PERANANAN LAKSAMANA CHENG HO DALAM PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI JAWA PADA ABAD KE-15

PERANANAN LAKSAMANA CHENG HO DALAM PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI JAWA PADA ABAD KE-15

SKRIPSI OLEH TULUS SARDOYO NIM K4404053 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

PERANAN LAKSAMANA CHENG HO DALAM PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI JAWA PADA ABAD KE-15

Oleh : TULUS SARDOYO K4404053 SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing skripsi untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan P.IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta, Desember 2009

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Leo Agung S. M.Pd. Drs. Tri Yuniyanto, M. Pd., M. Hum. NIP.1956051519 8203 1 005 NIP. 1965062781 9003 1 003

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan P.IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret dan diterima untuk memenuhi persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : Tanggal

Tim Penguji Skripsi : Nama Terang

Tanda Tangan Ketua

: Drs. Djono, M. Pd.

Sekretaris : Drs. Hermanu Joebagio, M. Pd

Anggota I : Drs.Leo Agung S, M. Pd.

Anggota II : Drs. Tri Yunianto, M. Hum.

Disahkan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Dekan

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd NIP. 196007271987021001

ABSTRAK

Tulus Sardoyo, PERANAN LAKSAMANA CHENG HO DALAM PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI JAWA PADA ABAD KE-15. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, NOVEMBER 2009.

Tujuan penelitian adalah (1) Untuk mengetahui keadaan sosial dan politik di Jawa pada abad ke-15. (2) Untuk mengetahui latar belakang sosial Cheng Ho. (3). Untuk mengetahui peranan Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abad ke-15.

Sesuai dengan tujuan di atas, maka penelitian ini menggunakan metode historis atau metode sejarah. Metode sejarah adalah proses menganalisis dan menguji secara kritis peninggalan masa lampau dan berusaha merekonstruksikan kembali berdasarkan data yang diperoleh sehingga dapat menghasilkan historiografi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sumber data yang digunakan adalah sumber sekunder dikarenakan keterbatasan bahasa dan sulitnya di ketemukan sumber primer. Sumber tertulis sekunder itu berupa buku-buku yang mempunyai relevansi dengan judul penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka yaitu memperoleh data dengan cara membaca buku-buku , buletin, majalah dan literatur-literatur lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) pada awal abad ke-

15 kekuasaan Kerajaan Majapahit mulai melemah setelah wafatnya raja Hayam Wuruk serta terjadinya perpecahan dan perang di kalangan keluarga raja-raja dalam perebutan kekuasaan hingga mengalami keruntuhan pada tahun 1478 Masehi (2) Cheng Ho lahir pada tahun Hong Wu ke- 4, atau 1371 di daerah Kun- yang, provinsi Yunnan. Cheng Ho berasal dari suku Hui, yaitu salah satu etnis minoritas di Tiongkok yang identik dengan muslim. Cheng Ho adalah anak ketiga dari pasangan Ma Hazhi (Haji Muhammad) dan Wen. Ayah Cheng Ho bernama Ma Haji ( 1344-1382 M) dan ibunya bernama Oen. Cheng Ho adalah Laksamana yang dipilih Kaisar Zhu Di untuk memimpin pelayaran ke samudera Barat (3) Selain untuk memperkenalkan budaya Tionghoa dan berniaga, Cheng Ho juga melakukan syiar agama Islam. Peranan Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abad ke-15 terlihat adanya keharmonisan di tengah masyarakat Jawa yang ditandai dengan akulturasi antara nilai-nilai Tiongkok, Jawa, dan Islam secara harmonis, hal ini terbukti dengan terjadinya “Sino- Javanese Muslim Cultures” di Jawa yang membentang dari Banten, Jakarta, Cirebon, Semarang, Demak, Jepara, Lasem sampai Gresik dan Surabaya. Bentuk Sino-Javanese Muslim Cultures tidak hanya tampak dalam berbagai bangunan peribadatan Islam yang menunjukan unsur Jawa, Islam, Cina tetapi juga berbagai seni atau sastra (batik, ukir) dan unsur kebudayaan lain, salah satunya yaitu bangunan masjid yang berbentuk klenteng yang bernama Kelenteng Sam Po Kong yang dulunya digunakan oleh umat Islam untuk beribadah (sekarang digunakan untuk beibadah agama Hindu).

Dari kesimpulan di atas maka muncul implikasi yaitu: (1) Islam merupakan agama yang rasional dan universal. Dalam memperkenalkan agama

Islam kepada penduduk setempat, Cheng Ho tidak pernah memaksakan kehendaknya, bahkan Cheng Ho sangat menghargai dan menghormati agama lain yang dianut penduduk setempat. Islam tidak pernah memaksa orang untuk memeluk agama Islam, karena Islam merupakan rahmat/hidayah dari Tuhan (2) Sebagai seorang muslim Cheng Ho senantiasa menyempatkan diri untuk menyebarkan agama Islam pada setiap kunjungan ke berbagai daerah dan negara yang disinggahinya melalui usaha perdagangan. Sebagai akibat dari perjumpaan Cheng Ho dan Tionghoa Islam lainnya dengan Jawa kemudian terjadi sebuah Sino-Javanese Muslim. Bentuk Sino-Javanese Muslim Cultures itu tidak hanya tampak dalam berbagai bangunan peribadatan Islam misalnya masjid, yang menunjukkan adanya unsur Jawa, Islam, dan Tionghoa tetapi juga berbagai seni sastra lainnya (3) Banyak hambatan dalam penelitian tentang peranan Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abd ke-15 diantaranya pada tahap pengumpulan data, peneliti mengalami kesulitan dalam mendapat sumber primer. Hal ini disebabkan karena jauhnya tempat untuk mendapatkannya dan bahasa yang digunakan dalam sumber primer. Sumber primer yang relevan dengan permasalahan yang dikaji tersebut tidak terdapat di dalam negeri melainkan di luar negeri dan bahasa yang digunakan bahasa setempat.

ABSTRACT

Tulus Sardoyo, LAKSAMANA CHENG HO ROLE IN SPREADING ISLAM IN JAVA IN 15th CENTURY. Thesis, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, NOVEMBER 2009.

The research objective is to (1) To know the social and political situation in Java in the 15th century. (2) To know the social background of Cheng Ho. (3). To find out Admiral Cheng Ho role in the spread of Islam in Java in the 15th century.

In accordance with the above objectives, the study uses the historical method or methods of history. Historical method is the process of analyzing and critically examine the legacy of the past and try to reconstruct the return based on data obtained so as to produce a credible historiography truth. Source of data used are secondary sources because of the limitations of language and the difficulty in ketemukan primary sources. Secondary sources were written in the form of books that has relevance to the title of the study. Data collection techniques used is literature study of the data obtained by reading books, newsletters, magazines and other literature.

Based on the research results can be concluded: (1) in the early 15th century Majapahit power began to weaken after the death of King Hayam Wuruk and the divisions and wars among kings family in a power struggle that had the collapse in the year 1478 AD (2) Cheng Ho was born in Hong Wu to-4, or 1371 at the Kun-which, Yunnan province. Zheng Hui was of the tribe, which is one of ethnic minorities in China which is identical with the Muslims. Cheng Ho was the third child of the couple Ma Hazhi (Haji Muhammad) and Wen. Cheng Ho's father named Ma Haji (1344-1382 AD) and his mother was Oen. Admiral Cheng Ho was elected Emperor Zhu Di to lead the voyage to the ocean west (3) In addition to introducing the culture Tionghoa and trade, Cheng Ho was doing introducing Islam. Admiral Cheng Ho's role in the spread of Islam in Java in the 15th century look of harmony in Javanese society is characterized by acculturation between the values of China, Java, and Islam in harmony, this is evidenced by the "Sino-Javanese Muslim Cultures "in Java that runs from Banten, Jakarta, Cirebon, Semarang, Demak, Jepara, Lasem until Gresik and Surabaya. Sino-Javanese form of Muslim Cultures is not only apparent in the various buildings of worship of Islam which show the elements of Java, Islam, China but also a variety of art or literature (batik, sculpture) and other cultural elements, one of the mosque building a pagoda shaped temple named Sam Po Kong, who formerly used by Muslims to worship (now used for Hindu pray).

From the above conclusions it appears the implications are: (1) Islam is the religion of a rational and universal. In introducing Islam to the local population, Cheng Ho did not impose his will, even Zheng He really appreciate and respect other religious beliefs of local residents. Islam never force people to embrace Islam, because Islam is a grace / guidance from the Lord (2) As a Muslim, Zheng He is always taking the time to spread the Islamic religion on every visit to the various regions and countries through with trade. As a result of the encounter of Cheng Ho and other Islamic Tionghoa with Java and then there was a Sino-

Javanese Muslims. Sino-Javanese form of Muslim Cultures was not just appear in

a variety of buildings such as mosques of Islamic worship, which shows the elements of Java, Islam, and Tionghoa but also various other art of sastra (3) A lot of obstacles in research on the role of Admiral Cheng Ho in the spreading of Islam in Java in the 15th abd them at this stage of data collection, researchers have had difficulty dala primary sources. This is because the place to get away and the language used in the primary sources. Primary sources relevant to the issues under study are not present in the country but abroad and the language used by the local language.

MOTO

“Sabar adalah cara utama untuk menghadapi kesulitan agar menuju kemenangan gemilang tetapi sabar bukan berarti pasrah terhadap keadaan, tetap tenang namun

pasti dalam mencari penyelesaian”

(Al Bana)

“Belajarlah dari sejarah”

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan untuk orang- orang tersayang, Mereka adalah : · Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW · Bapak dan Almarhumah Ibuku · Kakak-kakak saya · Almamater

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuhu. Alhamdulilahirabbil’alamin. Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga skripsi yang berjudul Peranan Laksamana Cheng Ho dalam Penyebaran Agama Islam di Jawa Pada Abad ke-15 dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah. Jurusan P IPS Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

Banyak hambatan dalam penyusunan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya hambatan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bantuannya, disampaikan terimakasi kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah berkenan memberi ijin untuk menyusun sekripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah berkenan memberi ijin untuk menyusun skripsi.

3. Ketua Pogram Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberi petunjuk dan pengetahuan kepada penulis.

4. Dr. Nunuk Suryani, M. Pd, selaku Pembimbing Akademik (PA) yang telah memberikan bimbingan, dorongan serta motivasi kepada penulis.

5. Drs. Leo Agung S, M. Pd selaku Pembimbing I atas kesediaan waktu dan kesabarannya memberikan arahan, bimbingan, petunjuk dan saran kepada penulis.

6. Drs. Tri Yunianto, M. Pd, M. Hum, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, pengarahan dan saran kepada penulis.

7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP yang telah memberi ilmu selama penulis belajar di UNS.

8. Teman-teman sejarah angkatan 2004.

9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan pengarahan kepada penulis, yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT.

Menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Wasalamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuhu.

Surakarta, Desember 2009

Penulis

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Rencana Waktu Penelitian..................................................................... 29

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran............................................................... 27 Gambar 2. Skema Prosedur Penelitian................................................................ 35

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Peta Pulau Jawa ………………………………………………... 87 Lampiran 2. Peta persebaran agama Islam di Jawa abad ke-15dan16 ………. 88 Lampiran 3. Patung Laksamana Cheng Ho …………………………………. 89 Lampiran 4. Foto-foto halaman depan kelenteng Sam Poo Kong …………... 90 Lampiran 5. Foto-foto di dalam kelenteng Sam Poo Kong …………………. 91 Lampiran 6. Foto-foto relief di kelenteng Sam Poo Kong …………………... 92 Lampiran 7. Foto Makam DampoAwang…………………………………….94 Lampiran 8. Foto ukiran batu padas di Masjid Mantingan……………………95 Lampiran 9. Silsilah Marga Cheng Ho………………………………………...96

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masuknya agama Islam ke Indonesia merupakan suatu proses yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Menurut beberapa ahli sejarah pembawa agama Islam ke Indonesia adalah golongan pedagang. Pada umunya proses islamisasi di Indonesia ada dua. Pertama, penduduk pribumi berhubungan dengan agama Islam dan kemudian menganutnya. Kedua, orang-orang Asia (Arab, India, Cina, dan lain-lain) yang telah memeluk Islam bertempat tinggal secara permanen di suatu wilayah Indonesia, melakukan perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal kemudian menjadi anggota kelompok masyarakat yang ditinggali tersebut. Petunjuk yang paling dapat dipercaya mengenai penyebaran agam Islam berupa prasasti-prasasti Islam (kebanyakan batu-batu nisan) dan beberapa catatan musafir. (Ricklefs,1994:1).

Belum ada kata sepakat mengenai kapan masuknya agama Islam ke Indonesia dan darimana negeri asal pembawa agama Islam ke Indonesia serta kapan beralihnya penduduk Indonesia terutama Jawa ke Islam. Pendapat-pendapat para ahli yang pernah mengemukakan masalah kedatangan Islam di Indonesia masih berbeda-beda. Hal ini mendorong para peneliti sejarah untuk mengumpulkan data dan mengadakan penelitian agar dapat memuat dokumentasi yang didukung dengan fakta sejarah yang kuat. Sampai sekarang yang ada baru berupa ikhtisar-ikhtisar dan teori-teori yang di kemukakan para penulis sejarah yang masih bersifat sementara.

Hamka (1973: 11) berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 M. Hal ini didasarkan pada berita Cina dari zaman Tang yang menceritakan adanya orang-orang Ta-shih yang mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima karena pemerintahan di Ho-Ling yang sangat keras dan kuat. Sebutan Ta-Shih dalam berita itu ditafsirkan sebagai orang-orang Arab atau Muslim. Hamka berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia bukan dari Persia dan Gujarat melainkan dari

Mekah dan Mesir. Alasannya adalah Madzab Syafi’i di Mesir telah di anut oleh raja Samudra Pasai.

R. Soekomo (1973: 47) berpendapat bahwa dari catatan-catatan sejarah agama Islam mendapat pijakan yang nyata pada akhir abad ke-13 M di Aceh Utara. Pendapat ini didasarkan pada dugaan akibat keruntuhan Dinasti Abbasiah oleh Hulagu pada tahun 1292. Para penyebar agama Islam terutama dilakukan oleh para pedagang serta Sufi yang datang dari Gujarat India kemudian Islam tersebar dan berkembang ke seluruh wilayah Indonesia terutama di Jawa (Solichin Salam, 1997: 15).

Kedatangan agama Islam di Jawa tidak dapat ditentukan dengan pasti. Ada kemungkinan agama Islam masuk ke Jawa pada abad ke-11 M. Hal ini dapat di buktikan dengan diketemukannya Batu Nisan dari Leran Gresik yang tertulis dengan huruf Arab bertuliskan bahwa yang dimakamkan di situ adalah seorang wanita muslim bernama Fatimah Binti Maimun dalam tahun 475 H atau 1082 M (Hasanu Simon, 2007: 42).

Pada masa kedatangan dan penyebaran agama Islam di Indonesia terdapat beragam suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi dan sosial budaya. Sukubangsa Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman dilihat dari sudut antropologi budaya belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya dari luar seperti India. Persia, Arab dan Eropa. Struktur sosial ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir lebih-lebih di kota-kota pelabuhan, menunjukan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang yang disebabkan percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar. Dalam masa kedatangan dan penyebaran Islam, di Indonesia terdapat negara-negara yang bercorak Indonesia-Hindu. Kerajaan di Jawa yang bercorak Hindu adalah Majapahit.

Pada awal abad ke-15 Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran secara berangsur-angsur setelah raja Hayam Wuruk wafat. Hal ini menyebabkan wilayah-wilayah kerajaan Majapahit yang sangat luas melepaskan diri. Keadaan politik Majapahit diwarnai dengan berbagai pemberontakan dan perang saudara.

Pada bagian kedua dari abad ke-15 daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur dikuasai oleh raja-raja kecil yang beragama Islam. Dalam catatan sejarah Jawa, Kerajaan Majapahit mengalami keruntuhan pada tahun 1400 Saka atau tahun 1478 Masehi. Kerajaan yang menggantikan peranan pada waktu itu secara langsung bukan kerajaan Islam di pantai utara Pulau Jawa, tetapi kerajaan Hindu Daha- Kediri yang terlebih dahulu melepaskan diri dari kerajaan Majapahit.

Kedatangan dan penyebaran Islam di pulau Jawa mempunyai aspek-aspek ekonomi, politik dan sosial-budaya. Situasi dan kondisi politik di Majapahit yang lemah karena perpecahan dan perang di kalangan keluarga raja-raja dalam perebutan kekuasaan, maka kedatangan dan penyebaran agama Islam makin dipercepat (Marwati Djoened Poesponegoro, 1993: 21). Daerah-daerah pesisir merasa makin merdeka, justru oleh karena kelemahan pendukung-pendukung kerajaan yang sedang mengalami keruntuhan. Proses Islamisasi hingga menjadi bentuk kekuasaan seperti munculnya Demak, dipercepat oleh karena juga kelemahan-kelemahan yang dialami pusat Kerajaan Majapahit sendiri, akibat pemberontakan serta perebutan kekuasaan dikalangan keluarga raja-raja.

Pada awal abad ke-15 Kaisar Zhu Di memerintahkan supaya dilakukan pelayaran-pelayaran ke Samudra Hindia. Karena Cheng Ho berprestasi sangat baik, ia dipilih sebagai laksamana untuk memmpin pelayaran jauh. Tujuan Kaisar Zhu Di mengutus Cheng Ho untuk berlayar ke Samudra Hindia adalah sebagai berikut. Pertama, dengan melakukan politik kerukunan dan persahabatan dengan negara-negara asing. Menurut Kaisar Zhu Di, rakyat, rakyat di segala penjuru dunia adalah sekeluarga. Kedua, mendorong perniagaan antara Tiongkok dengan negara-negara asing, ketika Kaisar Zhu Di naik tahta segera dikirim utusan-utusan dari Tiongkok ke berbagai negeri asing termasuk rombongan pedagang yang masuk ke Tiongkok akan disambut dengan hangat dan halus. Ketiga, dilarang penduduk sepanjang pantai Tiongkok merantau ke luar negeri tanpa izin, maksudnya antara lain agar bajak laut dari Jepang yang sering mengganggu keamanan pantai Tiongkok menjadi terpencil (Kong Yuanzhi,2000: xviii).

Cheng Ho dilahirkan dari marga Ma, suku Hui yang mayoritas beragama Islam dan Cheng Ho lahir di desa He Dai, Kabupaten Kunyang, Provinsi Yunnan

(Kong Yuanzhi: xvi). Cheng Ho adalah anak ke dua dari pasangan Ma Hazhi (Haji Muhammad) dan Wen. Sejak lahir, ia memeluk agama Islam. Ayahnya seorang muslim yang shalih serta telah menunaikan ibadah haji (Hidayatullah,2005: 92).

Selama kurun waktu 28 tahun, Cheng Ho melakukan tujuh kali pelayaran antar benua. Cheng Ho mengunjungi sekitar 30 negara (kini) di Asia, Afrika, dan Timur Tengah. Daerah-daerah yang telah disinggahinya antara lain Malaka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, Malaysia, Sri Lanka, Campa (Kamboja), Kepulauan Maladewa, India, Teluk Parsi, Arab, Mesir, hingga Selat Mozambique (Hidayatullah,2005: 92).

Dalam perjalanan sejarah, awal mula kedatangan Cheng Ho ke Indonesia pernah mengalami kesalahpahaman yang menyulut peperangan dengan tentera Majapahit. Namun pada akhirnya mereka menetap di wilayah Majapahit serta ikut mendukungnya

dan perdagangan (ht t p: / / w w w .indopos.co.id /index.php?act=detail_c&id=338702, diakses pada tanggal 12 Juli 2008)

Ekspedisi Cheng Ho ke Nusantara, sebenarnya membawa banyak misi dan agenda. Selain untuk memperkenalkan budaya Tionghoa dan berniaga, Cheng Ho juga melakukan syiar agama Islam dengan pendekatan multikultural. Multikulturalisme sebagai fakta sosial disadari betul Cheng Ho dalam merajut visi-misi dalam ekspedisi ke berbagai negara, termasuk di Nusantara ini (ht t p: / / w w w .indopos.co.id/ index.php?act = det ail_c&id= 338702, diakses pada tanggal 12 Juli 2008)).

Di pulau Jawa, Cheng ho pertama kali mendarat di Pelabuhan Bintang Mas atau kini menjadi Pelabuhan Tanjung Priok. Disana salah satu awak kapal yang bernama Sam Po Soei Soe terkesima dan terpikat oleh gadis betawi yang sedang menari yang bernama Sitiwati. Sam Po Soei Soe menikah dengan Sitiwati dan tinggal di Ancol. Perjalanan dilanjutkan menuju Muara Jati, Cirebon (Hidayatullah,2005: 94).

Perjalanan rombongan armada Cheng Ho dilanjutkan ke muka pantai utara Jawa. Saat itu mendadak Wang Jinghong sakit parah. Akhirnya Cheng Ho

memerintahkan armadanya singgah di Pelabuhan Simongan yang sekarang menjadi daerah Semarang. Setelah mendarat, Cheng Ho dan awak kapalnya menemukan sebuah gua. Gua tersebut sekarang ini dinamakan Gua Sam Po Kong dan berada di samping Kelenteng Sam Po Kong. Dalam persinggahan tersebut Cheng Ho selalu mengajarkan penduduk setempat tentang cara bertani, beternak, perikanan dan sebagainya. Selain itu, ia juga mengajarkan penduduk setempat tentang ajaran agama Islam, berdakwah, dan bersembahyang berjamaah dengan imam Ulama Hasan. Wang sendiri berhasil membangun sebuah komunitas dagang. Namanya pun mulai dikenal oleh masyarakat luas, terlebih aktivitas dakwahnya. Wang kemudian dikenal dengan nama Kiai Jurumudi Dampo Awang. Inilah cikal bakal keberadaan warga keturunan Tionghoa di sana (Kong Yuanzhi,2000: xxviii).

Rombongan armada Cheng Ho kemudian berlabuh di daerah Tuban. Ternyata di Tuban telah terdapat orang-orang Tionghoa yang merantau. Setengah hari berlayar dari Tuban ke sebelah Timur, rombongan armada Cheng Ho tiba di Gresik. Lurah di Gresik ketika Cheng Ho singgah di sana adalah seorang perantau dari Tiongkok. Pelayaran rombongan armada Cheng Ho dilanjutkan dari Gresik meuju sebelah selatan hingga sampailah mereka di Surabaya. Dengan menumpang kapal kecil tiba da Cangkir. Setelah mendarat dan berjalan ke sebelah barat sampailah mereka di Mojokerto yang merupakan pusat Kerajaan Majapahit.

Pembentukan masyarakat Tionghoa di berbagai tempat di pantai itu penting sekali artinya untuk hubungan dagang antara Tiongkok dengan negara- negara yang bersangkutan, dan penyaluran pengaruh Tiongkok. Dalam melaksanakan tugasnya mencari hubungan dagang dan politik, laksamana Cheng Ho banyak menggunakan orang-orang Tionghoa Islam dari Yunan. Dengan sendirinya, soal keislaman ikut terbawa. Demi keperluan sembahyang bagi orang Islam di berbagai tempat, didirikan masjid. Seuai dengan ajaran madzhab Hanafi, khotbah, fardhu, dan kifayah dilakukan dalam bahasa Tionghoa, tidak dalam bahasa Arab.

Cheng Ho yang diserahi perencanaan dan pelaksanaan hubungan dagang dan politik di Asia Tenggara, dibantu oleh Bong Tak Keng. Markas besarnya di

Campa. Bong Tak Keng dikuasakan untuk melaksanakan gagasan yang telah digariskan oleh laksamana Cheng Ho. Masyarakat Tionghoa di kota-kota pelabuhan yang penting dipimpin oleh seorang kapten Cina. Untuk kota Palembang, yang dalam abad ke-15 termasuk wilayah Majapahit, diangkat Swan Liong. Kapten Cina Ngampel Bong Swi Hoo alias Sunan Ngampel adalah cucu Bong Tak Keng, orang yang paling berkuasa di Campa, koordinator masyarakat Tionghoa di seluruh Asia Tenggara. Bong Swi Hoo datang di Indonesia dengan maksud untuk diperbantukan oleh Bong Tak Keng pada Swan Liong di Palembang, kemudian dipindahkan ke Tuban.

Sepeninggal Yung-lo dan Hsuan Tsung (1435), kegemilangan dinasti Ming sudah mulai pudar. Masyarakat Tionghoa yang dibentuk di rantau menurut rencana Cheng Ho mengalami kemrosotan. Bagi Bong Swi Hoo, tidak ada lagi harapan untuk membina apalagi mengembangkannya. Oleh karena itu, ia segea berputar haluan. Ia mulai membentuk masyarakat Islam baru di antara orang- orang asli (Jawa). Ia pindah dari Bangil ke Ngampel. Ngampel menjadi pusat agama Islam aliran Hanafi di pulau Jawa, mempersipkan terbentuknya negara Islam Madzhab Hanafi di Demak. Demikianlah pengislaman pulau Jawa tidak dilakukan melalui pedagang dari Malaka atau Pasai. Agama Islam aliran Hanafi di Jawa berasal dari Campa atau Yunan, di bawa oleh orang-orang Tionghoa yang ditugaskan oleh kaisar Yung-lo untuk mengadakan hubungan dagang dan politik di Asia Tenggara di bawah pimpinan laksamana Cheng Ho (Slamet Muljana,2005: 173).

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan di atas kedalam skripsi yang berjudul “Peranan Laksamana Cheng Ho dalam Penyebaran Agama Islam di Jawa Pada Abad ke-15”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana keadaan sosial dan politik di Jawa pada abad ke-15?

2. Bagaimana latar belakang sosial Laksamana Cheng Ho?

3. Bagaiman peranan Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abad ke-15?

C. Tujuan Penulisan

Sebuah penelitian pasti memiliki tujuan penulisan yang ingin dicapai. Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah :

1. Untuk mengetahui keadaan sosial politik di Jawa pada abad ke-15

2. Untuk mengetahui latar belakang Laksamana sosial Cheng Ho

3. Untuk mengetahui perananan Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abad ke-15

D. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian harus dapat diketahui kegunaan dari setiap kegiatan ilmiah. Adapun kegunaaan penelitian ini adalah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

a) Menambah pengetahuan tambahan sejarah, khususnya yang berkaitan dengan peranan seorang tokoh Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abad ke-15.

b) Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya tentang peranan Laksamana Cheng Ho dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abad ke-15.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

a) Bagi peneliti sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana kependidikan Program Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

b) Sebagai bahan referensi bagi pemecahan masalah yang relevan dengan masalah ini.

c) Sebagai salah satu karya ilmiah yang diharapkan dapat melengkapi koleksi penelitian ilmiah di perpustakaan khususnya di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Agama

Kata Agama berasal dari bahasa Sansekerta yaitu dari kata Gam yang artinya pergi atau berjalan. Gam diberi awalan “a” dan akhiran “a” menjadi Agama , menjadilah kata benda yang berarti jalan menuju. Maksudnya jalan menuju kebaikan hidup manusia di dunia dan akhirat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia agama berarti sistem prinsip kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan itu. Agama dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bahagian yaitu agama menurut bahasa dan agama menurut istilah. Beberapa persamaan arti kata“agama’’ dalam berbagai bahasa : (1) Ad din (Bahasa Arab dan Semit), (2) Religion (Inggris), (3) La religion (Perancis), (4) De religie (Belanda), (5) Die religion

(Jerman) (ht t p: / / dew on.w or dpr ess.com / 2007/ 11/ 04/ kat egor i- 20/ ,

diakses pada tanggal 08 Agustus 2008). Secara bahasa, perkataan ‘’agama’’ berasal dari bahasa Sangsekerta yang erat hubungannya dengan agama Hindu dan Budha yang berarti ‘’tidak pergi’’tetap di tempat, diwarisi turun temurun’’. Adapun kata din mengandung arti menguasai, menundukkan, kepatuhan, balasan atau kebiasaan.

Agama menurut istilah adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat manusia dalam hubungannya dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam. Maka orang yang beragama adalah orang yang teratur, orang yang tenteram dan orang yang damai baik dengan dirinya maupun dengan orang lain dari segala aspek kehidupannya.

Sebuah agama biasanya melingkupi tiga persoalan pokok, yaitu :

1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang diyakini mengatur dan mencipta alam.

2. Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atau pengakuan dan ketundukannya.

3. Sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya atau alam semesta yang dikaitkan dengan keyakinan nya tersebut. Unsur-unsur yang ada dalam sebuah agama yaitu; (1) Adanya keyakinan

pada yang gaib; (2) Adanya kitab suci sebagai pedoman; (3) Adanya Rasul pembawanya; (4) Adanya ajaran yang bisa dipatuhi; (5) Adanya upacara ibadah yang standar

Ditinjau dari sumbernya agama dibagi dua, yaitu agama wahyu dan agama bukan wahyu. Agama wahyu (revealed religion) adalah agama yang diterima oleh manusia dari Allah Sang Pencipta melalui malaikat Jibril dan disampaikan serta disebarkan oleh Rasul-Nya kepada umat manusia. Wahyu-wahyu dilestarikan melalui Al Kitab, suhuf (lembaran-lembaran bertulis) atau ajaran lisan.Agama wahyu menghendaki iman kepada Tuhan Pemberi wahyu, kepada rasul-rasul penerima wahyu dan kepada kitab-kitab kumpulan wahyu serta pesannya disebarkan kepada seluruh umat manusia

Agama bukan wahyu (agama budaya/ cultural religion atau natural religion) bersandar semata-mata kepada ajaran seorang manusia yang dianggap memiliki pengetahuan tentang kehidupan dalam berbagai aspeknya secara mendalam. Contohnya agama Budha yang berpangkal pada ajaran Sidharta Gautama dan Confusianisme yang berpangkal pada ajaran Kong Hu Cu. Agama wahyu disebut juga agama samawi (agama langit) dan agama bukan wahyu disebut agama budaya (ardhi/ bumi). Sedangkan yang termasuk dalam kategori agama samawi hanyalah Agama Islam.

Adapun ciri-ciri Agama Wahyu (langit), ialah :

1) Secara pasti dapat ditentukan lahirnya, dan bukan tumbuh dari masyarakat,melainkan diturunkan kepada masyarakat.

2) Disampaikan oleh manusia yang dipilih Allah sebagai utusan-Nya. Utusan itu bukan menciptakan agama, melainkan menyampaikannya.

3) Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.

4) Ajarannya serba tetap, walaupun tafsirnya dapat berubah sesuai dengan kecerdasan dan kepekaan manusia.

5) Konsep ketuhanannya adalah : monotheisme mutlak ( tauhid)

6) Kebenarannya adalah universal yaitu berlaku bagi setiap manusia , masa dan keadaan. Adapun ciri-ciri agama budaya (ardhi), ialah :

1) Tumbuh secara komulatif dalam masyarakat penganutnya.

2) Tidak disampaikan oleh utusan Tuhan ( Rasul).

3) Umumnya tidak memiliki kitab suci, walaupun ada akan mengalami perubahan-perubahan dalam perjalanan sejarahnya.

4) Ajarannya dapat berubah-ubah, sesuai dengan perubahan akal pikiranmasyarakatnya ( penganutnya).

5) Konsep ketuhanannya : dinamisme, animisme, politheisme, dan paling tinggi adalah monotheisme nisbi.

6) Kebenaran ajarannya tidak universal , yaitu tidak berlaku bagi setiap manusia, masa, dan keadaan (ht t p: / / one. indoskr ipsi.com / j udul- skr ipsi- m akalah- t ent ang/ penger t ian- agam a- ser t a- lat ar - belakang- per lunya- m anusia- t er hadap- agam a) Agama pada lazimnya bermakna kepercayaan kepada Tuhan, atau sesuatu

kuasa yang ghaib dan sakti seperti Dewa, dan juga amalan dan institusi yang berkait dengan kepercayaan tersebut. Agama dan kepercayaan merupakan dua pekara yang sangat berkaitan. Tetapi Agama mempunyai makna yang lebih luas, yakni merujuk kepada satu sistem kepercayaan yang kohensif, dan kepercayaan ini adalah mengenai aspek ketuhanan.

Kepercayaan yang hanya melibatkan seorang individu lazimnya tidak dianggap sebagai sebuah agama. Sebaliknya, agama haruslah melibatkan sebuah komuniti manusia. Daripada itu, Agama adalah fenomena masyarakat boleh dikesan melalui fenomena seperti yang berikut:

* Perlakuan seperti sembahyang, membuat sajian, perayaan dan upacara. * Sikap seperti sikap hormat, kasih ataupun takut kepada kuasa luar biasa dan anggapan suci dan bersih terhadap agama. * Pernyataan seperti jambi,mantera dan kalimat suci. * Benda-benda material

yang zahir seperti bangunan.Contohnya masjid, gereja, azimat dan tangkal.

2. Islamisasi

Islam adalah agama yang secara umum diartikan sebagai agama Allah SWT, diajarkan melalui utusan-Nya yaitu Nabi Muhammad SAW yang ajarannya terdapat dalam kitab suci Al Qur`an dan sunah Nabi Muhammad dalam bentuk perintah dan larangan serta petunjuk kebaikan bagi manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Menurut Zidi Gazalba (1974: 24) Islam berasal dari bahasa Arab “Aslama” dan kata dasarnya adalah “Salima” yang berarti sejahtera, tidak tercela, tidak bercacat. Sedangkan “Aslama” berarti patuh, menerima, menganut Islam. Orang yang melakukan Aslama (masuk Islam) itu dinamakan Muslim yang patuh menerima karena Allah, pada kepatuhannya akan Allah itu tergantung keharmonian, kedamaian, dan keselamatan. Istilah “Islamisasi” dalam kamus bahasa Indonesia kontemporer berasal dari akar kata “Islam” dan mendapat awalan “-isasi”. Islam berarti agama yang diajarkan oleh nabi Muhammad SAW yang berpedoman pada kitab suci Al Qur`an dan Al Hadist. Sedangkan awalan – isasi berarti keadaan menjadi, tindakan proses. Jadi Islamisasi berarti proses yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW maupun pengikutnya menjadikan seseorang atau banyak orang untuk memelik Islam, dengan kata lain mengislamkan seseorang atau banyak orang (Peter Salim & Yenny Salim, 1991: 11).

Toto Tasmoro (1987: 43) mengidentifikasikan Islamisasi dengan istilah Dakwah . Dakwah berarti seruan seseorang kepada orang lain agar masuk dan Toto Tasmoro (1987: 43) mengidentifikasikan Islamisasi dengan istilah Dakwah . Dakwah berarti seruan seseorang kepada orang lain agar masuk dan

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa Islamisasi maupun dakwah merupakan suatu proses untuk menyebarkan Islam. Untuk menyebut kedua istilah itu yaitu antara Islamisasi dan dakwah, maka dalam penelitian ini akan digunakan istilah Islamisasi di Jawa yaitu usaha untuk mendakwahkan dan menyebarkan Islam di Jawa.

Dalam mengembangkan agama Islam, Islam telah memberikan tuntunan atau cara menyebarkan atau mengembangkan Islam secara bijaksana (Hikmah).

Al Qur`an surat An Nahl ayat 125 memberikan tuntunan yang isinya: Ajaklah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka menurut cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (Al Qur’an dan terjemahannya). Berdasarkan ayat Al Qur`an tersebut, Islam telah memberikan pedoman dan

tuntunan bagaimana caranya menyebarkan agama Islam yaitu:

a. Bilhikmati Artinya kebijaksanaan dalam arti yang luas yaitu selalu memperhatikan situasi, tempat, waktu dan sasaran atau obyek dakwah.

b. Wal Mau`idhatil hasanah Artinya dengan kata-kata yang baik, tidak menyakitkan hati, kadang- kadang menggembirakan, tetapi kadang-kadang menberikan pengertian atau ancaman.

c. Waja dilhum billatihiya ahsan

Artinya dengan memperhatikan sifat manusia yang berbeda-beda, maka cara melayaninya juga harus berbeda. Sebagian dengan tutur kata yang manis, sebagian juga dengan kekerasan atau ancaman.

Dalam proses Islamisasi di Jawa ada sesuatu hal yang spesifik yaitu adanya penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia. Artinya dalam setiap bentuk dakwah selalu menjunjung tinggi prinsip-prinsip kemanusiaan, jadi di dalam dakwah tidak ada unsur paksaan tetapi harus dilakukan secara arif dan bijaksana. Hal ini juga telah di uraikan dalam Al Qur`an surat Al Ghaasyiah ayat 21-22 yang isinya: “Maka berilah mereka peringatan, karena engkau hanya memberi peringatan, engkau bukan pemaksa mereka”.

Atas dasar pertimbangan dari Al Qur`an surat Al Ghaasyiah maka para Wali di Jawa dalam menyebarkan Islam yaitu dengan menempuh jalan damai bukan dengan cara kekerasan atau paksaan. Jalan yang ditempuh yaitu dengan cara menyesuaikan ajaran-ajaran Islam dengan kepercayaan rakyat setempat, salah satunya dengan cara mengawinkan ajaran-ajaran Islam dengan ajaran-ajaran Hindu-Budha ( Solichin Salam,1986:10).

2.Kepemimpinan

a. Pengertian Kepemimpinan Definisi tentang kepemimpinan bervariasi sebanyak orang yang mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan. Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mepengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakan dan mempengaruhi orang. Kepemimpinan sebagai sebuah alat, sarana atau proses untuk membujuk orang agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela atau sukacita ( Veithzal Rivai, 2004 : 3).

Kepemimpinan juga sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal ini yaitu: (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut, (2) Kepemimpinan juga sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal ini yaitu: (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut, (2)

Selanjutnya Veithzal Rivai (2004: 3-4) mengatakan kepemimipinan itu pada hakikatnya adalah:

1. proses mempengaruhi atau memberi contoh dari pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

2. Seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan, kehormatan, dan kerjasama yang bersemangat dalam mencapai tujuan bersama.

3. Kemampuan untuk mempengaruhi, memberi ispirasi dan mengarahkan tindakan seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang di harapkan.

4. Melibatkan tiga hal yaitu pemimpin, pengikut dan situasi tertentu.

5. Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk mencapai tujuan. Sumber pengaruh dapat secara formal atau tidak formal.

Pada dasarnya kemampuan untuk mempengaruhi orang atau atau suatu kelompok untuk mencapai tujuan tersebut ada unsur kekuasaan. Kekuasaan tak lain adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan oleh pihak lainnya.

Kepemimpinan secara estimologis berasal dari kata dasar pimpin. Dengan mendapat awalan me- menjadi memimpin yang memiliki arti menuntun, menunjukkan jalan dan membimbing. Perkataan memimpin merupakan sebuah bentuk kegiatan sedangkan yang melaksanakannya disebut sebagai pemimpin. Dari perkataan pemimpin kemudian memunculkan perkataan kepemimpinan, berupa penambahan awalan ke- dan akhiran -an pada kata pemimpin. Dalam kehidupan sehari-hari dan dunia kepustakaan muncul istilah serupa yang sering digunakan silih berganti seperti tidak ada bedanya, yaitu “pemimpin”, “kepemimpinan”, dan “kepimpinan”. Istilah kepemimpinan sebagai terjemahan dari kata leadership seringkali dijumpai dalam percakapan, pertemuan, pidato radio, ceramah, atau dalam surat kabar, majalah, buku. (S. Pamudji, 1982 : 2 ).

Pandji Anoraga (1992: 2) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain. Keberhasilan seorang pemimpin tergantung pada kemampuannya untuk mempengaruhi itu. Dengan kata lain kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, melalui komunikasi baik langsung maupun tidak langsung dengan maksud untuk menggerakan orang-orang tersebut agar dengan penuh pengertian, kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak-kehendak pemimpin itu.

Kepemimpinan adalah aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Jika seseorang mulai berkeinginan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka di sini kegiatan kepemimpinan itu telah dimulai (Mitfah Thoha, 1983: 5).

Selanjutnya Pandji Anoraga (1992: 5) mengemukakan ada beberapa pengertian tentang kepemimpinan yang tergambarkan sebagai berikut:

1. kepemimpinan sebagai suatu fokus dari beberapa proses dalam rangka mencapai tujuan.

2. Kepemimpinan sebagai kepribadian dengan segala efeknya menggambarkan bahwa seorang pimpinan pribadinya menggambarkan pribadi organisasi yang dipimpinnya.

3. Kepemimpinan sebagai seni di dalam mengupayakan tercapainya pemenuhan kebutuhan.

4. Kepemimpinan merupakan sumber aktivitas untuk mempengaruhi orang lain agar bertindak dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan organisasi.

5. Kepemimpinan sebagai pemrakarsa dan sebagai pencetus inovasi baru, untuk lebih efisien dan efektifnya mencapai tujuan orgainsasi.

6. Kepemimpinan sebagai kumpulan kekuasaan. Berdasarkan pengertian beberapa pendapat diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk memimpin, membimbing, mempengaruhi atau mengontrol pikiran, perasaan, atau tingkah laku orang lain dengan maksud agar orang lain tersebut melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.

b. Fungsi Kepemimpinan Fungsi artinya jabatan (pekerjaan) yang dilakukan atau kegunaan sesuatu hal atau kerja suatu bagian tubuh. Sedangkan fungsi kepemimpinan berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok atau organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok atau organisasi (Veithzal Rivai, 2004: 53).

Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi seperti:

1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin.

2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi.

Fungsi utama kepemimpinan terletak dalam jenis khusus dari perwakilan kelompoknya (group representation). Seorang pemimpin harus mewakili kelompoknya melalui saluran-saluran yang khusus direncanakan dan dibuat oleh kelompoknya sendiri. Mewakili kepentingan kelompoknya mengandung arti bahwa si pemimpin mewakili fungsi administrasi secara eksekutif (Onong Uchjana Effendy, 1981: 3).

Secara operasional dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu:

1. Fungsi Instruksi Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan apa, bagaimana, bilamana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah.

2. Fungsi Konsultasi Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama menetapkan keputusan, pemimpin kerap kali memerlukan pertimbangan, yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsulatif dapat diharapkan keputusan-keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan dan lebih mudah mengintruksikannya, sehingga kepemimpinan berlangsung efektif.

3. Fungsi Partisipasi Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang- orang yang dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.

4. Fungsi Delegasi Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan.

5. Fungsi Pengendalian Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses atau efektif mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal.

Onong Uchjana Effendy (1981: 4-7) mengemukakan beberapa fungsi penting dalam kepemimipinan, terutama kepemimpinan politik:

a) Pengembangan Imajinasi Memiliki suatu visi yang dapat mendorong apa yang akan terjadi dan kemampuan melihat kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi merupakan a) Pengembangan Imajinasi Memiliki suatu visi yang dapat mendorong apa yang akan terjadi dan kemampuan melihat kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi merupakan

b) Pengembangan Kepatuhan Fungsi kedua dari kepemimpinan ialah tanggung jawab terhadap pengembangan kepatuhan kepada pemimpin dan kepada organisasi. Seorang pemimpin harus mampu menciptakan rasa cinta, rasa hormat, kepercayaan dan kesetiaan di hati para pengikut serta pengembangannya senatiasa, sehingga kekuatan pemimpin akan tumbuh pula selalu. Penciptaan dan pengembangan kepatuhan pihak anggota kelompok kepada pemimpin dan kepada organisasi merupakan fungsi yang jelas dari seorang pemimpin yang konstruktif.

c) Pemrakarsaan, Penggiatan, dan Pengawasan Rencana Tugas mereka yang berada di puncak piramida organisasi ialah memprakarsai dan selanjutnya bertanggunga jawab atas kemajuan rencana bagi pengrealisasian suatu tujuan tertentu. Kepemimpinan mengarahkan suatu kegiatan yang berencana dan selanjutnya bersiap-siap untuk melakukan kegiatan berikutnya.