Faktor yang Memicu Ketidakkonsistenan Populasi PKL dan

commit to user wilayah Jebres sebesar Rp32.217.333,- sedangkan wilayah Pasar Kliwon sebesar Rp34.891.667,-. Penerimaan pajak restoran warungan yang tertinggi yaitu Rp56.347.433,- adalah Wilayah Laweyan dan Serengan.

2. Faktor yang Memicu Ketidakkonsistenan Populasi PKL dan

Dampaknya Terhadap Penerimaan Pajak Restoran Berikut adalah tabel populasi PKL di Kota Surakarta tahun 2009 sampai dengan bulan Maret 2011. Gambar II. 2 Grafik Populasi PKL di Kota Surakarta commit to user Tabel II. 6 Populasi PKL di Kota Surakarta Wilayah 2009 2010 2011 Banjarsari 192 180 185 Jebres 169 136 158 Pasar Kliwon 152 164 161 Laweyan dan Serengan 291 296 278 Sumber: UPTD I, II, III DPPKA Kota Surakarta Berdasarkan hasil studi kepustakaan dan wawancara dengan pegawai UPTD DPPKA Kota Surakarta, faktor-faktor yang menyebabkan ketidakkonsistenan populasi PKL yaitu: a Krisis ekonomi yang berkepanjangan menjadi faktor terus meningkatnya jumlah PKL. Peningkatan itu sebagai dampak negatif dari Pemerintah daerah yang tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan guna menampung tenaga kerja yang jumlahnya sangat banyak. Krisis berkepanjangan yang berdampak pada banyaknya angka pemutusan hubungan kerja pada industri khususnya di Surakarta, membuat usaha PKL jadi pilihan memungkinkan untuk bertahan hidup. Keharusan untuk mencukupi kebutuhan hidup berumah tangga, usaha yang mudah dilakukan dan dijalankan, tidak membutuhkan modal besar, tidak membutuhkan keterampilan dan keahlian khusus, tidak terikat pada jam kerja atau waktu, dan keinginan berwirausaha tanpa campur tangan pihak lain adalah alasan masyarakat membuka usaha warungan. commit to user b Pedagang Kaki Lima dalam kehidupannya memunculkan berbagai permasalahan bagi ketertiban Kota Surakarta. Aktivitasnya sering dianggap menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat serta sering dipojokkan sebagai penyebab timbulnya berbagai permasalahan seperti mengganggu pergerakan pejalan kaki atau menyebabkan kemacetan lalu lintas. Penanganan PKL cenderung bersifat represif melalui penggusuran, sementara penataan atau relokasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta dirasakan oleh PKL terlalu tergesa-gesa serta tidak memperhatikan aspek strategis bagi PKL. Potensi dagang di wilayah yang baru sangat tidak menguntungkan bagi para PKL, mereka merasa tempat yang disediakan kurang tepat bahkan tidak sesuai dengan keadaan yang diharapkan oleh PKL sendiri. Selain itu, jenis usaha PKL yang tidak diterima di pasar, ketidakmampuan PKL bersaing dalam menyajikan makanan dan minuman, harga yang kompetitif, dan menarik minat pembeli menyebabkan banyak PKL yang gulung tikar. Pajak yang hanya dipungut dengan menggunakan karcis atau DPD II 20 sebesar Rp1.000,- sampai dengan Rp10.000,- per hari, PKL mampu memberikan kontribusi terhadap penerimaan pajak restoran yang tidak sedikit bagi Kota Surakarta. Ketidakkonsistenan populasi PKL menjadi salah satu faktor penerimaan pajak restoran yang berasal dari PKL pada wilayah dan tahun tertentu meningkat atau menurun karena tidak bisa mencapai target yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. commit to user

3. Kendala yang Dihadapi Dalam Pemungutan Pajak Restoran