Rancangan acak lengkap RAL satu faktor Ukuran mata jaring lintasan masuk mulut bubu 1

Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan antara tebal dengan panjang, lebar, dan berat kepiting. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kenormalan ukuran kepiting, sehingga ukuran kepiting-kepiting yang digunakan pada penelitian dapat mewakili ukuran kepiting pada umumnya yang berada di alam.

3.4.2 Rancangan acak lengkap RAL satu faktor

Rancangan acak lengkap RAL satu faktor digunakan untuk membandingkan tingkat efektifitas bubu hasil rancangan dengan bubu yang digunakan nelayan. Selain itu, digunakan juga untuk membandingkan tingkat efektivitas antara bubu yang diberi tutupan dan yang tidak. Menurut Matjik dan Sumertajaya 2000, perhitungan RAL satu faktor adalah sebagai berikut: Tabel 4 Perlakuan dan ulangan Ulangan r Perlakuan t Total ulangan 1 2 3 4 5 6 1 11 21 31 41 51 61 Y .1 2 12 22 32 42 52 62 Y .2 3 13 23 33 43 53 63 Y .3 Total perlakuan Y i. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Total keseluruhan Y .. Model linier: Y ij = μ + i + ε ij Keterangan : Y ij : Nilai respon pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j; μ : Rataan umum; i : Pengaruh perlakuan ke-i; ε ij : Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j; i : 1,…,t dan j = 1,…,r; dan r : Ulangan dan t = perlakuan. Asumsi : ε ij ~ N 0, 2 dan ∑ i = 0 Hipotesis: H o : 1 = … = 6 = 0 perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati; dan H 1 : i ≠0 minimal ada satu perlakuan yang berpengaruh terhadap respon. Tabel 5 Sidik ragam atau tabel ANOVA Sumber keragaman Derajat bebas DB Jumlah kuadrat JK Kuadrat tengah KT F-hitung Ulangan sama r 1 = r 2 = … = r t = r Perlakuan t – 1 JKP KTP KTPKTG Galat t r – 1 JKG KTG Total tr – 1 JKT Ulangan tidak sama r 1 ≠ r 2 ≠ … ≠ r t ≠ r Perlakuan t – 1 JKP KTP KTPKTG Galat ∑r t – 1 JKG KTG Total ∑r t – 1 JKT 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konstruksi Bubu Lipat Bubu lipat yang digunakan untuk menangkap kepiting bakau berbentuk balok dengan pintu masuk terdapat pada kedua sisi bubu. Konstruksi bubu tersusun atas kerangka besi yang diselimuti oleh jaring. Bubu dilengkapi dengan pengunci dan tempat umpan. Untuk perbaikan konstruksi bubu, penelitian difokuskan pada perbaikan beberapa bagian bubu, yaitu ukuran mata jaring lintasan masuk mulut bubu, sudut kemiringan lintasan masuk mulut bubu, dan bukaan mulut bubu.

4.1.1 Ukuran mata jaring lintasan masuk mulut bubu 1

Ukuran mata jaring Pengujian ukuran mata jaring lintasan masuk menggunakan ukuran mata jaring 0,5; 0,75; 1 dan 1,25 inci. Kepiting secara umum dapat melalui semua ukuran mata jaring. Menurut Kasry 1996, kepiting memiliki 5 pasang kaki salah satunya 1 pasang kaki renang yang berada pada urutan terakhir. Secara berurutan bagian-bagian kaki renang tersebut adalah coxa, basiischium, merus, carpus, propondus, dan dactylus Siahainenia 2008 Gambar 15. Kaki ini berfungsi membantu pergerakan kepiting, baik untuk berenang maupun berjalan. Berdasarkan hasil pengamatan, kepiting mengalami kesulitan ketika melintasi jaring dengan ukuran mata 0,5; 0,75 dan 1,25 inci. Pada jaring dengan ukuran mata 0,5 dan 0,75, kepiting mengalami kesulitan berjalan karena bagian dactylus pada kaki renangnya sulit untuk mendapatkan pijakan. Ukuran mata jaring yang terlalu kecil menyebabkan kaki renang sulit bergerak melewati jaring. Kepiting mengalami kesulitan pula ketika melewati jaring dengan ukuran mata 1,25 inci. Penyebabnya, kaki renang kepiting selalu terperosok masuk ke dalam jaring, karena ukuran mata jaring yang terlalu besar. Kepiting relatif lebih mudah merayapi jaring dengan ukuran mata 1 inci. Hal ini disebabkan ukuran lebar kaki renang kepiting bagian dactylus tidak terlalu berbeda dengan panjang bar mata jaring dengan ukuran mata 1 inci. Bar adalah panjang sisi mata jaring antara dua simpul yang berdekatan Prado and Dremiere 1990. Ukuran bar berbanding lurus dengan ukuran mata jaring. Semakin besar ukuran mata jaring, maka bar akan semakin panjang. Posisi bar pada satu mata jaring dijelaskan pada Gambar 16. Kepiting dengan lebar karapas carapace width, CW 9 cm memiliki lebar kaki renang rata-rata 1,3 cm. Lebar tersebut tidak jauh berbeda dengan panjang bar mata jaring 1 inci, yaitu 1,27 cm, sehingga kaki renang dapat dengan mudah menapak pada mata jaring dan melakukan tolakan pada bar. Panjang bar pada keempat ukuran mata yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 6. Adapun ilustrasi hubungan antara ukuran kaki renang kepiting dengan panjang bar jaring mata jaring 1 inci ditunjukkan pada Gambar 17. Gambar 15 Bagian-bagian kaki renang kepiting bakau. Sumber: Siahainenia 2008 Gambar 16 Bar pada mata jaring. Sumber: Prado and Dremiere 1990 Bar Tabel 6 Panjang bar pada setiap ukuran mata jaring No. Ukuran mata jaring Panjang bar cm inci cm 1. 0,50 1,27 0,64 2. 0,75 1,91 0,95 3. 1,00 2,54 1,27 4. 1,25 3,18 1,59 2 Pola pergerakan kepiting merayapi lintasan masuk Kepiting yang dijadikan sampel uji selalu diposisikan pada bagian tengah lintasan masuk. Jaring yang dijadikan lintasan memiliki ukuran mata 1 inci, atau disesuaikan dengan hasil penelitian mengenai penentuan ukuran mata jaring lintasan yang telah dilakukan sebelumnya. Hasil pengamatan menunjukkan terdapat 5 pola pergerakan kepiting melewati lintasan masuk Gambar 18, yaitu: 1. Kepiting bergerak ke bagian kiri, kemudian merayap naik melalui sisi kiri lintasan masuk; 2. Kepiting berjalan lurus melewati bagian tengah lintasan masuk; Gambar 17 Hubungan antara lebar kaki renang dengan panjang bar pada jaring dengan ukuran mata 1 inci. L =1,3 cm Jaring dengan ukuran mata 1 inci P = 2,69 cm 1,27 cm 1,27 cm 3. Kepiting bergerak ke bagian kanan, kemudian merayap naik melalui sisi kanan lintasan masuk; 4. Kepiting berjalan pada bagian tengah, kemudian setelah berada pada bagian tengah lintasan selanjutnya kepiting bergerak ke sisi kiri lintasan dan melanjutkan perjalanannya hingga melewati lintasan; dan 5. Kepiting berjalan pada bagian tengah, kemudian bergerak ke sisi kanan lintasan dan melanjutkan perjalanannya hingga melewati lintasan. Pola pergerakan yang paling dominan dilakukan oleh kepiting adalah pola nomor 1, 3 dan 4. Berdasarkan hasil pengamatan, kepiting lebih sering berjalan menyamping ke arah kiri dan kanan tubuhnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Archdale et al. 2006 yang menyebutkan bahwa sebagian besar kepiting yang masuk ke dalam bubu berbentuk balok adalah dengan cara menyamping, yaitu sebesar 33. Cara masuk lainnya adalah dengan cara maju ke depan 3, mundur 27, dan sisanya tidak masuk ke dalam bubu 37. Adapun pada bubu berbentuk kubah, 100 kepiting masuk dengan cara menyamping. Selanjutnya hasil pengamatan Yulianto 2011 menyimpulkan bahwa kepiting bakau berjalan menyamping menggunakan kaki-kaki jalannya Gambar 18 Pola pergerakan kepiting melewati lintasan masuk. 4 5 1 2 3 untuk mendekati mangsa atau umpan atau untuk menjauhi stimulus gangguan yang diberikan. Selain kelima pola gerakan tersebut, kepiting dapat melewati lintasan masuk dengan cara berenang tanpa menyentuh lintasan masuk sama sekali. Menurut Nybakken 1992, kepiting dapat berenang dengan cepat di dalam air dengan menggunakan kaki renangnya dan dapat berlari di tempat yang tidak berair dengan menggunakan kaki-kaki jalannya. Kepiting betina dewasa yang sudah matang gonad sangat memanfaatkan kemampuan renangnya untuk mencapai perairan yang dalam guna melakukan pemijahan Siahinenia 2008. 4.1.2 Sudut kemiringan lintasan masuk mulut bubu 1 Pengaruh sudut kemiringan lintasan masuk terhadap kepiting Bubu lipat yang digunakan oleh nelayan memiliki konstruksi mulut dengan lintasan masuk yang membentuk sudut tertentu. Besar sudut kemiringan lintasan masuk α relatif landai, yaitu antara 15-20 o . Sudut pada lintasan masuk mulut bubu secara lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 Sudut pada lintasan masuk. α Uji coba dilakukan terhadap 3 sudut yang berbeda, yaitu α = 20, 40 dan 60 o . Adapun ukuran mata jaring yang digunakan adalah 1 inci. Penentuan ukuran mata tersebut didasarkan pada percobaan sebelumnya yang menunjukkan bahwa jaring dengan ukuran mata 1 inci lebih mudah dilalui kepiting. Hasil penelitian dengan melakukan 15 kali ulangan pada lintasan dengan sudut α = 20 o memberikan hasil 13 kali kepiting berhasil melewati lintasan masuk dan 2 kali kepiting tidak melewati lintasan masuk. Pada sudut α = 40 o , 9 kali kepiting berhasil melewati lintasan dan 6 kali tidak melewati lintasan. Selanjutnya pada sudut α = 60 o , 8 kali kepiting berhasil melewati lintasan dan 7 kali tidak melewati lintasan. Kegagalan kepiting melewati lintasan lebih banyak disebabkan oleh keengganan kepiting bergerak karena sudah terlalu sering dijadikan sampel uji. Hal ini ditunjukkan dengan tingkah laku kepiting yang diam saja di titik awal dan tidak menyentuh lintasan sama sekali. Jumlah kepiting yang berhasil dan gagal melewati lintasan masuk secara lebih jelas ditunjukkan pada Gambar 20. Lintasan masuk dengan sudut α = 20 o terlihat sangat mudah dilalui oleh kepiting. Bahkan dengan kemampuan renangnya, kepiting dapat melalui lintasan tanpa mengenai jaring lintasan. Pada sudut α = 40 o , kepiting masih dapat melintasi lintasan masuk dengan mudah. Adapun pada sudut sudut α = 60 o , kepiting mengalami kesulitan untuk melewati lintasan dibandingkan dengan kedua sudut lainnya. Walau demikian, secara umum kepiting dapat melintasi seluruh sudut, sehingga dapat dikatakan besar sudut kemiringan lintasan tidak dapat menghambat pergerakan kepiting. Fungsi kaki kepiting, menurut Warner 1977 diacu dalam Yulianto 2011, selain digunakan untuk berjalan juga digunakan untuk memanjat. Berdasarkan pengamatan selama penelitian, kepiting bahkan dapat memanjat konstruksi jaring yang diposisikan tegak lurus α =90 o . Dalam pergerakannya, kaki-kaki kepiting mampu mencengkeram dan memegang badan jaring. 13 2 5 10 15 Lewat Tidak Lewat F re k u en si α = 20 o 9 6 5 10 15 Lewat Tidak Lewat F re k u en si α = 40 o 8 7 5 10 15 Lewat Tidak Lewat F rek u en si α = 60 o Gambar 20 Frekuensi keberhasilan kepiting melewati lintasan masuk pada sudut α = 20 o , 40 o , dan 60 o . Tidak lewat Tidak lewat Tidak lewat 2 Sudut lintasan masuk yang sesuai Besar sudut pada lintasan masuk berpengaruh terhadap volume ruang pada bagian bawah bubu. Alasan nelayan menggunakan sudut yang rendah adalah agar kepiting dapat dengan mudah memasuki bubu. Padahal semakin rendah lintasan masuk, maka volume ruang pada bagian bawah bubu menjadi semakin sempit. Hasil pengamatan terhadap tingkah laku kepiting menunjukkan bahwa kepiting memiliki sifat soliter dan selalu menjaga jarak dengan kepiting lainnya. Ini sejalan dengan hasil penelitian Suryani 2006 dan Yulianto 2011 yang mendapatkan kepiting memiliki daerah teritorial sendiri. Kepiting akan menyerang kepiting lainnya jika merasa terganggu atau ketika memperebutkan makanan. Warner 1977 diacu dalam Yulianto 2011 menyebutkan bahwa tingkah laku sosial kepiting jika digambarkan pada kehidupan sosial manusia adalah unfriendly tidak ramah. Kepiting cenderung hidup secara soliter dan selalu menghindar dari kepiting lainnya. Interaksi dalam kelompok kepiting cenderung bersifat kompetitif daripada kooperatif. Perkelahian akan terjadi jika satu kepiting bertemu dengan kepiting lainnya. Untuk menghindari perkelahian, salah satu kepiting biasanya segera menghindari pertemuan. Peningkatan volume ruangan bubu akan mengurangi gesekan antar kepiting. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperbesar sudut lintasan masuk. Menurut Miller 1990, volume ruang yang lebih besar pada bubu akan meningkatkan hasil tangkapan. Semakin besar ruangan di dalam bubu akan mengurangi kompetisi perebutan ruang, sehingga hasil tangkapan yang masuk ke dalam bubu akan lebih banyak. Selain itu, organisme tangkapan dengan ukuran yang besar akan lebih tenang berada di dalam bubu dibandingkan dengan organisma tangkapan yang berukuran kecil. Kepiting bakau mendiami daerah mangrove Vay 2001 dan Wijaya et al. 2010. Jenis substrat dasar perairan yang disukainya berupa lumpur dan lumpur berpasir Getter 1985, diacu dalam Tupan et al. 2005 dan Siahainenia 2008. Kondisi dasar perairan tersebut berpengaruh terhadap bubu lipat yang digunakan. Bubu yang memiliki sudut lintasan masuk yang rendah akan mengakibatkan mulut tertutup lumpur, karena bubu akan amblas ke dalam lumpur ketika bubu diletakkan di dasar perairan. Oleh karena itu, volume ruang di dalam bubu perlu diperbesar dengan cara meningkatkan sudut kemiringan lintasan masuk mulut bubu. Berdasarkan hasil penelitian sudut kemiringan, sudut α = 20, 40 dan 60 o tidak dapat menghambat pergerakan kepiting. Seluruh kepiting dapat melewati lintasan dengan ketiga sudut tersebut. Dengan demikian, ketiga sudut tersebut dapat digunakan untuk membuat bubu. Berdasarkan hasil pengamatan, sudut α = 20 dan 60 o sebaiknya tidak digunakan. Sudut α = 20 o terlalu rendah meskipun paling mudah dilalui oleh kepiting. Selain itu, pintu masuk bubu mudah tertutup lumpur. Adapun sudut α = 60 o terlalu tinggi, sehingga perancangan pintu masuk bubu agak sulit dilakukan. Lintasan masuk bubu dengan sudut kemiringan α = 60 o lebih sulit dilalui oleh kepiting dibandingkan dengan α = 20 dan 40 o . Berdasarkan pengamatan, kenampakan umpan oleh kepiting menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kepiting masuk kedalam bubu. Kepiting akan lebih cepat mendekati umpan yang terlihat, sehingga sudut lintasan α = 60 o sebaiknya tidak dipakai karena menghalangi penglihat kepiting terhadap umpan. Oleh karena itu, sudut yang paling tepat untuk diaplikasikan pada pembuatan lintasan masuk mulut bubu adalah 40 o .

4.1.3 Bentuk dan bukaan mulut bubu 1 Bentuk dan bukaan mulut bubu lipat standar nelayan