15 IL-10, TGF-
, regulasi metabolisme besi, menghapus jaringan yang mati dan rusak Weiss dan Wardrop 2010.
Pada penyakit yang berlangsung kronis monosit lebih banyak ditemukan daripada neutrofil namun apabila penyakit bersifat akut neutrofil lebih banyak
ditemukan daripada monosit atau makrofag Ganong 1995.
5. Limfosit
Limfosit merupakan sel leukosit agranulosit yang memiliki sitoplasma dengan warna biru muda sedangkan intinya berwarna ungu tua. Limfosit
mempunyai ukuran yang sangat bervariasi Theml et al. 2004 dan jumlahnya dalam sirkulasi sekitar 70-80 dari total leukosit Weiss dan Wardrop 2010.
Ada dua jenis limfosit yatu limfosit kecil dan besar. Perbedaan kedua bisa di lihat dari besar sitoplasma yang terlihat. Biasanya limfosit besar intinya hampir
menutupi semua sitoplasma sedangkan limfosit kecil sitoplasmanya jelas terlihat.
Gambar 6 Limfosit mencit perbesaran 100x Sumber: Theml et al. 2004
Limfosit merupakan unsur kunci dalam sistem kekebalan. Pada mamalia, sistem ini mampu menghasilkan antibodi melawan beberapa juta agen asing
berbeda yang bisa menginvasi badan. Limfosit berdiferensiasi menjadi sel T dan sel B. Sel T berperan dalam imunitas seluler yang bertanggung jawab bagi
reaksi alergi tertunda dan penolakan transplan jaringan asing. Ada empat jenis sel T yang telah dikenali yaitu sel T pembantupenginduksi, sel T supressor, sel
T cytotoxic dan sel T memory. Dua jenis pertama terlibat dalam regulasi
16 produksi antibodi oleh turunan sel B, sedangkan sel T sitotoksik merusak sel
yang ditransplantasi dan sel asing lainya. Sel B berperan dalam imunitas humoral yaitu imunitas yang terbentuk karena antibodi bersirkulasi di dalam
fraksi globulin protein plasma. Sel B dapat berdiferensiasi menjadi sel plasma dan sel memory Ganong 1995.
Sel B dan sel T kelihatan identik dan tidak bisa dibedakan secara morfologi. Karena itu untuk membedakan perlu mengenal beberapa ciri-ciri
fungsionalnya. Salah satu cara untu membedakan sel T dan sel B adalah mengenal ciri khas antigen-permukaan sel. Hal ini dapat dilakukan dengan
membuat antisera khusus terhadap subpopulasi limfosit. Jadi, sel timus diinokulasi ke hewan yang berbeda spesies yang kemudian akan
menanggapinya dengan membuat antibodi anti-sel T khusus. Antibodi ini secara kimiawi dapat disenyawakan dengan zat warna flouresen. Bila limfosit
direndam dalam antibodi flouresen ini maka antibodi akan mengikat sel T dan akan bersinar di dalam kegelapan jika di sinari ultraviolet. Teknik ini juga bisa
digunakan untuk sel B dengan menggunakan serum anti-imunoglobulin permukaan sel yang akan mengikat sel B Tizard 1987. Selain itu, dewasa ini
juga banyak dibuat antibodi monoklonal terhadap subpopulasi limfosit yang digunakan dengan tehnik imunohistokimia untum mencari sel-sel tersebut di
jaringan tubuh.
Limpa
Limpa berfungsi sebagai organ yang menyaring darah dan membuang partikel antigen serta sel darah yang sudah tua. Limpa memiliki kapsul yang kaya
otot polos dan serat elastis. Bagian parenkimnya dibagi menjadi dua bagian yaitu pulpa merah dan pulpa putih. Pulpa merah merupakan bagian untuk menyimpan
eritrosit, penjeratan antigen dan eritropoiesis, sedangkan pulpa putih tempat terjadinya proses tanggap kebal Bacha dan Bacha 2000. Pada daerah pulpa putih
terdapat folikel primer yang berisi sel limfosit B. Apabila terjadi respon terhadap antigen maka akan terbentuk germinal center pada pulpa putih yang disebut
dengan folikel sekunder. Setiap folikel sekunder yang terbentuk dikelilingi oleh selapis sel T yang disebut dengan marginal zone. Pulpa putih secara keseluruhan
17 terpisah dari pulpa merah oleh sinus pembatas yaitu suatu selubung retikulum dan
zona pembatas yang terdiri atas sel Tizard 1987.
Gambar 7 Limpa mencit perbesaran 4x. Pulpa putih a; Pulpa merah b;
Marginal zone atau zona pembatas c; Kapsula d. Sumber: Bacha dan Bacha 2000
Pembuluh darah memasuki hilus limpa dan bercabang masuk ke trabekula. Ketika memasuki parenkim limpa dan mengelilingi pulpa putih, terdapat daerah
yang disebut dengan arteri pusat. Adanya akumulasi limfosit pada daerah ini akan membentuk periarterial lymphatic sheaths PALS. Setelah meninggalkan pulpa
putih, arteri akan bercabang menjadi beberapa arteriol dan kembali bercabang menjadi kapiler. Umumnya percabangan ini disebut penicillus karena secara
kolektif mereka seperti bulu sikat. Kapiler dari penicillus dikelilingi oleh lapisan konsentris dari makrofag. Bacha dan Bacha 2000.
Antigen yang masuk ke dalam limpa akan dijerat oleh makrofag baik yang terdapat pada zona pembatas marginal zone maupun zona yang membatasi
sinusoid pulpa merah. Sel ini membawa antigen ke folikel primer dalam pulpa putih. Setelah beberapa hari, sel plasma bermigrasi. Sel plasma menempati zona
pembatas dan pulpa merah. Disinilah partama kali terbentuk antibodi terhadap antigen tersebut. Pembentukan pusat germinal juga terbentuk dalam folikel
primer. Selain itu apabila antigen memasuki limpa maka dimulailah penjeratan limfosit yaitu limfosit yang biasanya melewati secara bebas organ ini, terjerat
sehingga tidak dapat lepas. Sifat proses penjeratan ini belum jelas, namun mungkin terjadi sebagai akibat interaksi antara antigen dengan makrofag sehingga
a
b c
d
18 menyebabkan keluarnya monokin yang mempengaruhi pergerakan limfosit.
Penjeratan ini berfungsi untuk mengumpulkan sel peka-antigen di tempat yang dekat dengan tempat antigen terkumpul yang secara tidak langsung menambah
efisiensi tanggap kebal Tizard 1987. Setelah kurang lebih 24 jam, limpa mulai melepaskan sel yang terjebak dan
memperlihatkan adanya pertambahan jumlah sel selama kurang lebih tujuh hari. Pada akhir dari semua periode ini, banyak sel yang dilepaskan ke perifer menjadi
penghasil antibodi dan sel memori Tizard 1987.
Sumsum Tulang
Sumsum tulang merupakan organ hematopoiesis yang berfungsi memproduksi sel darah dan trombosit. Struktur sumsum tulang mempunyai dua
bagian yaitu bagian hematopoietik dan sinusoid vaskuler. Kedua bagian ini dikelilingi oleh cortical bone tulang keras dan terletak bersebelahan seperti
potongan sebuah kue Tizard 1987. Sinusoid vaskuler akan menyatu di bagian tengah tulang dan membentuk vena sentral Gambar 8 sedangkan bagian
hematopoietik merupakan tempat terjadinya perkembangan sel darah sehingga pada daerah ini terdapat berbagai macam bentuk perkembangan sel darah
Gambar 9 Weiss dan Wardrop 2010.
19
Gambar 8
Potongan melintang tulang panjang. Sumber Weiss dan Wardrop 2010
Gambar 9 Sumsum Tulang perbesaran 312x. Debris azurofilik 1; Erythroblast
Basofilik 2; Myelosit Basofilik 3; sel band Eosinofilik 4; Myelosit Eosinofilik 5; Erythrosit 6; Sel Erythroid 7; Sel
Granulositik 8; Megakaryosit 9; Mitotik 10; Sel band neutrofilik 11; Erythroblast Orthochromatofilik 12; Osteoblast 13;
Osteoclast 14; Sel plasma 15. Sumber: Bacha dan Bacha 2000
20 Sel darah awalnya berasal dari sel omnipotent yang berkembang menjadi
sel limfoid pluripotent dan sel myeloid pluripotent. Sel limfoid menghasilkan keturunan limfosit sedangkan sel myeloid menghasilkan keturunan eritrosit,
megakariosit, basofil, eosinofil, neutrofil dan makrofag Weiss dan Wardrop 2010.
Perkembangan sel-sel limfoid dan myeloid bervariasi melalui beberapa tahap seperti pada gambar 9.
Gambar 10 Tahap perkembangan sel darah Sumber: Theml et al. 2004
Neutrofil, eosinofil, dan basofil berkembang dari sel myeloblast. Sel ini akan membelah menjadi sel promyelocyte. Sel promyelocyte ini mempunyai inti
yang relatif besar dengan nukleus dan kromatin yang mulai menyatu. Sitoplasmanya mengandung nonspecific azurophilic granul. Promyelosit
membelah menjadi myelocyte. Myelosit memiliki bentuk lebih kecil dengan nukleus dan kromatin yang memadat. Perbedaan granulosit akan memungkinkan
sel tersebut berubah menjadi neutrofil, eosinofil, atau basofil. Setelah itu sel tersebut mangalami metamyelocyte yang membuat inti memanjang dan
21 membentuk kacang sebelum akhirnya membentuk segmentasi pada saat
pematangan Weiss dan Wardrop 2010. Pada gambar 10 juga menjelaskan bahwa sel limfoid berkembang menjadi
NK Cell, T-limphoblast, dan B- T-limphoblast yang akan menghasilkan NK Cell, limfosit T, dan limfosit B. Sel limfoid yang belum matang dan makrofag terletak
di dekat endosteum dan arteriol sedangkan limfosit yang sudah matang terletak di parenkim sumsum tulang Weiss dan Wardrop 2010 dan akan bermigrasi ke
organ limfoid sekunder seperti limpa dan limfonodus untuk mengalami pendewasaan Tizard 1987.
Semua sel darah yang sudah matang masuk dalam sinusoid dan terus ikut dalam aliran darah sedangkan sel yang belum matang akan tetap tinggal dalam
sumsum tulang. Pada mencit 70-90 dari ruang sumsum tulang merupakan tempat terjadinya hematopoietis. Adanya perubahan morfologi sel, perubahan
jumlah relatif dalam populasi sel, perubahan urutan perkembangan dan tidak adanya salah satu sel darah merupakan indikasi adanya gangguan hematopoiesis
pada hewan tersebut Barthold et al. 2007.
Gambar 11 Os Femur mencit Perbesaran 4x. Sumsum tulang 1. Li et al.
2010
1
METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2010 sampai dengan Januari 2011 Lampiran 1.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah 12 mencit betina berumur tiga minggu, pakan, vaksin S. agalactiae yang diradiasi, antibiotik Clavamox, dosis 250
mgkgBB, obat-Helmint Albendazol 5, dosis 10 mgkgBB, anti protozoa Flagyl, dosis 50 mgkgBB, aquades, alkohol 70, xylazine 10, ketamin 2,
ether, xylol, parafin, Hematoxylin Eosin, Giemza, metanol, asam pikrat, asam nitrat, Buffered Neutral Formalin 10 BNF, vitamin C dan B.
Alat yang digunakan adalah kandang mencit, tempat pakan, kertas label, buku catatan, timbangan, kapas, tisu, syringe 1 ml, 5 ml, 10 ml, sonde lambung,
tabung 50 ml, alumunium soil, stiroform, alas kandang, jarum pentul, botol air minum, gunting, pinset, gelas objek, kaca penutup, mortal, gelas piala, pipet
kapiler, micropipet, ependorf, tissue cassette, pisau, benang, staples, mikrotom, cetakan parafin cair, inkubator, stopwacth, automatic tissue prosessor, mikroskop
cahaya, camera digital dan eyepiece digital camera.
Metode Penelitian Tahap Adaptasi
Penelitian ini menggunakan 12 mencit betina berumur tiga minggu yang berasal dari indukan yang sama. Mencit ini dibagi ke dalam empat kelompok
yaitu dibagi menjadi empat kelompok yaitu kelompok kontrol tanpa perlakuan, kelompok vaksin divaksinasi dengan vaksin S. agalactiae yang diradiasi,
kelompok vaksin tantang divaksinasi dengan vaksin S. agalactiae yang diradiasi
23 lalu ditantang S. agalactiae murni, dan kelompok tantang diinfeksi dengan S.
agalactiae murni. Adaptasi dilakukan selama dua minggu, diberi makan dan minum secara
ad libitum. Pada hari pertama minggu pertama mencit diberi obat cacing Albendazol dengan dosis 10 mgkgBB dan berselang dua hari mencit di beri
antibiotik Clavamox dengan dosis 250 mgkgBB selama lima hari berturut-turut. Pada hari pertama minggu kedua mencit kembali diberi obat cacing dengan dosis
yang sama dengan dosis minggu pertama. Dua hari setelah itu mencit diberi anti jamur Flagyl dengan dosis 50 mgkgBB selama lima hari berturut. Selama
minggu kedua ini mencit di beri vitamin B dan C dengan dosis 60 IUml air minum. Semua pemberian obat cacing, antibiotik dan anti jamur dilakukan secara
peroral.
Tahap perlakuan
Berikut skema tahap perlakuan selama lima minggu dalam penelitian ini :
Gambar 12 Jadwal pada tahap perlakuan
Pada minggu pertama dilakukan pengambilan darah melalui arteri sinus retro orbitalis pada mata Gambar 13. Sebelum pengambilan darah, mencit
dianestesi menggunakan xylamin dosis 2 mgkgBB dan ketamin dosis 10 mgkgBB dengan tujuan mudah handlingnya dan hewan tidak kesakitan pada saat
pengambilan darah. Darah yang diambil diteteskan di atas gelas objek dan 1
2 3
4 5
Minggu
Pengambilan darah
Pengambilan darah dan
booster 1 Pengambilan
darah dan booster 2
Pengambilan darah dan
booster 3 Nekropsi dan
Pengambilan darah
Vaksinasi dan dikawinkan
Pada minggu ini mencit
partus 1 hari sebelum
nekropsi ditantang
24 dilanjutkan dengan pembuatan preparat ulas darah dengan cara mengulas darah di
atas gelas objek dan dimasukkan ke dalam metanol selama 10 menit untuk difiksasi. Sampel darah tersebut diwarnai dengan pewarnaan Giemsa 1:9 selama
30 menit, dikeringkan dan ditutup dengan gelas penutup. Pengambilan darah dilakukan tiap minggu selama lima minggu.
Gambar 13 Pengambilan darah melalui arteri sinus retro orbitalis
Vaksinasi pertama dilakukan pada minggu I dan vaksin booster pada minggu ke-2, 3, 4. Vaksin diinjeksikan secara intra peritoneal sebanyak 0,2
mlmencit dengan dosis 10
8
cfuml Gambar 14a. Seminggu setelah mencit- mencit ini partus atau minggu ke-5 dilakukan nekropsi dan sehari sebelumnya
dilakukan uji tantang dengan meneteskan suspensi S. agalactie pada orificium externa kanal puting mencit sebanyak 50 µ l tiap puting dengan dosis 10
8
cfuml Gambar 14b.
Gambar 14 a Vaksinasi. b Uji Tantang
a b
25
Tahap Nekropsi
Mencit dieuthanasi menggunakan xylazine dan ketamin dengan dosis berlebih dan pada saat dia teranesthesi dilakukan pengambilan darah melalui
intracardial untuk pembuatan preparat ulas darah. Setelah mencit mati, rongga abdomen dibuka untuk pengambilan limpa, dan kaki kanan belakang mencit
dipreparir untuk pengambilan os femur. Limpa dan os femur selanjutnya diproses untuk pembuatan sediaan histopatologi dengan pewarnaan HE.
Pada saat nekropsi juga dilakukan pemeriksaan patologi anatomi limpa dan sumsum tulang dengan melihat apakah ada perubahan secara anatomi seperti
ukurannya yang membesar, adanya perubahan bentuk, adanya perubahan konsistensi, dan perubahan secara patologi seperti adanya hemoragi, ulkus, erosi,
perubahan warna, dan kemungkinan adanya tumor.
Tahap Pembuatan Sedian Histopatologi
Setiap organ dipotong trimming secara melintang setebal 0,5 cm, lalu dimasukkan ke dalam tissue cassette. Selanjutnya dilakukan dehidrasi
menggunakan alkohol konsentrasi bertingkat 70 hingga absolut dalam automatic tissue prosessor selama 18 jam. Alat ini bekerja secara otomatis untuk
menarik air dari jaringan dan dilanjutkan dengan infiltrasi parafin cair. Tahapan selanjutnya adalah proses embedding atau penanaman jaringan ke dala blok
parafin kemudian disimpan dalam refrigator 4-6 C. Blok parafin dipotong
setebal 5µ m menggunakan mikrotom lalu diletakkan di atas gelas objek. Sediaan diinkubasi pada suhu 37
C selama 24 jam agar parafin meleleh dan jaringan melekat kuat pada gelas objek. Pewarnaan yang dilakukan adalah pewarnaan HE
melalui beberapa tahap yaitu deparafinisasi, rehidrasi, pewarnaan, pencucian, adan penutupan menggunakan gelas penutup.
Pengamatan Histopatologi
Ada tiga parameter yang dilihat dalam penelitian ini yaitu diferensial darah, ukuran dan jumlah pulpa putih limpa, dan luasan sumsum tulang.
Diferensial darah dihitung di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x. Ini dilakukan dengan menghitung berapa jumlah masing-masing limfosit, monosit,
26 neutrofil, eosinofil, dan basofil sampai jumlah keseluruhannya 100 atau
menghitung nilai dari leukosit. Dalam menghitung diferensial darah arah pandangnya bergerak zig-zag supaya dapat mencakup semua area pandang dan
mencegah terhitungnya area pandang yang sama dua kali. Pengamatan preparat histopatologi limpa dan sumsum tulang dilakukan
dengan pengambilan gambar menggunakan eyepiece digital camera dengan perbesaran 4x. Jumlah dan diameter pulpa putih pada limpa serta luas sumsum
tulang dihitung dengan menggunakan perangkat lunak ImageJ
®
pada luasan 1,4 mm
2
. ImageJ
®
rsbweb.nih.govij.
Analisis Statistik
Hasil perhitungan berupa jumlah sel leukosit neutrofil, basofil, eusinofil, monosit, dan limfosit, pulpa putih, dan luas sumsum tulang dianalisis secara
statistik menggunakan perangkat lunak SPSS 16.0
®
metode One Way ANOVA dan uji lanjut Duncan untuk melihat perbedaan yang nyata antara masing-masing
kelompok.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Vaksinasi adalah suatu proses membangkitkan kekebalan protektif dengan menggunakan antigen yang relatif tidak berbahaya Tripp 2004. Vaksinasi
merupakan metode yang paling efektif untuk mencegah penyakit, meningkatkan efisiensi produksi makanan, dan mengurangi atau mencegah transmisi penyakit-
penyakit zoonotik ke manusia Roth 2011. Banyak metode dalam pembuatan sebuah vaksin. Salah satu metodenya yaitu dengan metode diradiasi. Metode ini
dapat melemahkan agen penyebab infeksi dengan menggunakan sinar gamma sehingga virulensinya berkurang sehingga mampu merangsang sistem kekebalan
tubuh Syaifudin et al. 2008. Contoh vaksin yang diradiasi adalah vaksin Koksivet, Brucella abortus, Neospora caninum, Dictyocaulus, Fasciolosis
Tetriana dan Sugoro 2007. Penelitian ini dilakukan untuk melihat respon vaksinasi dengan vaksin
S. agalactiae yang diradiasi melalui tiga parameter yaitu deferensiasi leukosit neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, dan limfosit, jumlah dan diameter pulpa
putih pada limpa, serta luas sumsum tulang. Ada empat kelompok mencit dalam penelitian ini yaitu kelompok kontrol K, kelompok vaksin V, kelompok vaksin
tantang VT, dan kelompok tantang T.
1. Respon deferensiasi sel darah perifer mencit terhadap vaksin S. agalactiae