Rendemen Aktivitas Antioksidan HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 11. Perbandingan Berat Ekstrak yang Dihasilkan dari Pelarut Heksana p.a, Pelarut Etil Asetat p.a, dan Metanol p.a Metanol p.a bersifat polar dan berberat molekul rendah yang dapat membentuk ikatan hidrogen sehingga mudah bercampur dan larut dengan air sampai kelarutan yang tak terhingga Hart, 1987 dalam Romansyah, 2011. Ikatan hidrogen yang mudah terbentuk pada larutan metanol p.a maka komponen bioaktif yang terdapat didalamnya mudah larut Romansyah, 2011. Hasil ekstrak yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan serta perbandingan antara jumlah pelarut dan sampel Harborne, 1987, Darusman et al., 1995, Rita et al., 2009 dalam Sudirman, 2011.

4.4 Rendemen

Rendemen merupakan persentase perbandingan antara berat ekstrak kasar dengan berat sampel awal rumput laut. Rendemen yang dihasilkan dari masing- masing pelarut berbeda-beda. Perbandingan rendemen yang dihasilkan dari 0,0180 0,0405 1,2604 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 Heksana Etil asetat Metanol Ber at rata -rata eks trak g ram Jenis larutan pelarut heksana p.a, etil asetat p.a serta metanol p.a disajikan pada Gambar 12 serta perhitungan rendemen disajikan pada Lampiran 2 Gambar 12. Persentase Rendemen dari Pelarut Heksana p.a, Etil asetat p.a, dan Metanol p.a Gambar 12 menunjukkan bahwa pelarut yang memiliki rendemen terbesar adalah pelarut metanol p.a, kemudian diikuti oleh etil asetat p.a, dan heksana p.a. Rendemen yang dihasilkan berkorelasi positif dengan berat ekstrak yang dihasilkan oleh masing-masing pelarut. Semakin besar ekstrak yang dihasilkan maka rendemen yang dihasilkan juga akan semakin besar, sehingga komponen bioaktif yang dihasilkan juga semakin besar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Safitri 2010 dan Andriyanti 2009 yang menunjukkan bahwa berat ekstrak yang dihasilkan besar maka rendemen yang dihasilkan besar pula. Metanol p.a memiliki persentase rendemen rata-rata sebesar 1,2604, etil asetat p.a sebesar 0,1622 dan heksana p.a sebesar 0,0072. Nurhayati et al. 2009 menyatakan nilai rendemen yang tinggi menunjukkan komponen bioaktif yang terkandung didalamnya juga tinggi. Rendemen yang dihasilkan rumput laut relatif sedikit. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh 0,0072 0,1622 1,2604 Heksana Etil asetat Metanol Suryaningrum et al. 2006 yang menyatakan bahwa rendemen yang dihasilkan oleh rumput laut relatif sedikit. Hal ini diduga dengan ketebalan thallus yang dimiliki oleh rumput laut.

4.5 Aktivitas Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu fungsinya sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas Kumalaningsih, 2006. Uji aktivitas antioksidan dapat dilakukan dengan menggunakan metode DPPH. Metode ini dipilih karena sederhana, mudah, cepat dan peka serta hanya memerlukan sampel sedikit Hanani et al., 2005. Larutan yang telah diencerkan dengan berbagai konsentrasi ditambahkan larutan DPPH. Aktivitas antioksidan dapat terlihat dari perubahan warna DPPH yaitu dari warna ungu berubah menjadi warna kuning pucat Lampiran 6. Menurut Blois 1985 dalam Hanani et al. 2005 menyatakan bahwa senyawa antioksidan akan bereaksi dengan radikal DPPH melalui mekanisme donasi atom hidrogen dan menyebabkan terjadinya perubahan warna DPPH dari ungu menjadi ke kuning pucat yang telah diukur dengan panjang gelombang 517 nm. Larutan yang telah diencerkan dengan berbagai konsentrasi menghasilkan nilai absorbansi yang berbeda sehingga menghasilkan persen inhibisi penghambatan yang berbeda pula. Persen inhibisi merupakan kemampuan suatu bahan untuk meredam radikal yang berhubungan dengan konsentrasi suatu bahan. Perbandingan hasil persen inhibisi rata-rata dari masing-masing larutan disajikan pada Gambar 13 serta perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5. a b c Gambar 13. Hubungan Antara Konsentrasi ppm dengan Persen Inhibisi aPelarut Heksana p.a, b Pelarut Etil Asetat p.a, dan c Pelarut Metanol p.a R² = 0,959 5 10 15 20 500 1000 inhi bi si Konsentrasi ppm R² = 0,992 10 20 30 40 50 60 5000 10000 inhi bi si Konsentrasi R² = 0,962 5 10 15 500 1000 inhi bi si Konsentrasi Gambar 13 menunjukkan hubungan antara konsentrasi dengan persen inhibisi yang dihasilkan. Gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi maka akan semakin besar pula persen inhibisi rata-rata yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hanani et al. 2005 yang menyatakan bahwa persen inhibisi akan meningkat seiring dengan konsentrasi. Larutan ekstrak heksana p.a yang diencerkan dengan berbagai konsentrasi yaitu 1000 ppm, 500 ppm, 250 ppm, serta 125 ppm. Persen inhibisi rata-rata tertinggi terdapat pada larutan dengan konsentrasi 1000 ppm yaitu sebesar 14,55 dan terendah terdapat pada larutan yang berkonsentrasi 125 ppm yaitu sebesar 4,16. Pelarut etil asetat p.a dan metanol p.a menunjukkan hal yang serupa, yaitu persen inhibisi rata-rata pelarut etil asetat p.a tertinggi terdapat pada larutan yang memiliki konsentrasi 10000 ppm yaitu sebesar 49,22 dan terendah pada larutan dengan konsentrasi 1250 ppm sebesar 13,76. Pelarut metanol p.a larutan yang memiliki persen inhibisi rata-rata tertinggi terdapat pada konsentrasi 1000 ppm yaitu sebesar 13,05 dan terendah pada larutan dengan konsentrasi 125 ppm yaitu sebesar 1,33 . Pembanding yang digunakan adalah vitamin C. Vitamin C telah diketahui berperan sebagai antioksidan yang kuat yang dapat melindungi sel dari agen penyebab kanker, dan secara khusus mempu meningkatkan daya setiap tubuh atas kalsium mineral untuk pertumbuhan gigi dan tulang serta zat besi dari bahan makanan Godam, 2006 dalam Rachmawati et al., 2009. Vitamin C dibuat dengan stok 80 ppm yang kemudian diencerkan menjadi berbagai konsentrasi yaitu 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, dan 8 ppm. Persen inhibisi vitamin C disajikan pada Gambar 14 dan perhitungan persen inhibisi dapat dilihat pada Lampiran 5. Gambar 14 menunjukkan bahwa persentase inhibisi tertinggi terdapat pada konsentrasi pada 6 ppm sebesar 86,67 dan persen inhibisi terendah terdapat pada konsentrasi 2 ppm sebesar 42,22. Gambar 14. Konsentrasi Larutan Vitamin C dengan Persen Inhibisi Aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH dapat diinterpretasikan dengan nilai IC 50 . Nilai IC 50 Inhibition Concentration 50 value menurut Molyneux 2004 adalah konsentrasi ekstrak yang dapat menyebabkan berkurangnya 50 aktivitas DPPH. Nilai IC 50 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linear y = a + bx. Nilai IC 50 dari pelarut heksana p.a, etil asetat p.a, dan metanol p.a berbeda-beda. Perbandingan nilai IC 50 disajikan pada Gambar 15 dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 5. R² = 0,800 20 40 60 80 100 5 Inhi basi Konsentrasi ppm Gambar 15. Perbandingan Nilai IC 50 dari Pelarut Heksana p.a, Etil Asetat p.a, dan Metanol p.a Gambar 15 menunjukkan perbandingan nilai IC 50 dari masing-masing jenis pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda-beda. Pelarut metanol p.a memberikan ekstrak dengan nilai IC 50 yang paling kecil dibandingkan dengan hasil dari pelarut lainnya yaitu sebesar 3351,60 ppm. Ekstrak dari pelarut heksana p.a mempunyai nilai IC 50 sebesar 4199,54 ppm dan pelarut etil asetat p.a mempunyai nilai IC 50 yang terbesar yaitu 13153,33 ppm. Menurut Molyneux 2004 nilai IC 50 yang rendah mengindikasikan aktivitas antioksidan yang tinggi. Perbandingan nilai IC 50 pada ketiga jenis pelarut yang berbeda-beda menurut tingkat kepolarannya menunjukkan bahwa pelarut metanol p.a memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dibandingkan dengan pelarut heksana p.a serta etil asetat p.a. Hal ini diduga karena radikal bebas DPPH dapat larut dan memberikan aborbansi maksimum pada pelarut polar yaitu metanol. Blois 1985 dalam Molyneux 2004 menyatakan bahwa aktivitas antioksidan dapat dibagi menjadi beberapa kategori yaitu sangat kuat, kuat, sedang dan lemah. Antioksidan sangat kuat memiliki nilai IC 50 kurang dari 0,05 4199,54 13153,33 3351,60 1,94 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 Heksana Etil asetat Metanol vit C IC50 ppm Jenis Pelarut mgml 50 ppm , antioksdian kuat memiliki nilai IC 50 berada pada kisaran 0,05 – 0.1 mgml 50 ppm – 100 ppm , antioksidan sedang memiliki nilai IC 50 berkisar antara 0,1 – 0,15 mgml 100 ppm – 150 ppm dan antioksidan lemah memiliki kisaran 0,15 ppm hingga 0,2 ppm 150 ppm – 200 ppm. Aktivitas antioksidan yang dihasilkan oleh rumput laut segar jenis Euchema spinosum tergolong sangat lemah karena memiliki nilai IC 50 lebih dari 0,2 ppm 200 ppm. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulida 2007 dengan melakukan uji aktivitas antioksidan dari rumput laut jenis Caulerpa lentilifera, didapat nilai IC 50 sebesar 5090,39 ppm. Penelitian yang dilakukan oleh Suryaningrum et al., 2006 mendapatkan hasil yang sama yaitu aktivitas antioksidan pada rumput laut jenis Euchema cotonii dan Halymenia harveyana tergolong lemah. Berbeda jauh dengan nilai IC 50 yang dimiliki vitamin C yaitu sebesar 1,94 ppm. Nilai IC 50 tersebut dalam kategori Blois 1985 dalam Molyneux 2004 termasuk dalam kategori sangat kuat karena nilai IC 50 0,05 mgml 50 ppm. Vitamin C memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat dibandingkan dengan larutan lainnya. Hal ini diduga karena dalam melakukan pengujian aktivitas antioksidan masih menggunakan ekstrak kasar. Ekstrak kasar yang digunakan masih mengandung senyawa-senyawa lain yang bukan merupakan senyawa antioksidan. Senyawa lain ikut terekstrak dalam pelarut selama proses maserasi. Senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut dapat meningkatkan persentase rendemen ekstrak, namun hal tersebut tidak dapat meningkatkan aktivitas antioksidan. Vitamin C merupakan senyawa murni yang diduga memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi Safitri, 2010. Vitamin C merupakan fresh food yang terdapat pada tumbuhan dan buah. Vitamin C merupakan metabolit sekunder karena terbentuk dari glukosa Sarfayani, 2007. Selain menggunakan vitamin C sebagai pembanding, perbandingan nilai IC 50 biota uji lainnya dengan rumput laut Euchema spinosum disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai IC 50 Biota Uji Lainnya Biota Jenis Pelarut Sumber Heksana p.a Etil asetat p.a Metanol p.a Caulerpa lentilifera 91700 1015,92 356,12 Santoso 2010 Cymodocea rotundata 5589,27 357,73 203,32 Anwariyah 2011 Comaster sp. - 2016,78 419,21 Safitri 2010 Discodoris sp. - - 1527 Andriyanti 2009 Sarcophyton 4172 3952,88 2926,43 Romansyah 2010 Euchema spinosum 4199,54 13153,33 3351,60 Tabel 2 menunjukkan bahwa masing-masing biota uji memiliki aktivitas antioksidan tertinggi pada pelarut metanol p.a. Namun, rumput laut jenis Euchema spinosum memiliki nilai IC 50 pada pelarut metanol p.a lebih tinggi dibandingkan dengan biota uji lainnya. Hal ini membuktikan aktivitas antioksidan rumput laut Euchema spinosum sangat lemah dibandingkan dengan biota uji lainnya. Nilai IC 50 pada pelarut heksana p.a rumput laut Euchema spinosum relatif rendah dibandingkan dengan biota uji lainnya, sehingga pelarut heksana p.a memiliki aktivitas antioksidan relatif kuat. Namun, pada pelarut etil asetat p.a nilai IC 50 rumput laut Euchema spinosum sangat tinggi. Aktivitas antioksidan rumput laut Euchema spinosum pada pelarut etil asetat p.a tergolong sangat lemah jika dibandingkan dengan biota uji lainnya. Hal ini diduga kandungan senyawa alamiah dari masing-masing biota uji berbeda-beda. Nilai IC 50 terkecil serta persentase rendemen yang tertinggi rumput laut Euchema spinosum terdapat pada pelarut metanol p.a, maka komponen bioaktif yang terdapat di rumput laut Euchema spinosum diduga bersifat polar. Hal ini sesuai dengan Harborne 1987 dalam Anwariyah 2011 yang menyatakan bahwa tumbuhan mngandung banyak fenol dan senyawa ini memiliki sifat yang cenderung larut dalam polar. 44

5. KESIMPULAN DAN SARAN