penyambung yaitu pasak. Pasak dapat dibuat seperti halnya papan laminasi dari bambu.
1. Bambu Betung Dendrocalamus asper Schultes f. Backer ex Heyne
Bambu Betung
mempunyai beberapa
sinomim yaitu
Bambusa aspera
Schultes f.
1830, Dendrocalamus
flagelifer Munro
1866, Gigantochloa aspera
Schultes F. Kurtz 1876, dan Dendrocalamus merrilianus
Elmer Elmer 1915 Prosea 1995. Bambu Betung dibeberapa daerah di Indonesia mempunyai nama berbeda, misalnya buluh Batung Batak,
awi Bitung Sunda, pring Petung, Betho, bulu Jawa Jawa, awo Petung Bugis, bambu Swanggi Papua. Bambu Betung di kawasan Asia disebut buloh Beting,
buloh Betong, buloh Panching Malaysia. Di Philipina disebut Bukawe Tagalog, Botong Bikol, Butong Visaya. Di Negara lainnya disebut rebong
China Singapura, Hok Laos, Phai-tong Thailand dan Manh Tong Vietnam. Berdasarkan taxonomi bambu Betung dapat dilihat sebagai berikut
http:www.plantamor.com :
Klasifikasi
Kingdom : Plantae tumbuhan
Subkingdom : Tracheobionta berpembuluh
Superdivisio : Spermatophyta menghasilkan biji
Divisio : Magnoliophyta berbunga
Kelas : Liliopsida berkeping satu monokotil
Sub-kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae suku rumput-rumputan
Genus : Dendrocalamus
Spesies : Dendrocalamus asper Backer Kerabat dekat: bambu Sembilang, bambu Batu, bambu Taiwan
Tinggi bambu Betung dapat mencapai 20-30 m batang berbulu tebal dan tebal dinding batang 11-36 mm; jarak buku 8-20 cm 10-20 cm di bagian bawah
dan 30-50 cm di bagian atas; coklat tua. Pemanenan dapat dimulai setelah tanaman berumur 3 tahun, puncak produksi mulai umur 5-6 tahun. Batangnya
digunakan untuk bahan bangunan perumahan dan jembatan, peralatan memasak, bahkan juga untuk penampung air. Banyak digunakan untuk konstruksi rumah,
atap dengan disusun tumpang-tindih, dan dinding dengan cara dipecah dibuat pelupuh. Gambaran dari bambu Betung dapat dilihat pada gambar 2 dan 3.
Bambu Betung mempunyai dimensi serat pada batangnya rata-rata dengan panjang 3.78 mm, diameter 19 m, lebar lumen 7 m, tebal dinding 6 m. Kadar
air batang pada kondisi segar rata-rata 55 76 pada bawah dan 36 bagian atas. Batang pada kondisi kering udara mempunyai KA rata-rata 15 15-17
pada bagian bawah-tengah, dan 13-14 bagian atas. Berat jenis sekitar 0.7. Pada kondisi kering udara, penyusutan arah radial sekitar 5 - 7, arah tangensial 3.5 -
5. Pada saat kondisi segar KA 50 dan kering udara KA 12 bambu
Gambar 2 Tunasrebung dari bambu Betung Dendrocalamus asper Schultes f. Backer ex Heyne kiri dan ujung-ujung akar yang masih muda kanan.
Sumber : http: www.hrexcellency.com subwebarticlesarticles02.html
Gambar 3 Satu rumpun bambu Betung Dendrocalamus asper Schultes f. Backer ex Heyne dengan usia lebih dari 10 tahun.
Sumber : koleksi pribadi
Betung mempunyai MOR 816 kgcm
2
dan MOE 1 034 kgcm
2
, sedangkan kuat tekan sejajar serat adalah 228 kgcm
2
dan 314 kgcm
2
Prosea 1995. Pada penelitian Nuriyatin 2000 penggunaan bambu sebagai bahan
konstruksi menunjukkan bahwa bambu Betung, Temen, dan Andong telah memenuhi persyaratan fisik dalam penggunaannya dalam bentuk buluh, namun
bambu Tali dan Hitam pada bagian pangkal dapat dipergunakan dalam bentuk buluh sedangkan bagian ujung dalam bentuk bilah.
Kelemahan dari penggunaan bambu sebagai komponen bahan bangunan adalah adanya buku pada buluh bambu, dimana merupakan perlemahan
khususnya MOR. Noermalicha 2001 menuliskan bahwa pada bambu Tali dan Betung hasil pengujian MOE tidak dipengaruhi oleh ada atau tidak adanya buku
pada bilah laminasi, sedangkan MOR dipengaruhi oleh keberadaan buku pada bilah laminasi dan menurunkan MOR hingga 50.
2. Bambu Sembilang Dendrocalamus giganteus Wallich ex Munro