MORFOLOGI DAUN Kajian morfologi dan kimia kayu akway (drymis sp) sebagai afrodisiak endemik Papua

7. Model Prevost Batang simpodial dan ototropik. Pada model ini terlihat adanya batang yang tumbuh proleptik dibagian bawah percabangan batang utama. Batang tersebut merupakan batang kedua dan seperti pada batang pertama, batang kedua inipun berhenti disusul oleh pertumbuhan cabang. 8. Model Roux Batang monopodial dan ototropik. Berbeda dengan model Massart, pada model Roux cabang-cabang pohon tidak ritmik, tetapi menerus pada batang. 9. Model Troll Batang tumbuh plagiotropik. Setelah itu pada bian batang yang melengkung tumbuh batang baru secara plagiotropik juga dan seterusnya tumbuh demikian. Cabang-cabang monopodial dan plagiotropik.

C. MORFOLOGI DAUN

1. Komposisi daun, terdiri atas : a. Daun tunggal, yakni daun yang tangkainya hanya terdapat satu helai daun. b. Daun majemuk, yakni apabila pada satu tangkai terdapat lebih dari satu helai daun. Daun majemuk yang biasa dijumpai banyak ragamnya, yaitu : 1. Daun majemuk menjari, yakni daun majemuk yang terdiri atas beberapa helai anak daun leaflet yang terkumpul pada ujung tangkai sehingga membentuk jari-jari. 2. Daun majemuk bersirip, yakni daun majemuk yang terdiri atas beberapa helai anak daun yang terletak sepanjang kiri-kanan tangkai daun. Daun majemuk bersirip ada dua macam, yaitu bersirip ganjil jika pada ujung daun terdapat 1 atau 3 anak daun. Dan bersirip genap jika diakhiri dengan dua anak daun. 3. Daun majemuk bersirip ganda, yakni daun majemuk bersirip yang setiap siripnya terbagi lagi menjadi beberapa helai anak daun sehingga menjadi 2 kali bersirip. 2. Susunan daun, terdiri atas : a. Berhadapan, yaitu bila daun-daun pada posisi berhadapan secara berpasangan pada ranting. Pasangan yang satu dengan pasangan berikutnya dapat sebidang atau berlainan bidang. Kadang-kadang susunan daun berhadapan sebidang. b. Terpusar, yakni bila daun-daun mengelilingi ranting pada suatu lingkaran. c. Berselang, yakni bila daun-daun tersusun seacra berselang di kiri dan di kanan bagaian ranting dan jika dirapikan daun-daun tersebut tampak terletak pada satu bidang d. Tersebar, yakni bila daun-daun bersusun secara berselang, mengelilingi ranting yang secara teratur membentuk suatu spiral. 3. Kuncup daun dan stipula Secara garis besar terdapat dua macam kuncup daun yaitu kuncup telanjang dan kuncup terbungkus stipula. a. Kuncup telanjang, yakni kuncup bakal daun tanpa pembungkus. b. Kuncup berstipula, yakni kuncup bakal daun yang terbungkus stipula. Stipula adalah bagian yang menutup dan membungkus kuncup daun, yang disebut pula menumpu. Pada pepohonan dijumpai beberapa macam bentuk stipula yaitu : 1. Stipula bentuk tudung, yang tampak runcing pada ujung ranting. Bagian pangkal leher membungkus seluruh bagian kuncup. Sesungguhnya tudung tersebut terdiri atas dua helaian yang saling menutupi sangat kuat. Jika kuncup mengembang, tudung akan terbuka dan terbagi menjadi dua bagian yang lepas dan meninggalkan lampang bekas berupa garis yang melingkari ranting, yang dikenal sebagai berkas cincin pada ranting 2. Stipula bentuk bumbung yang tumpul pada bagian ujung dan pangkalnya tidak melebar. Bumbung ini terdiri atas dua helaian yang saling menutupi pada waktu kuncup masih sangat muda. Jika kuncup mengembang, stipula terbagi menjadi dua helaian yang berragam bentuknya, memanjang seperti selendang dan setelah lepas akan meninggalkan berkas cincin pada ranting. 3. Stipula bentuk helaian biasa, terdiri atas dua helaian yang bervariasi baik dalam ukuran maupun bangunnya. 4. Stipula bentuk jarum, yang runcing pada pangkal dan ujungnya. 5. Stipula bentuk pelana, yang terdiri atas dua helaian yang menutupi kuncup yang tampak pipih seperti pelana. 6. Stipula bentuk sayap, sebagai pelebaran bagian tangkai daun. 4. Tangkai, helaian dan pertulangan daun. a. Tangkai daun. Tangkai daun adalah bagian daun yang melekat langsung pada ranting. Berdasarkan ukurannya, Kartawinata 1983 menggolong-golongkan tangkai daun sebagai berikut : 1. Pendek, berukuran kurang dari 2,5 cm 2. Sedang, berukuran antara 2,5 – 5 cm 3. Panjang, berukuran lebih dari 5 cm b. Helai daun Halai daun dapat dibedakan atas sifat bangun umumnya, bagian ujung, bagian pangkal dan bagian tepinya. 1. Bangun umum helai daun Secara garis besar, bangun umum helai daun yang dijumpai pada pepohonan adalah sebagai berikut : - Bentuk lanset lanceolet menyerupai mata lembing - Jorong elliptical - Bundar telur ovate - Bundar telur sungsang obovate - Lonjong oblong - Bentuk lanset sungsang oblanceolet 2. Bangun ujung daun. Daun-daun pepohonan hutan umumnya memiliki helai daun yang ujungnya berkisar antara lancip, luncip, tumpul, membundar, dan berlekuk . 3. Bangun pangkal daun Pertemuan helai daun dengan tangkai daun akan memperlihatkan aneka ragam bentuk yang umunya berkisar antara bentuk pasak, senjang tumpul, bentuk jantung, bundar, tirus dan bentuk perisai. 4. Bangun tepi daun Secara umum, tepi daun pepohonan dapat rata, bergerigi, berombak, berlekuk atau bercangap. c. Pertulangan daun Pertulangan daun pada umumnya terdiri atas tulang pertama atau tulang tengah midrib, pertulangan kedua secindary nerves dan pertulangan ke tiga tertiary nerves atau juga disebut urat daun Berdasarkan letaknya pada helai daun yang dijumpai pada pepohonan adalah sebagai berikut : 1. Menyirip, yakni bila pertulangan kedua tersusun di kiri dan kanan tulang tengah. Jika jarak antara tulang-tulang kedua tersebut hampir sama maka disebut pertulangan yang menyirip sempurna, dan jika jaraknya tidak sama maka disebut menyirip tidak sempurna. 2. Menjari, yakni bila pertulangan daun memperlihatkan bentuk seperti jari tangan, tulang pertama seolah-olah terbagi menjadi 3 atau 5 yang berpusat pada titik pertemuan antara helai daun dan tangkai daun. 3. Sejajar, yang serupa dengan bentuk menyirip namun pertulangan kedua sejajar dan rapat, tegak lurus terhadap tulang pertama. 4. Bertulang tiga trinerved, yaitu bentuk pertulangan yang seolah-olah pertulangan kedua terdiri atas satu pasang sehingga dengan tulang pertama akan nampak sebagai segi tiga tulang saja. 5. Driobalanoid, yakni serupa dengan pertulangan menyirip atau sejajar, namun diantara pertulangan kedua terdapat tulang yang tidak sampai ke tepi daun. 6. Sejajar tepi intramarginal, yakni pada bagain dalam menjelang tepi daun, yang seolah-olah merupakan penghubung antara ujung-ujung pertulangan kedua, mulai dari bagian pangkal sampai ujung daun. 7. Bentuk jerat, yakni menyerupai jerat yang menghubungkan ujung- ujung pertulangan kedua, tidak sejajar dengan tepi daun. 8. Bentuk tangga, yakni tersusun secara teratur menyerupai tangga scalariform. 9. Bentuk jala, yakni tersusun seperti jala atau jaring, tidak teratur. d. Organ lain pada daun. Organ-organ lain yang biasa terdapat pada seranting daun ialah : 1. Indumentum, yakni organ yang berupa bulu halus, bulu kasar, bulu seperti wol, atau berupa sisik, yang dterdapat di atau menutupi bagian ranting, kuncup, tangkai daun atau helai daun. Apabila bagian ini tidak terdapat pada tumbuhan maka sifat ini dinamakan lokos glabrous 2. Kelenjar, yakni organ menyerupai bintil yang tampak pada tangkai daun tau helai daun. 3. Domatia, yakni organ yang hampir serupa dengan kelenjar namun tampak titik yang jelas dan kdang-kadang tertutup oleh bulu halus. 4. Lapisan lilin, biasanya terdapat pada daun dan memudahkan identifikasi.

D. MORFOLOGI AKAR

Dokumen yang terkait

Potensi Tanaman Obat Endemik Papua Kayu Akway (Drymis sp.) sebagai Afrodisiak

1 23 1

Potensi aktivitas antioksidan pada kulit kayu dan daun tanaman akway (Drymis sp.)

0 24 32

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN BIOAUTOGRAFI EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU AKWAY (Drymis piperita Aktivitas Antibakteri dan Bioautografi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Akway (Drymis piperita Hook. f.) Terhadap Staphylococcus saprophyticus dan Shigella sonnei.

0 1 12

PENDAHULUAN Aktivitas Antibakteri dan Bioautografi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Akway (Drymis piperita Hook. f.) Terhadap Staphylococcus saprophyticus dan Shigella sonnei.

0 1 7

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN BIOAUTOGRAFI EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU AKWAY (Drymis piperita Aktivitas Antibakteri dan Bioautografi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Akway (Drymis piperita Hook. f.) Terhadap Staphylococcus saprophyticus dan Shigella sonnei.

0 2 12

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN BIOAUTOGRAFI EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU AKWAY (Drymis piperita Aktivitas Antibakteri dan Bioautogafi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Akway (Drymis Piperita Hook. f.) terhadap Staphylococcus Epidermidis dan Salmonella thypi.

0 1 12

PENDAHULUAN Aktivitas Antibakteri dan Bioautogafi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Akway (Drymis Piperita Hook. f.) terhadap Staphylococcus Epidermidis dan Salmonella thypi.

0 1 8

DAFTAR PUSTAKA Aktivitas Antibakteri dan Bioautogafi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Akway (Drymis Piperita Hook. f.) terhadap Staphylococcus Epidermidis dan Salmonella thypi.

0 1 14

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN BIOAUTOGRAFI EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU AKWAY (Drymis piperita Aktivitas Antibakteri dan Bioautogafi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Akway (Drymis Piperita Hook. f.) terhadap Staphylococcus Epidermidis dan Salmonella thypi.

0 1 15

IDENTIFIKASI MORFOLOGI TANAMAN PENGHASIL GAHARU (Aquilaria sp) ENDEMIK SUMATERA BARAT.

0 0 1