Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
pembelajaran yang bermakna. Untuk mengatasi dampak dari keheterogenan siswa, diperlukan strategi pembelajaran yang memberi lebih banyak peluang
kepada mahasiswa untuk dapat saling belajar dari siswa lain. Strategi pembelajaran yang dimaksud adalah strategi pembelajaran kolaboratif.
Menurut Slavin 2007 pembelajaran kolaboratif adalah pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelompok, namun tujuannya bukan untuk mencapai
kesatuan yang didapat melalui kegiatan kelompok, dan para siswa dalam kelompok didorong untuk menemukan beragam pendapat atau pemikiran yang
dikeluarkan oleh tiap individu dalam kelompok. Pembelajaran tidak terjadi dalam kesatuan, namun pembelajaran merupakan hasil dari keragaman atau perbedaan.
Pada dasarnya pembelajaran kolaboratif merujuk pada suatu metode pembelajaran dengan siswa dari tingkat performa yang berbeda heterogen bekerja bersama
dalam suatu kelompok kecil. Setiap siswa ikut bertanggung jawab terhadap pembelajaran siswa yang lain, sehingga kesuksesan seorang siswa diharapkan
dapat membantu siswa lain untuk menjadi sukses Gokhale, 1995. Kesuksesan dalam praktek-praktek pembelajaran memiliki sifat-sifat yang didukung oleh
partisipasi siswa aktif, praktikum, perbedaan-perbedaan individu, konteks-konteks yang realistik dan interaksi sosial.
Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Pembelajaran kolaboratif menambah
momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yaitu: 1 realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas
kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata; 2 menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran yang bermakna
Proses pembelajaran yang bermakna seharusnya banyak melibatkan peran aktif siswa. Dalam hal ini pembelajaran perlu menekankan pada dialog sehingga
siswa dituntut berpendapat dan menyampaikan komentar-komentar terhadap berbagai materi pelajaran dan informasi yang ada Sidi, 2001:28. Budaya
mengajar secara profesional pada saat proses pembelajaran sekarang ini harus berpusat pada siswa student centered, dimana guru lebih berperan sebagai
pendamping dan fasilitator. Namun pada kenyataannya, proses pembelajaran yang ada selama ini dilakukan guru adalah pembelajaran Direct Instruction yang
merupakan proses pembelajaran yang berpusat pada guru teacher centered dimana siswa hanya duduk diam dan mendengarkan materi dari guru.
Pembelajaran yang seperti ini akan mengakibatkan perkembangan sikap ilmiah dan keterampilan berpikir kritis siswa kurang optimal karena siswa lebih banyak
mengedepankan aspek ingatan saja. Mata pelajaran fisika adalah merupakan ilmu yang bersifat empiris, artinya
setiap hal yang dipelajari dalam fisika didasarkan pada hasil pengamatan terhadap gejala-gejala alam. Jadi fisika tidak hanya berisi rumus yang perlu dihafal, tetapi
perlu adanya konsep yang harus ditanamkan ke siswa melalui keterlibatannya pada proses pembelajaran di kelas. Sears dan Zemansky, 1993:1
Umumnya mata pelajaran fisika dirasakan sulit oleh peserta didik, karena sebagian besar peserta didik belum mampu menghubungkan antara materi yang
dipelajari dengan pengetahuan yang digunakan. Selain itu, penggunaan sistem
pembelajaran yang tradisional yaitu peserta didik hanya diberi pengetahuan secara lisan ceramah sehingga peserta didik menerima pengetahuan secara abstrak
hanya membayangkan tanpa mengalami sendiri. Pembelajaran fisika yang hanya menghafal persamaan saja tanpa memperhatikan konsepnya juga menyebabkan
permasalahan kesulitan dalam pembelajaran. Alur proses pembelajaran ini mirip dengan Tipe Amerika Serikat Sato Masaaki, 2011. Dari penghafalan persamaan,
siswa belum dapat memahami arti fisis dari persamaan tersebut dengan benar sehingga pembelajaran yang bermakna belum mampu diperoleh. Untuk itu perlu
dirancang pengemasan pendidikan yang sejalan dengan hakekat belajar dan mengajar yakni bagaimana siswa belajar, bagaimana guru mengajar, bagaimana
pesan pembelajaran di dalam bahan ajar itu, bukan semata-mata pada hasil belajar. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMP Swasta Primbana yang
dilaksanakan pada tanggal 28 November 2014 dengan salah satu Guru bidang studi Fisika menyatakan dalam proses pembelajaran cenderung menggunakan
model Direct Instruction sehingga siswa cenderung hanya mengerjakan soal-soal dan menghafal rumus, minimnya media pembelajaran yang digunakan sehingga
siswa tidak termotivasi dalam belajar fisika, dan berdasarkan pengamatan bahwa secara umum jarang menggunakan laboratorium dalam proses belajar fisika sebab
alat dan bahan eksperimen tidak lengkap. Pembelajaran yang seperti ini akan mengakibatkan perkembangan sikap ilmiah kurang optimal dan hal ini bisa
terlihat dari hasil belajar fisika siswa yang masih rendah. Sebagai contoh tercermin dari rata-rata nilai ujian sumatif mata pelajaran fisika kelas VIII SMP
Swasta Primbana Medan, seperti terlihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1. Data Nilai Rata-rata Mata Pelajaran Fisika Semester Genap Kelas VIII Tahun Pembelajaran 20122013
Tahun Pelajaran Nilai Rata-rata
KKM 20112012
64,24 70
20122013 63,56
70 20132014
63,70 70
Sumber: Dokumen salah satu Guru Fisika SMP Hal senada juga terlihat pada observasi awal kepada salah satu kelas VIII
di SMP Swasta Primbana Medan pada tanggal 24 November 2014 dengan jumlah siswa 32 orang, dimana saya mengajar di salah satu kelas VIII dengan
menggunakan model Direct Instruction. Saya melihat siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran, tidak antusias dalam membaca dan mempelajari
bahan ajar yang disediakan, malu bertanya tentang materi yang tidak dimengerti serta tidak berani mengemukakan pendapat. Selain itu rasa tanggung jawab, rasa
peduli, toleransi, rasa ingin tahu, dan kerja sama dalam diri siswa juga masih rendah. Hal ini terlihat ketika siswa saya minta mengerjakan tugas dengan cara
berdiskusi hanya beberapa orang saja yang terlibat dalam diskusi sementara siswa yang lain bercerita dengan temannya.
Rendahnya sikap ilmiah siswa dan pemecahan masalah terhadap pembelajaran fisika dikarenakan proses pembelajaran selama ini yang diterapkan
masih dominan menggunakan metode ceramah yang divariasi dengan diskusi, guru kurang membimbing siswa agar mampu merumuskan dan mendiskusikan
suatu pernyataan yang mampu mendorong munculnya rasa keingintahuan siswa serta guru juga cenderung tidak memberikan respon positif terhadap pernyataan
yang telah dirumuskan siswa, sehingga timbul rasa tidak percaya diri dalam diri siswa.
Salah satu faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif siswa adalah guru. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh
Slameto 2003 yaitu, guru memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas siswa dalam belajar siswa dan guru harus benar-benar memperhatikan,
memikirkan dan sekaligus merencanakan proses belajar mengajar yang menarik bagi siswa agar siswa berminat dan semangat belajar serta mau terlibat dalam
proses belajar mengajar. Dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan, maka diperlukan berbagai terobosan baik dalam pengembangan kurikulum, inovasi
pembelajaran, dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan agar siswa tertarik dan tertantang untuk belajar. Menyikapi masalah di atas, perlu adanya upaya yang
dilakukan oleh guru agar menggunakan strategi belajar mengajar yang menarik dengan tujuan membuat siswa lebih tertarik pada pelajaran fisika. Salah satu
model pembelajaran yang terkait dengan hal tersebut adalah model Problem Based Learning.
Model pembelajaran berdasarkan masalah problem based learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata
sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensial dari materi pelajaran. Selama siswa melakukan kegiatan memecahkan masalah, guru berperan sebagai fasilitator yang akan membantu
siswa mendefenisikan apa yang mereka tahu dan apa yang siswa ketahui untuk memahami dan memecahkan masalah Arends 2008.
Model Problem Based Learning ini menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada
mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Intinya, siswa dihadapkan pada situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat menantang siswa
untuk dapat memecahkannya. Model problem based learning digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah termasuk
bagaimana cara belajar Wheeler, 2002. Arends 2008 menuliskan langkah-langkah yang perlu diperhatikan dalam
merancang program pembelajaran yang berorientasi pada Problem Based Learning sehingga proses pembelajaran benar-benar berpusat pada siswa adalah :
1 Fokuskan permasalahan sekitar pembelajaran konsep-konsep sains yang esensial dan strategis serta gunakan permasalahan dan konsep tersebut untuk
membantu siswa dalam melakukan investigasi substansi isi. 2 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengevaluasi gagasan melalui eksperimen atau
studi lapangan sehingga siswa menggali data-data yang diperlukan untuk memecahkan permasalahannya. 3 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengelola data yang mereka miliki sebagai proses latihan metakognisi. 4 Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan solusi-solusi
yang mereka kemukakan. Dengan tindakan yang diinvestigasi seperti diatas, siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya secara aktif sehingga pemahaman dan
hasil belajarnya meningkat. Telah dilakukan beberapa penelitian di kalangan para para pendidik
tentang model Problem Based Learning. Hasil penelitian U.Setyorini 2011,
L.A.Kharida 2009, Kd.Urip Astika 2013, Mustaji 2009, keempatnya menyatakan bahwa terdapat peningkatan sikap ilmiah, aktivitas dan hasil belajar
yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam hal prestasi setelah diimplikasikan pembelajaran Problem Based Learning PBL berbasis
Kolaboratif. Melalui model ini diharapkan peserta didik dapat membangun
pemahamannya sendiri tentang realita alam dan ilmu pengetahuan dengan cara merekonstruksi sendiri makna melalui pemahaman relevan pribadinya. Para
peserta didik difasilitasi untuk menerapkan their existing knowledge melalui Problem Solving, pengambilan keputusan, dan mendesain penemuan. Para siswa
dituntut untuk berpikir kritis dan bertindak kreatif. Mereka dilibatkan dalam melakukan eksplorasi situasi baru dalam mempertimbangkan dan merespon
permasalahannya secara realistis. Berdasarkan pokok-pokok pikiran diatas, penulis tertarik untuk
mengajukan sebuah penelitian yang berjudul “Efek Model Problem Based Learning Berbasis Kolaboratif dan Sikap Ilmiah Terhadap Hasil Belajar
Fisika Siswa SMP
”.