EVALUASI DAMPAK POPULASI PKL KAITANNYA DENGAN REALISASI PENERIMAAN PAJAK RESTORAN DI KOTA SURAKARTA

(1)

commit to user

EVALUASI DAMPAK POPULASI PKL KAITANNYA DENGAN REALISASI PENERIMAAN PAJAK RESTORAN

DI KOTA SURAKARTA

Tugas Akhir

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Ahli Madya Program Studi Diploma III Perpajakan

Disusun Oleh:

ANNISA FAUZIA BAYATI NIM. F3408093

PROGRAM STUDI DIPLOMA III PERPAJAKAN FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

ABSTRAK

EVALUASI DAMPAK POPULASI PKL KAITANNYA DENGAN REALISASI PENERIMAAN PAJAK RESTORAN

DI KOTA SURAKARTA Annisa Fauzia Bayati

NIM. F3408093

Restaurant Tax is all services which is provided by restaurant with taxes payment. One of Restaurant Tax object’s is a cadger (PKL). Cadger define as a seller which use cart as a media for selling.

The purpose of research is to find a factor which trig inconsistant cadger and the effect of Restaurant Tax admission in surakarta.

The method which used in this context is descriptive that is to find the fact with right interpretation. Descriptive method is more applicated appropriate to the situation and condition in surakarta which the sampling data technique include an observation, interview, documentation, and literature study.

The final conclution in this research is inconsistant cadger population being one of Restaurant Tax acceptant factors which from the trigger to the territory and increase or decrease certain years because could not achieve target which appointed by government. Besides that there is also a resistance in tax collecting such as a cadger is less of awareness because not yet be aware the advantage of tax paying.

Suggestion and recommendation which is done by writer is to socialize Restaurant Tax by Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Surakarta to cadger need to be improved. Controling and managing cadger need to be disscused well by the Surakarta City Government.


(3)

commit to user


(4)

commit to user


(5)

commit to user

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

·

Apabila anda berbuat kebaikan kepada orang lain maka anda telah berbuat baik terhadap diri

sendiri (Benyamin Franklin).

·

Selalu ada kesulitan dalam kesempatan dan selalu ada kesempatan disetiap kesulitan (J.

Sidlow Baxter).

·

Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil, tetapi berusahalah untuk menjadi

manusia yang berguna (Einstein).

·

Berusahalah jangan sampai terlengah walau sedetik saja karena atas kelengahan kita tidak

akan bisa mengembalikan keadaan seperti semula (Penulis).

·

Di dunia ini tidak ada yang namanya kegagalan, yang ada hanyalah kurang kerja keras

(Penulis).

Tugas Akhir ini dipersembahkan kapada: · Allah SWT

· Papi dan Mami tercinta · Adik-adikku tersayang · Sahabat-sahabatku

· Pembimbing, dosen, dan staff pengajar · Almamater


(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah yang selalu penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini dalam rangka memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Ahli Madya pada Fakultas Ekonomi Program Studi Perpajakan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Adapun judul yang penulis ambil dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah “EVALUASI DAMPAK POPULASI PKL KAITANNYA DENGAN REALISASI PENERIMAAN PAJAK RESTORAN DI KOTA SURAKARTA”

Tugas Akhir ini dapat terwujud berkat adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Santoso Tri Hananto, M.Si., Ak., BKP. selaku Ketua Program Studi Diploma Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Sri Suranta, S.E., M.Si., Ak., BKP. selaku Ketua Program Studi

Diploma III Perpajakan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Ahmad Ridwan, S.E., Ak. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga dalam memberikan bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna bagi penulis.


(7)

commit to user

vii

5. Seluruh pihak DPPKA Surakarta dan UPTD I, II, III DPPKA Surakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan data, memberikan ilmu serta pengalaman yang sangat bernilai.

6. Papi, Mami, adikku Yoyok dan Laila yang selalu mendoakan, memberi kasih sayang dan perhatian yang tak pernah habis sampai kapanpun.

7. Hanung Cimon yang selama ini selalu memberi doa, nasehat dan semangat, menghibur dikala duka, dan mengingatkan dikala bahagia.

8. Sahabat-sahabat terbaikku Chika, Karla, Harlez dan Anies yang telah menemani hari-hariku, memberikan pengalaman baru dan kenangan indah selama tiga tahun ini, “7 Juni 2013, don’t forget it bebh”.

9. ORTAX 08 yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu “Thanks for everything”.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari dalam penulisan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juni 2011


(8)

commit to user

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN A.Gambaran Umum Perusahaan ... 1

B.Latar Belakang ... 17

C.Perumusan Masalah ... 21

D.Tujuan Penelitian ... 22

E. Manfaat Penelitian ... 22

F. Metode Penelitian ... 23

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Landasan Teori ... 27


(9)

commit to user

ix

BAB III TEMUAN

A. Kelebihan ... 51 B.Kelemahan ... 52 BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ... 53 B. Saran dan Rekomendasi ... 55 DAFTAR PUSTAKA


(10)

commit to user

x

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

I. 1 Jumlah PKL di Kota Surakarta Tahun 2010 ... 19 II. 1 Lapisan Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi ... 32 II. 2 Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) UPTD Wilayah I

DPPKA Kota Surakarta Kecamatan Banjarsari ... 42 II. 3 Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) UPTD Wilayah II

DPPKA Kota Surakarta Kecamatan Jebres ... 42 II. 4 Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) UPTD Wilayah II

DPPKA Kota Surakarta Kecamatan Pasar Kliwon ... 43 II. 5 Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) UPTD Wilayah III

DPPKA Kota Surakarta Kecamatan Laweyan dan Serengan ... 43 II. 6 Populasi PKL di Kota Surakarta ... 46


(11)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

I. 1 Bagan Organisasi DPPKA Kota Surakarta ... 15 II. 1 Grafik Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) Kota Surakarta ... 44 II. 2 Grafik Populasi PKL di Kota Surakarta ... 45


(12)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

1. Sejarah dan Perkembangan DPPKA Surakarta

Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, sampai dengan tahun 1946 di Surakarta terjadi konflik sehubungan dengan adanya pertentangan pendapat antara pro dan kontra Daerah Istimewa. Hal ini dapat diredam untuk sementara waktu oleh Pemerintah dengan mengeluarkan Surat Penetapan Pemerintah tanggal 15 Juli 1946 Nomor 16/ S-D yang menetapkan Daerah Surakarta untuk sementara sebagai daerah karesidenan dan dibentuk baru dengan nama Kota Surakarta.

Peraturan yang telah ada tersebut kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 1947 yang menetapkan Kota Surakarta menjadi Haminte Kota Surakarta. Kota Surakarta pada waktu itu terdiri dari 5 wilayah kecamatan dan 44 kelurahan, karena 9 kelurahan di wilayah Karanganyar belum diserahkan. Pelaksanaan penyerahaan 9 kelurahan dari Kabupaten Karanganyar itu baru terlaksana pada tanggal 9 September 1950. Pelaksana teknis pemerintah Haminte Kota Surakarta terdiri atas jawatan. Jawatan tersebut antara lain jawatan Sekretariat Umum, Keuangan, Pekerjaan Umum, Sosial, Kesehatan, Perusahaan P. D.& K, Pamong Praja, dan jawatan Perekonomian Penerimaan Pendapatan Daerah pada waktu itu diurusi oleh Jawatan Keuangan. Dengan dikeluarkannya


(13)

commit to user

keputusan DPRDS Kota Besar Surakarta Nomor 4 Tahun 1956 tentang Perubahan Struktur Pemerintahan, maka Jawatan Umum diganti menjadi Dinas Pemerintahan Umum yang terbagi dalam urusan-urusan dan setiap urusan-urusan tersebut terbagi lagi dalam bagian-bagian. Dengan adanya perubahan tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk penanganan pajak sebagai pendapatan daerah yang sebelumnya ditangani oleh Jawatan Keuangan kini ditangani lebih khusus oleh Urusan Pajak.

Berdasar Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kota Surakarta tanggal 23 Februari 1970 No. 259/ X. 10/ Kp. 70 tentang Struktur Organisasi Kotamadya Surakarta termasuk Dinas Kepentingan Umum diganti menjadi bagian dan bagian itu membawahi urusan-urusan sehingga dalam Dinas Pemerintahan Umum, Urusan Pajak diganti menjadi Bagian Pajak. Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kotamadya Surakarta tanggal 30 Juni 1972 No. 162/ Kep/ Kdh. IV/ Kp. 72 tentang Penghapusan Bagian Pajak dari Dinas Pemerintahan Umum karena bertalian dengan pembentukan Dinas Baru. Dinas baru tersebut adalah Dinas Pendapatan Daerah yang kemudian sering disingkat DIPENDA.

Dinas Pendapatan Daerah dipimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan langsung dan bertanggung jawab kepada Walikota. Pada saat itu Dinas Pendapatan Daerah dibagi menjadi empat seksi, yaitu Seksi Umum, Seksi Pajak Daerah, Seksi Pajak Pusat/ Propinsi yang diserahkan kepada Daerah dan Seksi Doleansi/ P3 serta Retribusi dan Leges. Masing-masing seksi dipimpin oleh Kepala Seksi yang dalam menjalankan tugasnya langsung


(14)

commit to user

di bawah pimpinan dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah.

Tugas pokok Dinas Pendapatan Daerah waktu itu adalah sebagai pelaksana Walikota dibidang perencanaan, penyelenggaraan, dan kegiatan dibidang pengelolaan sektor-sektor yang merupakan sumber pendapatan daerah. Berdasarkan Undang-Undang Darurat No. 11 Tahun 1957 tentang Pajak Daerah, terdapat 13 macam Pajak Daerah di Kota Surakarta yang wewenang pemungutan dan pengelolaannya ada pada DIPENDA. Tetapi saat itu baru 4 macam Pajak Daerah yang dijalankan dan telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah, yaitu dapat disebutkan sebagai berikut:

a. Pajak Pertunjukan yang diatur dalam Peraturan Daerah No.1 Tahun 1992; b. Pajak Reklame yang diatur dalam Peraturan Daerah No.11 Tahun 1971; c. Pajak Anjing yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 54 Tahun 1953; d. Pajak Penjualan Minuman Keras yang diatur dalam Peraturan Daerah No.

12 Tahun 1971.

Disamping itu DIPENDA juga bertugas mengelola Pajak Negara yang diserahkan kepada daerah, yaitu sebagai berikut:

a. Pajak Potong Burung yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 6 Tahun 1959;

b. Pajak Pembangunan I yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 8 Tahun 1960;

c. Pajak Bangsa Asing yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 1 Tahun 1970;


(15)

commit to user

d. Pajak Radio yang diatur dalam Peraturan Daerah No. 5 Tahun 1957. Terbitnya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. KUPD 7/12/41-101 Tahun 1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II makin memperjelas keberadaan Dinas Pendapatan Daerah disesuaikan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 26 Mei 1988 No. 473-442 tentang Sistem dan Prosedur Perpajakan, Retribusi Daerah, dan Pendapatan Daerah lainnya telah mengakibatkan pembagian tugas dan fungsi dilakukan berdasarkan tahapan kegiatan pemungutan pendapatan daerah yaitu pendataan, pemetaan, pembukuan dan seterusnya. Sistem dan prosedur tersebut dikenal dengan MAPADA (Manual Pendapatan Daerah). Sistem ini diterapkan di Kotamadya Surakarta dengan terbitnya Peraturan Daerah No. 6 Tahun 1990 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II.

Dengan berjalannya waktu penataan pemerintahaan Kota Surakarta kembali mengalami perbaikan, dengan pertimbangan-pertimbangan yang matang Peraturan Daerah No. 6 Tahun 1990 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Tingkat II dirubah menjadi Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta. Dalam peraturan baru ini nama Dinas Pendapatan Daerah (DIPENDA) berubah menjadi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset atau yang sering disebut dengan DPPKA. Peraturan


(16)

commit to user

Daerah No. 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta ini berlaku mulai tanggal 1 Januari 2009.

Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset dalam melaksanakan tugas dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Saat ini Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset atau DPPKA dibagi kedalam bidang-bidang yang dipimpin langsung oleh seorang Kepala Dinas. Masing-masing bagian dipimpin oleh Kepala Bagian atau biasa disebut Kabag yang dalam menjalankan tugasnya langsung di bawah pimpinan dan langsung bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset.

2. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi DPPKA

Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan, dan aset daerah yang dipimpin langsung oleh Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota Surakarta.

DPPKA Surakarta mempunyai tugas pokok seperti yang tercantum dalam Peraturan Daerah No. 6 Tahun 2008 Pasal 34 ayat (2) yaitu menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset daerah.


(17)

commit to user

Fungsi DPPKA antara lain dapat disebutkan sebagai berikut: a. Penyelenggaraan kesekretariatan dinas;

b. Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi, dan pelaporan; c. Penyelenggaraan pendaftaran dan pendataan wajib pajak dan wajib

retribusi;

d. Pelaksanaan perhitungan, penetapan angsuran pajak dan retribusi;

e. Pengelolaan dan pembukuan penerimaan pajak dan retribusi serta pendapatan lain;

f. Pelaksanaan penagihan atas keterlambatan pajak, retribusi dan pendapatan lain;

g. Penyelenggaraan pengelolaan anggaran, perbendaharaan dan akuntansi; h. Pengelolaan aset barang daerah;

i. Penyiapan penyusunan, perubahan, dan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah;

j. Penyelenggaraan administrasi keuangan daerah; k. Penyelenggaraan sosialisasi;

l. Pembinaan jabatan fungsional;

m.Pengelolaan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD).

3. Struktur Organisasi DPPKA Surakarta

Struktur organisasi yang baik perlu diterapkan untuk mempermudah dalam pengawasan manajemen agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat berjalan dengan lancar. Penetapan struktur organisasi yang jelas sangat


(18)

commit to user

diperlukan sesuai dengan bagian masing-masing. Adapun tujuan disusunnya struktur organisasi adalah sebagai berikut:

a. mempermudah dalam pelaksanaan tugas dan pekerjaan;

b. mempermudah pimpinan dalam mengawasi pekerjaan bawahan; c. mengkoordinasi kegiatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan; d. menentukan kedudukan seseorang dalam fungsi dan kegiatan sehingga

mampu menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya.

Adapun susunan organisasi DPPKA Surakarta menurut Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2008 adalah sebagai berikut:

a. Kepala;

b. Sekretariat, membawahi:

1) Subbagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan; 2) Subbagian Keuangan;

3) Subbagian Umum dan Kepegawaian.

c. Bidang Pendaftaran, Pendataan dan Dokumentasi, membawahi: 1) Seksi Pendaftaran dan Pendataan;

2) Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data. d. Bidang Penetapan, membawahi:

1) Seksi Perhitungan;

2) Seksi Penerbitan Surat Ketetapan. e. Bidang Penagihan, membawahi: 1) Seksi Penagihan dan Keberatan;


(19)

commit to user f. Bidang Anggaran, membawahi:

1) Seksi Anggaran I; 2) Seksi Anggaran II.

g. Bidang Perbendaharaan, membawahi: 1) Seksi Perbendaharaan I;

2) Seksi Perbendaharaan II. h. Bidang Akuntansi, membawahi: 1) Seksi Akuntansi I;

2) Seksi Akuntansi II. i. Bidang Asset, membawahi: 1) Seksi Perencanaan Aset; 2) Seksi Pengelolaan Aset.

j. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD); k. Kelompok Jabatan Fungsional.

Dalam struktur organisasi yang baru ini Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Sedangkan Kelompok Jabatan Fungsional dipimpin oleh seorang Tenaga Fungsional Senior sebagai Ketua Kelompok dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Subbagian masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Subbagian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas yang bersangkutan. Untuk bidang masing-masing dipimpin oleh seorang Kepala Bidang atau Kabid yang


(20)

commit to user

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas yang bersangkutan.

4. Deskripsi Tugas Jabatan Struktural a. Kepala Dinas

Kepala Dinas mempunyai tugas yang cukup berat yaitu melaksanakan urusan pemerintahan di bidang pendapatan daerah. Uraian tugas seorang Kepala adalah sebagai berikut:

1) Menyusun rencana strategis dan program kerja tahunan dinas sesuai dengan Program Pembangunan Daerah;

2) Membagi tugas kepada bawahan sesuai bidang tugas agar tercipta pemerataan tugas;

3) Memberi petunjuk dan arahan kepada bawahan guna kejelasan pelaksanaan tugas.

b. Sekretariat

Sekretariat yang posisinya dibawahi langsung oleh Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan administrasi umum, perijinan, kepegawaian, dan keuangan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Sekretariat juga bertugas untuk melaksanakan penyusunan rencana strategis dan program kerja tahunan Dinas, mengadakan monitoring dan pengendalian serta evaluasi, dan pelaporan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas.


(21)

commit to user

Sekretariat membawahi subbagian-subbagian sebagai berikut: 1) Sub bagian Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan

Sub bagian ini mempunyai tugas untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data sebagai bahan penyusunan rencana strategis dan program kerja tahunan Dinas. Selain itu juga bertugas sebagai pelaksana/melaksanakan monitoring dan pengendalian, analisa dan evaluasi dan serta menyusun laporan hasil pelaksanaan rencana strategis dan program kerja tahunan Dinas.

2) Sub bagian Keuangan

Subbagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan.

3) Sub bagian Umum dan Kepegawaian

Subbagian umum dan kepegawaian mempunyai tugas yang cukup banyak yaitu melaksanakan urusan surat menyurat, kearsipan, penggandaan, administrasi perijinan, perjalanan dinas, rumah tangga, pengelolaan barang inventaris, pengaturan penggunaan kendaraan dinas dan perlengkapannya, hubungan masyarakat, sistem jaringan dokumentasi, informasi hukum, dan administrasi kepegawaian.

c. Bidang Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi

Bidang Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi mempunyai tugas yang penting yaitu menyelenggarakan pembinaan dan bimbingan dibidang pendaftaran dan pendataan serta dokumentasi dan pengolahan data sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Bidang


(22)

commit to user

Pendaftaran, Pandataan, dan Dokumentasi membawahi seksi-seksi sebagai berikut:

1) Seksi Pendaftaran dan Pendataan

Seksi ini mempunyai tugas melaksanakan pendaftaran, pendataan dan pemeriksaan di lapangan terhadap Wajib Pajak Daerah (WPD) dan Wajib Pajak Retribusi Daerah (WRD).

2) Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data

Tugas dari Seksi Dokumentasi dan Pengolahan Data adalah menghimpun, mendokumentasi, menganalisa dan mengolah data Wajib Pajak Daerah dan Wajib Pajak Retribusi Daerah.

d. Bidang Penetapan

Bidang Penetapan bertugas menyelenggarakan pembinaan dan bimbingan dibidang penghitungan, penerbitan Surat Penetapan Pajak dan Retribusi serta penghitungan besarnya angsuran bagi pemohon sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas.

Bidang Penetapan membawahi seksi-seksi sebagai berikut: 1) Seksi Perhitungan

Seksi Perhitungan mempunyai tugas melaksanakan penghitungan dan penetapan besarnya pajak dan retribusi.

2) Seksi Penerbitan Surat Ketetapan

Seksi Penerbitan Surat Ketetapan mempunyai tugas menetapkan Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Ketetapan Retribusi (SKR), dan surat-surat ketetapan pajak lainnya.


(23)

commit to user e. Bidang Penagihan

Bidang Penagihan mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaan dan bimbingan dibidang penagihan dan keberatan serta pengelolaan penerimaan sumber pendapatan lain sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas.

Bidang Penagihan membawahi seksi-seksi sebagai berikut: 1) Seksi Penagihan dan Keberatan

Tugas yang dipikul adalah melaksanakan penagihan tunggakan pajak daerah, retribusi daerah dan sumber pendapatan lainnya serta melayani permohonan keberatan dan penyelesaiannya.

2) Seksi Pengelolaan Penerimaan Sumber Pendapatan Lain

Seksi ini bertugas mengumpulkan data sumber-sumber penerimaan lain diluar pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

f. Bidang Anggaran

Bidang Anggaran ini bertugas untuk membuat rencana anggaran penerimaan pajak, retribusi, dan rencana pembelanjaan keperluan instansi serta mengatur pengeluaran-pengeluaran dana yang telah dianggarkan atau direncanakan.

Bidang Anggaran terdiri dari dua seksi yang merupakan satu kesatuan tim kerja, yaitu sebagai berikut:

1) Seksi Anggaran I; 2) Seksi Anggaran II.


(24)

commit to user g. Bidang Perbendaharaan

Bidang Perbendaharaan memegang peranan sebagai pemegang dana dalam instansi, bidang perbendaharaan dibantu oleh dua kelompok seksi, yaitu: 1) Seksi Perbendaharaan I;

2) Seksi Perbendaharaan II. h. Bidang Akuntansi

Bidang Akuntansi mempunyai tugas sebagai pencatat segala bentuk kegiatan pendanaan, yang kemudian dibuat laporan sebagai pertanggung jawaban kepada Kepala Dinas.

Bidang Akuntansi membawahi seksi-seksi sebagai berikut: 1) Seksi Akuntansi I;

2) Seksi Akuntansi II. i. Bidang Aset

Bidang Aset bertugas untuk mencatat dan mengelola semua aset yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta.

Bidang Aset membawahi seksi-seksi sebagai berikut:

1) Seksi Perencanaan Aset Seksi ini mempunyai tugas merencanakan dan mengembangkan semua aset yang dimiliki Pemerintah Daerah Kota Surakarta sehingga dapat berguna bagi masyarakat dan pemerintah. 2) Seksi Pengelolaan Aset

Seksi ini bertugas sebagai pelaksana rencana yang telah dibuat oleh Seksi Perencanaan Aset dan juga sebagai pengelola aset-aset tersebut.


(25)

commit to user j. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)

UPTD bertugas untuk memungut dan mengelola Pajak Retribusi Daerah Kota Surakarta.

k. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok ini mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas pada Cabang Dinas di Kecamatan.


(26)

(27)

commit to user 5. Tata Kerja DPPKA

Dalam melaksanakan tugasnya DPPKA Kotamadya II Surakarta mendapatkan pembinaan teknis fungsional dan DPPKA Tingkat I Jawa Tengah. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Dinas menerapkan prinsip - prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplikasi baik dalam lingkungan DPPKA sesuai dengan bidang tugasnya. Kepala Sekretariat, Kepala Seksi, Kepala Unit Penyuluhan, dan Kepala Unit Pelaksanaan Teknis Dinas harus menerapkan prinsip - prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan simplikasi sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Kepala Sekretariat, para Kepala Seksi, dan Kepala Unit Penyuluhan bertanggung jawab memberikan bimbingan/pembinaan kepada bawahannya serta melaporkan hasil-hasil pelaksanaan tugasnya menurut herarkis jabatan masing-masing. Kepala Sekretariat, Kepala Seksi, Kepala Unit Penyuluhan, dan Kepala Unit Pelaksanaan Teknis Dinas bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.

Para Kepala Seksi pada DPPKA bertanggung jawab kepada Kepala Bagian Sekretariat/ Kepala Bagian yang membidanginya. Kepala Dinas, Kepala Sekretariat, dan Kepala Seksi di lingkungan DPPKA Kotamadya Dati II Surakarta diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat II Surakarta. Kepala Urusan, Kepala Seksi, dan Kepala Unit Penyuluhan di lingkungan DPPKA Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta diangkat dan diberhentikan oleh Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surakarta.


(28)

commit to user 6. Visi dan Misi DPPKA

a. Visi DPPKA

Visi DPPKA adalah mewujudkan peningkatan pendapatan daerah yang optimal untuk mendukung penyelenggaraan Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta.

b. Misi DPPKA

Misi DPPKA adalah sebagai berikut:

1) Menggali sumber pajak dan retribusi tiada henti;

2) Meningkatkan pendapatan daerah tiada kenal menyerah; 3) Mengutamakan kualitas pelayanan ketertiban.

B. LATAR BELAKANG

Pembangunan pajak oleh pemerintah yang berbentuk pemungutan terhadap wajib pajak, pada hakikatnya merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional (Zain, 2003: 43). Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual (Waluyo dan Ilyas, 2003: 4). Salah satu usaha yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat adalah melalui pengelolaan penerimaan baik daerah maupun pusat yang berupa pajak. Dalam upaya meningkatkan sumber-sumber penerimaan


(29)

commit to user

negara, maka sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Menurut Safrudin, istilah otonomi mempunyai makna kebebasan atas kemandirian tetapi bukan kemerdekaan artinya kebebasan yang terbatas, itu adalah kebebasan yang harus dipertanggung jawabkan (kepada Pemerintah Pusat) atau Pemerintah yang lebih tinggi, jadi bukan kebebasan tanpa batas. Otonomi daerah itu mencakup 3 pengertian, yaitu hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri, wewenang untuk mengatur daerah sendiri, dan kewajiban untuk mengatur rumah tangga sendiri (Adisubrata, 2003: 2).

Dalam melaksanakan otonomi daerah saat ini, setiap kepala daerah harus bisa menggali sumber-sumber penerimaan daerah untuk peningkatan pendapatan asli daerah. Berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) merupakan instansi pemerintahan yang berwenang mengelola penerimaan daerah Kota Surakarta. Salah satu penerimaan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset adalah pajak restoran.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 10 tahun 2002, restoran adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk usaha jasa boga dan catering. Pengusaha restoran adalah orang atau badan yang menyelenggarakan usaha restoran untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya. Sedangkan pajak


(30)

commit to user

restoran adalah semua pelayanan yang disediakan restoran dengan pembayaran dipungut pajak.

Membuka resto dan Rumah Makan adalah usaha yang diminati masyarakat tingkat menengah atas untuk saat ini, karena tidak perlu mengeluarkan modal yang besar mereka bisa mendapatkan omzet yang mencapai angka fantastis setiap bulan atau tahunnya. Resto di wilayah Kota Surakarta mampu menyediakan berbagai macam menu makanan dan minuman. Bagi kalangan masyarakat kecil guna mengurangi tingkat pengangguran, sebagian warga memutuskan untuk membuka lapangan kerja sendiri atau berwirausaha, salah satunya dengan cara menjadi Pedagang Kaki Lima (PKL). Berikut jumlah PKL secara global yang dibedakan menjadi 4 kelompok berdasarkan Kecamatan di wilayah Kota Surakarta:

Tabel I. 1

Jumlah PKL di Kota Surakarta Tahun 2010

Kecamatan Jumlah Obyek

Banjarsari Pasar Kliwon Jebres

Laweyan dan Serengan

180 164 136 296

Total 776

Sumber: UPTD I, II, III DPPKA Kota Surakarta Tahun 2010

Para pengusaha restoran bersaing untuk menarik minat pembeli, memenuhi kebutuhan dan keinginan pembeli. Jumlah Restoran di wilayah Kota Surakarta bisa meningkat apabila para pengusaha restoran mampu bersaing, akan tetapi apabila kalah dalam bersaing dapat menyebabkan jumlah restoran menurun. Berdasarkan Pendapatan Asli Daerah yang dikelola DPPKA Kota Surakarta, jumlah Wajib Pajak restoran tahun 2008 terdapat


(31)

commit to user

816 WP, tahun 2009 terdapat 822 WP, tahun 2010 terdapat 838 WP, dan sampai dengan Maret 2011 terdapat 745 WP.

Tingkat pengangguran di Negara Indonesia memang masih tinggi, tetapi jumlah pengangguran dari tahun 2009 ke tahun 2010 mengalami penurunan. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, Tingkat Pegangguran Terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2010 tercatat mencapai 7,41% atau sebesar 8,59 juta. TPT tercatat mengalami penurunan dibandingkan Agustus 2009 sebesar 7,87% dan Februari 2009 sebesar 8,14%. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Rusman Heriawan mengatakan keadaan ketenagakerjaan di Indonesia pada semester pertama tahun ini menunjukkan sedikit perbaikan digambarkan dengan adanya peningkatan kelompok penduduk yang bekerja serta penurunan tingkat pengangguran. “Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2010 mencapai 116 juta orang atau bertambah 2,17 juta orang dibandingkan angkatan kerja Agustus 2009 sebesar 113,83 juta orang” (Munjin: 2010).

Segi positif dari hal ini, Pedagang Kaki Lima mampu meningkatkan kesejahteraan hidup keluarga tanpa memerlukan jenjang pendidikan yang tinggi dan meningkatkan Pendapatan Daerah. Pedagang Kaki Lima diidentikkan dengan penjual yang menggunakan gerobak sebagai media untuk berjualan. Seiring dengan perkembangannya, karakteristik PKL adalah semua pelayanan penjualan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh pembeli di tempat pelayanan. Saat ini PKL menarik untuk diperbincangkan karena golongan ini mampu bertahan bahkan semakin merambah meskipun


(32)

commit to user

berbagai macam kebijakan membatasi kegiatan mereka. Namun, tidak sedikit PKL yang gulung tikar akibat kalah bersaing antar pedagang sehingga mereka tidak mempunyai penghasilan yang cukup dan modal untuk berjualan. Instansi pemerintahan harus lebih ketat untuk mengawasi dan giat untuk memungut pajak PKL, karena saat ini paguyuban PKL mulai acuh dengan kewajibannya membayar pajak. Hal ini bisa menyebabkan realisasi penerimaan pajaknya tidak bisa mencapai target.

Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai realisasi pendapatan pajak restoran yang berasal dari PKL. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “EVALUASI DAMPAK POPULASI PKL KAITANNYA DENGAN REALISASI PENERIMAAN PAJAK RESTORAN DI KOTA SURAKARTA”.

C. PERUMUSAN MASALAH

Dari gambaran umum yang telah diuraikan di atas, maka untuk memudahkan penulisan Tugas Akhir ini, penulis mencoba merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pencapaian target berdasarkan realisasi pajak restoran, khususnya PKL yang telah diperoleh DPPKA Kota Surakarta?

2. Faktor apa saja yang memicu ketidakkonsistenan populasi PKL dan apa dampaknya terhadap penerimaan pajak restoran?

3. Kendala apa saja yang dihadapi dalam pemungutan pajak restoran khususnya yang berasal dari PKL?


(33)

commit to user

4. Bagaimana upaya dari pihak UPTD DPPKA Surakarta dalam melakukan pemungutan pajak restoran khususnya yang berasal dari PKL untuk mencapai target Pendapatan Daerah Kota Surakarta?

D. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan gambaran umum dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pencapaian target berdasarkan realisasi pajak restoran, khususnya PKL yang telah diperoleh DPPKA Kota Surakarta.

2. Untuk mengetahui faktor yang memicu ketidakkonsistenan populasi PKL dan mengetahui dampaknya terhadap penerimaan pajak restoran.

3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pemungutan pajak restoran khususnya yang berasal dari PKL.

4. Untuk mengetahui upaya dari pihak UPTD DPPKA Surakarta dalam melakukan pemungutan pajak restoran khususnya yang berasal dari PKL untuk mencapai target Pendapatan Daerah Kota Surakarta.

E. MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Penulis

Dapat memberikan manfaat dalam menerapkan ilmu pengetahuan teoritis ke dalam kondisi nyata dan mendapatkan informasi, gambaran dan pengalaman praktis dalam perpajakan mengenai Pajak Restoran yang berasal dari PKL.


(34)

commit to user 2. Bagi Pembaca

Dapat bermanfaat sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai sumber informasi dan referensi serta dapat dijadikan pertimbangan dan menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.

3. Bagi DPPKA Surakarta

Untuk menambah kepustakaan dan memberikan masukan kepada DPPKA Surakarta khususnya mengenai pajak restoran yang berasal dari PKL.

F. METODE PENELITIAN

Berdasarkan judul yang penulis tentukan maka evaluasi berasal dari Bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran, sedangkan menurut pengertian istilah evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan (Wakhinuddin, 2009).

1. Desain Penelitian

Dalam TA ini menggunakan desain penelitian berupa desain penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat. Tujuan dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir, 1988: 105).


(35)

commit to user 2. Objek Penelitian

Objek penelitian berlokasi di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKA) dan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Surakarta yang menjadi tempat pembayaran dan pemungutan Pajak Restoran di Kota Surakarta.

3. Sumber Informasi Data

Apabila seorang penulis telah menetapkan suatu objek penelitian, maka langkah berikutnya adalah menetapkan tentang sumber informasi data mana yang akan dipergunakan untuk pengumpulan datanya. Dalam penelitian ini sumber informasi data dimaksud sebagai subyek darimana data diperoleh. Penelitian ini mengambil data yang dibutuhkan melalui beberapa tahap antara lain:

a. Data Primer yaitu sumber-sumber dasar, yang merupakan bukti atau saksi utama dari kejadian yang lalu (Nazir, 1988: 58). Dalam pengamatan ini penulis mengumpulkan data primer yang berupa informasi dari pihak terkait dan data-data yang berhubungan dengan pajak restoran khususnya yang berasal dari Pedagang Kaki Lima. b. Data sekunder yaitu data tentang adanya suatu peristiwa, ataupun

catatan-catatan yang “jaraknya” telah jauh dari sumber orisinil (Nazir, 1988: 59). Data ini digunakan sebagai pendukung atau sebagai pelengkap data primer tersebut.


(36)

commit to user 4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, Penulis menggunakan beberapa metode penelitian, sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi merupakan prosedur yang sistematis dan standar dalam pengumpulan data. Observasi melibatkan proses pengamatan dan ingatan (Sumarni, 2006: 92). Dalam penelitian ini penulis mengadakan pengamatan langsung dan pencatatan dengan sistematik mengenai hal-hal yang diselidiki.

b. Wawancara

Wawancara dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Wawancara merupakan komunikasi atau pembicaraan dua arah yang dilakukan oleh pewawancara dan responden untuk menggali informasi yang relevan dengan tujuan penelitian (Sumarni, 2006: 85). Penulis meminta pendapat orang lain yang digunakan sebagai sumber informasi dan melakukan wawancara dengan narasumber atau responden yang berkompeten dibidangnya.

c. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data, laporan, dan tulisan dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta yang mendukung teori dan penelitian.


(37)

commit to user d. Studi Kepustakaan

Menelusuri literatur yang ada serta menelaahnya secara tekun merupakan kerja kepustakaan yang sangat diperlukan dalam mengerjakan penelitian (Nazir, 1988: 111). Studi Kepustakaan dilakukan penulis dengan cara mengumpulkan data dan membaca buku-buku yang ada hubungannya dengan materi penulisan Tugas Akhir.


(38)

commit to user BAB II

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

A. LANDASAN TEORI

1. Pajak

a. Pengertian Pajak

Pengertian pajak secara awam merupakan iuran dalam bentuk uang (bukan barang) yang dipungut oleh pemerintah (negara) dengan suatu peraturan tertentu (tarif tertentu) dan selanjutnya digunakan untuk pembiayaan kepentingan-kepentingan umum (Sri dan Suryo, 2003: 3).

Devinisi pajak menurut Adriani adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (Zain, 2003: 10).

Pajak menurut Soemahamidjaja dari desertasinya yang berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong” menyatakan pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum (Waluyo, 2010: 3).


(39)

commit to user

Menurut Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Soemitro, 1990: 5).

Unsur-unsur pajak menurut Mardiasmo dalam bukunya Perpajakan (2008: 1) adalah:

1) Iuran rakyat kepada kas negara

Pemungutan pajak dilakukan oleh negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).

2) Berdasarkan undang-undang

Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

3) Tanpa jasa imbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni

pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas. b. Peran Pajak dalam Pembangunan

Dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan kepentingan antara Wajib Pajak dengan pemerintah. Wajib Pajak berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin karena dengan membayar pajak berarti mengurangi kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Di lain pihak,


(40)

commit to user

pemerintah memerlukan dana unutk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, yang sebagian besar berasal dari penerimaan pajak (Suandy, 2003: 2).

Penerimaan dari sektor pajak merupakan salah satu sumber penerimaan terbesar negara. Dari tahun ke tahun dapat dilihat bahwa penerimaan pajak terus meningkat dan memberi andil yang besar dalam penerimaan negara. Jadi kalau ada pertanyaan “Mengapa kita harus membayar pajak?” maka jawaban yang bisa diungkapkan adalah kita membayar pajak agar tersedia sarana atau fasilitas umum yang dapat digunakan bersama atau kita membayar pajak karena kita sudah terlebih dahulu menikmati sarana umum (Ilyas dan Burton, 2010: 10).

c. Fungsi Pajak

Ada 2 fungsi pajak, yaitu (Suandy, 2008):

1) Fungsi Budgetair: merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

2) Fungsi Regulerend: sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

d. Asas Pemungutan Pajak

Menurut buku The Wealth of Nation yang ditulis oleh Adam Smith, asas pemungutan pajak dikenal dengan The Four Maxims, yaitu (Prakoso, 2003):

a) Equity, kesamaan dalam beban pajak, sesuai kemampuan Wajib Pajak.


(41)

commit to user

b) Certainly, dijalankan secara tegas, jelas, dan pasti.

c) Convience, tidak menekan Wajib Pajak, membayar pajak dengan senang dan rela.

d) Economy, biaya pemungutan tidak lebih besar dari jumlah penerimaan pajak.

e. Sistem Pemungutan Pajak menurut Mardiasmo dalam bukunya Perpajakan (2008: 7):

1. Official Assesment System: sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

b) Wajib pajak bersifat pasif.

c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

2. Self Assesment System: sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang.

Ciri-cirinya:

a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri.


(42)

commit to user

b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.

c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3. Withholding System: sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

Ciri-cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

f. Tarif Pajak

Menurut Waluyo dalam bukunya Perpajakan Indonesia (2010: 18) ada empat macam tarif, yaitu:

1. Tarif Pajak Proporsional/ Sebanding adalah tarif pajak berupa persentase tetap terhadap jumlah berapapun yang menjadi dasar pengenaan pajak.

Contoh: Pajak Pertambahan Nilai 10% atas penyerahan Barang Kena Pajak.

2. Tarif Pajak Progresif adalah tarif pajak yang persentasenya menjadi lebih besar apabila jumlah yang menjadi dasar pengenannya semakin besar.

Contoh: pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008.


(43)

commit to user Tabel II. 1

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif

Sampai dengan Rp50.000.000,-

Di atas Rp50.000.000,- sampai dengan Rp250.000.000,- Di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp500.000.000,- Di atas Rp500.000.000,-

5% 15% 25% 30%

Memperhatikan kenaikan tarifnya, tarif progresif dibagi menjadi beberapa tarif, sebagai berikut:

a) Tarif Progresif-Progresif: kenaikan persentase pajaknya semakin besar;

b) Tarif Progresif Tetap: kenaikan persentase pajaknya tetap;

c) Tarif Progresif Degresif: kenaikan persentase pajaknya semakin kecil.

3. Tarif Pajak Degresif adalah persentase tarif pajak yang semakin menurun apabila jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak menjadi semakin besar.

4. Tarif Pajak Tetap adalah tarif berupa jumlah yang tetap (sama besarnya) terhadap berapapun jumlah yang menjadi dasar pengenaan pajak. Oleh karena itu, besarnya pajak yang terutang adalah tetap. Contoh: tarif bea materai.


(44)

commit to user

g. Pembagian Pajak menurut Waluyo dan Ilyas dalam bukunya Perpajakan Indonesia (2003: 13) dibagi menjadi 3:

1. Menurut golongan:

a) Pajak langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsug Wajib Pajak yang bersangkutan.

b) Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain.

2. Menurut sifat:

a) Pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak.

b) Pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. 3. Menurut lembaga pemungutannya:

a) Pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.

b) Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.

h. Pengertian Pajak Daerah

Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak


(45)

commit to user

kabupaten/ kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing (Resmi, 2007: 9).

Kriteria Pajak Daerah secara spesifik diuraikan oleh K. J. Davey (1988) “Financing Regional Government” yang terdiri dari (Prakoso, 2003: 2): 1. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah berdasarkan

peraturan dari daerah.

2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan Pemerintah Pusat tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

3. Pajak yang ditetapkan dan dipungut oleh Pemerintah Daerah. 4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh Pemerintah Pusat

tetapi pungutannya diberikan kepada Pemerintah Daerah.

Jenis Pajak Daerah menurut Undang-undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terdiri:

1) Pajak Propinsi, terdiri dari: a) Pajak Kendaraan Bermotor;

b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d) Pajak Air Permukaan;

e) Pajak Rokok.

2) Pajak Kabupaten/ Kota, terdiri dari: a) Pajak Hotel;

b) Pajak Restoran; c) Pajak Hiburan;


(46)

commit to user d) Pajak Reklame;

e) Pajak Penerangan Jalan;

f)Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; g) Pajak Parkir;

h) Pajak Air Tanah;

i) Pajak Sarang Burung Walet;

j)Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 2. Pajak Restoran

a. Obyek dan Subyek Pajak Restoran

Obyek Pajak Restoran adalah pelayanan atas penjualan makanan dan atau minuman yang disediakan di restoran dengan pembayaran. Adapun yang termasuk obyek pajak restoran yaitu, Rumah Makan, Cafe, Bar, Pub, Karaoke, Diskotik, Warung Makan, Kaki Lima/ Tenda, dan dan lain-lain usaha sejenis yang ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Dikecualikan dari obyek pajak adalah pelayanan usaha jasa boga atau katering dan pelayanan yang disediakan oleh restoran atau rumah makan yang peredarannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan Walikota. Subyek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran atas pelayanan penjualan makanan dan atau minuman di restoran. Wajib Pajak Restoran adalah pengusaha restoran, dimana pengusaha restoran adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan usaha restoran untuk dan atas namanya sendiri


(47)

commit to user

atau atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya (Peraturan Daerah Kota Surakarta No. 10 tahun 2002).

b. Dasar Pengenaan Pajak dan Tarif Pajak Restoran

Berdasarkan Peraturan Daerah Daerah Kota Surakarta No. 10 tahun 2002, dasar pengenaan pajak restoran adalah jumlah pembayaran yang dilakukan subyek pajak kepada restoran atas pelayanan yang diberikan. Tarif pajak restoran ditetapkan dalam dua kategori, yaitu:

1) Kategori A adalah restoran atau rumah makan yang memiliki fasilitas minimal berupa konstruksi bangunan permanen dan atau semi permanen dikenakan pajak sebesar 10%.

2) Kategori B adalah rumah makan yang maksimal memiliki fasilitas konstruksi bangunan berupa tenda atau knock down dikenakan pajak sebesar 5%.

Besarnya pajak yang terutang dapat dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan jumlah pembayaran yang dilakukan oleh subyek pajak kepada restoran atas pelayanan yang diberikan. Saat terutangnya pajak adalah pada saat pelayanan atas penjualan makanan dan atau minuman di restoran.

c. Tata Cara Pemungutan Pajak Restoran (Peraturan Daerah Daerah Kota Surakarta No. 10 tahun 2002)

Pajak yang terutang dipungut di Wilayah Daerah dan pemungutan pajak tidak dapat diborongkan. Yang dimaksud dengan pemungutan pajak tidak dapat diborongkan adalah kegiatan penghitungan besarnya


(48)

commit to user

pajak terutang, kegiatan pengawasan penyetoran pajak, dan penagihan pajak.

a) Pajak dibayar sendiri oleh Wajib Pajak atau dipungut berdasarkan penetapan Walikota atau Pejabat yang ditunjuk.

b) Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dibayar sendiri dengan menggunakan SPTPD, SKPD, SKPDKB dan atau SKPDKBT. c) Wajib Pajak memenuhi kewajiban pajak yang dipungut dengan

menggunakan SKPD, atau dokumen lain yang dipersamakan.

d) Terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud di atas, dapat diterbitkan STPD, Surat Ketetapan Pembetulan, Surat Ketetapan Keberatan dan Putusan Banding sebagai dasar pemungutan dan penyetoran pajak.

e) Tata Cara Penerbitan, Pengisian dan Penyampaian Surat Ketetapan diatur dengan Keputusan Walikota, kecuali Banding Pajak.

d. Prosedur Pembayaran Pajak Restoran

Menurut Peraturan Daerah Daerah Kota Surakarta No. 10 tahun 2002, pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Walikota sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, dan STPD. Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambat-lambatnya 1 X 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Walikota. Pembayaran pajak baik yang dilakukan di Kas Daerah maupun yang dilakukan di tempat lain yang


(49)

commit to user

ditunjuk harus dilakukan dengan menggunakan SSPD. Pembayaran pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah berakhirnya masa pajak. Walikota atau Pejabat dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan, misalnya Wajib Pajak mengalami keadaan di luar kekuasaannya (kehilangan dan/ atau musibah lainnya).

3. Pajak Restoran Jenis Warungan (PKL)

Pedagang Kaki Lima diidentikkan dengan penjual yang menggunakan gerobak sebagai media untuk berjualan. Seiring dengan perkembangannya, karakteristik PKL adalah semua pelayanan penjualan makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh pembeli di tempat pelayanan.

a) Prosedur Pendaftaran dan Pendataan PKL:

1) Petugas mendatangi wajib pajak. Petugas menyerahkan blangko pendataan, yaitu Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) untuk diisi oleh wajib pajak. SPTPD Wajib Pajak Restoran berisi identitas pengusaha, data usaha, dan catatan kesanggupan.

2) Wajib Pajak mengisi SPTPD tersebut sesuai dengan data objek pajaknya. Setelah diisi, SPTPD diserahkan kepada petugas.

3) Petugas menyerahkan ke Sub Dinas Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi untuk di-entry datanya.


(50)

commit to user

4) Setelah disetujui oleh DPPKA, data diolah oleh Sub Dinas Penetapan untuk menetapkan objek pajak berdasarkan jumlah omset setiap bulan dikalikan dengan tarif menurut ketentuan Peraturan Daerah yang berlaku.

b) Prosedur Penentuan Basarnya Pajak yang Terutang

1) Sub Dinas Penetapan menentukan besarnya pajak terutang yang ditetapkan berdasarkan SPTPD yang telah diterbitkan sebelumnya. Jumlah pajak yang terutang dihitung berdasarkan jumlah omset yang diterima setiap bulan dikalikan dengan besarnya tarif menurut ketentuan Peraturan Daerah yang berlaku.

2) Sub Dinas Penetapan/ Perhitungan kemudian menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) rangkap lima atas perhitungan tersebut. Lembar pertama untuk wajib pajak, lembar kedua untuk Subdinas Pendaftaran, Pendataan, dan Dokumentasi sebagai arsip tetap, lembar ketiga untuk Subdinas Penetapan sebagai arsip tetap, lembar keempat untuk Subdinas Pembukuan dan lembar kelima untuk bendahara penerimaan DPPKA.

c) Prosedur Pembayaran Pajak restoran (Warungan) Dengan Surat Setoran DPD II 20:

1) Petugas pemungut mendatangi wajib pajak restoran (warungan). 2) Petugas pemungut menyerahkan DPD II 20 kecil kepada wajib pajak


(51)

commit to user

lembar pertama untuk wajib pajak dan lembar kedua untuk arsip tetap UPTD.

3) Wajib pajak membayar jumlah pajak yang terutang berdasarkan DPD II 20 kecil tersebut. Petugas pemungut kemudian merekap DPD II 20 kecil lembar kedua ke dalam Laporan Harian. Setelah itu petugas pemungut mengisi DPD II 20 besar berdasar DPD II 20 kecil. DPD II 20 besar dibuat rangkap lima, lembar pertama berwarna putih untuk wajib pajak, lembar kedua berwarna merah untuk Kas Daerah, lembar ketiga berwarna hijau untuk Sub Dinas Penetapan, lembar keempat berwarna kuning untuk Sub Dinas Pembukuan, dan lembar kelima berwarna biru untuk UPTD (DPD II 20 besar lembar pertama diserahkan kepada wajib pajak setelah di kas register/ pada bulan berikutnya).

4) DPD II 20 besar diserahkan ke Bendahara Pembantu Penerima (BPP) di UPTD.

5) Petugas pemungut menyerahkan uang dan DPD II 20 besar kepada Bendahara Khusus Pembantu (BKP) di DPPKA Surakarta.

6) DPD II 20 divalidasi dengan cara online oleh UPTD. Dengan cara ini, jumlah pajak terutang atau jumlah uang yang dihimpun oleh UPTD secara otomatis sudah masuk ke Kas Daerah.

d) Prosedur Pembayaran dan Penyetoran Pajak restoran (Warungan) Dengan Karcis:


(52)

commit to user 2) Porporasi ke bagian porporasi.

3) Petugas UPTD memungut pajak menggunakan karcis dan Wajib Pajak (warungan) diberi bukti pembayaran berupa karcis tersebut. 4) Petugas merekap pungutan pajak dalam satu hari tersebut kemudian

mengecek kesesuaian antara uang dengan karcis yang dikeluarkan. 5) Uang diserahkan ke Bendahara Pembantu Penerima (BPP) di

UPTD.

6) Bukti setoran yang diterima oleh petugas dilaporkan ke Bendahara Khusus Pembantu (BKP) di DPPKA Surakarta.

7) Bukti setoran divalidasi dengan cara online oleh UPTD. Dengan cara ini, jumlah pajak terutang atau jumlah uang yang dihimpun oleh UPTD secara otomatis sudah masuk ke Kas Daerah.

B. PEMBAHASAN MASALAH

1. Pencapaian Target Berdasarkan Realisasi Pajak Restoran, Khususnya

PKL yang Telah Diperoleh DPPKA Kota Surakarta

Pihak DPPKA Kota Surakarta setiap tahunnya menerima laporan realisasi penerimaan Pajak Restoran, khususnya PKL dari masing-masing Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kota Surakarta. UPTD I bertanggungjawab atas Kecamatan Banjarsari, UPTD II bertanggungjawab atas Kecamatan Jebres dan Pasar Kliwon, UPTD III bertanggungjawab atas Kecamatan Laweyan dan Serengan. Dalam proses realisasinya, target yang telah direncanakan Pemerintah Daerah dapat tercapai atau tidak


(53)

commit to user

tercapai. Apabila realisasi dapat melebihi target maka tahun berikutnya Pemerintah Daerah dapat meningkatkan lagi target yang ingin dicapai berdasarkan analisis kondisi dan kemampuan. Sebaliknya, apabila realisasi kurang dari target yang ditetapkan maka dapat menjadi koreksi Pemerintah daerah tentang langkah-langkah yang harus ditempuh guna mencapai target yang telah ditentukan.

Tabel II. 2

Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan)

UPTD Wilayah I DPPKA Kota Surakarta Kecamatan Banjarsari (dalam Rupiah)

Tahun Target Realisasi Selisih (+/-)

2009 49.307.330 47.163.000 (2.144.330)

2010 54.716.997 50.202.000 (4.514.997)

2011 49.824.000 11.358.000 (38.466.000)

Sumber: UPTD I DPPKA Kota Surakarta

Tabel II. 3

Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) UPTD Wilayah II DPPKA Kota Surakarta Kecamatan Jebres

(dalam Rupiah)

Tahun Target Realisasi Selisih (+/-)

2009 44.089.759 40.563.000 (3.526.759)

2010 39.486.493 44.729.000 5.242.507

2011 43.288.500 11.360.000 (31.928.500)


(54)

commit to user Tabel II. 4

Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan)

UPTD Wilayah II DPPKA Kota Surakarta Kecamatan Pasar Kliwon (dalam Rupiah)

Tahun Target Realisasi Selisih (+/-)

2009 37.228.015 41.315.500 4.087.485

2010 42.243.214 50.307.500 8.064.286

2011 49.486.024 13.052.000 (36.434.024)

Sumber: UPTD II DPPKA Kota Surakarta Tabel II. 5

Realisasi Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) UPTD Wilayah III DPPKA Kota Surakarta

Kecamatan Laweyan dan Serengan (dalam Rupiah)

Tahun Target Realisasi Selisih (+/-)

2009 70.771.638 80.968.800 10.197.162

2010 100.408.511 67.466.000 (32.942.511)

2011 90.247.886 20.607.500 (69.640.386)

Sumber: UPTD III DPPKA Kota Surakarta

Berdasarkan Tabel II. 2 di atas, wilayah Kecamatan Banjarsari pada tahun 2009 dan 2010 penerimaan pajak restoran yang berasal dari PKL tidak bisa mencapai target. Realisasi penerimaan pada tahun 2011 (per Maret) baru sebesar Rp11.358.000,-. Tabel II. 3 adalah penerimaan pajak restoran di wilayah Kecamatan Jebres pada tahun 2009 realisasi penerimaan pajaknya tidak mencapai target, pada tahun 2010 realisasi penerimaannya dapat melebihi target sebesar Rp5.242.507,- dan pada tahun 2011 (per Maret) realisasinya baru sebesar Rp11.360.000,-. Wilayah


(55)

commit to user

Kecamatan Pasar Kliwon ditunjukkan oleh Tabel II. 4, pada tahun 2009 dan 2010 Kecamatan Pasar Kliwon realisasi penerimaan pajaknya dapat melebihi target yang telah direncanakan. Tahun 2009 surplus Rp4.087.485,- , tahun 2010 meningkat menjadi Rp8.064.286,- dan tahun 2011 (per Maret) realisasinya baru sebesar Rp13.052.000,-. Tabel II. 5 adalah penerimaan pajak restoran (warungan) di Kecamatan Laweyan dan Serengan, pada tahun 2009 realisasinya melebihi target sebesar Rp. 10.197.162,-. Pada tahun 2010 mengalami penurunan karena target tidak tercapai dan tahun 2011 (per Maret) realisasinya baru sebesar Rp20.607.500,-.

Gambar II. 1

Grafik Penerimaan Pajak Restoran (Warungan) Kota Surakarta

Grafik di atas menunjukkan rata-rata penerimaan pajak restoran yang berasal dari PKL pada tahun 2009, 2010, dan 2011 (per Maret). Rata-rata penerimaan pajak di wilayah Banjarsari sebesar Rp36.241.000,-. Pada


(56)

commit to user

wilayah Jebres sebesar Rp32.217.333,- sedangkan wilayah Pasar Kliwon sebesar Rp34.891.667,-. Penerimaan pajak restoran (warungan) yang tertinggi yaitu Rp56.347.433,- adalah Wilayah Laweyan dan Serengan.

2. Faktor yang Memicu Ketidakkonsistenan Populasi PKL dan

Dampaknya Terhadap Penerimaan Pajak Restoran

Berikut adalah tabel populasi PKL di Kota Surakarta tahun 2009 sampai dengan bulan Maret 2011.

Gambar II. 2


(57)

commit to user Tabel II. 6

Populasi PKL di Kota Surakarta

Wilayah 2009 2010 2011

Banjarsari 192 180 185

Jebres 169 136 158

Pasar Kliwon 152 164 161

Laweyan dan Serengan 291 296 278

Sumber: UPTD I, II, III DPPKA Kota Surakarta

Berdasarkan hasil studi kepustakaan dan wawancara dengan pegawai UPTD DPPKA Kota Surakarta, faktor-faktor yang menyebabkan ketidakkonsistenan populasi PKL yaitu:

a) Krisis ekonomi yang berkepanjangan menjadi faktor terus meningkatnya jumlah PKL. Peningkatan itu sebagai dampak negatif dari Pemerintah daerah yang tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan guna menampung tenaga kerja yang jumlahnya sangat banyak. Krisis berkepanjangan yang berdampak pada banyaknya angka pemutusan hubungan kerja pada industri khususnya di Surakarta, membuat usaha PKL jadi pilihan memungkinkan untuk bertahan hidup. Keharusan untuk mencukupi kebutuhan hidup berumah tangga, usaha yang mudah dilakukan dan dijalankan, tidak membutuhkan modal besar, tidak membutuhkan keterampilan dan keahlian khusus, tidak terikat pada jam kerja atau waktu, dan keinginan berwirausaha tanpa campur tangan pihak lain adalah alasan masyarakat membuka usaha warungan.


(58)

commit to user

b) Pedagang Kaki Lima dalam kehidupannya memunculkan berbagai permasalahan bagi ketertiban Kota Surakarta. Aktivitasnya sering dianggap menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat serta sering dipojokkan sebagai penyebab timbulnya berbagai permasalahan seperti mengganggu pergerakan pejalan kaki atau menyebabkan kemacetan lalu lintas. Penanganan PKL cenderung bersifat represif melalui penggusuran, sementara penataan atau relokasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta dirasakan oleh PKL terlalu tergesa-gesa serta tidak memperhatikan aspek strategis bagi PKL. Potensi dagang di wilayah yang baru sangat tidak menguntungkan bagi para PKL, mereka merasa tempat yang disediakan kurang tepat bahkan tidak sesuai dengan keadaan yang diharapkan oleh PKL sendiri. Selain itu, jenis usaha PKL yang tidak diterima di pasar, ketidakmampuan PKL bersaing dalam menyajikan makanan dan minuman, harga yang kompetitif, dan menarik minat pembeli menyebabkan banyak PKL yang gulung tikar.

Pajak yang hanya dipungut dengan menggunakan karcis atau DPD II 20 sebesar Rp1.000,- sampai dengan Rp10.000,- per hari, PKL mampu memberikan kontribusi terhadap penerimaan pajak restoran yang tidak sedikit bagi Kota Surakarta. Ketidakkonsistenan populasi PKL menjadi salah satu faktor penerimaan pajak restoran yang berasal dari PKL pada wilayah dan tahun tertentu meningkat atau menurun karena tidak bisa mencapai target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.


(59)

commit to user

3. Kendala yang Dihadapi Dalam Pemungutan Pajak Restoran

Khususnya yang Berasal Dari PKL

Berdasarkan hasil interview/ wawancara dengan pegawai UPTD DPPKA Kota Surakarta yang bertugas memungut pajak restoran khususnya yang berasal dari PKL, kendala yang dihadapi pada saat pemungutan yaitu:

a) Cuaca

Pada saat hujan, pedagang kaki lima kebanyakan tidak mau dipungut pajak. Alasan mereka adalah terganggunya omset penjualan, penghasilan yang didapatkan hanya sedikit karena sepi oleh pembeli. b) Kelangsungan usaha

Persaingan antar pedagang yang menyelenggarakan usaha sejenis menyebabkan tidak stabilnya kelangsungan usaha PKL. Dibutuhkan inovasi, kreatifitas, dan harga kompetitif untuk menarik minat pembeli. Tidak sedikit PKL yang tiba-tiba menutup usahanya karena bangkrut. Bagi pedagang kaki lima yang sukses, mereka akan mengembangkan usahanya dengan membuka Rumah Makan.

c) Penataan

Penataan atau pengaturan cenderung mengabaikan karakter masing-masing bidang usaha PKL sendiri, yaitu menempatkan PKL pada posisi yang tidak strategis dan menyebabkan dagangan mereka tidak laku. Akhirnya mereka kembali ke tempat asal, mencari tempat lain atau tiba-tiba menutup usahanya.


(60)

commit to user d) Tindakan kecurangan yang dilakukan PKL

Beberapa pedagang kaki lima berusaha menghindari petugas pada saat pemungutan pajak sehingga mereka berhasil lolos dan tidak perlu membayar pajak.

e) Masing-masing individu kurang sadar pajak

PKL dipungut retribusi dan pajak restoran. Seringkali mereka hanya membayar retribusi dan mengabaikan pajak. Kebanyakan PKL beranggapan bahwa membayar pajak hanya akan mengurangi penghasilan mereka setiap harinya. Hal ini disebabkan karena kurang informasi dan pemahaman sehingga PKL acuh saat dipungut pajak.

4. Upaya Dari Pihak UPTD DPPKA Surakarta Dalam Melakukan

Pemungutan Pajak Restoran Khususnya yang Berasal Dari PKL Untuk Mencapai Target Pendapatan Daerah Kota Surakarta

Berdasarkan hasil interview/ wawancara dengan pegawai UPTD DPPKA Kota Surakarta yang bertugas memungut pajak restoran khususnya yang berasal dari PKL, upaya yang telah dilakukan dalam pemungutan untuk mencapai target Pendapatan Daerah yaitu:

a) Petugas UPTD memungut pajak harian atau mingguan tergantung kesepakatan dengan PKL. Hal ini diharapkan agar PKL tetap bersedia membayar pajak.


(61)

commit to user

b) Bagi PKL yang omsetnya meningkat, pihak UPTD menaikkan jumlah pajak terutangnya, misal dari Rp2.000,- per hari menjadi Rp5.000,- per hari.

c) Setiap enam bulan sekali petugas UPTD melakukan pendataan ulang, menghitung jumlah PKL yang masih aktif dan PKL yang baru.

d) Petugas UPTD mengamati beberapa PKL yang melakukan tindak kecurangan, kemudian pada hari-hari berikutnya PKL tersebut dipungut pajak lebih dahulu dibandingkan PKL yang lain sehingga mereka tidak dapat lolos dari petugas.

e) Pihak UPTD melakukan pembinaan atau sosialisasi kepada PKL bahwa pajak berbeda dengan retribusi. Pajak dipungut saat mereka menyelenggarakan usaha sedangkan retribusi dipungut karena mereka menggunakan lahan milik negara untuk berjualan. Selain itu PKL juga diberi pemahaman bahwa membayar pajak besar manfaatnya, yaitu untuk membiayai rumah tangga daerah seperti perbaikan jalan, pembuatan shelter, tenda, gerobak di zona khusus PKL.


(62)

commit to user BAB III TEMUAN

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka penulis dapat menemukan kelebihan dan kelemahan dari dampak populasi PKL kaitannya dengan realisasi penerimaan pajak restoran di Kota Surakarta. Adapun kelebihan dan kelemahan tersebut adalah sebagai berikut.

1. KELEBIHAN

a) UPTD DPPKA Surakarta melakukan pendataan ulang PKL setiap enam bulan sekali sehingga diketahui jumlah PKL yang masih aktif dan PKL yang baru.

b) Mulai tahun 2010 UPTD DPPKA Wilayah I Kecamatan Banjarsari dapat memecah Wajib Pajak Restoran (warungan) yang awal mulanya memiliki NPWP berdasarkan kecamatan menjadi NPWP berdasarkan kelurahan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pihak UPTD dalam mengawasi dan memantau perkembangan masing-masing kelurahan. Proses pemungutan pajaknya menjadi lebih terorganisir karena terdapat petugas yang bertanggungjawab pada setiap kelurahan di Kecamatan Banjarsari.

c) Pihak UPTD DPPKA dapat meningkatkan penghasilan PKL dan penerimaan pajaknya dengan cara mengadakan event khusus, seperti pagelaran kesenian musik, tari, bazzar dan sejenisnya.


(63)

commit to user

2. KELEMAHAN

a) Beberapa PKL ada yang tidak dipungut pajak oleh petugas. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya jumlah pegawai UPTD DPPKA yang bertugas memungut pajak restoran yang berasal dari PKL.

b) Kesadaran pedagang kaki lima untuk membayar pajak terutangnya masih kurang. Banyak PKL yang mengeluh dan keberatan membayar pajak sebesar Rp1.000,- sampai Rp2.000,- setiap harinya. Keadaan tersebut menyebabkan penerimaan pajak tidak dapat mencapai target.

c) Penanganan PKL yang bersifat represif melalui penggusuran. Relokasi oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta kurang memperhatikan aspek strategis dan ketidaksesuaian antara jenis usaha dengan tempat untuk menyelenggarakan usahanya menjadi salah satu faktor berkurangnya penghasilan PKL dan berkurangnya populasi PKL di Kota Surakarta.


(64)

commit to user BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari UPTD Wilayah I, II, III DPPKA Kota Surakarta, evaluasi dampak populasi PKL kaitannya dengan penerimaan pajak restoran di Kota Surakarta dapat disimpulkan:

1. Tahun 2009 sampai 2010 penerimaan pajak restoran (warungan) Kecamatan Banjarsari meningkat tetapi tidak bisa mencapai target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Keadaan tersebut tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti kelangsungan usaha PKL dan kesadaran PKL dalam membayar pajak.

2. Selisih target dengan realisasi pada tahun 2009 untuk Kecamatan Banjarsari sebesar (Rp2.144.330,-), Kecamatan Jebres sebesar (Rp3.526.759,-), Kecamatan Pasar Kliwon sebesar Rp4.087.485,-, dan Kecamatan Laweyan/ Serengan sebesar Rp10.197.162,-. Pada tahun 2010 untuk Kecamatan Banjarsari sebesar (Rp4.514.997,-), Kecamatan Jebres sebesar Rp5.242.507,-, Kecamatan Pasar Kliwon sebesar Rp8.064.286,-, dan Kecamatan Laweyan/ Serengan sebesar (Rp32.942.511,-).

Kontribusi terbesar untuk penerimaan pajak restoran (warungan) pada tahun 2009, 2010, dan 2011 (per Maret) berasal dari UPTD III DPPKA Kota Surakarta, yaitu Kecamatan Laweyan dan Serengan sebesar Rp56.347.433,-.


(65)

commit to user

3. Ketidakkonsistenan Pedagang Kaki Lima di Kota Surakarta terjadi karena adanya peningkatan dan pengurangan jumlah PKL. Peningkatan jumlah PKL disebabkan oleh krisis ekonomi yang berkepanjangan, terbatasnya lapangan kerja dan banyaknya angka pemutusan hubungan kerja. Berkurangnya populasi PKL disebabkan oleh jenis usaha PKL yang tidak diterima di pasar dan persaingan antar pedagang yang memiliki usaha sejenis. Tindakan Pemerintah Daerah dalam menangani dan merelokasi para PKL juga berpengaruh besar dalam kelangsungan usaha PKL. Sebagai contoh adalah populasi PKL Kecamatan Jebres pada tahun 2009 terdapat 169, tahun 2010 terdapat 136, tahun 2011 terdapat 158. Ketidakkonsistenan populasi PKL merupakan salah satu faktor penyebab penerimaan pajak restoran (warungan) pada wilayah dan tahun tertentu meningkat atau menurun karena tidak bisa mencapai target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

4. Kendala yang dihadapi oleh petugas UPTD DPPKA Surakarta dalam memungut pajak restoran yang berasal PKL antara lain cuaca yang tidak mendukung untuk melakukan aktivitas berjualan, kelangsungan usaha PKL yang tidak stabil, penataaan PKL pada tempat-tempat yang tidak strategis, tindakan kecurangan yang dilakukan oleh beberapa PKL, kurangnya kesadaran masing-masing individu dalam membayar pajak. 5. Membuat kesepakatan antara petugas UPTD DPPKA dengan PKL dalam

pemungutan pajak, menaikkan jumlah pajak terutang, melakukan pendataan ulang setiap enam bulan sekali, mengamati dan mengatasi


(66)

commit to user

perilaku beberapa PKL yang melakukan tindak kecurangan, melakukan pembinaan dan sosialisasi kepada PKL adalah upaya yang telah dilakukan pihak UPTD DPPKA Surakarta untuk mencapai target Pendapatan Daerah Kota Surakarta.

B. SARAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan peda kesimpulan yang dibuat oleh penulis maka penulis memberikan saran dan rekomendasi yang diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan penerimaan pajak restoran yang berasal dari PKL di Kota Surakarta, yaitu:

1. Pihak UPTD DPPKA Kota Surakarta seharusnya memberlakukan sistem shift, yaitu perputaran pegawai yang bertugas memungut pajak restoran (warungan) sesuai jam/ waktu yang diatur oleh Kepala Bagian masing-masing UPTD. Apabila sangat diperlukan tambahan personil untuk menangani pajak restoran yang berasal dari PKl, pihak UPTD dapat mempekerjakan Tenaga Kerja Lapangan (TKL) atau outsourcing.

2. Manfaat membayar pajak tidak bisa langsung dirasakan oleh Wajib Pajak karena dibutuhkan proses dalam jangka panjang. Sosialisasi pihak UPTD DPPKA Kota Surakarta perlu ditingkatkan sehingga PKL dapat mengetahui hak yang akan diperolehnya setelah mereka melaksanakan kewajiban membayar pajak. Seiring berjalannya waktu diharapkan kesadaran PKL akan tumbuh dan dapat menghilangkan paradigma/


(67)

commit to user

anggapan bahwa membayar pajak bisa merugikan mereka karena pajak akan mengurangi penghasilan yang didapat setiap harinya.

3. Pajak restoran yang berasal dari PKL setiap tahunnya selalu memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi Pemerintah Daerah Kota Surakarta. Penanganan dan penataan PKL perlu dikaji dengan matang oleh Pemerintah Daerah. Hal ini tidak boleh dilakukan dengan tergesa-gesa dan semata-mata untuk kepentingan satu pihak. Seharusnya, PKL dipindahkan pada tempat yang lebih ramai, yaitu tempat yang menjadi lalu lintas atau dilewati oleh banyak orang. Tata letak atau penataan PKL juga disesuaikan dengan jenis usahanya sehingga dapat memikat para pengunjung yang datang.

Pengelompokkan pedagang yang memiliki usaha sejenis seharusnya dihindari karena dapat menyebabkan kesenjangan antar pedagang. Pemerintah Daerah sebaiknya mengelompokkan PKL yang menjual beraneka ragam makanan sehingga persaingan antar pedagang lebih objektif karena pelayanan penjualan makanan dan minuman berbeda jenisnya.


(1)

BAB III TEMUAN

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka penulis dapat menemukan kelebihan dan kelemahan dari dampak populasi PKL kaitannya dengan realisasi penerimaan pajak restoran di Kota Surakarta. Adapun kelebihan dan kelemahan tersebut adalah sebagai berikut.

1. KELEBIHAN

a) UPTD DPPKA Surakarta melakukan pendataan ulang PKL setiap enam

bulan sekali sehingga diketahui jumlah PKL yang masih aktif dan PKL yang baru.

b) Mulai tahun 2010 UPTD DPPKA Wilayah I Kecamatan Banjarsari dapat

memecah Wajib Pajak Restoran (warungan) yang awal mulanya memiliki NPWP berdasarkan kecamatan menjadi NPWP berdasarkan kelurahan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pihak UPTD dalam mengawasi dan memantau perkembangan masing-masing kelurahan. Proses pemungutan pajaknya menjadi lebih terorganisir karena terdapat petugas yang bertanggungjawab pada setiap kelurahan di Kecamatan Banjarsari.


(2)

commit to user

2. KELEMAHAN

a) Beberapa PKL ada yang tidak dipungut pajak oleh petugas. Hal ini salah

satunya disebabkan oleh kurangnya jumlah pegawai UPTD DPPKA yang bertugas memungut pajak restoran yang berasal dari PKL.

b) Kesadaran pedagang kaki lima untuk membayar pajak terutangnya masih

kurang. Banyak PKL yang mengeluh dan keberatan membayar pajak sebesar Rp1.000,- sampai Rp2.000,- setiap harinya. Keadaan tersebut menyebabkan penerimaan pajak tidak dapat mencapai target.

c) Penanganan PKL yang bersifat represif melalui penggusuran. Relokasi

oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta kurang memperhatikan aspek strategis dan ketidaksesuaian antara jenis usaha dengan tempat untuk menyelenggarakan usahanya menjadi salah satu faktor berkurangnya penghasilan PKL dan berkurangnya populasi PKL di Kota Surakarta.


(3)

BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari UPTD Wilayah I, II, III DPPKA Kota Surakarta, evaluasi dampak populasi PKL kaitannya dengan penerimaan pajak restoran di Kota Surakarta dapat disimpulkan:

1. Tahun 2009 sampai 2010 penerimaan pajak restoran (warungan)

Kecamatan Banjarsari meningkat tetapi tidak bisa mencapai target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Keadaan tersebut tergantung dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti kelangsungan usaha PKL dan kesadaran PKL dalam membayar pajak.

2. Selisih target dengan realisasi pada tahun 2009 untuk Kecamatan

Banjarsari sebesar (Rp2.144.330,-), Kecamatan Jebres sebesar

(Rp3.526.759,-), Kecamatan Pasar Kliwon sebesar Rp4.087.485,-, dan Kecamatan Laweyan/ Serengan sebesar Rp10.197.162,-. Pada tahun 2010 untuk Kecamatan Banjarsari sebesar (Rp4.514.997,-), Kecamatan Jebres sebesar Rp5.242.507,-, Kecamatan Pasar Kliwon sebesar Rp8.064.286,-, dan Kecamatan Laweyan/ Serengan sebesar (Rp32.942.511,-).


(4)

commit to user

3. Ketidakkonsistenan Pedagang Kaki Lima di Kota Surakarta terjadi karena

adanya peningkatan dan pengurangan jumlah PKL. Peningkatan jumlah PKL disebabkan oleh krisis ekonomi yang berkepanjangan, terbatasnya lapangan kerja dan banyaknya angka pemutusan hubungan kerja. Berkurangnya populasi PKL disebabkan oleh jenis usaha PKL yang tidak diterima di pasar dan persaingan antar pedagang yang memiliki usaha sejenis. Tindakan Pemerintah Daerah dalam menangani dan merelokasi para PKL juga berpengaruh besar dalam kelangsungan usaha PKL. Sebagai contoh adalah populasi PKL Kecamatan Jebres pada tahun 2009 terdapat 169, tahun 2010 terdapat 136, tahun 2011 terdapat 158. Ketidakkonsistenan populasi PKL merupakan salah satu faktor penyebab penerimaan pajak restoran (warungan) pada wilayah dan tahun tertentu meningkat atau menurun karena tidak bisa mencapai target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.

4. Kendala yang dihadapi oleh petugas UPTD DPPKA Surakarta dalam

memungut pajak restoran yang berasal PKL antara lain cuaca yang tidak mendukung untuk melakukan aktivitas berjualan, kelangsungan usaha PKL yang tidak stabil, penataaan PKL pada tempat-tempat yang tidak strategis, tindakan kecurangan yang dilakukan oleh beberapa PKL, kurangnya kesadaran masing-masing individu dalam membayar pajak.

5. Membuat kesepakatan antara petugas UPTD DPPKA dengan PKL dalam

pemungutan pajak, menaikkan jumlah pajak terutang, melakukan pendataan ulang setiap enam bulan sekali, mengamati dan mengatasi


(5)

perilaku beberapa PKL yang melakukan tindak kecurangan, melakukan pembinaan dan sosialisasi kepada PKL adalah upaya yang telah dilakukan pihak UPTD DPPKA Surakarta untuk mencapai target Pendapatan Daerah Kota Surakarta.

B. SARAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan peda kesimpulan yang dibuat oleh penulis maka penulis memberikan saran dan rekomendasi yang diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan penerimaan pajak restoran yang berasal dari PKL di Kota Surakarta, yaitu:

1. Pihak UPTD DPPKA Kota Surakarta seharusnya memberlakukan sistem

shift, yaitu perputaran pegawai yang bertugas memungut pajak restoran (warungan) sesuai jam/ waktu yang diatur oleh Kepala Bagian masing-masing UPTD. Apabila sangat diperlukan tambahan personil untuk menangani pajak restoran yang berasal dari PKl, pihak UPTD dapat

mempekerjakan Tenaga Kerja Lapangan (TKL) atau outsourcing.

2. Manfaat membayar pajak tidak bisa langsung dirasakan oleh Wajib Pajak

karena dibutuhkan proses dalam jangka panjang. Sosialisasi pihak UPTD DPPKA Kota Surakarta perlu ditingkatkan sehingga PKL dapat mengetahui hak yang akan diperolehnya setelah mereka melaksanakan


(6)

commit to user

anggapan bahwa membayar pajak bisa merugikan mereka karena pajak akan mengurangi penghasilan yang didapat setiap harinya.

3. Pajak restoran yang berasal dari PKL setiap tahunnya selalu memberikan

kontribusi yang tidak sedikit bagi Pemerintah Daerah Kota Surakarta. Penanganan dan penataan PKL perlu dikaji dengan matang oleh Pemerintah Daerah. Hal ini tidak boleh dilakukan dengan tergesa-gesa dan semata-mata untuk kepentingan satu pihak. Seharusnya, PKL dipindahkan pada tempat yang lebih ramai, yaitu tempat yang menjadi lalu lintas atau dilewati oleh banyak orang. Tata letak atau penataan PKL juga disesuaikan dengan jenis usahanya sehingga dapat memikat para pengunjung yang datang.

Pengelompokkan pedagang yang memiliki usaha sejenis seharusnya dihindari karena dapat menyebabkan kesenjangan antar pedagang. Pemerintah Daerah sebaiknya mengelompokkan PKL yang menjual beraneka ragam makanan sehingga persaingan antar pedagang lebih objektif karena pelayanan penjualan makanan dan minuman berbeda jenisnya.