8
dalam UUHT juga tidak mengatur mengenai ketentuan adanya akta konsen roya terkait dengan proses pembebanan hak tanggungan.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti dan membahas sejauh mana Kedudukan Hukum dari akta konsen roya yang dibuat oleh
notarisPPAT ini dengan judul
“KEKUATAN MENGIKAT AKTA KONSEN ROYA YANG DIBUAT OLEH NOTARIS
”. 1.2.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat diambil beberapa rumusan masalah yang akan dibahas lebih lanjut. Adapun rumusan masalah tersebut adalah sebagai
berikut: 1.
Bagaimanakah Kedudukan Hukum Akta Konsen Roya yang dibuat oleh Notaris dalam proses Pencoretan atau Roya Hak Tanggungan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997? 2.
Bagaimanakah Tanggung Jawab Notaris terhadap Akta Konsen Roya yang dibuatnya dalam hal digunakan sebagai syarat Pencoretan atau Roya?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dapat dikualifikasikan atas tujuan yang bersifat umum dan tujuan yang bersifat khusus yang akan dijelaskan sebagai berikut :
1.3.1. Tujuan Umum.
Tujuan umum penelitian tesis ini adalah untuk pengembangan ilmu hukum khususnya dalam bidang Hukum Kenotariatan berkaitan dengan kekuatan
mengikat dari akta konsen roya yang dibuat oleh notaris.
9
1.3.2. Tujuan Khusus.
Dalam penelitian ini, selain untuk mencapai tujuan umum seperti yang telah disebutkan, juga terdapat tujuan khusus yang ingin dicapai sesuai dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yakni: a.
Untuk mengkaji dan menganalisa lahirnya akta konsen roya yang dibuat oleh Notaris dalam hal Sertipikat Hak Tanggungan yang hilang dalam proses
pencoretan atau roya Hak Tanggungan b.
Untuk mengetahui akibat hukum dari akta konsen roya yang dibuat oleh NotarisPPAT yang tidak wenang untuk membuat akta tersebut.
1.4. Manfaat Penelitian.
Setiap penelitian yang dilakukan diharapkan agar dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi pengembangan ilmu
pengetahuan. Dalam tesis ini, hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat yaitu sebabagai berikut:
1.4.1. Manfaat Teoritis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan khususnya perkembangan ilmu hukum Agraria dan hukum
Jaminan, dalam hal kepastian hukum dan perlindungan hukum akta konsen roya yang dibuat oleh notarisPPAT dalam hal pencoretanRoya Hak Tanggungan.
1.4.2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini bagi Pemerintah, Masyarakat, Notaris serta penulis dalam hal ini adalah dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
10
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, berkaitan dengan lahirnya akta konsen roya yang dibuat oleh notaris serta hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
solusi tepat bagi pengambil keputusan bila timbul masalah yang berkaitan dengan
pencoretan atau roya hak tanggungan. 1.5.
Landasan Teoritis
Landasan teoritis merupakan landasan berfikir yang bersumber dari suatu teori yang sering diperlukan sebagai tuntutan untuk memecahkan berbagai
permasalahan dalam sebuah penelitian. Begitu pula landasan teori berfungsi sebagai kerangka acuan yang dapat mengarahkan suatu penelitian. Dalam setiap
penelitian selalu harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Menurut Brian H Bix, “Theories of law will tell one what it is that makes
some rule norm, rule norm system, practice, or ins titution “legal” or “not
legal”, “law” or “not law”.
5
Landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teori-teori serta konsep-konsep yang terkait dengan permasalahan.
Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa penjelasan serta teori yang dipergunakan sebagai pisau analasis dalam penulisan ini. Berdasarkan pada latar
belakang diatas yang menjelaskan mengenai perjanjian acap kali timbul suatu masalah apabila tidak terdapat kesesuaian antara penawaran dan penerimaan. Ada
beberapa teori-teori dan konsep yang dapat menjelaskan hal tersebut, antara lain:
1.5.1. Teori Negara Hukum
Pemikiran Negara Hukum bermula dari pemikiran Plato yang menyatakan bahwa pemyelenggaraan Negara yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan
5
Brian H Bix, 2009, Jurisprudence: Theory and Concept, Thomson Reuters legal Limited, London, hal. 9.
11
hukum yang baik yang disebut dengan istilah “nomoi”.
6
Konsep Negara Hukum ini berkembang dalam 2 dua sistem hukum yaitu system hukum Eropa
Kontinental Rechtsstaat dan system Anglo Saxon Rule of Law. Konsep Negara hukum “Rechtsstaat” dipelopori oleh Immanuel Kant dan
Frederich Julius Stahl. Konsep Negara hukum menurut Immanuel Kant, menyebutkan unsur-unsur Negara hokum terdiri dari:
1. Perlindungan hak asasi manusia;
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu.
Unsur-unsur Negara hukum menurut Immanuel Kant, merupakan unsur- unsur Negara hukum formal. Kemudian pada abad ke 19, muncunya pendapat dari
Frederich Julius Stahl yang menyempurnakan unsur-unsur negara hukum formal tersebut diatas menjadi unsur-unsur negara materiil.
7
Adapun konsep negara hukum menurut Frederich Julius Stahl, ditandai dengan adanya empat unsur
pokok yaitu: 1.
Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia; 2.
Negara didasarkan pada teori trias politika; 3.
Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang; 4.
Adanya peradilan administrasi negara yang bertugas menangani kasus perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah.
6
Titik Triwulan Tutik, 2011, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal.61.
7
Ibrahim R, 2003, Sistem Pengawasan Konstitusional Antara Kekuasaan Legislatif dan Eksekutif Dalam Pembaharuan UUD 1945, Disertasi Program Pascasarjana Universitas
Padjajajaran Bandung, hal 32-33. selanjutnya disebut R.Ibrahim 1.
12
Konsep negara hukum yang dianut Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sistem hukum Eropa Kontinental Rechtsstaat. Adapun ciri-ciri
Rechtsstaat:
8
1. Adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan
tertulis tentang hubungan penguasa dan rakyat; 2.
Adanya pembagian kekuasaan negara; 3.
Diakui serta dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat. Pada hakikatnya negara hukum adalah negara yang menolak melepaskan
kekuasaan tanpa kendali. Negara yang pola hidupnya berdasarkan hokum adalah negara yang adil dan demikrasi. Berdasrkan hal tersebut maka dapat disimpulkan
bahwa negara Indonesia merupakan negara yang tunduk pada hokum yang berlaku dan hokum tersebut mengikat seluruh warga Indonesia.
Berdasarkan ciri-ciri negara hukum yang dianut di Indonesia tersebut, maka relevansi dengan permasalahan ini diperlukan adanya ketegasan dan kepastian
hukum yang tidak bertentangan satu sama lain antara akta konsen roya dalam hal sertipikat Hak Tanggungan hilang dalam proses pencoretan atau roya Hak
Tanggungan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Teori ini berguna untuk memberikan kepastian hukum mengenai kekuatan mengikat dari
akta konsen roya yang dibuat oleh notaris.
1.5.2. Teori Kewenangan
Relevansi teori kewenangan dengan penelitian ini ialah dalam rangka pembenaran tentang wewenang seorang Notaris terkait dengan fungsinya.
8
Ni’matul Huda, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 82.
13
Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal dari undang-undang, artinya barang siapa subyek hukum yang diberikan kewenangan oleh undang-
undang, maka dikatakan berwenang untuk melakukan sesuatu yang tersebut dalam
kewenangan itu.
Secara yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.
9
Bahwa kewenangan authority memiliki pengertian yang berbeda dengan wewenang competence. Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal
dari undang-undang, sedangkan wewenang adalah suatu spesifikasi dari kewenangan, artinya barang siapa subyek hukum yang diberikan kewenangan
oleh undang-undang, maka ia berwenang untuk melakukan sesuatu yang tersebut dalam kewenangan itu.
Kewenangan yang dimiliki oleh organ institusi pemerintahan dalam melakukan perbuatan nyata riil, mengadakan pengaturan atau mengeluarkan
keputusan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara atribusi, delegasi, maupun mandat. Suatu atribusi menunjuk pada kewenangan
yang asli atas dasar konstitusi. Pada kewenangan delegasi, harus ditegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada organ pemerintahan yang lain. Pada mandat tidak
terjadi pelimpahan apapun dalam arti pemberian wewenang, akan tetapi, yang diberi mandat bertindak atas nama pemberi mandat. Dalam pemberian mandat,
9
Indroharto,1994, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, dalam Paulus Efendie Lotulung, Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal. 65.
14
pejabat yang diberi mandat menunjuk pejabat lain untuk bertindak atas nama mandator pemberi mandat.
J.G. Brouwer
10
berpendapat bahwa atribusi merupakan kewenangan yang diberikan kepada suatu organ institusi pemerintahan atau lembaga Negara oleh
suatu badan legislatif yang independen. Kewenangan ini adalah asli, yang tidak diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya. Badan legislatif menciptakan
kewenangan mandiri dan bukan perluasan kewenangan sebelumnya dan memberikan kepada organ yang berkompeten.
Atributif merupakan pembentukan wewenang tertentu dan pemberiannya kepada organ tertentu atau juga dirumuskan pada atribusi terjadi pemberian
wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
11
Atribusi terjadinya pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Atribusi
kewenangan dalam peraturan perundangundangan adalah pemberian kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan yang pada puncaknya diberikan oleh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 selanjutnya disebut UUD NRI 1945 atau uu kepada suatu lembaga negara atau pemerintah.
Kewenangan tersebut melekat terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap diperlukan. Disini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru.
Sehingga notaris sebagai Pejabat Umum mempunyai kewenangan atributif yaitu kewenangan yang bersumber dari UU Perubahan Atas UUJN
10
J.G. Brouwer dan E.A.Schilder, 1998, A survey of dutch administrative law, Ars Aequi Libri, Nijmegan hal.16-17
11
Indroharto,1996, Usaha Memahami Undang ‐undang Tentang Peradilan Tata Usaha
negara,Buku I, Beberapa Pengertian dasar Hukum Tata Usaha negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal 91
15
Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari suatu organ institusi pemerintahan kepada organ lainnya sehingga delegator
organ yang telah memberi kewenangan dapat menguji kewenangan tersebut atas namanya. Sedangkan pada Mandat, tidak terdapat suatu pemindahan kewenangan
tetapi pemberi mandat mandator memberikan kewenangan kepada organ lain mandataris untuk membuat keputusan atau mengambil suatu tindakan atas
namanya.
12
Ada perbedaan mendasar antara kewenangan atribusi dan delegasi. Pada atribusi, kewenangan yang ada siap dilimpahkan, tetapi tidak demikian pada
delegasi. Berkaitan dengan asas legalitas, kewenangan tidak dapat didelegasikan secara besar-besaran, tetapi hanya mungkin dibawah kondisi bahwa peraturan
hukum menentukan menganai kemungkinan delegasi tersebut. Untuk memperjelas mengenai kewenangan dari delegasi, maka delegasi
harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a.
Delegasi harus definitif, artinya delegasi tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu;
b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya
delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan yang memungkinkan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan;
c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hierarki kepagawaian
tidak diperkenankan adanya delegasi;
12
HR.Ridwan, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 105
16
d. Kewajiban memberi keterangan penjelasan, artinya delegans
berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut;
e. Peraturan kebijakan beleidsregel, artinya delegans memberikan
instruksi petunjuk tentang penggunaan wewenang tersebut.
13
Kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada konstitusi, sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sah. Dengan
demikian, pejabat organ dalam mengeluarkan keputusan didukung oleh sumber kewenangan tersebut. Stroink menjelaskan bahwa sumber kewenangan dapat
diperoleh bagi pejabat atau organ institusi pemerintahan dengan cara atribusi, delegasi dan mandat.
Kewenangan organ institusi pemerintah adalah suatu kewenangan yang dikuatkan oleh hukum positif guna mengatur dan mempertahankannya. Tanpa
kewenangan tidak dapat dikeluarkan suatu keputusan yuridis yang benar.
14
Berkaitan dengan kewenangan notaris yang diatur dalam Pasal 15 UU Perubahan Atas UUJN, Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan
akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang
13
Abdul Rasyid Thalib, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Citra Aditya, Bandung, hal 219
14
F.A.M. Stroink dalam Abdul Rasyid Thalib,2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Aplikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,
hal. 219
17
lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Dalam Pasal 15 ayat 2 UU Perubahan Atas UUJN, Notaris juga berwenang : a mengesahkan tanda tangan dan
menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus; c membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang
bersangkutan; d melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g membuat akta risalah lelang.
Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta notaris, maka ada 2 hal yang
dapat dipahami, yaitu : 1.
Notaris dalam tugas jabatannya memformulasikan keinginantindakan para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang
berlaku. 2.
Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti
yang lainnya. Jika misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka pihak yang menyatakan tidak benar inilah yang wajib
membuktikan pernyataannya sesuai dengan hukum yang berlaku Setelah menelaah mengenai Teori Kewenangan dan unsur-unsurnya di
atas, maka menurut Teori Kewenangan, wewenang seorang Notaris dalam
18
menjalankan fungsinya lahir secara Atributif, karena wewenang seorang Notaris melekat pada jabatannya. Kewenangan seorang Notaris juga tidak dapat
dilepaskan dari undang-undang yang mengaturnya, yakni Undang Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Wewenang seorang Notaris juga bersifat
mandiri dan otonom, sebagai Pejabat Publik yang diangkat oleh Negara, seorang Notaris dapat menjalankan fungsinya kapan saja, tanpa harus memperoleh ijin
dari pemerintah pusat, Notaris bebas menjalankan fungsi dan wewenangnya selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
mengaturnya.
1.5.3. Konsep Hak Tanggungan
Sejak bertakunya UUPA sampai dengan saat ini, ketentuan-ketentuan yang lengkap mengenai hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan yang dapat
dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah, belum terbentuk. Ketentuan mengenai Hipotek sebagaimana diatur
dalam Buku II KUH Perdata Indonesia sepanjang mengenai tanah, dan ketentuan mengenai Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah
dengan Staatsblad 1937-190, yang berdasarkan Pasal 57 UUPA masih diberlakukan sementara sampai dengan terbentuknya undang-undang tentang hak
tanggungan, dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan. Sehubungan dengan perkembangan tata ekonomi Indonesia sedangkan
perkembangan yang telah dan akan terjadi di bidang pengaturan dan administrasi hak-hak atas tanah serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak, selain
Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan yang telah ditunjuk
19
sebagai obyek Hak Tanggungan oleh UUPA, Hak Pakai atas tanah tertentu yang wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan, perlu juga
dimungkinkan untuk dibebani hak tanggungan. Berhubung dengan hal-hal tersebut di atas, maka dibentuklah undang-undang yang mengatur hak tanggungan
atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, sebagaimana dimaksud dalam UUPA, sekaligus mewujudkan unifikasi Hukum Tanah Nasional.
Linda A. Spagnola berpendapat mengenai perjanjian, bahwa “A contract must be certain in its terms. It is generally accepted that there are four elements
that must be certain in a contract in order for there to be a valid offer : parties, price, subject matter, and time for performance”
15
. Terjemahannya: Persyaratan- persyaratan sebuah kontrak harus pasti. Agar sebuah kontrak dapat dikatakan sah,
terdapat empat elemen yang pada umumnya diterima sebagai sesuatu yang harus pasti dalam sebuah kontrak, yaitu: para pihak, harga, permasalahan dan waktu
pelaksanaannya. Mariam Darus mengatakan bahwa p
erjanjian kredit adalah “Perjanjian Pendahuluan” Voorovereenkomst dari penyerahan uang, ini merupakan hasil
permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan- hubungan hukum antara keduanya.
16
Dalam hukum jaminan yang merupakan perjanjian tambahan atau accesoir selalu didahului oleh perjanjian kredit.
Sehingga tiada jaminan tanpa perjanjian kredit.
15
Linda A. Spagnola, 2008, Contacts For Paralegals Legal Principles and Practical Applications, McGraw-Hill Companies, United States, hal. 4
16
Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 32.
20
Menurut pendapat Martin Dixon, “Generally, a “Treaty” can be regarded
as legally binding agreement deliberately created by, an between, two or more subjects, who are recognised as having treaty-
making capacity,”
17
yang diartikan bahwa perjanjian dianggap mengikat para pihak secara hukum, yang sengaja
dibuat oleh dan di antara dua atau lebih subyek yang diakui memiliki kapasitas dalam membuat perjanjian.
Hak tanggungan lahir dengan sebuah perjanjian. Dalam kenyataan, banyak pihak pemberi hak tanggungan yang ternyata lalai atau sengaja melalaikan
kewajiban dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya melakukan penjualan terhadap barang jaminan sehingga perlu kiranya dikaji lebih jauh kedudukan kreditor
pemegang hak tanggungan dalam hal terjadinya wanprestasi dari pemberi hak tanggungan.
Dalam setiap pemberian kredit dengan hak tanggungan harus didahului dengan perjanjian hutang piutang antara debitor dan kreditor dengan membuat
APHT dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah selajutnya disebut PPAT. Disamping itu kreditor meminta agar debitor menyerahkan asli sertifikat tanah
yang menjadi objek hak tanggungan tersebut untuk pelunasan hutang debitor. Setelah itu PPAT mengecek sertifikat hak atas tanah tersebut ke kantor pertanahan
untuk mengetahui apakah masih ada beban hak tanggungan atau tidak ada, apabila tidak ada kemudian PPAT mendaftarkan perjanjian tersebut ke kantor pertanahan.
Kemudian kantor pertanahan membuat buku tanah hak tanggungan dan
17
Martin Dixon, 2007, Textbook on International Law, Oxford University Press, New York, Sixth Edition, Hal. 54.
21
mencatatnya dalam buku tanah debitor yang ada di kantor pertanahan serta menyalin catatan tersebut didalam sertifikat hak atas tanahnya.
Sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan kantor pertanahan menerbitkan sertifikat hak tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-
kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
”. Kemudian sertifikat hak atas tanah dan sertifikat hak tanggungan disimpan oleh kreditor. Setelah debitor
melunasi hutangnya kepada kreditor kemudian kreditor membuat surat permohonan roya kepada kantor pertanahan yang isinya menyatakan karena
hutang yang dijamin dengan hak tanggungan sudah lunas maka hak tanggungan hapus atas dasar itu mohon roya atau pencoretan catatan beban hak tanggungan
pada sertifikat hak atas tanah debitor. Dalam surat permohonan roya tersebut kreditor melampirkan asli sertifikat
hak atas tanah dan asli sertifikat hak tanggungan dan dalam sertifikat hak atas tanah disebut klausula roya hutang sudah dibayar lunas. Kemudian kantor
pertanahan melakukan roya atau pencoretan catatan hak tanggungan pada sertifikat hak atas tanah dan buku tanah debitor, dengan demikian hak tanggungan
tersebut hapus. Setelah di roya sertifikat hak atas tanah dikembalikan pada debitor, sedangkan sertifikat hak tanggungan ditarik oleh kantor pertanahan dan
dinyatakan tidak berlaku lagi, demikian juga buku tanah hak tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini menggambarkan bagaimana pelaksanaan
roya dalam hal bank selaku kreditor telah menghilangkan sertifikat yang akan diroya, sehingga akan dijelaskan mengenai syarat-syarat apa yang harus dipenuhi
22
dalam pelaksanaan roya tersebut, hambatan-hambatan apa yang terdapat dalam roya dan bagaimana cara mengatasinya.
1.5.4. Teori Kepastian Hukum
Teori yang berkaitan dengan penelitian ini ialah Teori Kepastian Hukum. Teori hukum menurut Satjipto Rahardjo
18
ialah jiwanya peraturan hukum, karena ia merupakan dasar lahirnya peraturan hukum, dan ratio legis peraturan hukum.
Asas kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Kepastian hukum juga
merupakan asas dalam Negara hukum yang digunakan sebagai landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara
Negara, kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara logis dan jelas. Jelas dalam
artian tidak menimbulkan keragu-raguan dan logis dalam artian menjadi suatu system norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan
konflik norma dan dengan adanya kepastian hukum tentunya menghindari terjadinya kekaburan norma dan kekosongan norma.
Akta otentik sebagai alat bukti yang mengikat dan sempurna mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat.
Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta
otentik makin meningkat sejalan dengan meningkatnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional,
18
Riduan Syahrani, 2008, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 153.
23
regional maupun global. Dengan demikian melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban agar dapat menjamin kepastian hukum.
Adanya kepastian hukum merupakan harapan bagi pencari keadilan terhadap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang terkadang
selalu arogansi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu kejelasan akan hak dan
kewajiban menurut hukum. Tanpa ada kepastian hukum maka orang akan tidak tahu apa yang harus diperbuat, tidak mengetahui perbuatanya benar atau salah,
dilarang atau tidak dilarang oleh hukum. Kepastian hukum ini dapat diwujudkan melalui penoramaan yang baik dan jelas dalam suatu undang-undang dan akan
jelas pulah penerapanya.
19
Dengan kata lain kepastian hukum itu berarti tepat hukumnya, subjeknya dan objeknya serta ancaman hukumanya. Akan tetapi kepastian hukum mungkin
sebaiknya tidak dianggap sebagai elemen yang mutlak ada setiap saat, tapi sarana yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi dengan memperhatikan asas
manfaat dan efisiensi. Teori kepastian hukum ini dimaksudkan untuk membahas dan menganalisis guna meengkapi dan menjawab mengenai kepastian hukum
terkait dengan akta konsen roya yang dibuat oleh notaris. Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang
untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkentingan, yang mencatat apa yang
dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan. Akta otentik
19
M.Yahya Harahap, 2006, Pembahasan,Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Edisi Kedua, Jakarta, hal.76
24
terutama memuat keterangan seorang pejabat, yang menerangkan apa yang dilakukannya dan dilihat di hadapannya.
Dalam Pasal 1 angka 1 UU Perubahan Atas UUJN yang berlaku pada saat ini, disebutkan bahwa
“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini. ” Apabila diamati ternyata ketentuan Pasal 1 angka 1 UU
Perubahan Atas UUJN lain merupakan perwujudan dari ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata mengenai siapa yang dimaksud dengan pejabat umum. Sedangkan
dalam Pasal 1 angka 7 UU Perubahan Atas UUJN menegaskan: “Akta Notaris
yang selanjutnya disebut adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-
undang ini”. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan
penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan
sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum
dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum dan
sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para
pihak kepada notaris. Namun, notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam akta notaris benar-benar telah dimengerti dan
sesuai dengan kehendak para pihak yaitu dengan cara membacakan sehingga
25
menjadi jelas isi akta notaris. Dengan demikian para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi akta notaris yang akan
ditandatangani.
20
Akta konsen roya merupakan suatu akta yang diperlukan dalam pencoretan roya hak tanggungan, dalam hal terjadi masalah yaitu hilangnya sertifikat hak
tanggungan. Sertifikat hak tanggungan merupakan salah satu syarat untuk melakukan pencoretan roya hak Tanggungan pada Kantor Kepala Badan
Pertanahan. Dimungkinkannya notaris membuat Akta Konsen Roya memenuhi kebutuhan praktek sebagai wujud dari kebebasan berkontrak dari para pihak yaitu
debiotr dan kreditor. Notaris berkewajiban untuk membuat dokumen atau akta yang diminta masyarakat. Seorang notaris tidak dapat menolak permohonan
tersebut karena memang itulah salah satu tugas pokok seorang notaris. Atas dasar inilah Notaris tidak dapat membuat akta Konsen roya, sebab akta ini merupakan
keinginan dan permohonan dari pihak Debitor dan kreditor untuk kepentingan pencoretan roya Hak Tanggungan.
1.5.5. Teori Tujuan Hukum
Kata tujuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki definisi sebagai arah atau sasaran yang hendak bergantung kacamata yang dipakai untuk
melihatnya dan mencapainya. Hukum merupakan kumpulan aturan yang tertata dalam bentuk sebuah sistem yang membatasi ruang gerak tingkah laku manusia
sebagai subjek hukum tentang hal-hal yang bisa dan tidak bisa dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat, yang yang apabila aturan tersebut dilanggar maka akan
20
Habib Adjie, 2009,Hukum Notaris Indonesia Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notais,Reflika Aditama, Bandung, hal.27
26
mendapat sanksi. Dengan uraian antara tujuan dan hukum maka dapat diambil sebuah kesimpulan tujuan hukum merupakan arah atau sasaran yang hendak
diwujudkan dengan memakai hukum sebagai alat dalam mewujudkan tujuan tersebut dalam tatanan mengatur masyarakat.
Hukum mengandung tiga nilai identitas yang dikemukakan oleh Gustav Radbruch,
harus ada skala prioritas yang harus dijalankan tiga nilai identitas tersebut antara lain:
1. Asas kepastian hukum atau rechtmatigheid. Asas ini meninjau dari sisi yuridis.
2. Asas keadilan hukum atau gerectigheit. Asas ini meninjau dari sisi filosofis. 3. Asas kemanfaatan. Asas ini meninjau dari sisi sosiologis
21
. Hukum menjalankan fungsinya sebagai sarana konservasi kepentingan
manusia dalam masyarakat. Tujuan hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai yang membagi hak dan kewajiban antara setiap individu didalam
masyarakat. Hukum juga memberikan wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.
Kepastian hukum dapat diwujudkan dalam bentuk yang telah ditetapkan terhadap suatu perbuatan dan peristiwa hukum. Hukum yang berlaku pada
prinsipnya harus ditaati dan tidak boleh menyimpang atau disimpangkan oleh subjek hukum. Dengan kepastian hukum maka seseorang memperoleh kejelasan
akan hak dan kewajiban menurut hukum. Kepastian hukum dapat diwujudkan
21
Muntasir Syukri,
tanpa tahun,
Keadilan dalam
Sorotan, diakses
dari: URL:http:badilag.netdataARTIKELARTIKEL20KEADILAN20DALAM20SOROTAN
201.pdf, pada hari Rabu, tanggal 15 Januari 2014, pukul 10.00 WITA.
27
melalui penormaan yang baik dan jelas dalam suatu undang-undang sehingga kepastian hukum dapat menciptakan suatu ketertiban.
Keadilan adalah keseimbangan antara yang patut diperoleh pihak-pihak, baik berupa keuntungan maupun berupa kerugian. Keadilan dapat diartikan
sebagai memberikan hak yang setara dengan kapasitas seseorang atau pemberlakuan kepada tiap orang secara proporsional, tetapi juga bisa berarti
memberi sama banyak kepada setiap orang apa yang menjadi jatahnya berdasarkan prinsip keseimbangan. Hukum tanpa keadilan tidaklah ada artinya
sama sekali
22
. Kemanfaatan hukum dapat dikatakan sebagai adanya suatu manfaat yang diperoleh dari masyarakat atas adanya suatu hukum yang mengatur.
Maka demi tercapainya tujuan hukum yang menuntut kedamaian, ketentraman, kesejahteraan dan ketertiban dalam masyarakat. Asas prioritas dalam
tujuan hukum yang ditelurkan Gustav Radbruch dapat dijadikan pedoman. Apalagi dengan kondisi masyarakat Indonesia yang berasal dari berbagai latar
belakang. Asas prioritas yang mengedepankan keadilan daripada manfaat dan kepastian hukum menjawab persoalan kemajemukan di Indonesia.
1.5.6. Konsep Perlindungan Hukum
Dalam penelitian ini digunakan konsep perlindungan hukum menurut Philipus M. Hadjon mengemukakan perlindungan hukum dalam
kepustakaan hukum bahasa Belanda dikenal dengan sebutan “rechtbescherming van de burgers”
23
Pendapat ini menunjukkan kata
22
Rasjuddin Dungge, tanpa tahun, Kepastian Hukum, diakses dari: http: rasjuddin.blogspot.com, pada hari Jumat, tanggal 21 Maret 2014, pukul 17.05 WITA.
23
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya,hal. 1.
28
perlindungan hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yakni ”rechsbescherming”. Pengertian kata perlindungan tersebut, terdapat suatu
usaha untuk memberikan hak-hak pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang telah dilakukan.
Satijipto Raharjo menyatakan bahwa perlindungan hukum itu adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia HAM yang dirugikan
orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.
24
Sedangkan Philipus M.Hadjon menyebutkan bahwa pada dasarnya perlindungan hukum
meliputi dua hal yakni perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif. Perlindungan hukum preventif meliputi tindakan yang menuju
kepada upaya pencegahan terjadinya sengketa sedangkan perlindungan represif maksudnya adalah perlindungan yang arahnya lebih kepada upaya
untuk menyelesaikan sengketa, seperti contohnya adalah penyelesaian sengketa di pengadilan.
25
Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah untuk bersikap
hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi dan perlindungan yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk
penanganannya di lembaga peradilan. Profesi seorang Notaris harus berpedoman dan tunduk kepada UUJN dan UU perubahan atas UUJN. Landasan filosofis
dibentuknya UUJN dan UU perubahan atas UUJN adalah untuk terwujudnya
24
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 54.
25
Budi Agus Riswandi dan Sabhi Mahmashani, 2009, Dinamika Hak Kekayaan Intelektual Dalam masyarakat Kreatif, Total Media, Yogyakarta, hal.12
29
jaminan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.
Melalui akta yang dibuatnya, maka Notaris harus dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada masyarakat yang menggunakan jasa
Notaris. Pentingnya peranan Notaris dalam membantu menciptakan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi masyarakat lebih bersifat preventif
yaitu bersifat pencegahan terjadinya masalah hukum, dengan cara menerbitkan akta otentik yang dibuat dihadapannya terkait dengan status hukum,
hak, dan kewajiban seseorang dalam hukum yang berfungsi sebagai alat bukti yang paling sempurna di pengadilan apabila terjadi sengketa atas hak dan
kewajiban terkait. Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris dapat menjadi bukti
otentik dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak manapun yang berkepentingan terhadap akta tersebut mengenai kepastian
peristiwa atau kepastian perbuatan hukum itu dilakukan. 1.5.7.
Teori Tanggung Jawab
Istilah tanggungjawab negara dalam Liability Convention 1972 dan Deklarasi Stockholm 1972 dituangkan dalam dua istilah yang berbeda, yaitu ;
Responsibility: lebih menunjuk kepada idikator penentu lahirnya tanggungjawab yaitu standar perilaku yang telah ditetapkan terlebih
dahulu dalam bentuk kewajiban yang harus diataati serta lahirnya suatu tanggungjawab, serta Liability: lebih menunjuk kepada akibat yang timbul
dari akibat kegagalan untuk memenuhi standar itu, dan bentuk tanggungjawab yang harus diwujudkan dalam kaitan dengan akibat atau
30
kerugian yang timbul akibat kegagalan memenuhi kewajiban tersebut, yaitu pemulihan legal redress.
26
Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab. Liability meliputi semua karakter hak
dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.
Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi
juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada
pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada
pertanggungjawaban politik
27
. Persoalan mengenai pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg dan
Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu: a. Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian
terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan
pada manusia selaku pribadi. b. Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian
terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang
26
Ida Bagus Wyasa Putra, 2001. Tanggung Jawab Negara Terhadap Dampak Komersialisasi Ruang Angkasa. PT. Refika Aditama, Bandung. h.54
27
Ridwan H.R., 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.335-337.
31
bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah
kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada
tanggung jawab yang harus ditanggung
28
. Dalam
teori tradisional,
ada dua
jenis tanggung
jawab: pertanggungjawaban
berdasarkan kesalahan
based on
fault dan
pertanggungjawaban mutlak absolute responsibility
29
. Tanggung jawab mutlak yaitu suatu perbuatan menimbulkan akibat yang dianggap merugikan oleh
pembuat undang-undang dan ada suatu hubungan antara perbuatan dengan akibatnya. Tiada hubungan antara keadaan jiwa si pelaku dengan akibat dari
perbuatannya. Menurut Hans Kelsen dalam teorinya
menyatakan bahwa, “seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia
memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan”
30
. Lebih lanjut Hans Kelsen menyatakan bahwa
31
: Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum
disebut kekhilafan negligence; dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai satu jenis lain dari kesalahan culpa, walaupun tidak sekeras kesalahan yang
terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa maksud jahat, akibat yang membahayakan.
28
Ibid., hlm.365.
29
Jimly Asshiddiqie dan Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Konstitusi Press, Jakarta, hlm.61.
30
Hans Kelsen, 2007, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, terjemahan
Somardi, BEE Media Indonesia, Jakarta selanjutnya ditulis Hans Kelsen II, hlm.81.
31
Ibid., hlm.83.
32
Selanjutnya Hans Kelsen membagi tanggung jawab menjadi 4 empat bagian yang terdiri dari
32
: a. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab
terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri; b. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung
jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain; c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang
individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;
d. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja
dan tidak diperkirakan. Apabila dihubungkan dengan penelitian ini maka teori tanggung jawab
dipergunakan untuk mengetahui tanggung jawab Notaris terhadap akta otentik yang dibuatnya serta dalam menjalankan jabatannya.
1.5.8. Kekuatan Mengikat Akta
Nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada akta otentik adalah sempurna dan mengikat.
33
Akta konsen Roya merupakan akta pihak partij, yaitu akta yang berisi suatu keterangan dari apa yang terjadi karena perbuatan yang
dilakukan oleh pihak lain dihadapan notaris, artinya diterangkan oleh pihak lain kepada notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak
32
Hans Kelsen, 2006, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisul Mutaqien, Nuansa Nusamedia, Bandung selanjutnya ditulis Hans Kelsen III, hlm.140.
33
Achmad Ali dan Wiwie Heryani, 2012, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 73
33
lain itu sengaja datang di hadapan notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan perbuatan itu di hadapan notaris, agar keterangan atau perbuatan itu
dikonstatir oleh notaris di dalam suatu akta otentik. Artinya apabila akta otentik yang diajukan memenuhi syarat formil dan materiil serta bukti lawan yang
dikemukakan tergugat tidak bertentangan, maka pada akta otentik langsung melekat kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Dengan nilai
kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat yang melekat pada akta otentik, pada dasarnya dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan alat bukti lain dan
dengan sendirinya mencapai batas minimal pembuktian. Seluruh jenis alat bukti mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas dan
batas minimum pembuktiannya harus memenuhi sekurang-kurangnya 2 dua alat bukti yang sah. Akibat hukum akta otentik yang memuat keterangan palsu hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Sebagaimana perjanjian yang tertulis dalam akta jual beli tanah adalah batal demi hukum,
artinya sejak lahirnya perjanjian jual beli tanah itu sudah batal atau tidak berlaku atau dianggap tidak pernah ada. Dengan kata lain sejak awal dibuatnya akta itu
sudah tidak mempunyai kekuatan hukum bagi para pihak. Dalam KUH Perdata ketentuan mengenai akta diatur dalam Pasal 1867
sampai Pasal 1880. Apabila akta otentik cara pembuatan atau terjadinya akta tersebut dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum seperti
Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatat Sipil, maka untuk akta di bawah tangan cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau
dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan
34
saja. Contoh dari akta otentik antara lain akta notaris, vonis, surat berita acara sidang, proses perbal penyitaan, surat perkawinan, kelahiran, kematian, dsb,
sedangkan akta di bawah tangan contohnya antara lain surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual beli.
Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan
ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Akta Otentik merupakan bukti yang mengikat yang
berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yatiu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak
ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Menurut Pasal 1857 KUH Perdata, jika akta dibawah tangan tanda tangannya diakui oleh orang terhadap
siapa tulisan itu hendak dipakai, maka akta tersebut dapat merupakan alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli
warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya.
1.6. Orisinalitas
Setelah ditelusuri judul-judul tesis yang ada di Indonesia melalui penelusuran dengan media internet, ditemukan judul tesis yang menyangkut
kekuatan mengikat akta konsen roya. Penelitian ini merupakan penelitian yang masih original atau asli karena belum ada penelitian secara khusus menulis tesis
dengan judul ini meskipun demikian ada sejumlah tulisan yang mirip tetapi tidak sama secara substansial. Adapun judul beserta rumusan masalah penelitian lain
yang tidak sama dengan penelitian ini adalah:
35
Tesis yang berjudul “Roya Hak Tanggungan Dalam Hal Bank Dilikuidasi
di Kantor Pertanahan Jakarta Timur ” oleh Fatima Syuraini Dewi, mahasiswa S2
Program Studi Magister Kenotariatan Universistas Diponegoro Semarang, Tahun 2009. Permasalahan yang ditelaah pada tesis ini adalah: 1. Bagaimanakah
pelaksanaan Roya Hak Tanggungan dalam hal bank dilikuidasi Di Kantor Pertanahan Jakarta Timur, 2. Hambatankendala apa yang dihadapi dalam
permohonan Roya, apabila bank selaku kreditor telah dilikuidasi di Kantor Pertanahan Jakarta Timur dan bagaimana penyelesaiannya. Dalam tesis yang di
bahas berikut ini lebih menekankan pada pelaksanaan roya hak tanggungan dalam hal bank dilikuidasi serta hambatan dalam permohonan roya.
Tesis yang berjudul “Kedudukan Hukum Akta Konsen Roya Untuk
Kepentingan Pencoretan Roya Hak Tanggungan ” oleh Dini Pranita, mahasiswa
S2 Program Studi Magister Kenotariatan Universistas Hasanuddin Makasar, Tahun 2012. Permasalahan yang ditelaah pada tesis ini adalah: 1. Bagaimanakah
kedudukan Akta Konsen Roya yang dibuat oleh Notaris 2. Apakah akibat hukum Akta Konsen Roya yang dibuat oleh Notaris yang menjalankan jabatan di luar
wilayah jabatannya. Dalam tesis yang di bahas berikut ini lebih menekankan pada kedudukan akta konsen roya dalam proses pencoretan hak tanggunggan.
Tesis yang berjudul “Implikasi Yuridis Hilangnya Sertifikat Hak Tanggungan Dalam Proses Roya
” oleh Marissa Isabella, mahasiswa S2 Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Tahun 2012.
Permasalahan yang dilatih pada tesis ini adalah: 1. Bagaimana Implikasi yuridis dari hilangnya sertifikat Hak Tanggungan dalam proses roya, 2. bagaimanakah
36
pelaksanaan roya terkait hilangnya sertifikat Hal Tanggungan dalam proses roya di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru. Dalam tesis yang di bahas berikut ini lebih
menekankan pada hilangnya sertifikat hak tanggungan yang akan dilakukan proses roya di kantor pertanahan.
1.7. Metode Penelitian