Kajian morfologi dan kimia kayu akway (drymis sp) sebagai afrodisiak endemik Papua

(1)

ELDA KRISTIANI PAISEY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis yang berjudul :

Kajian Morfologi dan Kimia Kayu Akway (Drymis sp) sebagai Afrodisiak Endemik Papua

Merupakan hasil penelitian saya bersama tim pembimbing. Hak atas kepemilikan intelektual data dan hasil dari penelitian ini merupakan milik peneliti dari Institut Pertanian Bogor dengan mempertimbangkan kontribusi tim peneliti, publikasi, dan pemanfaatan data yang didapat. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan dengan jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2008

Elda Kristiani Paisey NRP : A151060091


(3)

Wood (Drymis sp) as Papua Endemic Aphrodisiacs). Advised by HERDHATA AGUSTA, MUHAMMAD SYAKIR.

Drymis plants are used as medicine in Arfak ethnic, Papua, to increase aphrodisiac. These plants grow in Arfak mountains. The local people use it continuously harvested from the forest without carrying out the cultivation of these plants which can endanger its existence. The objectives of this study were to describe morphological characteristics of Drymis species growing at different altitudes to analyze the chemical content and to provide scientific support to which growing different altitudes, to analyze the chemical content and support to local knowledge for the use of Drymis as aphrodisiac. This study used single compartment method which determine purposively to describe Drymis species growing at 1200 m, 1600 m, 2000 m, 2400 m above sea level and it also used GC-MS to analyze its chemical content. There were 3 species of Drimys found; Drymis winterii. Forst, Drymis piperita. Hook, and Drymis beccariana. Gibbs. There were morphological differences of the species ; on leaf size, tree height, amount of branches, stem diameter, appearance of crown, stem color, shoot color, outside of bark, direction of stem grow, trees architecture model, leaf formation, leaf shape and leaf apex There is differences in leaf apex between species at different elevation. Phenantren 9,10-dimety, although there are differences in chemical profile and content of the stigmaterol, sitosterol among the three species. It concentration at 1600 m above sea level is higher than at 1200 m above sea level. This study also showed that morphological characteristic and secondary metabolite compounds are influenced by the altitudes.


(4)

ELDA KRISTIANI PAISEY. Kajian Morfologi dan Kimia Kayu Akway (Drymis sp) sebagai Afrodisiak Endemik Papua. Dibimbing oleh HERDHATA AGUSTA dan MUHAMMAD SYAKIR.

Drymis sp merupakan tumbuhan obat yang digunakan oleh masyarakat suku Arfak di Papua. Tumbuhan ini hidup di kawasan hutan pegunungan Arfak dengan nama daerah yaitu Kayu Akway. M asyarakat menggunakan tumbuhan ini sebagai obat untuk meningkatkan vitalitas seksual pada kaum lelaki suku Arfak dan juga sebagai peningkat stamina untuk beraktivitas. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan morfologi species Drymis sehingga dapat digunakan sebagai alat identifikasi diajukan sebagai varietas lokal Papua untuk pengembangan lebih lanjut; menganalisis kandungan kimia akway (Drymis sp.) yang dijumpai; memberikan dukungan ilmiah kepada masyarakat tentang penggunaan kayu akway sebagai afrodisiak dan peningkatan stamina. Lokasi penelitian dilakukan di Distrik Menyambouw pada ketinggian 1200 mdpl, 1600 mdpl, 2000 mdpl dan 2400 mdpl. Metode yang digunakan adalah petak tunggal berdasarkan fase pertumbuhan yang ditentukan secara purposive dibuat sebanyak 3 petak pada setiap ketinggian tempat sehingga di peroleh 12 petak percobaan dimana masing-masing petak diambil 3 sampel untuk masing-masing spesies yang ditemukan. Kemudian diukur 27 karakter morfologi yang terdiri atas 23 variabel ordinal dan 4 variabel pengukuran. Analisis komponen kimia dilakukan pada setiap spesies yang ditemukan yang dibagi atas analisis bagian akar, batang, kulit batang dan akar dari masing-masing spesies yang tumbuh pada ketinggian 1200 mdpl dan 1600 mdpl dengan menggunakan GC-MS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa di kawasan penelitian diperoleh tiga jenis tanaman kayu akway (Drymis sp) diantaranya tanaman kayu akway putih (Drymis winterii. Forst), kayu akway merah besar (Drymis piperita. Hook) dan kayu akway merah kecil (Drymis beccariana. Gibbs). Perbedaan morfologi diantara ketiga spesies tersebut adalah tinggi pohon, jumlah cabang, diameter batang, penampilan tajuk, warna batang dan warna pucuk. Adapula perbedaan morfologi ujung daun pada setiap ketinggian. Sedangkan perbedaan morfologi pada species yang berbeda ditunjukkan pada pepagan bagian luar, arah tumbuh cabang, model arsitektur pohon, warna pucuk, warna daun, susunan daun, bentuk helaian daun dan tepi daun.

Hasil analisis kimia kandungan kayu akway memberikan dukungan ilmiah kepada pengetahuan tradisonal masyarakat suku Arfak yaitu terdapat senyawa-senyawa untuk meningkatkan hormon pria seperti stigmasterol, γ-sitostreol, Phenanthrene, 9,10-dimethyl dengan kosentrasi yang lebih tinggi pada elevasi 1600 mdpl dibandingkan 1200 mdpl. Kayu akway merah besar memiliki jumlah komponen kimia peningkat stamina dan seksual yang lebih tinggi dibandingkan dengan spesies lainnya.


(5)

Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2008 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


(6)

Drymis

ELDA KRISTIANI PAISEY

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008


(7)

(Drymis sp) Sebagai Afrodisiak Endemik Papua Nama Mahasiswa : Elda Kristiani Paisey

Nomor Pokok : A151060091 Program Studi : Agronomi

Diketahui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Herdhata Agusta Ketua

Dr. Ir. M. Syakir, MS Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Agronomi

Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(8)

anugrah dan karuniaNya kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan studi S2 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB).

Tesis yang berjudul, “Kajian Morfologi Dan Kimia Kayu Akway (Drymis

Sp) Sebagai Afrodisiak Endemik Papua”, merupakan tugas akhir studi magister di SPs IPB. Dalam pelaksanaan penelitian penulis banyak mendapatkan bantuan baik perorangan maupun lembaga atau instansi tertentu. Oleh karena itu penulis mengucapkan Terimakasih kepada :

1. Departemen Pertanian dan Institut Pertanian Bogor atas kerjasamanya dalam program KKP3T sehingga penulis memperoleh dana penelitian. 2. Balai Tanaman Obat dan Aromatik khususnya kepada ibu Dr. Nurliani

Bermawi, Pak Ma’mun, Ibu Novi atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama penelitian.

3. Universitas Negeri Papua yang telah memberikan pinjaman peralatan lapangan.

4. Bupati Kabupaten Manokwari, Kepala Distrik Menyambouw, Kepala Desa Menyambouw serta masyarakat desa Indabri dan sekitarnya yang telah memberikan ijin dan membantu dalam pelaksanaan penelitian.

5. Semua rekan-rekan SPs IPB PS Agronomi 2006 dan rekan-rekan SPs IPB asal Unipa yang telah membantu dan memberikan semangat.

Ucapan terimakasih dan penghargaan secara khusus kepada Komisi Pembimbing Dr. Herdhata Agusta dan Dr. M. Syakir atas bimbingan dan arahan akademis yang diberikan selama penelitian dan penulisan tesis. Terimakasih dan Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Mama Tercinta atas doa, semangat dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis dan juga kepada Bapak (almarhum). Penulis juga berterimakasih kepada semua Keluarga Paisey (k’feny sekeluarga, k’foris&k’igi, k’li sekeluarga, bunda&bang jek, ninik, marice) atas bantuan materil, tenaga dan doanya hingga terselesainya studi S2 kami. Penulis juga sangat berterimakasih kepada k’syarif atas dukungan, tenaga, pikiran yang diberikan dari awal sampai selesainya penelitian ini.


(9)

membalas semua kebaikan yang diberikan kepada penulis.

Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca. Terimakasih.

Bogor, Agustus 2008


(10)

DAFTAR TABEL...xi

DAFTAR GAMBAR...xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xvi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

Ruang Lingkup ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kandungan Drymis SP ... 6

Gambaran Umum Kabupaten Manokwari ... 7

Iklim ... 8

Ekologi Pegunungan Arfak ... 9

Sosial Ekonomi Suku Arfak ... 11

Morfologi Tumbuhan ... 11

METODE PENELITIAN Karakterisasi Morfologi Tempat dan Waktu ... 27

Bahan dan Alat ... 27

Metode Penelitian ... 27

Pengamatan ... 29

Analisis kimia akwai dari bebarapa agroekologi Tempat dan Waktu ... 31

Bahan dan Alat ... 31

Metode Penelitian ... 31

Analisis Data ... 34

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Morfologi Drymis sp ... 35

Keadaan umum daerah Menyambouw ... 35

Karakteristik morfologi Kayu akway ... 36

Sifat Kimia Tanah dan Iklim tempat tumbuh Kayu akway ... 45

Asosiasi Kayu akway dan tumbuhan lain ... 47

Penyebaran Kayu akway ... 47

Analisis Fitokimia Drymis sp ... 54

Fitokimia D. winterii Forst pada 1200 mdpl ... 57

Fitokimia D. piperita Hook pada 1200 mdpl ... 61


(11)

Perbandingan kandungan senyawa kimia bagian kulit batang, batang, daun dan akar pada ketiga spesies yang tumbuh di ketinggian 1600

mdpl... ... 86

Pengaruh unsur hara tanah pada elevasi 1200 mdpl dan 1600 mdpl terhadap kandungan kimia kayu akway (Drymis sp) ... 94

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 100

Saran ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102


(12)

2. Rata-rata tinggi pohon, jumlah cabang, ukuran daun, diameter batang pada

Drymis sp ... 40

3. Rata-rata tinggi pohon, jumlah cabang, ukuran daun, diameter batang pada ketinggian berbeda ... 40

4. Nilai Rata-rata tinggi pohon masing-masing kayu akway ... 41

5. Nilai Rata-Rata Jumlah Cabang masing-masing kayu akway ... 41

6. Nilai Rata-Rata Diameter Batang masing-masing kayu akway ... 42

7. Nilai Rata-Rata Ukuran Daun masing-masing kayu akway ... 42

8. Rata-rata pepagan luar, arah tumbuh cabang, model arsitektur dan warna pucuk pada tiga species Drymis ... 43

9. Rata-rata warna daun, susunan daun, bentuk helaian dauan dan tepi daun pada tiga species Drimys sp ... 44

10. Species Dominan yang ditemukan tumbuh bersama dengan Drimys sp... 47

11. Penyebaran Populasi spesies Drymis winterii Forst pada beberapa ketinggian .. 48

12. Penyebaran Populasi spesies Drymis piperita.Hook pada beberapa ketinggian .. 50

13. Penyebaran Populasi spesies Drymis beccariana Gibss pada beberapa ketinggian ... 52

14. Rata-rata jumlah pohon akway (Drymis sp) perelevasi pada luasan 6.348m2 .... 54

15. Hasil Analisis Mutu Tanaman Drymis sp pada 1200 mdpl... 54

16. Hasil Uji Fitokimia Drymis sp ... 56

17. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. Winterii Forst yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 57

18. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. Winterii Forst yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 58

19. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D.winterii Forst yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 60

20. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. piperita Hook yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 61

21. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. piperita Hook yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl. ... 62

22. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. piperita Hook yang tumbuh pada ketinggian 1200 m dpl ... 64 23. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. beccariana Gibbs yang tumbuh


(13)

25. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. beccariana Gibbs yang tumbuh pada ketinggian 1200 mdpl ... 68 26. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D.winterii yang tumbuh pada

ketinggian 1600 m dpl ... 69 27. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D.winterii Forst yang tumbuh pada

ketinggian 1600 m dpl. ... 71 28. Jenis dan komposisi senyawa kimia kulit batang D.winterii Forst yang tumbuh

pada ketinggian 1600 m dpl. ... 72 29. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D.winterii Forst yang tumbuh pada

ketinggian 1600 m dpl. ... 73 30. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. Piperita Hookyang tumbuh pada

ketinggian 1600 m dpl. ... 75 31. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. Piperita Hook yang tumbuh

pada ketinggian 1600 m dpl. ... 77 32. Jenis dan komposisi senyawa kimia kulit batang D. Piperita Hook yang

tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 78 33. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. Piperita Hook yang tumbuh

pada ketinggian 1600 m dpl. ... 80 34. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. beccariana Gibbs yang tumbuh

pada ketinggian 1600 m dpl ... 81 35. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. beccariana Gibbs yang tumbuh

pada ketinggian 1600 m dpl. ... 83 36. Jenis dan komposisi senyawa kimia kulit batang D. beccariana Gibbs yang

tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 84 37. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. beccariana Gibbs yang tumbuh

pada ketinggian 1600 m dpl ... 84 38. Perbandingan senyawa kimia yang dimiliki pada bagian kulit batang ketiga

species 86

39. Perbandingan senyawa kimia yang dimiliki pada bagian batang species

Drymis sp ... 88 40. Perbandingan senyawa kimia yang dimiliki pada bagian daun ketiga species .... 90 41. Perbandingan senyawa kimia yang dimiliki pada bagian akar ketiga species ... 92 42. Rata-rata sifat kimia tanah pada elevasi 1200 m dpl dan 1600 m dpl... 94


(14)

2. Bagian Batang D. winterii. Forst, D. piperita. Hook, D. beccariana. Gibbs ... 45 3. Bagian Akar D. winterii, Forst, D. beccariana. Gibbs., D. piperita Hook ... 45 4. Hasil Pengujian kadar air dan rendemen bahan pada akar, batang, kulit dan

daun Drymis winterii. Forst ... 55 5. Hasil Pengujian kadar air dan rendemen bahan pada akar, batang, kulit dan

daun Drimys piperita. Hook ... 55 6. Hasil Pengujian kadar air dan rendemen bahan pada akar, batang, kulit dan

daun Drimys beccariana. Gibbs ... 56 7. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. Winterii Forst yang tumbuh pada

ketinggian 1200 m dpl ... 58 8. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. Winterii Forst yang tumbuh

pada ketinggian 1200 m dpl. ... 59 9. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D.winterii Forst yang tumbuh pada

ketinggian 1200 m dpl. ... 60 10. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. piperita Hook yang tumbuh pada

ketinggian 1200 m dpl. ... 62 11. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. piperita Hook yang tumbuh

pada ketinggian 1200 m dpl. ... 63 12. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. piperita Hook yang tumbuh

pada ketinggian 1200 m dpl. ... 65 13. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. beccariana Gibbs yang tumbuh

pada ketinggian 1200 m dpl. ... 66 14. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. beccariana Gibbs yang tumbuh

pada ketinggian 1200 m dpl. ... 67 15. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. beccariana Gibbs yang tumbuh

pada ketinggian 1200 m dpl. ... 69 16. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D.winterii yang tumbuh pada

ketinggian 1600 m dpl. ... 70 17. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D.winterii Forst yang tumbuh pada

ketinggian 1600 m dpl. ... 71 18. Jenis dan komposisi senyawa kimia kulit batang D.winterii Forst yang tumbuh

pada ketinggian 1600 m dpl. ... 73 19. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D.winterii Forst yang tumbuh pada

ketinggian 1600 m dpl. ... 74 20. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. Piperita Hookyang tumbuh


(15)

22. Jenis dan komposisi senyawa kimia kulit batang D. piperita Hook yang

tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl ... 79 23. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. piperita Hook yang tumbuh pada

ketinggian 1600 m dpl. ... 80 24. Jenis dan komposisi senyawa kimia akar D. beccariana Gibbs yang tumbuh

pada ketinggian 1600 m dpl. ... 82 25. Jenis dan komposisi senyawa kimia batang D. beccariana Gibbs yang tumbuh

pada ketinggian 1600 m dpl. ... 83 26. Jenis dan komposisi senyawa kimia kulit batang D. beccariana Gibbs yang

tumbuh pada ketinggian 1600 m dpl. ... 84 27. Jenis dan komposisi senyawa kimia daun D. beccariana Gibbs yang tumbuh

pada ketinggian 1600 m dpl. ... 85 28. Kandungan senyawa kimia tertinggi pada bagian kulit batang pada Drymis sp .. 88 29. Kandungan senyawa kimia tertinggi pada bagian batang pada Drymis sp. ... 90 30. Kandungan senyawa kimia tertinggi pada bagian daun Drymis sp... 92 31. Kandungan senyawa kimia tertinggi pada bagian akar Drymis sp. ... 94 32. Perbandingan senyawa atsiri, seskuiterpen dan asam lemak pada Drymis

winterii.Forst di 1200 mdpl dan 1600 mdpl ... 95 33. Perbandingan senyawa atsiri, seskuiterpen dan asam lemak pada Drymis

piperita.Hook di 1200 mdpl dan 1600 mdpl ... 97 34. Perbandingan senyawa atsiri, seskuiterpen dan asam lemak pada Drymis


(16)

1. Uji Ragam Bartllet’s Karakter Morfologi D. winterii Wine

Pada 4 Lokasi Pengamatan dan skor Pengukurannya. ... 106

2. Analisis covarian (ANOVA) pada sifat morfologi kuantitatif ... 107

3. Kruskal-Wallis Test pada sifat morfologi kualitatif ... 109

4. Hasil analisis tanah dibeberapa titik ... 125

5. Kondisi Iklim Pada Lokasi Penelitian ... 126

6. Rangkuman senyawa dengan kandungan (di atas 5 %) tertinggi dari ketiga jenis akway ... 129

7. Peta Lokasi Penelitian Distrik Menyambouw dan Penyebaran Drymis sp ... 134


(17)

Yohanes Paisey dan ibu Suniati. Penulis merupakan putri kelima dari enam bersaudara.

Tahun 1998 penulis lulus SMA Negeri I Manokwari dan pada tahun yang sama penulis lulus Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri di Universitas Negeri Cenderawasih (UNCEN) yang saat ini telah menjadi Universitas Negeri Papua (UNIPA). Penulis memilih program studi agronomi pada Fakultas Pertanian dan teknologi Pertanian.

Penulis menyelesaikan program Strata satu pada tahun 2003 dan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil pada tahun 2004 di Universitas Negeri Papua. Penulis diberi kesempatan Oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (DIKTI) untuk melanjutkan program Strata dua di Institut Pertanian Bogor tahun 2006.


(18)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Tumbuh-tumbuhan di Indonesia yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia, salah satunya adalah sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit. Di Indonesia telah diketahui terdapat 1.000 jenis dari 30.000 jenis yang bisa dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat (Badan POM, 2004). Secara lengkap PT Eisei (1995) mengungkapkan bahwa terdapat lebih dari 2.500 tumbuhan yang berpotensi sebagai obat, dan 1.845 yang telah diidentifikasikan memiliki potensi medis.

Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia biasanya hanya berdasarkan pada pengalaman dan pengetahuan tradisional yang diturunkan oleh nenek moyang. Salah satu pemanfaatan tumbuhan obat adalah sebagai obat kuat oleh masyarakat Papua khususnya suku Arfak. Tumbuhan obat yang digunakan untuk meningkatkan vitalitas seksual pada kaum pria suku Arfak adalah kayu akway (Drymis sp). Bermawie et al. (2006,

tidak dipublikasi) menduga terdapat dua jenis Drymis yang digunakan sebagai obat yaitu Drymis piperita. Hook dan Drymis beccarina. Gibbs. Tumbuhan

Drymis sp. yang dimanfaatkan oleh masyarakat di kawasan pegunungan Arfak tahun 2007 diperkirakan setiap bulannya mencapai ± 640 pohon pada satu desa. Tumbuhan ini digunakan untuk konsumsi keluarga dan juga dikomersilkan ke pasar lokal. Drymis yang tumbuh di daerah Arfak diperkirakan 11,5 juta pohon dengan rata-rata populasi 180 pohon/ha pada satu desa. Kerapatan pertumbuhan di alam yang minim menyebabkan tumbuhan ini telah jarang ditemui pada saat sekarang.


(19)

Tumbuhan Drymis terdapat pada pegunungan Arfak yang merupakan Cagar Alam (CA) terletak di daerah kepala burung Pulau Papua, 25 km dari Manokwari kearah Tenggara. Cagar Alam ini luasnya 63.750 ha dan berada di ketinggian 15 m hingga ketinggian 2.940 m di atas permukaan laut (dpl). Pegunungan Arfak memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi dan tak ternilai. Meskipun sebagian besar dari kawasan ini berupa pegunungan namun wilayah ini memiliki koridor ke daerah dataran rendah, sehingga membentuk unit ekologi yang lengkap (Craven dan de Fretes, 1987). D’Albertis dan Beccari pada tahun 1872-1873 telah melakukan identifikasi terhadap tumbuhan yang tumbuh pada daerah ini termasuk Drymis sp., dua jenis Drymis yang ditemukan hanya

arfakinensis dan beccariana Gibbs (Gibbs, 1916).

Tumbuhan Obat yang mempunyai bahan aktif yang bersifat afrodisiak akan berfungsi untuk meningkatkan hormon testosteron (Poedjaidi, 1994). Pada umumnya tumbuhan atau tanaman yang berkhasiat sebagai afrodisiak mengandung senyawa-senyawa turunan sterol, saponin, alkaloid, tanian dan senyawa lain yang berkhasiat sebagai penguat tubuh dan memperlancar peredaran darah. Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya cincin siklopentana perihidrofenantrena yang tidak hanya terdapat pada hewan tetapi juga pada tumbuhan tingkat tinggi. Senyawa ini terdiri dari stigmasterol, -sitosterol dan kampesterol yang sangat berperan dalam peningkatan hormon pria yaitu testosteron (Harborne, 2006). Pada batang kayu akway (Drymis sp) ditemukan senyawa-senyawa golongan fenantren sehingga pemanfaatan Drymis sp sebagai tanaman obat oleh masyarakat suku Arfak dapat dibuktikan secara empiris, (Bermawie et al. 2006, tidak dipublikasi)


(20)

Pemanfaatan secara terus-menerus tanpa adanya usaha budidaya untuk melestarikan dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman hayati Papua khususnya pegunungan Arfak. Oleh karena itu perlu adanya usaha konservasi untuk mengurangi kepunahan species Drymis. Adapun usaha tersebut adalah mengeksplorasi Drymis sp dengan mendeskripsikan morfologi, menganilisis kandungan kimia, mengkaji aspek agronomi merupakan cara awal yang dapat ditempuh untuk membudidayakan Drymis sp agar tetap lestari.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk (1) mendeskripsikan morfologi sehingga dapat digunakan sebagai alat identifikasi species Drymis untuk pengembangan lebih lanjut; (2) menganalisis kandungan kimia akway (Drymis sp.) yang dijumpai; (3) memberikan informasi ilmiah mengenai kandungan kimia untuk mendukung penggunaan kayu akway sebagai afrodisiak dan peningkatan stamina.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah : (1) terdapat perbedaan morfologi sehingga dapat digunakan untuk identifikasi (2) terdapat perbedaan morfologi pada tumbuhan akway (Drimys sp) yang tumbuh berbeda pada kondisi lingkungan yang berbeda (3) perbedaan kandungan senyawa kimia sebagai afrodisiak pada ketiga species Drimys pada ketinggian 1200 mdpl dan 1600 mdpl; (4) terdapat perbedaan kosentrasi senyawa afrodisiak pada bagian daun, batang, kulit batang dan akar dari tiga jenis Drimys di ketinggian 1200 mdpl dan 1600 mdpl.

Ruang Lingkup dan Kerangka pemikiran.

Penelitian ini meliputi beberapa kegiatan dan tahapan yang saling terkait untuk mencapai tujuan yang diharapkan, Karakterisasi sifat morfologi tanaman


(21)

kayu akway dan analisa parameter ekologi dalam kaitannya dengan mutu (komposisi kimia) penyimpanan metabolit sekuder.

Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu Karakterisasi sifat morfologi dari kayu akway yang ditemukan dan karakterisasi komponen kimia kayu akway yang berasal dari dua tipe atau zona agroekologi dataran tinggi. Selain itu sebagai pendukung dilakukan analisis terhadap sifat fisik dan kimia tanah dari lokasi penelitian yang merupakan tempat tumbuh dari kayu akway tersebut. Hal ini dilakukan karena penyebaran Drymis sp. cukup luas di dataran tinggi.


(22)

Kerangka pemikiran :

DRYMIS SP MER

UPAKAN SALAH SATU KEANAKARAGAMAN HAYATI

SEBAGAI AFRODISIAK

KURANGNYA PLASMA NUTFAH

PEMANFAATAN SECARA LANGSUNG

TANPA BUDIDAYA

USAHA

PEMECAHAN KAJIAN

MORFOLOGI KAJIAN AGRONOMI

DILAKUKAN BUDIDAYA

PELESTARIAN PENINGKATAN


(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi dan Kandungan Drymis SP

Tumbuhan ini berasal dari family Magnoleacea (Winteraceae). Tumbuhan ini tergolong dalam tumbuhan aromatik. Beberapa spesies yang berada di Papua adalah : Drimys arfakensis Gibbs, Drimys beccariana Gibbs. Drimys brassii A.C. Sm., Drimys bullata, Drimys calothyrsa Diels, Drimys coriacea

Pulle, Drimys crassifolia Baill, Drimys cyclopum Diels Drimys densifolia Ridl,

Drimys dictyophlebia Diels, (plantencyclo, 2007).

Berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukan oleh Bermawie et al.

(2006), pada batang kayu akway (Drymis sp) ditemukan 12 senyawa dengan kosentrasi dari 0,57-16,72 %, dengan senyawa tertinggi yang ditemukan adalah 7,11-Epoksi isogomakron sebanyak 16,72%; 9,10-Dimetil penatren: 8,12%; 2,Dimetil-3-etilfuran : 7,36% ; 7,8-Isopropiliden dioksi bisiklo (4,2) : 3,43% dan 5-Sedranon sekitar 1,87%.

Pemanfaatan tumbuhan ini adalah sebagai obat kuat pada kaum lelaki suku Arfak. Pemakaiannya secara langsung dari batang yang telah mengering, kemudian dikikis bagian kulit dan diseduh menggunakan air panas (tradisional knowledge).

Metabolit sekunder merupakan senyawa yang disintesis tanaman yang digolongkan menjadi lima yaitu glikosida, fenol, flavonoid, dan alkaloid. Senyawa-senyawa tersebut bermanfaat bagi tanaman itu sendiri maupun bagi serangga, hewan dan manusia. Fungsi senyawa metabolit sekunder sangat penting antara lain :


(24)

1. Sistem pertahanan terhadap virus, bakteri dan jamur 2. Sistem pertahanan terhadap serangga

3. Sistem pertahanan terhadap tanaman lain melalui allelopati 4. Atraktan serangga untuk membantu polinasi

5. Sistem pertahanan terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya kekeringan, adanya logam berat dan keadaan yang terlalu panas atau terlalu dingin.

6. Sebagai obat, food additive, flavor, pewarna dan pestisida nabati (Vickery dan Vickery, 1981).

Gambaran Umum Kabupaten Manokwari

Kabupaten Manokwari terdiri dari 12 Kecamatan dan 132 Desa. Kabupaten Manokwari sering juga disebut kota buah-buahan karena disini tanahnya sangat subur untuk berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Penduduk Asli Kabupaten Manokwari terdiri dari beberapa suku seperti suku Sough, suku Karon, suku Hatam, suku Meyeh dan suku Wamesa, suku-suku ini mempunyai budaya yang unik dan berbeda satu sama lain.

Luas wilayah Kabupaten Manokwari 37.901 km2 terletak di bagian kepala burung Pulau Papua. secara geografis Kabupaten ini terletak antara 0015 Lintang Utara dan 3025 Lintang Selatan dan terbentang dari 132035 sampai 134045 Bujur Timur. Batas-batas Kabupaten Manokwari adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Nabire dan Kabupaten Paniai.


(25)

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sorong.

Topografi Kabupaten Manokwari pada umumnya adalah daerah berbukit dan dataran tinggi, atau sekitar 80% dari luas wilayahnya terdapat di bagian tengah yakni Kecamatan Kebar, Anggi dan Merdey dan selebihnya 20% merupakan dataran rendah yang terdapat di bagian Selatan yakni di Kecamatan Bintuni dan Babo. Puncak-puncak gunung yang terdapat di kabupaten ini adalah: Gunung Umsini 2950 m, Gunung Borai 2340 m, Gunung Wondi 2390 m, dan gunung-gunung lain yang tingginya hampir sama.

Jenis flora di Kabupaten Manokwari sama dengan jenis flora di Australia seperti Arancavis, Darydrum, Lybfocedrus, Tristanea, dan lain-lain. Bagian terbesar dari kawasan ini tertutup oleh hutan hujan tropis. Jenis Pohon yang terdapat di Kabupaten Manokwari adalah pohon Matoa, Aghtis, Rhizopora, Instsia Bugeira dan lain-lain. Dari 819 species anggrek yang tumbuh di Papua, banyak terdapat di daerah Manokwari seperti jenis Debrobium Speclabile JJS. Tumbuhan yang menjadi makanan sehari-hari termasuk pisang, buah keluwih/sukun, pohon kelapa, sagu, pepaya, nanas dan kentang.

Iklim

Kabupaten Manokwari tergolong daerah beriklim basah, curah hujan cukup tinggi, rata-rata 2688 mm pertahun, hutan rata-rata 123 hari pertahun. Suhu antara 260C sampai 320C dan kelembaban rata-rata 84,7% dan intensitas panas matahari 54,3%.


(26)

Ekologi Pegunungan Arfak

Lokasi pegunungan Arfak secara geografis terletak pada Timur Laut semenanjung kepala burung, dengan Distrik Manokwari, kurang lebih 25 km Barat Daya kota Manokwari. Sebelah Barat Gunung Arfak dibatasi oleh Sungai Ransiki, dan sebalah Barat Laut dibatasi oleh Sungai Prafi, sebelum meluas bagian Tenggara kaki gunung dan dataran rendahnya mengarah ke pesisir pantai. Dapat dilalui dengan kendaraan dari Manokwari dan Ransiki, sedangkan melalui udara menuju ke sebalah Barat , pada 1°00'-1°29'S, 133°53'-134°15'E.

Iklim wilayahnya adalah tropical basah dengan kelembaban relatif antara 85% sampai 90% pada level pantai dan akan turun menjadi 75% sampai 85% pada ketinggian 2.050 m. Rata-rata temperatur maksimum pada level pantai adalah 31oC dan rata-rata minimum adalah 24oC. Rata-rata temperatur maksimum dan minimum adalah 22.5oC dan 16oC berturut-turut pada 2.050 m. Variasi geografi memberikan efek perbedaan curah hujan, telah dicatat bahwa curah hujan di Ransiki adalah 1404 mm dan di Manokwari adalah 3038 mm. Pada periode kering dari Juli sampai Oktober dan periode basah dari bulan Januari sampai Mey. (Craven and de Fretes, 1987).

Vegetasi dominan pada 1500 m adalah pohon dengan spesies Lithocarpus spp. dan Lauraceae spp., sedangkan Nothofagus spp. berada diantara 1,500 m dan 2,800 m. Diatasketinggian 2,000 m adalah gingers Zingiberaceae, ferns and epiphytes seperti Selaginellaceae and Thelypteridaceae.Other epiphytes termasuk

orchids Dendrobium spp. dan pandan panjat Pandanus spp. Bagian timur (antara 300 m and 1.000 m) sebagai kaki gunung tercatat Genera pohon predominan diantaranya Ficus, Alstonia, Canarium, Syzygium, Araucaria, Terminalia, dan


(27)

Myristica. Pohon yang bernilai ekonomi diantaranya Pometia spp., Palaquium spp. and Intsia spp. Selain itu didominasi pula oleh gingers, palms dan pakis Cyathea spp. Sebagian kecil dataran rendah hutan hujan teropis ini juga terdapat berbagai tipe spesies. Genera pohon yang dominan diantaranya Mallotus, Aglaia, Albizia, dan Ficus. Pandanus adalah sumber yang sangat penting karena merupakan bahan makanan dan bahan bangunan, sedangkan Pometia spp., Intsia spp.dan Palaquium spp. telah dieksploitasi guna komersil. Aristolochia spp.,

sebagai tumbuhan makanan kupu-kupu dan burung, tumbuhan berkantong

Nepenthes spp danbeberapa Piper spp. Epiphytes termasuk Antrophyum reticulum

dan Asplenium nidus. Termasuk pakis atau paku-pakuan Stenosemia aurita, pohon pakis Cyathea spp dan bunga-bunga Amorphophallus paeoniifolius (Craven and de Fretes, 1987). Keragaman aneka tanaman Papua termasuk salah satu yang terbesar di dunia dengan sekitar 2700 spesies anggrek. Selain dari pada itu, Papua juga kaya akan pohon pakis, lianas dan berbagai tumbuhan obat-obatan.

Pegunungan Arfak memiliki keanekaragaman yang tinggi dan tak ternilai. Meskipun sebagian besar dari kawasan ini berupa pegunungan, wilayah ini memiliki koridor ke daerah dataran rendah, sehingga membentuk unit ekologi yang lengkap. Eksplorasi secara intensif oleh d’Albertis dan Beccari pada tahun 1872-1873 (Gibbs, 1916) menemukan sedikitnya 320 jenis burung, 350 jenis kupu-kupu dan 110 jenis mamalia. Vegetasi di kawasan ini diantaranya matoa (Pometia spp), nyatoh, rotan, dll. Pegunungan Arfak dikenal pula sebagai pusat keanekaragaman hayati untuk kupu-kupu sayap burung (Ornithoptera spp.), yang memiliki sayap yang besar dan indah. Selain itu, terdapat pula jenis endemik


(28)

seperti burung pintar (Amblyornis innornatus), kanguru pohon, landak papua dan lain-lain.

Sosial ekonomi Suku Arfak

Di Pegunungan Arfak hidup empat suku asli , yaitu Hatam, Moule, Sough, dan Meyakh, yang mendiami 25 desa dengan total populasi 12 ribu jiwa. Ekonomi masyarakat Arfak umumnya masih subsisten. Kebutuhan pangan dipenuhi dari berladang, berburu dan mengambil hasil hutan. Secara adat masyarakat diperbolehkan mengambil hasil hutan berupa kayu, kulit kayu, dan daun pandan untuk membangun rumah serta kayu bakar. Masyarakat Arfak secara adat telah memiliki konsep pengelolaan kawasan, yang disebut Igya Ser Hanjop (padanan kata konservasi dalam bahasa Hatam), serta zonasi. Ada zona Bahamti (daerah konservasi), Nimahanti (daerah wisata terbatas/daerah penyangga), dan Susti (daerah pemanfaatan). Konsep Igya Ser Hanjop inilah yang dicoba diangkat kembali, sebagai dasar pengelolaan keanekaragaman hayati yang bertumpu pada masyarakat di Arfak.

Morfologi Tumbuhan

Perbedaan pohon di hutan Indonesia dapat dibedakan berdasarkan perbedaan morfologi yang terdiri atas morfologi batang, tajuk dan dahan, daun, akar, bunga, buah dan biji. Deskriptor untuk membuat deskripsi tanaman pohon berdasarkan PROSEA, 1998.

A. MORFOLOGI BATANG A. Pohon

1.1. Penampilan umum : 1. Batang silindris


(29)

2. Batang berlekuk atau berbaling 3. Batang berbuncak

1.2 Penampilan pangkal batang 1. Batang mulus

2. Batang berbanir 1.3 Penampilan pepagan luar

1. Berdamar, 2. Licin 3. Berlekah 4. Bersisik 5. Lepas berkotak 6. Berpuru

7. bergelang dan berbaris melintang 8. Berduri

9. Mengelupas 10.Retak-retak

1.2. Morfologi bagian dalam.

Secara umum variasi sifat morfologi bagian dalam batang pohon sebagai berikut :

1. Pepagan bergetah, meliputi : a. Pepagan bergetah putih b. Pepagan bergetah kuning c. Pepagan bergetah merah d. Pepagan bergetah hitam


(30)

2. Pepagan tanpa getah. a. Pepagan berlapis b. Pepagan berserat c. Pepagan mamasir d. Pepagan bermiang e. Pepagan bercorak daging 3. Bau Pepagan terdiri atas :

a. Bau harum

b. Bau resin dan aromatik c. Bau kamper

d. Bau bawang e. Bau kacang f. Bau asam jawa g. Bau kepinding 4. Arah tumbuh batang a. Tegak lurus

b. Menggantung c. Berbaring d. Menjalar e. Serong ke atas f. Mengangguk g. Memanjat


(31)

B. MORFOLOGI TAJUK DAN DAHAN 1. Penampilan tajuk secara umum

Tajuk pohon dewasa yang umumnya dijumpai di hutan Indonesia antara lain : a. Tajuk bertingkat atau berbentuk pagoda

b. Tajuk bentuk kubah c. Tajuk bulat

d. Tajuk bentuk payung e. Tajuk bulat silinder f. Tajuk bentuk kerucut g. Tajuk bentuk kubus 2. Pola percabangan

a. Perkembangan batang pokok

- Perkembangan simpodial, yaitu perkembangan batang pokok (utama) yang terbagi dua atau lebih. Selanjutnya disebut batang simpodial.

- perkembangan monopodial, yaitu perkembangan batang pokok yang tidak terbagi. Selanjutnya disebut batang monopodial

b. perkembangan cabang

- Latak cabang pada batang pokok dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu

1. Percabangan ritmik, yaitu apabila beberapa cabang tumbuh pada ketinggian tertentu pada batang pokok secara berulang dengan jarak antara kelompok cabang yang satu dengan kelompok cabang berikutnya jelas terlihat.


(32)

2. Percabangan menerus, yaitu apabila satu cabang tumbuh pada ketinggian tertentu pada batang pokok, diikuti cabang-cabang lain, demikian seterusnya dan tidak jelas berulangnya.

- Arah pertumbuhan cabang ada dua macam, yaitu :

1. cabang ortotropik, apabila arah pertumbuhannya menuju ke atas dan bagian kuncup ujung cabang ataupun ujung ranting tampak menghadap ke atas.

2. cabang palgiotropik, apabila arah pertumbuhannya menuju ke samping dan kuncup ujung menghadap ke samping atau terkulai ke bawah.

- pembagian meristem cabang atau ranting

1. Cabang simpodial, apabila pertumbuhan terbagi pada setiap modul atau cabang tumbuh terminal kemudian cabang berikutnya tumbuh pada bagian bawah ujungnya.

2. cabang monopodial, apabila pertumbuhan cabang terus berlanjut pada satu cabang, tanpa meristem yang terbagi.

c. Latak bunga atau pembungaan

- Bunga di ujung batang, cabang atau ranting (bunga terminal)

- Bunga di bagian samping batang, cabang atau ranting (bunga lateral) d. Deskripsi singkat model arsitektur

1. Model Koriba

Batang simpodial dengan beberapa bagian batang tumbuh secara plagiotropik kecuali satu diantaranya tumbuh secara ototropik. Selanjutnya batang yang plagiotropik itu berubah fungsinya menjadi cabang dan berkembang lagi secara plagiotropik, sedangkan bagian yang


(33)

ototropik tmbuh menjadi batang ke dua yang selanjutnya terbagi lagi seperti kejadian sebelumnya. Pada batang pokok tampak letak kelompok cabang yang pertama bertentangan arah dengan kelompok cabang kedua dan seterusnya, sehingga pertumbuhan batang tampak zig-zag. Jadi cabang simpodial dan plagiotropik.

2. Model Sccarone

Batang monopodial, percabangan ritmik. Cabang simpodial dan ototropik.

3. Model Rauh

Batang monopodial, percabangan ritmik. Cabang monopodial dan ototropik

4. Model Attims

Batang monopodial dengan cabang-cabang yang tidak ritmik (disebut cabang menerus) pada batang. Cabang monopodial dan ototropik.

5. Model Massart

Batang monopodial dan ototropik, percabangan ritmik. Cabang monopodial dan plagiotropik.

6. Model Aubreville

Batang monopodial dengan pertumbuhan tahap demi tahap bersamaan dengan pertumbuhan cabang-cabang yang ritmik. Cabang-cabangnya yang simpodial bersifat terminal terkenal dengan istilah percabangan terminallia. Model arsitektur ini dikenal dengan nama model pagoda.


(34)

7. Model Prevost

Batang simpodial dan ototropik. Pada model ini terlihat adanya batang yang tumbuh proleptik dibagian bawah percabangan batang utama. Batang tersebut merupakan batang kedua dan seperti pada batang pertama, batang kedua inipun berhenti disusul oleh pertumbuhan cabang. 8. Model Roux

Batang monopodial dan ototropik. Berbeda dengan model Massart, pada model Roux cabang-cabang pohon tidak ritmik, tetapi menerus pada batang.

9. Model Troll

Batang tumbuh plagiotropik. Setelah itu pada bian batang yang melengkung tumbuh batang baru secara plagiotropik juga dan seterusnya tumbuh demikian. Cabang-cabang monopodial dan plagiotropik.

C. MORFOLOGI DAUN 1. Komposisi daun, terdiri atas :

a. Daun tunggal, yakni daun yang tangkainya hanya terdapat satu helai daun. b. Daun majemuk, yakni apabila pada satu tangkai terdapat lebih dari satu helai daun. Daun majemuk yang biasa dijumpai banyak ragamnya, yaitu :

1. Daun majemuk menjari, yakni daun majemuk yang terdiri atas beberapa helai anak daun (leaflet) yang terkumpul pada ujung tangkai sehingga membentuk jari-jari.

2. Daun majemuk bersirip, yakni daun majemuk yang terdiri atas beberapa helai anak daun yang terletak sepanjang kiri-kanan tangkai daun. Daun majemuk bersirip ada dua macam, yaitu


(35)

bersirip ganjil jika pada ujung daun terdapat 1 atau 3 anak daun. Dan bersirip genap jika diakhiri dengan dua anak daun.

3. Daun majemuk bersirip ganda, yakni daun majemuk bersirip yang setiap siripnya terbagi lagi menjadi beberapa helai anak daun sehingga menjadi 2 kali bersirip.

2. Susunan daun, terdiri atas :

a. Berhadapan, yaitu bila daun-daun pada posisi berhadapan secara berpasangan pada ranting. Pasangan yang satu dengan pasangan berikutnya dapat sebidang atau berlainan bidang. Kadang-kadang susunan daun berhadapan sebidang.

b. Terpusar, yakni bila daun-daun mengelilingi ranting pada suatu lingkaran. c. Berselang, yakni bila daun-daun tersusun seacra berselang di kiri dan di

kanan bagaian ranting dan jika dirapikan daun-daun tersebut tampak terletak pada satu bidang

d. Tersebar, yakni bila daun-daun bersusun secara berselang, mengelilingi ranting yang secara teratur membentuk suatu spiral.

3. Kuncup daun dan stipula

Secara garis besar terdapat dua macam kuncup daun yaitu kuncup telanjang dan kuncup terbungkus stipula.

a. Kuncup telanjang, yakni kuncup bakal daun tanpa pembungkus.

b. Kuncup berstipula, yakni kuncup bakal daun yang terbungkus stipula. Stipula adalah bagian yang menutup dan membungkus kuncup daun, yang disebut pula menumpu. Pada pepohonan dijumpai beberapa macam bentuk stipula yaitu :


(36)

1. Stipula bentuk tudung, yang tampak runcing pada ujung ranting. Bagian pangkal leher membungkus seluruh bagian kuncup. Sesungguhnya tudung tersebut terdiri atas dua helaian yang saling menutupi sangat kuat. Jika kuncup mengembang, tudung akan terbuka dan terbagi menjadi dua bagian yang lepas dan meninggalkan lampang (bekas) berupa garis yang melingkari ranting, yang dikenal sebagai berkas cincin pada ranting

2. Stipula bentuk bumbung yang tumpul pada bagian ujung dan pangkalnya tidak melebar. Bumbung ini terdiri atas dua helaian yang saling menutupi pada waktu kuncup masih sangat muda. Jika kuncup mengembang, stipula terbagi menjadi dua helaian yang berragam bentuknya, memanjang seperti selendang dan setelah lepas akan meninggalkan berkas cincin pada ranting.

3. Stipula bentuk helaian biasa, terdiri atas dua helaian yang bervariasi baik dalam ukuran maupun bangunnya.

4. Stipula bentuk jarum, yang runcing pada pangkal dan ujungnya. 5. Stipula bentuk pelana, yang terdiri atas dua helaian yang menutupi

kuncup yang tampak pipih seperti pelana.

6. Stipula bentuk sayap, sebagai pelebaran bagian tangkai daun. 4. Tangkai, helaian dan pertulangan daun.

a. Tangkai daun.

Tangkai daun adalah bagian daun yang melekat langsung pada ranting. Berdasarkan ukurannya, Kartawinata (1983) menggolong-golongkan tangkai daun sebagai berikut :


(37)

1. Pendek, berukuran kurang dari 2,5 cm 2. Sedang, berukuran antara 2,5 – 5 cm 3. Panjang, berukuran lebih dari 5 cm b. Helai daun

Halai daun dapat dibedakan atas sifat bangun umumnya, bagian ujung, bagian pangkal dan bagian tepinya.

1. Bangun umum helai daun

Secara garis besar, bangun umum helai daun yang dijumpai pada pepohonan adalah sebagai berikut :

- Bentuk lanset (lanceolet) menyerupai mata lembing - Jorong (elliptical)

- Bundar telur (ovate)

- Bundar telur sungsang (obovate) - Lonjong (oblong)

- Bentuk lanset sungsang (oblanceolet) 2. Bangun ujung daun.

Daun-daun pepohonan hutan umumnya memiliki helai daun yang ujungnya berkisar antara lancip, luncip, tumpul, membundar, dan

berlekuk.

3. Bangun pangkal daun

Pertemuan helai daun dengan tangkai daun akan memperlihatkan aneka ragam bentuk yang umunya berkisar antara bentuk pasak,

senjang (tumpul), bentuk jantung, bundar, tirus dan bentuk perisai. 4. Bangun tepi daun


(38)

Secara umum, tepi daun pepohonan dapat rata, bergerigi, berombak,

berlekuk atau bercangap.

c. Pertulangan daun

Pertulangan daun pada umumnya terdiri atas tulang pertama atau tulang tengah (midrib), pertulangan kedua (secindary nerves) dan pertulangan ke tiga (tertiary nerves) atau juga disebut urat daun

Berdasarkan letaknya pada helai daun yang dijumpai pada pepohonan adalah sebagai berikut :

1. Menyirip, yakni bila pertulangan kedua tersusun di kiri dan kanan tulang tengah. Jika jarak antara tulang-tulang kedua tersebut hampir sama maka disebut pertulangan yang menyirip sempurna, dan jika jaraknya tidak sama maka disebut menyirip tidak sempurna.

2. Menjari, yakni bila pertulangan daun memperlihatkan bentuk seperti jari tangan, tulang pertama seolah-olah terbagi menjadi 3 atau 5 yang berpusat pada titik pertemuan antara helai daun dan tangkai daun. 3. Sejajar, yang serupa dengan bentuk menyirip namun pertulangan

kedua sejajar dan rapat, tegak lurus terhadap tulang pertama.

4. Bertulang tiga (trinerved), yaitu bentuk pertulangan yang seolah-olah pertulangan kedua terdiri atas satu pasang sehingga dengan tulang pertama akan nampak sebagai segi tiga tulang saja.

5. Driobalanoid, yakni serupa dengan pertulangan menyirip atau sejajar, namun diantara pertulangan kedua terdapat tulang yang tidak sampai ke tepi daun.


(39)

6. Sejajar tepi (intramarginal), yakni pada bagain dalam menjelang tepi daun, yang seolah-olah merupakan penghubung antara ujung-ujung pertulangan kedua, mulai dari bagian pangkal sampai ujung daun. 7. Bentuk jerat, yakni menyerupai jerat yang menghubungkan

ujung-ujung pertulangan kedua, tidak sejajar dengan tepi daun.

8. Bentuk tangga, yakni tersusun secara teratur menyerupai tangga (scalariform).

9. Bentuk jala, yakni tersusun seperti jala atau jaring, tidak teratur. d. Organ lain pada daun.

Organ-organ lain yang biasa terdapat pada seranting daun ialah :

1. Indumentum, yakni organ yang berupa bulu halus, bulu kasar, bulu seperti wol, atau berupa sisik, yang dterdapat di atau menutupi bagian ranting, kuncup, tangkai daun atau helai daun. Apabila bagian ini tidak terdapat pada tumbuhan maka sifat ini dinamakan lokos (glabrous) 2. Kelenjar, yakni organ menyerupai bintil yang tampak pada tangkai

daun tau helai daun.

3. Domatia, yakni organ yang hampir serupa dengan kelenjar namun tampak titik yang jelas dan kdang-kadang tertutup oleh bulu halus. 4. Lapisan lilin, biasanya terdapat pada daun dan memudahkan

identifikasi. D. MORFOLOGI AKAR

1. Percabangan akar tunggang terbagi atas :

a. Berbentuk sebagai tombak (fusiformis), pangkalnya besar meruncing ke ujung dengan serabut-serabut akar sebagai percabangan.


(40)

b. berbentuk gasing (napiformis), pangkal akar besar membulat, akar-akar serabut sebagai cabang hanya pada ujung yang sempit meruncing.

c. Berbentuk benang (filiformis), jika akar tunggang kecil panjang seperti akar serabut saja dan juga sedikit sekali bercabang.

2. Sifat dan tugas khusus akar terbagi atas :

a. Akar udara atau akar gantung (radiks aereus), menggantung di udara dan tumbuh ke dalam tanah.

b. Akar penggerek atau akar penghisap (haustorium), akar yang terdapat pada tumbuhan yang hidup sebagai parasit dan berguna untuk menyerap air dan makanan dari inang.

c. Akar pelekat (radix adligans), akar-akar yang keluar dari buku-buku batang tumbuhan memanjat untuk menempel pada penunjangnya saja. d. Akar pembelit (cirrhus radicalis), juga untuk memanjat tetapi dengan

memeluk penunjangnya.

e. Akar nafas (peneumatophora), yaitu cabang-cabang akar yang tumbuh tegak lurus ke atas hingga muncul dari permukaan tanah atau air tempat tumbuh tumbuhan.

f. akar tunjang, akar yang tumbuh dari bagian bawah batang ke segala arah seakan-akan menunjang batang jangan sampai rebah, karena batang tumbuhan yang yang mempunyai akar demikian ini terdapat diatas tanah atau air.

g. Akar lutut, bagian akar yang tumbuh ke atas kemudian membengkok lagi masuk ke dalam tanah.


(41)

h. Akar banir, yaitu akar yang berbentuk seperti papan-papan yang diletakkan miring untuk memperkokoh berdirinya batang pohon yang tinggi besar.

E. MORFOLOGI BUNGA, BUAH DAN BIJI 1. Bunga dan perbungaan

Tipe-tipe perbungaan yang biasa dijumpai pada pepohonan hutan di Indonesia antara lain sebagai berikut :

a. Bulir (spike), jika bunga-bunga tersusun sepanjang gagang perbungaan dan bunga-bunga tersebut hampir duduk atau tanpa gagang bunga.

b. Tandan (raceme) jika bunga-bunga tersusun berselang-seling pada gagang perbungaan yang memanjang tak terbatas dan bunga-bunga tersebut bergagang

c. Malai (panicle), seperti tandan tetapi perbungaan ini bercabang; masing-masing cabang memiliki bunga yang bertangkai, yang bergantian mekarnya dari bawah ke atas.

d. Payung (umbel), jika bunga-bunga dan gagangnya tersusun terpusat pada ujung gagang perbungaan.

e. Bongkol (head), jika bunga-bunga tersusun pada permukaan perbungaan yang bulat seperti kepala dan biasanya bunga-bunga tersebut tidak bergagang.

f. Bunga tunggal (solitary), jika terdapat hanya satu bunga pada gagang, tidak berupa gabungan beberapa bunga.


(42)

Selain tipe bunga yang diamati pula adalah mahkota bunga untuk mempermudah pengenalan jenis-jenis Drymis sp. Bentuk-bentuk daun mahkota yang biasa dijumpai pada pepohonan hutan antara lain :

a. Bentuk bibir b. Bentuk buyung c. Bentuk corong d. Bentuk kincir e. Bentuk kupu-kupu f. Bentuk lonceng g. Bentuk tabung h. Bentuk terompet. i. Bentuk zigomorf j. Bentuk aktinomorf.

Perlu pula diketahui letak bakal buah antara lain : a. Bakal buah superior jika terletak di atas kelopak b. Bakal buah inferior jika terletak di bawah kelopak. 2. Buah

Macam-macam buah yang biasa dijumpai pada pepohonan hutan di Indonesia antara lain :

a. Buah batu (drupe), yakni buah yang bagian luar dindingnya berdaging sedangkan bagian dalamnya membentuk lapisan yang berkayu dan berserat.

b. Buah buni (berry), yakni buah yang dindingnya berdaging lunak, berair dan biasanya berbiji lebih dari satu.


(43)

c. Buah kotak (capsule), yakni buah kering yang merekah yakni berasal dari beberapa daun buah dan berisi banyak biji.

d. Buah longkah (achene), yakni buah kering berbiji tunggal yang tidak pecah, berasal dari satu daun buah.

e. Buah polong (legume), yakni buah yang berasal dari suku leguminosae, berbentuk pipih, terdiri atas dua belahan yang dapat dibuka bila kering, berbiji satu atau lebih.

3. Biji

Biji merupakan bagian dari buah, menurut Kamil (1982), bahwa biji umumnya terdiri atas dua lapisan yaitu sebelah luar yang tebal dan keras, serta sebelah dalam yang tipis dan lunak.


(44)

METODE PENELITIAN

Penelitian I. Karakterisasi Morfologi Drimys sp.

Tempat dan Waktu

Drymis sp. yang diamati untuk karakterisasi morfologi berada di Kecamatan Menyambo yang terletak di Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat. Berlangsung dari bulan September sampai November tahun 2007.

Bahan dan Alat

Bahan yang akan diindentifikasi adalah spesimen akway (Drymis beccarina Gibbs, Drymis piperita HOOK dan Drymis winterii Forst) sedangkan peralatan yang dipergunakan adalah kaliper, lux meter, munsel color, haga hipsometer, GPS.

Metode penelitian Karakterisasi Morfologi dan Penyeberan Populasi.

1. Penentuan sampel tanaman dilakukan dengan menggunakan metode petak tunggal yang ditentukan secara purposife dengan menggunakan plot-plot sesuai fase pertumbuhan, 5 x 5 m2 untuk fase pertumbuhan pancang, 10 x 10 m2 untuk fase tiang. Sampel yang akan menjadi spesimen sebanyak 3 untuk masing-masing species disetiap ketinggian sehingga terdapat 36 sampel. 2. Penyebaran populasi kayu akway ditentukan pula secara purposife dengan

menggunakan metode petak tunggal sesuai dengan fase pertumbuhan yaitu plot ukuran 2 x 2 m2 untuk fase pertumbuhan semai, 5 x 5 m2 untuk fase pertumbuhan pancang, 10 x 10 m2 untuk fase tiang dan 20 x 20 m2 untuk fase pertumbuhan pohon yang akan diperbesar hingga ukuran minimum


(45)

sesuai kurva species area atau penambahan jenis kurang dari 10 % jumlah jenis yang tercatat (Ishemat dan Indrawan, 2005).

3. Petak pengamatan dibuat pada masing-masing ketinggian sebanyak 3 petak pada setiap ketinggian.

A : ketinggian 1200 m dpl B : ketinggian 1600 m dpl C : ketinggian 2000 m dpl D : ketinggian 2400 m dpl Identifikasi Kayu Akway

1. Kayu akway yang dijadikan sampel identifikasi berasal dari sampel karakterisasi morfologi. Sebanyak 3 sampel pada masing-masing spesies kayu akway yang ditemukan pada lokasi penelitian.

2. Bagian tumbuhan yang diambil untuk identifikasi adalah bagian ranting atau cabang berserta dengan daun dan bunga. Bagian tersebut dibuat herbarium untuk diidentifikasikan.

3. Kayu akway yang ditemukan berdasarkan hasil eksplorasi dari lolasi penelitian kemudian dilakukan identifikasi pada Laboratorium Herbarium Universitas Negeri Papua.

Maka terdapat 12 petak pengamatan. Selanjutnya data akan di skoring dan akan diujikan ragam Bartllet’s untuk melihat keragaman antara spesies disetiap ketinggian.


(46)

Pengamatan

1. Bagian morfologi yang diamati meliputi data kualitatif dan kuantitatif dari akar, batang, daun dan biji Drymis sp berdasarkan Pedoman Pengenalan Hutan Indonesia (PROSEA, 1998)

Tabel 1. Sifat-sifat morfologi Drymis sp dan kategori pengukurannya Sifat Morfologi Skor/pengukuran Deskripsi

Bentuk batang 1,2,3,4 1 = silindris; 2 = berlekuk; 3 = berrongga; 4 = berbuncak Pangkal batang 1,2 1= mulus; 2 = berbanir Pepagan bagian luar 1,2,3 1= halus; 2 =sedang; 3

=kasar

Pepagan bagian dalam 1,2,3,4 1 = bergetah putih; 2 = bergetah kuning; 3 = bergetah merah; 4 = bergetah hitam

Bau pepagan 1,2,3,4,5,6,7 1 = harum; 2 = resin dan aromatic; 3 = kamper; 4 = bawang; 5 = kacang; 6 = asam jawa; 7 = kepinding Arah tumbuh cabang

terhadap batang

1,2,3 1 = <450; 2 = 450-900; 3 = > 900

Penampilan tajuk secara umum

1,2,3 1 = kubah; 3 = payung; 5 = kerucut

Pola perkembangan batang pokok

1,2 1 = simpodial; 2 =

monopodial Pola perkembangan

cabang

1,2 1 = ritmik; 2 = menerus Arah pertumbuhan

cabang

1,2 1 = ortotropik; 2 = palgiotropik

Model arsitektur 1,2,3,4,5,6,7,8,9 1 = koriba; 2 = sccarone; 3 = rach; 4 = roux; 5 = massart; 6 = aubreville; 7 = provost; 8 = attims; 9 = troll

Warna pucuk 1,2 1=hijau (GY); 2=orange (YR)

Ukuran daun Indeks Panjang daun dibagi lebar Warna daun tua 1,2,3 1 = hijau muda; 2 = hijau;

3= hijau tua

Komposisi daun 1,2,3,4 1 = tunggal; 2 = menjari; 3 = bersirip; 4 = berganda Susunan daun 1,2,3,4 1 = bertumpu; 2 =decussate;


(47)

sedang > 2,5 cm dan < 5 cm; 3 = panjang > 5 cm

Bentuk helai daun 1,2,3,4,5,6 1 = lanset; 2 = elliptical; 3 = ovate 4 = obovate; 5 = oblong; 6 = oblanceolet Bangun ujung daun 1,2,3,4,5 1 = lancip; 2 = luncip; 3 =

tumpul; 4 = membundar; 5 = berlekuk

Bangun pangkal daun 1,2,3,4,5,6 1 = pasak; 2 = tumpul; 3 = jantung; 4 = bundar; 5 = tirus; 6 = perisai

Bangun tepi daun 1,2,3,4 1 = rata; 2 = bergerigi; 3 = berombak; 4 = berlekuk Pertulangan daun 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 1 = menyirip sempurna, 2 =

menyirip tidak sempurna; 3 = menjari; 4 = sejajar; 5 = bertulang tiga; 6 =

driobalanoid; 7 = sejajar tepi; 8 = bentuk jerat; 9 = bentuk tangga; 10 = bentuk jala

Bentuk percabangan akar

1,2,3 1 = fusiformis; 2 = napiformis; 3 = filiformis Sifat dan tugas khusus

akar

1,2,3,4,5,6,7,8 1 = akar udara; 2 = penggerek/penghisap; 3 = pelekat; 4 = pembelit; 5 = nafas; 6 = tunjang; 7 = lutut; 8 = banir

Tinggi pohon kuantitatif Pengukuran dalam sentimeter

Diameter batang kuantitatif Pengukuran dalam sentimeter

Jumlah percabangan kuantitatif Menghitung jumlah cabang primer dan sekunder

Pengamatan kuantitatif meliputi :

1. Tinggi pohon, yang diukur dengan menggunakan christen hipsometer 2. Diameter batang, diukur dengan menggunakan kaliper

3. Jumlah percabangan, dengan menghitung cabang primer dan sekunder 4. Luas daun.


(48)

Penelitian II. Analisis kimia akway dari elevasi 1200 mdpl dan 1600 mdpl

Tempat dan waktu

Analisis kimia akan dilakukan di laboratorium Fisiologi Hasil, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, yang dimulai pada bulan September-Oktober 2007.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah spesies Drymis yang terdiri tasa bagian kulit batang, batang, akar dan daun, alkohol. Alat yang digunakan untuk ekstraksi bahan adalah mesin penggiling kasar dan halus, pengaduk listrik, vakum rotary evaporator.

Metode penelitian I. Penentuan sampel analisis kandungan kimia

1. Bahan yang diamati berasal dari petak pada fase pertumbuhan tingkat pancang dan tingkat tiang pada masing-masing jenis kayu akway yang dianggap berbeda oleh masyarakat setempat. Sampel yang diperoleh ini berasal dari ketinggian yang berbeda yaitu pada elevasi 1200 mdpl dan 1600 mdpl.

2. Bagian yang menjadi bahan analisis adalah bagian dari akar, batang, dan daun dari masing-masing jenis kayu akway yang berbeda, dimana masing-masing jenis ditentukan sebanyak 3 sampel.


(49)

II. Pengujian senyawa-senyawa kimia pada kayu akway Bahan yang digunakan diekstrak dengan cara :

1. Sampel daun, batang , kulit batang dan akar dikeringkan dengan suhu 400 C-500C selama ± 3-4 hari untuk mencapai kadar air 12 % agar kandungan tidak rusak dan dapat bertahan dalam waktu yang lama.

2. Bahan yang telah kering digiling dengan mesin penggiling kasar dan halus dengan ukuran 60 mes untuk mencapai rendemen yang tinggi.

3. Bahan yang telah digiling tersebut diekstrak dengan menggunakan alcohol 95% dengan perbandingan bahan dan alcohol adalah 1:5, campuran tersebut diaduk dengan pengaduk listrik selama 2 Jam, setelah itu ekstrak didiamkan selama 1 malam.

4. Ekstrak tersebut disaring sehingga menghasilkan ekstrak I

5. Sisa saringan ekstrak I diekstrak lagi dengan menggunakan alcohol dengan perbandingan 1:2 dan diaduk selama 30 menit kemudian disaring. Hasil saringan ini adalah ekstrak II.

6. Hasil eksrtak I digabung dengan hasil ekstrak II kemudian dievaporasi dengan menggunakan vakum rotary evaporator dengan tujuan untuk menguapkan alcohol pada suhu dan tekanan yang sama sehingga dihasilkan ekstrak pekat.

Kemudian 8 sampel ekstrak pekat dianalisis GC-MS di Laboratorium Kesehatan Daerah Jakarta.


(50)

2. Pengujian senyawa –senyawa lain. a. Uji alkaloid

Ekstrak diberi 10 kloroform dan beberapa tetes amonia. Fraksi kliroform dipisahkan den diasamkan dengan H2SO4 2M. Fraksi asam diambil, kemudian

ditambahkan dengan pereaksi meyer, Dragendorf, dan Wagner secara sendiri-sendiri. Jika terdapat endapan putih dangan pereaksi Meyer, endapan merah jingga dengan Dragendorf dan endapan coklat dengan pereakasi Wagner maka dinyatakan positif terdapat alkalod.

b. Uji saponin.

Sampel ditambahkan dengan air secukupnya dan dipanaskan selama 5 menit lali didinginkan dan dikocok kuat. Adanya saponin ditandai dengan timbulnya busa stabil selama 10 menit.

c. Uji Flavonoid

Sampel ditambahkan air sekucupnya dan dipanaskan selama 5 menit, kemudian ditambahkan serbuk Mg 0,2 ml HCL pekat, dan beberapa tetes amil alkohol. Larutan dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna coklat pada lapisan amil alkohol.

d. Uji tanin

Sampel ditambahkan air secukupnya dan dipanaskan selama 5 menit. Filtrat ditambahkan FeCl3 1% jika terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman berarti positif mengandung tanin.

Pada semua lokasi pertumbuhan tanaman akway akan dianalisis sifat fisik dan kimia tanah.Analisis tanah akan dilakukan di Laboratorium Tanah IPB pada bulan Sepetember 2007. Bahan yang digunakan adalah tanah yang berasal dari 3


(51)

ketinggian tempat yang berbeda yaitu 1200 m dpl, 1600 mdpl, 2000 mdpl, 2200 mdpl masing-masing diambil 5 titik sample yang berjarak 100 m pada 2 lapisan permukaan tanah yaitu pada kedalaman 10 cm dan 20 cm Analisis tanah meliputi: a. Sifat fisik tanah

b. Sifat kimia tanah, meliputi : 1. unsur hara makro 2. unsur hara mikro 3. pH tanah

4. Kapasitas Tukar Kation (KTK) 5. RH (kelembaban) tanah

C. Data iklim berupa : suhu, intensitas matahari, serta kelembaban yang diukur selama tiga kali dalam sehari (06.00-09.00; 12.00-15.00; 18.00 wit) selama penelitian September sampai November 2007 di Distrik Menyambouw Kabupaten Manokwari. Provinsi Papua Barat.

Analisis Data

Kesamaan sifat morfologi antarlokasi sampling yang didasarkan pada kesamaan ragam atau varian diuji menggunakan uji Bartlett. Morfologi yang bersifat kuantiatif dianalisis dengan menggunakan Anova SAS dan uji nilai tengah Duncan. Sedangkan morfologi yang bersifat kualitatif dianalisis dengan menggunakan Kruskal-Wallis. Kandungan senyawa kimia dianalisis dengan menggunakan tabulasi.


(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Karakterisasi Morfologi Drimys sp.

1.1. Keadaan Umum Daerah Menyambouw.

Distrik Menyambow merupakan salah satu Distrik yang berada di Kabupaten Manokwari. Daerah ini terletak pada 133o52 BT – 133o54 BT serta 01006’ LS-01o08 LS. Daerah ini berada pada ketinggian mulai 1300 m dpl dengan luas wilayah ± 1.050 km2. Secara adminitrasi keadaan wilayah daerah tersebut belum terealisasikan namum berdasarkan batas alam maka dapat dicirikan sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Distrik Prafi Sebelah Selatan berbatasan dengan Distrik Merdey Sebelah Timur berbatasan dengan Distrik Warmare Sebelah Barat berbatasan dengan Distrik Anggi

Distrik Menyambouw dapat ditempuh dengan perjalanan darat yaitu dengan berjalan kaki selama 8-12 Jam dari daerah Prafi Kampung, dan dapat ditempuh dengan angkutan umum (Toyota Hardtop) selama ± 4 Jam dari Kota Manokwari.

Daerah ini memiliki Flora berupa jenis vegetasi hutan primer dan hutan sekunder. Vegetasi hutan primer yaitu berupa : Kayu besi (Intisia djuga sp), gympas (Trispangia sp), miyantoh (Palaiuiun spp), Kayu cina (Podocarpus sp), Cemara (Casuarina spp), Pinus (Pinus merkusii). Sedangkan vegetasi hutan sekunder antara lain yaitu : Kayu Arwob (Dodonaea pisbosa), Disuwei (Alphitonia spp), Sirih Hutan (Piper andeuncum), Mata Rangga (Macarangga


(53)

spp), Lamtoro (Leucacensa, Leucocsphala), Anggrek Tanah (Spathoglottis tlicata), Alang-alang (Interata sp).

Distrik Menyambow memiliki Fauna yaitu beberapa jenis burung diantaranya, Cenderawasi (Epimachus meyer), burung Pintar (Laboparadicea fericeae), burung Kaka Tua Putih (Cacatus galerita). Selain burung terdapat pula beberapa hewan mamalia yaitu Kus-Kus (Phalanyer spp) dan Tikus Tanah (Bandicot sp). Distrik Menyambow juga memiliki Kupu-Kupu bersayap Burung yaitu (Ornithoptera spp).

1.2. Karateristik Morfologi Kayu Akway

a. Identifikasi jenis-jenis kayu akway yang ditemukan Kayu akway merah besar

Tumbuhan obat berfungsi sebagai peningkat stamina yang disebut sebagai kayu akway merah besar paling banyak digunakan oleh masyarakat setempat. Karakter morfologi yang merupakan ciri dari kayu akway ini adalah memiliki tinggi rata-rata 3,09 meter dengan model arsitekturnya adalah sccarone, rata-rata jumlah cabang perpohonnya adalah sebanyak 4 cabang. Tumbuhan ini memiliki rata-rata ukuran daun 3,43 meter dan rata-rata diameter batangnya adalah 2 cm. Pepagan bagian luar batang atau kulit luar adalah halus dengan arah pertumbuhan cabang terhadap batang adalah 450-900. Tumbuhan ini memiliki bentuk helaian oblong dengan warna daun hijau tua dan susunan daun adalah deccusate dan berlekuk pada bagian ujung daun serta memiliki pucuk yang berwarna orange (yellow red).


(54)

Tumbuhan ini setelah diidentifikasikan pada laboratorium herbarium Universitas Negeri Papua dapat diklasifikasikan ke dalam:

Kingdom : Spermatophyta Devisi : Magnoliophyta Klas : Magnoliopsida Subklas : Asteridae Ordo : Canenalles Family : Winteraceae Genus : Drymis Species : D. piperita

Kayu akway merah kecil

Jenis kayu akway lainnya yang digunakan sebagai obat oleh masyarakat suku Arfak adalah kayu akway merah kecil. Disebut demikian karena memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingan dengan kayu akway merah besar atau Drymis piperita. Hook. Tinggi rata-rata tumbuhan ini hanya 2,39 meter dengan jumlah cabang 3 perpohon dan memiliki rata-rata diameter 1,77 cm serta pepagan bagian luarnya halus. Tumbuhan ini memiliki model arsitektur rouh, arah tumbuh cabang terhadap batang utama adalah < 450. Kayu akway merah kecil memiliki ukuran daun sebesar 4,38 cm dengan warna daun hijau (7,5 green yellow), susunan daun adalah bertumpu, bentuk helaian daun lanset serta bagian tepi daun rata. Memiliki bunga berwarna merah muda yang terdapat pada bagian terminal dengan biji yang berbulir. Bunga dari tumbuhan ini adalah hemaprodit.


(55)

Kayu akway merah kecil ini kemudian diaidentifikasikan pada laboratorium herbarium UNIPA dan menghasilkan :

Kingdom : Spermatophyta Devisi : Magnoliophyta Klas : Magnoliopsida Subklas : Asteridae Ordo : Canenalles Family : Winteraceae Genus : Drymis Species : D. beccariana

Drymis beccariana pertama kali diidentifikasikan oleh Gibbs sehingga disebut dengan Drymis beccariana. Gibbs.

Kayu akway putih

Kayu akway yang ditemukan pada lokasi penelitian Distrik Menyambouw dan dikenal masyarakat sebagai kayu akway putih. Karakter morfologi yang dimiliki oleh kayu akway putih ini adalah rata-rata tinggi pohon adalah 2,34 m dengan model arsitektur sccarone. Rata-rata diameter batang adalah 2,15 cm dengan pepagan bagian luar batang sedang, jumlah cabang perpohon adalah 3-4 cabang. Arah tumbuh cabang terhadap batang utama adalah 450-900. Kayu akway putih ini memiliki ukuran daun 3,80 cm dengan susunan daun adalah deccusate dan warma daun adalah hijau (green yellow 7,5). Bentuk helain daun adalah lanset dengan perbandingan panjang dan lebar adalah 3-5 cm:1cm, bagian tepi daunnya adalah rata.


(56)

Kayu akway putih ini diindentifikasikan untuk mengetahui nama ilmiah atau nama latin tumbuhan tersebut. Hasil identifikasi dari tumbuhan akway putih ini adalah :

Kingdom : Spermatophyta Devisi : Magnoliophyta Klas : Magnoliopsida Subklas : Asteridae Ordo : Canenalles Family : Winteraceae Genus : Drymis Species : D. winterii

Tumbuhan ini disebut dengan nama latin sebagai Drymis winterii. Forst, tumbuhan ini tumbuh pula di Negara-negara lain seperti Australia, Argentina dan juga diguna sebagai obat kanker, sumber vitamin C. Drymis winterii. Forst yang tumbuh di Argentina memiliki tinggi pohon yang berkisar dari 4-10 meter, memiliki bunga yang hemaprodit. (http/www.plantencyclo.com/). Nama umum yang biasa digunakan adalah Drymis de Winter, Nama latinnya adalah Drymis Winteri Forst, Synonimnya adalah Wintera winterana Thell. (lampiran 7)

b. Karakter morfologi yang bersifat kuantitatif

Sebanyak 31 sifat morfologi yang terdiri atas 4 variabel pengukuran dan 27 variabel ordinal yang diamati dan diskor/diukur pada 4 lokasi di Distrik Menyambouw. Sampel yang ukur berasal dari 4 ketinggian yaitu 1200 m dpl, 1600 m dpl, 2000 m dpl dan 2400 mdpl. Masing-masing ketinggian dibuat 3 lokasi pengambilan sebagai ulangan, dan masing-masing diambil 3 pohon sebagai


(57)

sampel. Dengan demikian terdapat 36 sampel pada setiap species diseluruh ketinggian.

Tidak terdapat perbedaan morfologi antara ketiga species Drymis kecuali yang ditunjukkan pada ukuran daun. Ukuran daun pada kayu akway merah kecil berbeda dengan ukuran daun pada Kayu akway merah besar dan kayu akway putihPada Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan morfologi.

Keragamaan morfologi pada masing-masing species pada ketinggian 1200, 1600, 2000 dan 2400 m dpl hanya terlihat pada tinggi pohon, jumlah cabang dan diameter batang. Selain itu sifat morfologi berupa penampilan tajuk, warna batang dan warna pucuk diantara ketiga species yaitu kayu akway putih, kayu akway merah besar dan kayu akway merah kecil juga beragam di setiap ketinggian yang diamati (lampiran 1). Hal ini merupakan penciri dari perbedaan diantara ketiga species tersebut selain dari bunga yang dimiliki.

Tabel 2. Rata-rata tinggi pohon, jumlah cabang/pohon, ukuran daun, diamater batang pada kayu akway (Drymis sp)

Species

Variabel Tinggi

pohon (m)

Jumlah cabang/pohon

Ukuran daun (cm2)

Diameter batang (cm)

D.beccariana. Gibbs 2.39a 3.50a 4.38a 1.77a

D. piperita. Hook 3.09a 4.19a 3.43b 1.80a

D. winterii. Forst 2.34a 3.69a 3.80b 2.15a

Ket : Angka dengan huruf yang sama berbeda tidak nyata pada DMRT 0,05

Tabel 3. Rata-rata tinggi pohon, jumlah cabang/pohon, ukuran daun, diameter batang pada kayu akway (Drymis sp) pada elevasi berbeda

Elevasi

Variabel Tinggi pohon

(m)

Jumlah cabang/pohon

Ukuran daun (cm2)

Diameter batang (cm)

1200 2.83a 3.75a 3.88a 2.12a

1600 2.62a 3.67a 3.88a 2.04a

2000 2.23a 3.92a 3.87a 1.50a

2400 2.74a 3.83a 3.86a 1.99a


(58)

Tabel 4. Nilai Rata-rata tinggi pohon (m) pada masing-masing kayu akway

D.beccariana. Gibbs

D. piperita. Hook

D. winterii.

Forst Rata-rata

1200 2.53 2.63 3.33 2.83

1600 2.27 3.27 2.33 2.62

2000 2.27 3.30 1.13 2.23

2400 2.50 3.17 2.57 2.74

Rata-rata 2.39 3.09 2.34

Tabel 4 diatas menunjukkan perbedaan rata-rata tinggi pohon pada masing-masing perlakuan dimana tanaman tertinggi terdapat pada Drymis piperita. Hook. Tetapi berdasarkan hasil uji lanjutan Duncan, tidak menyatakan perbedaan yang nyata antar elevasi (lampiran 2). Hal ini sesuai sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ken Fern (http://www.Ethnobotany Database. Org.) yang menyatakan bahwa rata-rata tinggi dari Drymis winterii. Forst adalah 6-7,5 meter karena Drymis sp merupakan kelompok tumbuhan tingkat pancang, (F:\Drymis winterii database.htm). Standar deviasi tinggi pohon tiga species pada elevasi yang berbeda tertinggi terdapat pada Drymis beccariana. Gibbs (0,14) dan juga pada elevasi 2000 m dpl (1,08), hal ini menunjukkan bahwa pada elevasi 2000 mdpl keragaman tinggi pohon cukup luas.

Tabel 5. Nilai rata-rata jumlah cabang pada masing-masing kayu akway

D.beccariana. Gibbs

D. piperita. Hook

D. winterii.

Forst Rata-rata

1200 3,00 3.75 4.50 3.75

1600 3,00 4.50 3.50 3.67

2000 4.25 4.75 2.75 3.92

2400 3.75 3.75 4,00 3.83

Rata-rata 3.50 4.19 3.69

Tabel 5 diatas menunjukkan perbedaan rata-rata jumlah cabang pada masing-masing perlakuan dimana rata-rata jumlah cabang terbanyak dari tiga species yang berada pada elevasi yang berbeda terdapat pada Drymis winterii.


(59)

Forst pada 1200 m dpl. Tetapi berdasarkan hasil uji lanjutan Duncan, jumlah cabang tidak berbeda nyata diantara ketiga species di ketinggian yang berbeda (lampiran 2). Standar deviasi tertinggi jumlah cabang terdapat pada Drymis piperita. Hook (0,52) pada ketinggian 2000 mdpl (1,04). Hal ini menunjukkan bahwa keragaman jumlah cabang sempit.

Tabel 6. Nilai rata-rata diameter batang (cm) pada masing-masing kayu akway

D.beccariana. Gibbs

D. piperita. Hook

D. winterii.

Forst Rata-rata 1200 1.83 2.03 2.50 2.12 1600 2.10 1.60 2.42 2.04 2000 1.57 1.30 1.63 1.50 2400 1.60 2.30 2.07 1.99

Rata-rata 1.77 1.81 2.15

Tabel 6 diatas menunjukkan perbedaan rata-rata diameter pohon pada masing-masing perlakuan, dimana rata-rata diameter terlebar dari tiga species yang berada pada elevasi yang berbeda terdapat pada Drymis winetrii. Forst pada 1200 m dpl. Tetapi berdasarkan hasil uji lanjutan Duncan, diameter batang tidak berbeda nyata diantara ketiga species di ketinggian yang berbeda. Standar deviasi tertinggi diameter batang terdapat pada Drymis beccariana. Giibs (0,25) dan pada ketinggian 2000 mdpl (0,17). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keragaman yang sempit.

Tabel 7. Nilai rata-rata ukuran daun (cm2) pada masing-masing kayu akway

D.beccariana. Gibbs

D. piperita. Hook

D. winterii.

Forst Rata-rata

1200 4.74 3.39 3.49 3.88

1600 4.41 3.39 3.86 3.88

2000 4.19 3.54 3.89 3.87

2400 4.18 3.41 3.98 3.86

Rata-rata 4.38 3.43 3.80

Dari Tabel 7 diatas menunjukkan perbedaan rata-rata ukuran daun pada masing-masing perlakuan dimana rata-rata daun terlebar dari tiga species yang


(60)

berada pada elevasi yang berbeda terdapat pada Drymis beccariana. Gibbs pada 1200 m dpl. Berdasarkan hasil uji lanjutan Duncan (lampiran.2), ukuran daun berbeda nyata diantara ketiga species di ketinggian yang berbeda. Standar deviasi tertinggi ukuran daun terdapat pada Drymis winterii. Forst (0,21) dan pada ketinggian 2000 mdpl (0,33). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat keragaman yang cukup luas dibandingkan dengan yang lainnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan atau ekologi tempat tumbuh ketiga spesies yang berbeda-beda dan juga dapat disebabkan oleh factor genetik, namun species Drymis merupakan tumbuhan yang hidup di dataran tinggi oleh karena itu perbedaan ukuran daun bukanlah merupakan adaptasi atau stress yang disebabkan ketinggian melainkan merupakan faktor genetik.

b. Karakter morfologi yang bersifat kualitatif

Dari hasil pengujian Kruskal-Wallis (lampiran 3) diperoleh bahwa terdapat perbedaan hanya pada ujung daun di setiap ketinggian. Perbedaan morfologi pada spesies yang berbeda ditunjukkan pada pepagan bagian luar, arah tumbuh cabang, model arsitektur, warna pucuk, warna daun, susunan daun, bentuk helaian daun dan tepi daun. Hasil karakter morfologi yang bersifat kualitatif terdapat pada lampiran 8.

Tabel 8. Rata-rata pepagan luar, arah tumbuh cabang, model arsitektur dan warna pucuk pada tiga species Drymis

Species Pepagan luar Arah tumbuh

cabang

Model arsitektur

Warna pucuk

D.Beccaraian. Gibbs Halus < 45 0 Rauh Hijau (GY) D.Piperita. Hook.f Halus 45 0- 90 0 Sccarone Orange (YR) D. Winterii. Forst Sedang 45 0- 90 0 Sccarone Hijau (GY)


(61)

Tabel 9. Rata-rata warna daun, susunan daun, bentuk helaian dauan dan tepi daun pada tiga species Drimys

Species Warna daun Susunan daun Bentuk helaian

daun

Tepi daun D.Beccaraian. Gibbs Hijau (7,5 GY) Bertumpu Lanset

(P:L,3-5:1)

Rata

D.Piperita. Hook.f Hijau tua (10 GY) Decussate Oblong (P:L, 21/2-3 : 1)

Berlekuk pada ujung D. Winterii. Forst Hijau (7,5 GY) Decussate Lanset

(P:L,3-5:1)

Rata

Untuk karakter pembungaan tidak ditemui pada saat dilakukan penelitian, menurut (Doust, 2001) pembungaan Drymis winterii. Forst atau Drymis winterii

var chilensis terjadi pada akhir musim dingin dan awal musim panas atau pada saat musim berbunga yaitu pada bulan Juli-Oktober. Struktur bunga tumbuhan

Drymis winterii. Forst antara lain terdiri atas bunga terminal dan bunga lateral. Bunga Drymis sama halnya dengan bunga lainnya yaitu memiliki petal, carpel, stamen. Pada saat dilakukannya pengamatan hanya D. beccariana Gibbs yang sedang berbunga sehingga bisa diperoleh bunga dan buah. Bunga D. beccariana

Gibbs berwarna merah muda dengan buah yang bergerombol dalam setiap tangkainya. Buah yang belum masak berwarna hijau sedangkan yang telah masak berwarna merah kehitaman.


(62)

Dibawah ini dapat dilihat perbedaan sifat morfologi dari daun, batang dan akar dari masing-masing species pada ketianggian 1600 m dpl.

Gambar 1. Bagian Daun D.winterii. Forst, D. beccariana. Gibbs, D.piperita Hook

Gambar 2. Bagian Batang D. winterii. Forst, D. piperita. Hook, D. beccariana. Gibbs

Gambar 3. Bagian Akar D. winterii, Forst, D. beccariana. Gibbs., D. piperita Hook,

1.3. Sifat Kimia Tanah dan Iklim tempat tumbuh Drymis sp

Tumbuhan Dymis sp. tumbuh di hutan primer dengan ketinggian humus ± 1 m. Humus yang merupakan hasil dekomposisi dedaunan sangat bermanfaat bagi tumbuhan Drymis sp yaitu menyediakan hara yang dibutuhkan baik makro maupun mikro, maupun menyimpan air pada saat musim kering.

Hasil analisis tanah yang telah diperoleh dari lokasi penelitian rata-rata kandungan unsur hara makro antara lain pHH2O 4,89; pHKCl 3,93; C-organik


(63)

3,95%; N Total 0,34% dan Phospor 13,16 ppm (Lampiran 4). Kandungan unsur hara makro tersebut sangat berperan penting dalam proses pertumbuhan Drymis

sp. Dari hasil analisis tanah diketahui pula Kapasitas Tukar Kation (KTK) dengan nilai rata-rata 18,33 me/100g yang berarti bahwa KTK pada tanah tempat Drymis

sp. tersebut tumbuh sangat baik dimana proses pertukaran kation sedang. Demikian pula halnya unsur hara mikro yang tersedia pada tanah tersebut sangat mendukung dalam proses pertumbuhan.

Iklim daerah tersebut juga sangat mempengaruhi pertumbuhan Drymis sp. Tumbuhan ini terdapat di dataran tinggi dimana suhu rata-ratanya adalah 18,5oC dan Kelembaban relatifnya (RH) adalah 70% dengan jumlah intesitas matahari sebesar 898 candle (lampiran 5). Suhu rata-rata pada lokasi penelitian adalah sebesar 18,4oC, suhu ini sangat mendukung pertumbuhan dan perkembangan

Drimys sp. Hal ini sesuai dengan pernyataan Højgaard, A., J. Jóhansen, and S. Ødum (eds) 1989, yang menyebutkan bahwa Drymis Winterii. J. Forst hidup pada suhu dibawah 20oC

Menurut (Marzuki I, 2007), variasi karakter agronomi yang terjadi antar species dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan seperti kesuburan tanah, penyinaran matahari, suhu udara dan ketersediaan lengas tanah adalah faktor yang dominan yang secara langsung berhubungan dengan produksi tanaman. Sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa faktor lingkungan ekologis bersama-sama dengan faktor genetik tanaman membentuk fenotipe dengan karakteristik tertentu tanaman.


(64)

1.4. Asosiasi Drymis sp dengan Tumbuhan lain

Drymis sp. merupakan tumbuhan perdu yang hidup di bawah naungan dari tumbuhan lain yang hidup di hutan primer sehingga berasosiasi dengan berbagai jenis tumbuhan lain.

Tabel 10. Species Dominan yang ditemukan tumbuh bersama dengan Drymis sp

No Nama Jenis Famili

1. Castanopsis acuminatissima Fagaceae

2. Lithocarpus rufovillosus Fagaceae

3. Litsea sp Lauraceae

4. Ficus nodonsa Moraceae

5. Fagraea lanceolata Loganiaceae

6. Amomum sp Zingeraceae

7. Lecanpteris cariosa Polypodiaceae

8. Asplenium sp Polypodiaceae

9. Tristania suaveolens Myrtaceae

II. Penyebaran Kayu Akway pada 1200 mdpl, 1600 mdpl, 2000 mdpl, dan 2400 mdpl.

Berdasarkan hasil penemuan ketiga species kayu akway (Drymis sp) yang menyebar pada empat ketinggian yang berbeda yaitu 1200 mdpl, 1600 mdpl, 2000 mdpl dan 2400 mdpl diketahui bahwa pada semakin tinggi elevasi maka diperoleh jumlah spesies kayu akway putih atau Drymis winterii. Forst semakin meningkat dibandingkan dengan species lainnya lainnya. Sedangkan pada kayu akway merah besar atau Drymis piperita Hook pada setiap elevasi memiliki jumlah yang relative sama dengan rata-rata setiap ketinggiannnya adalah 10 pohon perluasan 1.587 m2. Pada species Drymis beccariana Gibbs diperoleh bahwa semakin tinggi elevasi semakin sedikit ditemukan. Tumbuhan ini lebih banyak terdapat dielevasi 1200 mdpl dibandingkan dengan elevasi lainnya.


(65)

Tabel 11. Penyebaran Populasi spesies Drymis winterii.Forst pada beberapa ketinggian

Lokasi Ketinggian Azimut petak Jumlah

Akwai jenis akwai

Nama latin

1 1640 2x2 1 Akwai putih

Drimys winterii

5x5 1 Akwai putih

Drimys winterii

10x10 1 Akwai putih

Drimys winterii

20x20 0

40x40 0

2 1660 2x2 1 Akwai putih

Drimys winterii

5x5 1 Akwai putih

Drimys winterii

10x10 1 Akwai putih

Drimys winterii

20x20 1

40x40 0

3 1670 2x2 1 Akwai putih

Drimys winterii

5x5 1 Akwai putih

Drimys winterii

10x10 2 Akwai putih

Drimys winterii

20x20 1 Akwai putih

Drimys winterii

40x40

Jumlah 13

Rata-rata 1656.67 0

4 1210 2x2 1

5x5 1

10x10 2 akwai putih Drimys winterii

20x20 0

40x40

5 1225 2x2 1 Akwai putih Drimys winterii

5x5 1 Akwai putih Drimys winterii

10x10 0

20x20 2 akwai putih Drimys winterii

40x40 akwai putih Drimys winterii

6 1239 2x2 1 Akwai putih Drimys winterii

5x5 1 akwai putih Drimys winterii

10x10 1

20x20 0

40x40 0

Jumlah 11


(1)

17 Warna Pucuk

1200 Beccariana 1 2 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 2 1 2 2 2 2 1 1

Winterii 1 2 1 1 1 1 1 1 1

1600 Beccariana 1 2 1 1 1 1 2 1 1

Piperita 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Winterii 1 2 1 1 1 1 1 1 2

2000 Beccariana 1 2 1 1 1 1 1 2 2

Piperita 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Winterii 1 2 1 1 1 1 1 1 1

2400 Beccariana 1 2 1 1 2 1 1 1 1

Piperita 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Winterii 1 2 1 1 1 1 1 1 1

18 Warna daun

1200 Beccariana 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Piperita 3 2 2 2 2 2 3 3 2

Winterii 1 2 2 1 1 2 2 1 2

1600 Beccariana 3 2 2 2 2 2 2 3 3

Piperita 3 3 3 3 3 3 3 2 2

Winterii 2 1 2 2 2 2 2 1 1

2000 Beccariana 3 2 2 2 2 2 2 2 2

Piperita 3 2 3 3 3 3 3 2 2

Winterii 2 1 2 1 1 2 2 2 2

2400 Beccariana 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Piperita 3 3 3 3 3 3 3 3 3

Winterii 2 1 1 2 2 2 2 2 2


(2)

19 Komposisi daun

1200 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1600 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2000 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2400 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

20 Susunan daun

1200 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Winterii 2 2 2 2 2 2 2 2 2

1600 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Winterii 2 2 2 2 2 2 2 2 2

2000 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Winterii 2 2 2 2 2 2 2 2 2

2400 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Winterii 2 2 2 2 2 2 2 2 2


(3)

21 Bentuk helaian daun

1200 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 2 2 2 2 2 2 2 1

Winterii 1 1 2 1 1 1 1 2 2

1600 Beccariana 1 2 1 1 1 1 2 2 2

Piperita 2 2 2 2 2 2 2 1 2

Winterii 1 2 1 1 1 1 2 1 1

2000 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2400 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 2 2 2 2 2 2 2 2 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

22 Bangun ujung daun

1200 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1600 Beccariana 1 1 2 2 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 2 2 2 2 2 1 1 1 1

2000 Beccariana 2 2 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2400 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1


(4)

23 Bangun pangkal daun

1200 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1600 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2000 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2400 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

24 Bangun tepi daun

1200 Beccariana 4 1 1 1 1 1 4 4 1

Piperita 4 4 4 4 4 4 4 4 4

Winterii 1 4 1 1 1 1 1 4 4

1600 Beccariana 1 4 1 4 4 1 1 1 1

Piperita 1 1 4 1 1 1 4 4 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 4

2000 Beccariana 1 4 1 1 1 1 4 4 4

Piperita 1 4 4 4 4 4 1 1 4

Winterii 1 4 1 1 1 1 1 4 4

2400 Beccariana 4 1 1 1 1 1 1 4 4

Piperita 4 4 4 4 4 4 4 4 1

Winterii 1 4 1 1 1 4 1 1 1


(5)

25 pertulangan daun

1200 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

1600 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2000 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2400 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

26 Bentuk percabangan akar

1200 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 3 3 3 3 1 1 1

1600 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 1 1 1 1 1 1 1

2000 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 3 1 1 1 3 3 3 3

2400 Beccariana 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Piperita 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Winterii 1 1 3 3 3 3 3 1 1


(6)

27 Sifat dan tugas khusus akar

1200 Beccariana 6 6 6 6 6 6 6 6 6

Piperita 6 6 6 6 6 6 6 6 6

Winterii 6 6 6 6 6 6 6 6 6

1600 Beccariana 6 6 6 6 6 6 6 6 6

Piperita 6 6 6 6 6 6 6 6 6

Winterii 6 6 6 6 6 6 6 6 6

2000 Beccariana 6 6 6 6 6 6 6 6 6

Piperita 6 6 6 6 6 6 6 6 6

Winterii 6 6 6 6 6 6 6 6 6

2400 Beccariana 6 6 6 6 6 6 6 6 6

Piperita 6 6 6 6 6 6 6 6 6

Winterii 6 6 6 6 6 6 6 6 6

 

 

 

 

 

 

 

 


Dokumen yang terkait

Potensi Tanaman Obat Endemik Papua Kayu Akway (Drymis sp.) sebagai Afrodisiak

1 23 1

Potensi aktivitas antioksidan pada kulit kayu dan daun tanaman akway (Drymis sp.)

0 24 32

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN BIOAUTOGRAFI EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU AKWAY (Drymis piperita Aktivitas Antibakteri dan Bioautografi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Akway (Drymis piperita Hook. f.) Terhadap Staphylococcus saprophyticus dan Shigella sonnei.

0 1 12

PENDAHULUAN Aktivitas Antibakteri dan Bioautografi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Akway (Drymis piperita Hook. f.) Terhadap Staphylococcus saprophyticus dan Shigella sonnei.

0 1 7

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN BIOAUTOGRAFI EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU AKWAY (Drymis piperita Aktivitas Antibakteri dan Bioautografi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Akway (Drymis piperita Hook. f.) Terhadap Staphylococcus saprophyticus dan Shigella sonnei.

0 2 12

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN BIOAUTOGRAFI EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU AKWAY (Drymis piperita Aktivitas Antibakteri dan Bioautogafi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Akway (Drymis Piperita Hook. f.) terhadap Staphylococcus Epidermidis dan Salmonella thypi.

0 1 12

PENDAHULUAN Aktivitas Antibakteri dan Bioautogafi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Akway (Drymis Piperita Hook. f.) terhadap Staphylococcus Epidermidis dan Salmonella thypi.

0 1 8

DAFTAR PUSTAKA Aktivitas Antibakteri dan Bioautogafi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Akway (Drymis Piperita Hook. f.) terhadap Staphylococcus Epidermidis dan Salmonella thypi.

0 1 14

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN BIOAUTOGRAFI EKSTRAK ETANOL KULIT KAYU AKWAY (Drymis piperita Aktivitas Antibakteri dan Bioautogafi Ekstrak Etanol Kulit Kayu Akway (Drymis Piperita Hook. f.) terhadap Staphylococcus Epidermidis dan Salmonella thypi.

0 1 15

IDENTIFIKASI MORFOLOGI TANAMAN PENGHASIL GAHARU (Aquilaria sp) ENDEMIK SUMATERA BARAT.

0 0 1