitas kedua komponen tersebut di dalam tubuh, terutama bagian perut mampu memberikan sifat bioavailabilitas secara keseluruhan. Dalam suasana asam (sekitar pH 4.0), kestabilan gingerol dan shogaol mencapai puncak dan menjadi faktor penting dalam menelusuri efek farmakologis pada berbagai produk obat-obatan dan kesehatan berbasis jahe lainnya (Bhattarai et al, 2001). Diketahui bahwa gingerol memiliki kinetika kimia yang bersifat reversible menjadi shogaol dan sebaliknya (Gambar 5).
(39)
Gambar 5Degradasi gingerol dalam suasana asam (Bhattarai et al, 2001).
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan oleh Firmansyah (2003), diketahui bahwa jahe memiliki aktivitas antioksidan (metode ransimat) tertinggi (3.39), bila dibandingkan dengan kayu secang (3.12) dan pala (1.63). Chen et al,
(2008), melaporkan kandungan senyawa fenol total pada jahe setara dengan 291 ± 18 mg asam galat dan antioksidan setara dengan 96 ± 7 mg ascorbic acid equivalent antioxidant capacity. Rimpang jahe juga dikenal memiliki banyak khasiat kesehatan, antara lain sebagai peluruh kentut (carminative), perangsang (stimulant), pemberi aroma atau bumbu, melancarkan sirkulasi darah, menurunkan kolesterol, peluruh keringat (diaphoretic), antimuntah (antitussive), antiradang (anti-inflamantory) dan menambah nafsu makan (stomachica) (Wijayakusuma, 2002).
2.6. Asam Jawa (Tamarindus Indica L)
Asam jawa dihasilkan oleh pohon yang bernama ilmiah Tamarindus indica, termasuk ke dalam suku Fabaceae (Leguminosae). Spesies ini adalah satu-satunya anggota marga Tamarindus. Tanaman ini cocok tumbuh di daerah kering sampai agak basah yakni di dataran rendah sampai 1000 meter dari permukaan laut (Danoesastro, 1976). Nama lain asam jawa adalah asam (Mly.), asem (Jw.),
sampalok (Tagalog), ma-kham (Thai), dan tamarind (Ingg.). Buah asam jawa umumnya mudah rusak dalam penyimpanan, maka untuk menghindari hal tersebut asam jawa sering diolah menjadi asam kawak yang lebih awet dan dapat digunakan sama halnya seperti buah segar (Gambar 6).
(40)
Daging buah asam jawa mengandung rata-rata 5,27 % kalium bitartrat, 6,63 % asam tartrat dan 2,20 % asam sitrat. Hampir lebih dari setengah berat buah asam terdiri dari daging buah yang memiliki rasa manis dan mengandung kadar gula 30-40%. Daging buah asam jawa yang telah matang mengandung 17.8-35.8 g air, 2-3 g protein, 0.6 g lemak, 2.9 g serat, 41.1-51.1 g karbohidrat, 2.6-3.9 abu, 34-78 mg kalsium, 34-78 mg fosfor, 0.2-0.9 mg besi, 0.33 mg tiamin, 0.1 mg riboflavin, 1 mg niacin, dan 44 mg vitamin C (Soemardji, 2007) .
Hasil pengujian kromatografi, buah asam jawa mengandung asam malat dan asam tartarat dengan konsentrasi masing masing sebesar 1.37 mg/ml dan 10.63 mg/ml. Hasil pengujian aktifitas antioksidan menunjukkan kapasitas absorbansi radikal oksigen (ORAC) dan total komponen fenolik sebesar 59.1 sampai dengan 60.3 µmol trolok ekuivalen (TE) perberat kering dan 626.6 sampai dengan 664.0 mg asam garlic ekuivalen (GAE) per 100 gram berat kering (Soemardji, 2007). Asam jawa memiliki beberapa manfaat kesehatan antara lain sebagai immunomodulator pada tubuh, antioksidan pada penyakit mata (mata kering), antidiabetes, antikolesterol, antihipertensi, antiinflamantori dan laksatif ( anti-constipation).
Gambar 6 Asam jawa (Tamarindus Indica L).
2.7. Antioksidan
Salah satu perhatian utama para ilmuwan pangan adalah reaksi autooksidasi yang dapat terjadi secara autokatalitik melalui senyawa perantara radikal bebas yang umumnya diinisiasi oleh senyawa logam dan peroksida sebagai pengotor pada sistem pangan sehingga dapat menurunkan kualitas dan nilai gizi. Oksidasi akan menjadi masalah jika aliran elektron menjadi tidak berpasangan menghasilkan radikal bebas Reactive Oxygen Species (ROS) seperti superoksida (O2*), peroksida (ROO*), alkoksil (RO*), hidroksil (HO*) dan oksida nitrat
(41)
(NO*). Waktu paruh (half-life) yang sangat pendek (hidroksil 10-9 detik) demikian pula alkoksil (beberapa detik) menyebabkan kedua jenis radikal bebas ini sangat reaktif dan secara cepat menyerang molekul pada sel-sel terdekat menyebabkan kerusakan yang mungkin tidak dapat diperbaiki oleh sistem sel. ROS bahkan dapat sangat merusak, terutama karena mampu menyerang lipid pada membran sel, protein jaringan atau enzim, karbohidrat dan DNA sehingga menyebabkan kerusakan membran sel, enzim dan DNA. Reaksi oksidatif ini telah dianggap ikut berperan dalam proses penuaan dan berbagai penyakit degeneratif seperti serangan jantung, katarak, disfungsi kemampuan kognitif dan kanker (Pietta, 2000).
Antioksidan dalam pandangan ilmu pangan berfungsi untuk menghambat ketengikan pada makanan dengan menghambat inisiasi oksidasi lemak melalui reaksi pengkelatan ion logam atau mereduksi peroksida dan atau menghentikan reaksi berantai radikal bebas melalui penangkapan radikal bebas. Sedangkan menurut pandangan ilmu biologi dan nutrisi, antioksidan dapat berfungsi secara in vivo untuk menghambat oksidasi dari beberapa target biologis termasuk pengkelatan ion logam untuk menghambat pembentukan spesies oksigen/nitrogen reaktif, reaksi langsung dengan penangkapan spesies oksigen/nitrogen reaktif, menghambat oksidasi enzim (contoh cyclooksigenase), atau menginduksi aktivitas enzim antioksidan (Liangli Yu, 2008). Namun antioksidan pada konsentrasi tinggi dapat bersifat sebaliknya yaitu sebagai prooksidan atau meningkatkan oksidasi (Schuler, 1990). Antioksidan pada makanan dapat berperan pada peningkatan perlawanan oksidasi dari serangan singlet oksigen, menurunkan konsentrasi oksigen, mencegah rantai inisiasi pertama dengan mengikat radikal bebas, mengikat ion sebagai katalis, dekomposisi produk utama, dari oksidasi menjadi produk non radikal dan memecah rantai substansi untuk mencegah bersambungnya abstraksi hidrogen substrat.
Jenis antioksidan dapat dibedakan atas antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Antioksidan sintetik yang banyak digunakan di antaranya adalah butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), propyl gallate (PG) dan
tert-butylhydroquinone (TBHQ). Namun, dewasa ini mulai berkembang kesadaran masyarakat akan bahaya karsinogen dari bahan-bahan sintetik ini. BHA dan
(42)
TBHQ tidak lagi diijinkan untuk digunakan pada bahan pangan di Jepang, Kanada dan beberapa negara Eropa (Shahidi, 2000). Dengan demikian, terdapat keinginan dari masyarakat umum untuk mengganti antioksidan sintetik dengan antioksidan alami.
Antioksidan alami dapat berfungsi tunggal atau lebih seperti sebagai senyawa pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkompleks logam, prooksidan, dan quencer dari bentuk singlet oksigen. Senyawa-senyawa ini umumnya merupakan golongan fenol atau polifenol yang berasal dari tanaman. Antioksidan alami yang paling umum adalah flavonoid (flavonol, isoflavon, flavon, katekin, dan flavonon), turunan asam sinamat, kaumarin, tokoferol dan asam organik polifungsional.
Antioksidan alami yang paling aktif adalah golongan senyawa fenolik dan polifenolik. Sebagai contoh senyawa flavonoid, turunan senyawa fenolik, seperti flavones, isoflavones, antosianin dan katekin yang merupakan komponen senyawa buah-buahan dan sayuran memiliki aktifitas antioksidan yang tinggi (Cao et al, 1996; Wang et al, 1997). Antioksidan pada tanaman tingkat tinggi telah diuji secara in vitro, mampu memberikan perlindungan dari kerusakan akibat oksidasi, menghambat serta mengikat radikal bebas dan oksigen reaktif. Asam fenolat fenilpropanoid dan flavonoid pada pangan dapat ditemukan dalam bentuk bebas dan juga dalam bentuk terikat secara glikosidik dengan berbagai jenis gula, terutama glukosa. Gula yang terikat tidak memiliki aktivitas antioksidan, tetapi lebih berperan sebagai fungsi transpor dalam cairan tubuh (Shahidi dan Naczk, 1995).
2.8. Senyawa Polifenol
Senyawa fenolik yang terkandung dalam pangan merupakan salah satu hasil metabolisme sekunder tanaman. Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang mempunyai ciri khas sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa ini cenderung mudah larut dalam air dikarenakan berikatan dengan senyawa gula sebagai glikosida. Senyawa fenolik dalam bahan pangan terdapat dalam bentuk asam fenolik, flavonoid, lignan,
(43)
kelompok senyawa yang ditemukan pada tumbuhan memiliki lebih dari satu unit fenol setiap molekulnya. Polifenol umumnya dibagi menjadi dua yaitu tannin terhidrolisis dan polipropanoid seperti lignin, flavonoid dan tannin terkondensasi.
Senyawa fenolik pada tanaman memiliki fungsi penting untuk pertumbuhan dan reproduksi, senyawa antipatogen, serta berperan dalam pembentukan pigmen. Senyawa fenolik memiliki efek yang penting pada stabilitas oksidasi dan keamanan mikrobiologi pangan, seperti aktivitas biologis yang berhubungan dengan efek penghambatan pada mutagenesis dan pembentukan karsinogen. Beberapa tanaman seperti biji-bijian, minyak, legum, rempah-rempah dan teh telah lama dikenal mengandung senyawa fenolik yang memiliki aktivitas antioksidan.
Golongan terbesar senyawa polifenol adalah flavonoid, terdiri dari ribuan senyawa diantaranya golongan flavonol, flavon, katekin, flavonon, antosianidin, dan isoflavonoid. Flavonoid dibentuk dalam tumbuhan dari asam amino aromatik fenilalanin dan tirosin, serta malonat melalui shikimate pathway (Pascual-Teresa, 2008). Struktur dasar flavonoid adalah inti flavan yang mengandung 15 atom karbon yang tertata dalam tiga cincin (C6-C3-C6) dengan label A untuk cincin C6
sebelah kiri dan label B untuk cincin C6 sebelah kanan (Gambar 7). Cincin A
merupakan kombinasi oksigen heterosiklik dari 5 atom (aurone) atau 6 atom yang terbentuk dari kondensasi 3 molekul asam asetat, sedangkan cincin B merupakan cincin C6 yang terbentuk dari hasil derivatisasi gula dari shikimate pathway.
Terdapat berbagai klas flavonoid, bergantung pada tingkatan oksidasi dan pola subtitusi dari cincin A dan B.
Gambar 7 Struktur dasar flavonoid (Pokorny et al, 2001).
Flavonoid dapat membantu reaksi redoks terhadap fungsi vitamin C pada pembuluh darah dan sebagai antioksidan yang aktivitasnya tergantung pada struktur, dosis, sistem enzim dan deoksidasinya. Senyawa flavonoid dapat
(44)
digolongkan menjadi empat yaitu (1) senyawa yang dapat menangkap radikal oksigen (misal kaemferol, naringenin, apigenin, dan naringin), (2) senyawa yang dapat menghilangkan pengaruh radikal oksigen (misalnya miricetin, delpinidin atau quercetin), (3) senyawa yang bersifat sebagai antioksidan atau prooksidan tergantung pada konsentrasinya (misal phoretin, sianin, katekin dan morin), serta (4) senyawa yang bersifat inaktif (misalnya rutin dan phyloridin) (Pratt, 1992).
Flavonoid pada umumnya terdapat di tanaman dalam bentuk turunan glikosilat, dan nampak dengan aneka warna seperti biru, merah muda dan orange baik pada daun, bunga maupun buah. Flavonoid juga ditemukan pada umbi-umbian serta biji-bijian. Jenis-jenis flavonoid yang sangat sering ditemukan pada sereal adalah flavon apigenin dan luteolin (Pietta, 2000). Beberapa penelitian menyebutkan flavonoid memiliki aktivitas bioogis termasuk antialergi, antiviral, anti-inflamasi, hepatoprotektif, antitrombosis, antivirus, antikarsinogenik dan yang terpenting adalah kemampuan mengurangi formasi radikal bebas dan kemampuan menangkap radikal bebas (Miler 1996, Pieta 2000, Mojzisova and Kuchta 2001, Kneekt et al 2002).
Peran utama dari flavonoid dalam bahan pangan terutama berkaitan dengan warna, citarasa dan antioksidan. Khusus antosianin dilaporkan bahwa beberapa jenis antosianin memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi. Wang et al,
(1997), membuktikan bahwa dari 14 jenis antosianin yang dicobakan, kuromanin (cyanidin-3-glucosida) memberikan nilai oxygen radical absorbance capacity
(ORAC) 3,5 kali lebih tinggi dari Trolox (analog vitamin E), sedangkan aktivitas antioksidan terendah dimiliki oleh pelargonin yang setara dengan nilai ORAC dari Trolox.
Selain sebagai antioksidan, penelitian lain memperlihatkan bahwa antosianin memiliki efek yang menguntungkan bagi kesehatan di antaranya perlindungan terhadap penyakit jantung atau cardiovascular, antikanker, antitumor, antimutagenik, anti diabetes, melindungi hati, mencegah kerusakan saluran pencernaan, antimikroba, anti virus dan menurunkan laju neurodegenerative (Pascual-Teresa dan Sanchez-Balesta, 2008).
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah
(45)
penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak, merah, merah senduduk, ungu dan biru dalam daun bunga dan buah pada tumbuhan tinggi. Antosianin banyak ditemukan pada tanaman spesies vaccinium seperti blueberry dan cranberry, cerry, egg plant peel, red wine dan violet petal. Black rice atau yang dikenal dengan nama beras hitam juga memiliki senyawa antosianin Abdel-aal et al, (2006).
Antosianin adalah molekul yang bersifat polar, oleh karena itu pelarut yang umum digunakan adalah campuran etanol, metanol dan air (Kahkonen et al, 2001). Kapasakalidis et al (2006) melaporkan penggunaan metanol asam merupakan metode yang paling efisien dalam mengekstraksi antosianin apabila dibandingkan dengan penggunaan etanol dan air. Namun metode ini berimplikasi pada co-ekstraksi dari senyawa non fenol seperti gula, asam organic, dan protein. Penggunaan asam kuat juga akan berimplikasi pada terhidrolisisnya gula apabila matrik sampel yang digunakan mengandung banyak karbohidrat seperti pada beras.
2.9. Evaluasi Sensori
Uji atau evaluasi sensori untuk menilai kualitas dari suatu barang telah banyak dipraktekkan sejak adanya kehidupan manusia. Evaluasi sensori mulai berkembang pesat sejak munculnya sistem perdagangan, dimana pembeli akan menilai komoditi yang akan dibelinya berdasarkan mutu sensorinya. Oleh karena itu, para pedagang kemudian menetapkan harga barang yang dijual berdasarkan kualitas sensorinya (yang meliputi penampakan fisik, warna, konsistensi dan tekstur maupun citarasa).
Penggunaan istilah Grading digunakan dalam penilaian kualitas bahan makanan, seperti minuman anggur (wine), teh, kopi, tembakau dan sebagainya.
Grading memunculkan orang-orang yang profesional dalam menguji kualitas suatu komoditi berdasarkan indera sensorinya terutama di dalam industri makanan dan minuman sekitar awal tahun 1900-an (Meilgaard et al, 1999). Sebuah literatur memunculkan penggunaan istilah ”uji organoleptik” (Pfenninger, 1979 seperti dikutip oleh Meilgaard et al, 1999) untuk menunjukkan hasil pengukuran obyektif terhadap atribut sensori suatu bahan pangan.
(46)
Teknologi yang terus berkembang mampu menghasilkan instrumen atau alat canggih yang dapat digunakan untuk mengukur atau menilai suatu parameter dari produk tertentu. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa tidak semua hasil ciptaan manusia mampu digunakan sebagai alat bantu untuk mengukur kualitas suatu produk, misalnya mutu sensori bahan pangan. Indera manusia telah dilengkapi oleh Tuhan dengan sensor yang paling canggih. Oleh karena itu, penggunaan subyek manusia sebagai instrumen dalam mengevaluasi atribut sensori dalam bahan pangan menjadi sangat penting. Meskipun demikian, dalam kenyataannya pengujian organoleptik seringkali bersifat subyektif, karena jumlah panelis yang terlalu sedikit, dan penilaian yang mengakibatkan munculnya praangapan terhadap suatu produk yang sedang diuji (Meilgaard et al, 1999).
Evaluasi sensori didefinisikan sebagai satu disiplin keilmuan yang digunakan untuk mengukur, menganalisis karakteristik suatu bahan pangan dab material lain serta menginterpretasian reaksi yang diterima oleh panca indra manusia (penglihatan, pencicipan, penciuman, perabaan dan penginderaan (Adawiyah dan Waysima, 2009). Evaluasi sensori memiliki keunikan dan kekhasan tertentu dibandingkan dengan jenis analisis yang lain diantaranya produk sensori produk sulit dideskripsikan, penggunaan manusia sebagai instrumen memberikan kekhasan karena sulitnya dikalibrasi dan sangat dipengaruhi oleh kondisi fisiologis maupun psikologis, melibatkan kaidah-kaidah psikologis dan melibatkan banyak variabel yang harus dikontrol untuk menghindari bias untuk menghindari proses penginderaan yang diinginkan.
Berbagai jenis metode uji sensori telah dikenal untuk menilai dan mengevaluasi karakteristik sensori dari produk pangan. Secara garis besar uji sensori dapat diklasifkasikan menjadi 3 yaitu uji pembedaan (difference test), Uji deskriptif (deskriptif test) dan uji afektif (acceptence and preference test). Uji pembedaan dan deskriptif dilakukan untuk tujuan analitis dan diinginkan respon pengujian yan obyektif (walaupun menggunakan penelis tidak terlatih), sedangkan metode uji afektif sifatnya sangat subjektif dan respon yang diinginkan juga merupakan respon yang subjektif (Adawiyah dan Waysima, 2009).
Uji afektif dapat juga disebut sebagai uji konsumen, yang memiliki tujuan utama untuk mengetahui respon pribadi (penerimaan atau preferensi) konsumen
(47)
atau pelanggan terhadap suatu produk, gagasan suatu produk atau karakteristik tertentu suatu produk. Hasil pengujian memberikan gambaran indikasi preferensi atau kesukaan antara satu produk dengan produk yang lain, tingkat kesukaan (suka atau tidak suka) atau penerimaan (terima atau tolak). Uji afektif memiliki dua pendekatan yaitu pengukuran preferensi (uji paired-preference dan uji rangking/peringkat kesukaan) dan pengukuran penerimaan (uji rating/skala hedonik).
Uji skala hedonik atau kesukaan merupakan uji yang paling dikenal untuk melihat status kesukaan atau status afektif dari suatu produk. Skala 5, 7 atau 9 merupakan skala umum yang digunakan dalam uji afektif. Respon pengujian ini mencakup respon sangat disukai sampai sangat tidak disukai dengan skala tengah merupakan respon netral. Jenis-jenis skala yang digunakan pada uji rating/skala hedonik dapat berupa skala verbal, skala kategori maupun gambar (anak-anak).
Tingkat keberhasilan uji konsumen dipengaruhi oleh pemilihan lokasi pengujian maupun jumlah panelis yang digunakan. Beberapa lokasi yang dapat digunakan sebagai uji konsumen adalah laboratorium (sensory laboratory tests), pusat konsumen berkumpul seperti pasar, sekolah dan kafetaria (central-location tests) dan di rumah tempat tinggal panelis (home-use tests). Masing-masing lokasi uji memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda-beda terhadap hasil yang diperoleh. Sebagai contoh sensory laboratory test memiliki keunggulan dalam hal lingkungan laboratorium yang terkontrol baik (seperti bau, faktor pencahayaan, dan kondisi pengujian yang kondusif), panelis yang mudah didapatkan (bila menggunakan karyawan), dan perolehan data yang cepat
Jumlah panelis atau konsumen juga menetukan tingkat keberhasilan pengujian afektif. 8-12 orang digunakan untuk ukuran panelis fokus group yang dipilih berdasarkan kriteria spesifik yang mewakili target. Sensory laboratory tests menggunakan 25-50 responden agar dapat diolah secara statistik, namun penggunaan 50-100 panelis secara statistik akan menunjukkan perbedaan yang signifikan. Kisaran 50-100 panelis setiap produk biasanya digunakan pada central location tests, sedangkan home use test digunakan 50-100 panelis per produk dan 70-300 bila dilakukan pengujian multicity (3-4 kota).
(48)
Pemilihan metode uji dan pemilihan lokasi yang tepat serta jumlah panelis yang sesuai sangat menentukan tingkat keberhasilan dalam pengujian sensori. Hasil evaluasi sensori dengan tingkat validitas tinggi terhadap produk pangan dapat menjadi landasan penting dalam pengambilan keputusan manajemen industri pangan berkaitan dengan sifat sensori yang dimiliki produk tersebut.
2.10. Mixture experiment (Me)
Penggabungan beberapa ingredien atau bahan baku dilakukan untuk menghasilkan suatu produk pangan yang dapat dinikmati, contohnya formulasi dalam pembuatan kue yang tersusun atas campuran baking powder, shortening, tepung, gula dan air. Hasil akhir produk tersebut tentunya dipengaruhi oleh persentase atau proporsi relatif masing-masing ingredien yang ada dalam formulasi. Alasan lain penggabungan beberapa ingredien dalam mixture experiment adalah untuk melihat apakah pencampuran dua komponen atau lebih tersebut mampu menghasilkan produk akhir dengan sifat yang lebih diinginkan, dibandingkan dengan penggunaan ingredien tunggalnya dalam menghasilkan produk yang sama (Cornell, 1990).
Apabila diamati lebih lanjut, terdapat relasi fungsional antar ingredien penyusun dan dengan adanya perubahan proporsi relatif ingredien tersebut akan menghasilkan produk dengan respon yang berbeda. Kombinasi ingredien yang dipilih tentunya adalah kombinasi ingredien yang dapat menghasilkan produk dengan respon maksimal sesuai yang diharapkan oleh perancang. Penggunaan
Mixture Experiment dalam merancang suatu percobaan untuk mendapatkan kombinasi yang optimal dirasakan mampu menjawab permasalahan dilihat dari segi waktu (mengurangi jumlah trial and error rancangan) dan biaya (Cornell, 1990).
Menurut Cornell (1990), Mixture Experiment (ME) merupakan suatu metode perancangan percobaan kumpulan dari teknik matematika dan statistika dimana variabel respon diasumsikan hanya bergantung pada proporsi relatif ingridien penyusunnya dan bukan dari jumlah total campuran ingridien tersebut. Salah satu tujuan penggunaan perancangan percobaan ini adalah untuk mengoptimalkan respon yang diinginkan (Cornell, 1990). Oleh karena itu dapat
(49)
dikatakan bahwa variabel respon merupakan fungsi dari proporsi relatif setiap komponen atau bahan penyusun dalam suatu formula (Cornell, 1990).
Menurut Cornell (1990), ME terdiri dari enam tahap utama. Tahap pertama yaitu menentukan tujuan percobaan (misalnya untuk optimasi formula), memilih ingridien penyusun yang dianggap memberikan pengaruh nyata terhadap variabel respon produk akhir, menentukan batas atas dan batas bawah berupa proporsi relatif masing-masing ingredien penyusun campuran, menentukan variabel respon yang diinginkan, membuat model yang sesuai untuk mengolah data dari respon, dan memilih disain percobaan yang sesuai.
ME seringkali digunakan untuk menentukan dan menyelesaikan persamaan polinomial secara simultan. Persamaan tersebut dapat dipetakan dalam suatu
contour plot, baik berupa gambar dua dimensi (2-D) maupun grafik tiga dimensi (3-D) yang dapat memberi gambaran bagaimana variabel uji mempengaruhi respon, hubungan antar variabel uji, dan menentukan bagaimana kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon.
Menurut Cornell (1990), persamaan polinomial ME dapat memiliki berbagai macam ordo, seperti mean, linier, kuadratik, kubik dan spesial kubik. Namun model persamaan polinomial yang sering digunakan dalam formulasi adalah model ordo linier dan kuadratik. Model ordo linier dengan dua variabel uji digambarkan pada persamaan (1), sedangkan model ordo kuadratik dengan dua variabel uji digambarkan pada persamaan (2).
Y = b0 + b1X1 + b2X2…...(1)
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b11X12 + b22X22 + b12X1X2...(2)
Persamaan dengan model ordo linier seringkali memberikan deskripsi bentuk geometri (3-D) respon permukaan yang kurang memadai. Oleh karena itu, dalam formulasi lebih diharapkan menggunakan model persamaan polinomial ordo kuadratik (Cornell, 1990).
(50)
(51)
III. METODE PENELITIAN
3.1. Bahan dan Alat
Beras merah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan beras yang telah disosoh dan dikumpulkan dari beberapa daerah yaitu dari Nusa Tenggara Timur sebanyak 2 jenis (galur) yaitu pare laka dan are dota, jati luwih asal Bali, aek sibundong asal Balai Penelitian Padi Sukamandi, beras bandung asal Bandung, beras raja hitam dan ratu merah asal Tangerang, beras ujung kulon asal Ujung Kulon, beras halimun asal Gunung Halimun, beras sirampong dan jowo melik asal Yogyakarta.
Rimpang kencur dan jahe didapatkan dari Unit Konservasi Budidaya Biofarmaka Pusat Studi Biofarmaka LPPM-IPB Cikabayan Bogor. Gula jawa didapatkan dari Desa Tegal Arum Kecamatan Sempu Banyuwangi Jawa Timur. Bahan tambahan pangan lain sebagai pelengkap minuman beras kencur didapatkan dari pasar swalayan terdekat. Minuman beras kencur sebagai pembanding merupakan minuman komersial 1 (tetrapack) dan komersi 2 (instan) yang didapatkan di swalayan terdekat dengan masa kadaluarsa lebih dari 10 bulan, sedangkan minuman komersial 3 (tradisional) merupakan minuman tradisional yang dibeli dari pasar tradisional.
Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis adalah radikal bebas stabil DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl), metanol, etanol, HCl, larutan besi (II) klorida, larutan buffer sodium asetat, larutan buffer asam asetat, larutan buffer potassium klorida, akuades, asam askorbat, asam tanat, pereaksi Folin-Denis, potassium ferisianida danferric klorida.
Alat-alat yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak jahe dan kencur adalah blender. Baskom, pisau, talenan dan panci digunakan untuk mempersiapkan bahan baku. Botol kaca, pipet tetes dan neraca analitik digunakan untuk membuat formulasi minuman.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah oven, pH meter, refraktometer, chromameter, mikropipet, spektrofotometer UV-Vis dan peralatan gelas untuk analisis.
(52)
3.2. Metode
Penelitian ini dibagi menjadi lima tahap, yaitu penelitian 1) karakteristik sifat fisikokimia beras merah, 2) ekstraksi dan analisis kandungan total fenol, total flavonoid, dan aktivitas antioksidan beras merah, 3) formulasi minuman beras kencur berbasis beras merah, 4) karakteristik minuman beras kencur formula terpilih, dan 5) pengamatan stabilitas minuman beras kencur formula terpilih. Diagram alir metodologi penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18
3.2.1. Karakteristik sifat fisiko kimia beras merah
Karakteristik sifat fisikokimia beras merah terdiri dari dua analisis yaitu analisis warna untuk analisis fisik dan analisis proksimat untuk analisis kimia beras merah. Metode analisis warna dan proksimat sebagai berikut:
3.2.1.1. Analisis warna, Metode Hunter (Hutching, 1999)
Analisa dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters. Pada prinsipnya, Minolta Chroma Meters bekerja berdasarkan pengukuran perbedaan warna yang dihasilkan oleh permukaan sampel. Pengukuran dilakukan dengan meletakkan sampel di dalam wadah sampel berukuran seragam (misalnya cawan petri). Selanjutnya dilakukan pengukuran nilai L, a, dan nilai b terhadap sampel. Nilai L menyatakan parameter kecerahan (lightness) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a (positif) dari 0–100 untuk warna merah dan nilai –a (negatif) dari 0–(-80) untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari 0–70 untuk kuning dan nilai –b (negatif) dari 0–(-70) untuk warna biru. Selanjutnya dihitung °Hue dari nilai a dan b yang diperoleh dengan persamaan °Hue = arc tan (b/a) (Tabel 3).
3.2.1.2.Analisis proksimat (AOAC 1995)
Kadar air (%) diukur dengan metode oven. Kadar protein (%) diukur dengan metode mikro-kjeldahl. Kadar lemak diukur dengan metode ekstraksi soxhlet; kadar abu/mineral (%) dengan tanur; total karbohidrat (%) dengan metode By Difference.
(53)
Tabel 1 Deskripsi warna berdasarkan °Hue
°Hue [arc tan (b/a)] Deskripsi warna
18 – 54 Red (R)
54 – 90 Yellow Red (YR)
90 – 126 Yellow (Y)
126 – 162 Yellow Green (YG)
162 – 198 Green (G)
198 – 234 Blue Green (BG)
234 – 270 Blue (B)
270 – 306 Blue Purple (BP)
306 – 342 Purple (P)
342 – 18 Red Purple (RP)
3.2.2. Ekstraksi, Analisis Senyawa dan Aktivitas Antioksidan Beras Merah
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pelarut terbaik dalam mengekstraksi beras merah, mengetahui kandungan kelompok senyawa polifenol dan flavonoid, dan mengetahui aktivitas antioksidan beras merah. Hasil penelitian ini akan didapatkan pelarut terbaik dan beras merah terbaik yang akan digunakan dalam formulasi minuman beras kencur berbasis beras merah. Metode analisis yang digunakan pada tahap penelitian ini sebagai berikut:
3.2.2.1 Ekstraksi (Chotimarkron et al, 2008).
Sebanyak 5 g tepung beras diekstrak 5 kali masing-masing dengan 10 mL metanol, etanol dan air selama 30 menit dengan shaker. Supernatan dievaporasi dalam kondisi vakum pada suhu 40oC hingga kering. Ekstrak kering ini kemudian dilarutkan dengan methanol untuk selanjutnya dianalisis.
3.2.2.2 Uji Kuantitatif Polifenol ( Shahidi dan Naczk, 1995).
Sebanyak 1 ml sampel (diencerkan 2-4x dengan akuades) ditambahkan kedalam pereaksi Follin-Ciocalteau sebanyak 1 mL dan diinkubasi pada ruang gelap suhu kamar selama 5 menit. Kemudian ditambahkan 0,25 mL Na2CO3 (60g/L) dan 1.75 mL akuades. Setelah dilakukan inkubasi pada
ruangan gelap suhu kamar selama 30 menit dilakukan pembacaan absorbasi dengan spektrofotometer pada 760 nm. Hasil pengukuran total fenol
(54)
dihitung berdasarkan kesetaraan dengan asam tanat yang dinyatakan dalam mg per gram EAT (ekivalen asam tanat)
3.2.2.3. Uji Kuantitatif Flavonoid(Shen et al, 2009 ):
Sebanyak 0.5 ml ekstrak atau larutan standar dipipet kedalam tabung reaksi 15 ml, 2 ml air bidestilasi ditambahkan kedalam tabung reaksi dan dicampur dengan 0.15 ml 5% NaNO2. Setelah 5 menit ditambahkan 0.15%
AlCl3.6H20 lalu didiamkan selama 5 menit. Setelah 5 menit ditambahkan
NaOH 1 M sebanyak 1 ml dan didiamkan selama 15 menit. Kemudian diukur pada panjang gelombang 415 nm. Total flavonoid dihitung berdasarkan kesetaraan dengan standar kuercetin yang dinyatakan dalam mg per gram EK (ekivalen kuercetin).
3.2.2.4. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Nikolova dan Dzhurmanski, 2009).
Sebanyak 3 ml ekstrak dengan konsentrasi 1000, 600, 300, 100, dan 50 µg/mL ditambah dengan 1 mL larutan DPPH (2,2’-diphenyl-1-picrylhydrazyl) 0.3mM dalam methanol dan dilakukan pengocokan dengan menggunakan vortex. Kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit. Absorbansi sampel dibaca pada panjang gelombang 517 nm. Persen inhibisi dihitung berdasarkan persamaan ((Ablanko- Asampel)/Ablanko)x100%.
Nilai IC50 dihitung berdasarkan persamaan regresi sigmoid non-linier
menggunakan hasil persen inhibisi dan konsentrasi. IC50 menunjukkan nilai
konsentrasi sampel yang diperlukan untuk menghambat 50% radikal bebas DPPH
3.2.2.5 Uji aktivitas antioksidan metode FRAP (Benzie dan Strain, 1996).
FRAP (ferric reducing ability of plasma) reagen dibuat dengan mencampurkan 0.1 mol/L buffer asetat (pH 3,6), 10 mMol/L TPTZ, dan 20 mmol/L besi klorida (10:1:1 v:v:v). 4,5 ml reagen, 450 µl air dan 150 µl sampel dicampurkan kedalam tabung reaksi dan diinkubasi 37° C selama 30 menit, sedangkan blank sampel digunakan 4,5 ml reagen dan 600 µl air. Pengukuran absorbansi dilakukan pada panjang gelombang 593 nm.
(55)
Aktivitas antioksidan metode FRAP dihitung berdasarkan kesetaraan dengan standar FeCl3 yang dinyatakan dengan µmol Fe(II) per gram.
3.2.3. Formulasi minuman beras kencur berbasis beras merah
Formulasi awal untuk megetahui berapa banyak total bahan penyusun minuman beras kencur berbasis beras merah yang dapat ditambahkan kedalam minuman sehingga tidak menimbulkan kendala pada citarasa. Prinsip dasar pembuatan minuman yang dilakuan adalah mencampur bahan baku dan bahan tambahan minuman kedalam blender berdasarkan bobot per volume (b/v). Basis minuman dibuat dengan total volume 1000 ml untuk mempermudah formulasi.
Optimasi formula minuman dilakukan dengan metode Mixture Experiment, menggunakan bantuan piranti lunak Design Expert 7.0®. Proporsi relatif beras merah, kencur dan jahe dimasukkan sebagai data masukan. Selanjutnya ditentukan pula proporsi relatif minimum masing-masing rempah (lower limit) dan proporsi relatif maksimum masing-masing rempah (upper limit) sebagai data masukan sebelum didapatkan model rancangan percobaan.
Hasil keluaran berupa model rancangan percobaan selanjutnya dilakukan pembuatan minuman untuk mengukur respon masing-masing model rancangan percobaan tersebut. Dalam pembuatan minuman ditambahkan gula jawa dan asam jawa dengan jumlah tetap. Variabel respon minuman diukur berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan minuman (metode penangkapan senyawa radikal bebas) dan hasil uji organoleptik minuman (metode hedonik dengan parameter citarasa dan warna). Variabel respon tersebut digunakan sebagai parameter untuk menetapkan nilai target optimasi formulasi minuman.
Selanjutnya variabel respon yang didapat dari masing-masing model dimasukkan kembali ke dalam piranti lunak Design Expert 7.0® sebagai data masukan untuk mendapatkan formula minuman yang optimal berdasarkan nilai target yang sudah ditetapkan. Setelah itu dilakukan kembali pembuatan minuman dengan formula optimal.
Metode yang digunakan pada tahap ini adalah pembuatan minuman beras kencur, pengujian aktivitas antioksidan minuman beras kencur dan pengujian organoleptik skala hedonik.
(56)
3.2.3.1. Pembuatan minuman beras kencur (Saidi Z , 1985).
Beras digiling sampai halus dan disangrai menggunakan api kecil. Beras dan bahan segar serta bahan tambahan lain dihomogenkan didalam waring blender hingga hancur dan tercampur rata. Setelah tercampur, kemudian disaring dengan kain bersih 4 lapis dan diperas hingga air habis, dimasukkan kedalam kemasan pounc yang terbuat dari alumunium dilapis plastik dan dilakukan pasteurisasi. Minuman beras kencur siap dihidangkan.
3.2.3.2 Pengukuran aktivitas antioksidan minuman Metode DPPH (Kubo et al., 2002; Molyneux, 2004).
Sebanyak 2 ml larutan buffer asetat (pH 5,5) ditambah dengan 3.75 metanol, 200 µl larutan DPPH 3mM dalam metanol dan dilakukan pengocokan dengan menggunakan vortex. Kemudian ditambahkan 50 µl larutan sampel atau larutan standar antioksidan dan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit. Absorbansi sampel dibaca pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas antioksidan dihitung berdasarkan kesetaraannya dengan aktivitas antioksidan asam askorbat yang dinyatakan dalam ppm AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity).
3.2.3.3 Uji Organoleptik metode skala hedonik (Meilgaard et al., 1999)
Uji organoleptik dilakukan dengan skala kesukaan atau hedonik terhadap formula minuman yang telah dibuat. Sebanyak lima puluh panelis diminta mencicipi sampel dan diantara masing-masing pencicipan sampel diharuskan mengkonsumsi air minum sebagai penetral, kemudian panelis diminta untuk memberikan penilaian tingkat kesukaannya terhadap warna dan citarasa (aroma dan rasa) sampel dengan menggunakan 5 tingkat skala hedonik [dimulai dari sangat tidak suka (=1) sampai sangat suka (=5)]. Formulir lembar uji kesukaan panelis terhadap citarasa dan warna model minuman dapat dilihat pada lampiran 21.
3.2.4. Karakteristik minuman beras kencur formula terpilih
Penelitian ini bertujuan membandingkan karakteristik minuman beras kencur berbasis beras merah formula terpilih dengan minuman beras kencur komersial dilihat dari aktivitas antioksidan dan aspek sensori atribut warna,
(57)
aroma, rasa, dan after taste. Metode yang digunakan pada tahap ini adalah pembuatan minuman beras kencur, pengujian aktivitas antioksidan minuman beras kencur dan pengujian organoleptik skala hedonik seperti yang telah dijelaskan pada penelitian sebelumnya.
3.2.5 Pengamatan kestabilan minuman formula terpilih
Pengamatan kestabilan minuman formula terpilih dilakukan selama 15 hari penyimpanan. Metode yang digunakan adalah analisis total mikroba (total plate count), analisis sensori individu, analisis pH, dan analisis aktivitas antioksidan. analisis antioksidan pada minuman menggunakan metode yang telah dijelaskan diatas, sedangkan metode yang lain sebagai berikut:
3.2.5.1 Total Mikroba (Total Plate Count) (Maturin dan Peeler, 2001)
Sebanyak satu ml sampel diambil dan dimasukkan ke dalam 9 ml larutan pengencer. Selanjutnya dilakukan pengocokan hingga homogen dengan vorteks. Pengenceran dan pemupukan dilakukan hingga tingkat pengenceran 10-2. Dari tiap-tiap pengenceran, dipipet secara aseptis 1 ml untuk dimasukkan ke dalam cawan petri steril (pemupukan) secara duplo dan ditambahkan media PCA (Plate Count Agar) steril sebanyak 15-20 ml.
Segera setelah penuangan, cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar atau angka delapan. Setelah medium membeku, cawan petri diinkubasikan dengan posisi terbalik pada inkubator suhu 37°C selama 2 hari (48 jam). Perhitungan jumlah total mikroba dilakukan dengan menggunakan Standard Plate Count (SPC) metode Harrigan.
3.2.5.2. Nilai pH (AOAC, 2005)
Sebanyak 30-50 ml sampel langsung diukur nilai pH-nya dengan menggunakan pH meter. Sebelum digunakan, pH meter harus dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan buffer pH 4.0 dan pH 7.0.
3.3 Analisis Data
Data kuantitatif yang diperoleh merupakan hasil rata-rata dari tiga ulangan. Untuk melihat perbedaan kemampuan antioksidan, kandungan flavonoid, komposisi kimia dan warna maka akan diuji nilai tengahnya secara statistik
(1)
Lampiran 31 Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan rasa terhadap minuman formula 930 vs. produk komersial
(2)
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:rasa
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Model 3391.345a 53 63.988 30.977 .000 panelis 175.205 49 3.576 1.731 .007 sampel 40.095 3 13.365 6.470 .000 Error 303.655 147 2.066
Total 3695.000 200 a. R Squared = ,918 (Adjusted R Squared = ,888)
Kesimpulan: skor kesukaan rasa produk minuman berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat signifikansi rasa antar produknya
rasa Duncana,,b
sampel N
Subset
1 2 3
174 Komersial 3 (tradisional) 50 3.34
719 Komersial 2 (instan) 50 3.80 3.80
422 Komersial 1 (tetrapack) 50 4.34 4.34 255 Formula terpilih (930) 50 4.46
Sig. .112 .062 .677
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 2,066. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 50,000. b. Alpha = 0,05.
Kesimpulan: skor kesukaan panelis terhadap rasa minuman beras kencur berbasis beras merah formula 930 dan minuman beras kencur komersial 1 tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan minuman beras kencur komersial 2 dan beras kencur tradisional pada taraf signifikansi 5%.
(3)
Lampiran 32 Hasil analisis ragam (ANOVA) skor kesukaan panelis berdasarkan
After taste terhadap minuman formula 930 vs. produk komersial
(4)
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:aftertaste
Source
Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Model 3339.865a 53 63.016 31.601 .000
panelis 117.245 49 2.393 1.200 .203
sampel 30.615 3 10.205 5.118 .002
Error 293.135 147 1.994
Total 3633.000 200
a. R Squared = ,919 (Adjusted R Squared = ,890)
Kesimpulan: skor kesukaan after taste produk minuman berbeda nyata pada taraf signifikansi 5%, sehingga dilanjutkan dengan uji Duncan untuk melihat
signifikansi after taste antar produknya
aftertaste
Duncana,,b
sampel N
Subset
1 2 3
174 Komersial 3 (tradisional)
50 3.44
719 Komersial 2 (instan)
50 3.82 3.82
422 Komersial 1 (tetrapack)
50 4.30 4.30
255 Formula terpilih (930)
50 4.42
Sig. .181 .091 .672
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.
The error term is Mean Square(Error) = 1,994. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 50,000. b. Alpha = 0,05.
Kesimpulan: skor kesukaan panelis terhadap after taste minuman beras kencur berbasis beras merah formula 930 dan minuman beras kencur komersial 1 tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan minuman beras kencur komersi 2 dan beras kencur tradisional pada taraf signifikansi 5%.
(5)
Lampiran 33 kesukaan panelis berdasarkan warna, aroma, rasa, dan after taste
minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah (255) dan beras putih(981).
(6)
Lampiran 34 Hasil uji T-student skor kesukaan panelis berdasarkan warna, aroma, rasa, dan after taste minuman beras kencur formula 930 berbasis beras merah dan beras putih.
T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 warnabp 5.4800 50 1.16479 .16473
warnabm 5.4600 50 1.16426 .16465
Pair 2 aromabp 4.6800 50 1.49065 .21081
aromabm 4.7400 50 1.20898 .17098
Pair 3 rasabp 4.3600 50 1.46747 .20753
rasabm 4.4600 50 1.23239 .17429
Pair 4 atastebp 4.3400 50 1.37929 .19506
atastebm 4.4200 50 1.14446 .16185
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 warnabp & warnabm 50 .812 .000
Pair 2 aromabp & aromabm 50 .791 .000
Pair 3 rasabp & rasabm 50 .843 .000
Pair 4 atastebp & atastebm 50 .774 .000
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig.
(2-tailed) 95% Confidence Interval
of the Difference Mean
Std. Deviation
Std. Error
Mean Lower Upper
Pair 1 warnabp -
warnabm
.02000 .71400 .10097 -.18292 .22292 .198 49 .844
Pair 2 aromabp -
aromabm
-.06000 .91272 .12908 -.31939 .19939 -.465 49 .644
Pair 3 rasabp -
rasabm
-.10000 .78895 .11157 -.32422 .12422 -.896 49 .374
Pair 4 atastebp -
atastebm