lvi
B. Perkembangan Komunitas Tionghoa Semarang
Hingga kini belum ada keterangan jelas kapan orang-orang China masuk ke tanah Semarang. Berbagai literatur dan ensiklopedi yang ada, tidak satupun
menjelaskan perihal membanjirnya orang-orang Cina yang masuk ke tanah Semarang tersebut. Hanya diperkirakan, sebagian sumber menerangkan bahwa
mereka datang secara bertahap keluarga dan secara berkelompok, terutama sejak wafatnya Cheng Ho Sam Poo Tay Jin tahun 1431. Meskipun catatan-
catatan yang ada sangat terbatas, namun dalam penulisan buku-buku sejarah, perkembangan etnis Tionghoa di Semarang memang sangat pesat.
Meski data pasti berapa jumlahnya di Semarang pada masa itu tidak ada keterangan jelas, namun menurut sumber Tionghoa disebutkan, orang-orang
Cina yang datang ke Semarang itu semula hanya mengelompok di seputar lokasi Gedung Batu sekarang. Mereka merasa, dengan bertempat tinggal di
daerah yang pernah disinggahi Cheng Ho Sam Poo Tay Jin itu akan mendapatkan berkah. Tetapi Karena semakin lama semakin padat, mereka pun
kemudian menyebar dan masuk ke Kota Semarang. Seperti telah dijelaskan di atas, sampai tahun 1500an, orang-orang Cina
hanya terbatas di daerah Pecinan yaitu di sepanjang tepi kali Semarang daerah Sebandaran, Poncol dan Kaligawe. Mereka hidup dalam beberapa kelompok
perkampungan. Banyaknya orang-orang Tionghoa yang masuk ke Semarang semakin menambah deretan perkampungan-perkampungan Tionghoa. Seperti
dijelaskan di atas, perluasan daerah Pecinan pun semakin melebar hingga sampai ke wilayah daerah perkampungan orang-orang Melayu yang lebih dulu
lvii membangun perkampungan di Semarang. Selain orang-orang Melayu, pada
waktu itu orang-orang Persia, Gujarat, Arab, dan Hindia juga telah bermukim di sebuah perkampungan tersebut yang kemudian terkenal dengan sebutan
“Pekojan”. Disebut Pekojan, karena yang bertempat tinggal di kawasan itu adalah orang-orang “Koja” keturunan Asia Barat. Kala itu, persaingan dagang
antara orang-orang Koja dan Tionghoa belum nampak benar. Sampai sekitar setengah abad setelah pendatang Tionghoa masuk ke
Kota Semarang, kelompok orang-orang Tionghoa itu masih banyak yang bergantung hidup dengan cara menangkap ikan nelayan dan sedikit bertani.
Dari tahun ke tahun kedatangan orang-orang Tionghoa ke kota Semarang semakin banyak. Mata pencaharian kehidupan orang-orang Tionghoa itu pun
mulai berubah. Jika semula mereka lebih banyak bergantung hidup dari hasil tangkapan ikan dan sedikit bertani, lambat tapi pasti mulai beralih ke dunia
perdagangan. Persaingan perdagangan mulai terjadi, setelah kedatangan bangsa-bangsa Eropa. Persaingan dagang antara orang-orang Eropa, Koja dan
Tionghoa pun semakin tak terbendung. Orang-orang Tionghoa mampu unggul dan menuasai perdagangan di kota Semarang. Kedudukan mereka semakin
pasti, sementara orang-orang Koja termasuk Arab, mulai terjepit. Daerah perkampungan Pekojan pun dikuasai kelompok etnis Tionghoa.
Orang-orang Koja akhirnya terdesak oleh golongan China. Malahan sampai sekarang daerah Pekojan masih dikuasai orang-orang Tionghoa. Keunggulan
orang-orang Tionghoa tak hanya menekan kelompok orang-orang Koja. Belanda pun, dalam persaingan dagang mulai terkena imbasnya. Daerah Jalan
Pemuda Bojong yang semula dikuasai Belanda, lambat tapi pasti juga
lviii terdesak, yang akhirnya benar-benar jatuh ke tangan kelompok Tionghoa.
Bahkan mulai sekitar tahun 1910, boleh dibilang daerah Kota Semarang menjadi milik orang Tionghoa, termasuk jalan Mataram yang merupakan
permulaan perkembangan agama Islam masuk Semarang. Keberhasilan orang- orang Tionghoa di tanah Semarang, semakin santer terdengar di negeri asal
leluhur mereka. Semakin hari, kedatangan mereka semakin banyak. Berikut adalah tabel perkembangan etnis Tionghoa di Semarang:
Tabel 1. Perkembangan Etnis Tionghoa di Semarang
TAHUN
KETERANGAN 1500
Etnis Tionghoa di Semarang mulai menempati pemukiman di daerah gedung Batu, Simongan
1500 Daerah pemukiman etnis Tionghoa semakin meluas ke daerah
sepanjang Kali Semarang Kampung Sebandaran, Poncol, Kaligawe, dengan mata pencaharian sebagai petani dan
nelayan
1521 Selain daerah diatas, pemukiman etnis Tionghoa di Semarang
meluas ke daerah Pekojan, dan setelah kedatangan bangsa Eropa, mereka mulai bermata pencaharian sebagai pedagang
1678 Kota Semarang di kuasai oleh Belanda
1708 Belanda mulai mengusai sektor perdagangan di Semarang
yang semula dikuasai oleh etnis Tionghoa.
1797 Pemukiman Tionghoa berpindah ke Bukit Candi, Sriwijaya,
Gergaji, dan Siranda, kendati masih banyak yang bertahan di daerah Plampitan, Gang Pinggir, dan Pekojan.
1799 VOC di Semarang mengalami kebangkrutan, etnis Tionghoa
kembali mengusai perdagangan di Semarang. 1811
Semarang dikuasai Inggris, pemukiman Tionghoa kembali ke Jagalan.
1900 Dominasi Tionghoa perdagangan di Semarang semakin
menguat, kehidupan mereka semakin berkembang, termasukmunculnya kembali komunitas etnis Tionghoa Muslim
di daerah Dargo dan Mangkang.
Sumber: Saduran berbagai artikel, media-online.
lix Selanjutnya di sepanjang pantai pesisir pantai utara Jawa, seperti Peng
Kang An Pekalongan, Wa Kang Mangkang daerah sebelah barat Semarang, Demak, Lasem sampai Tse Tsun Gresik, orang-orang Cina terus berdatangan.
Di sisi lain, cerita tokoh Cheng Ho Sam Poo Tay Jin, sebagai leluhur yang pertama datang ke Semarang tak pernah surut, makin lama justru semakin
berkembang. Karena cerita yang terus berdengung tentang Cheng Ho Sam Poo Tay Jin itu muncul banyak legenda-legenda dikalangan orang-orang
Tionghoa.
C. Pluralisme Budaya Cheng Ho di Semarang