Kepiting Bakau Scylla spp Habitat dan Siklus Hidup Kepiting Bakau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepiting Bakau Scylla spp

Kepiting bakau menurut Moosa 1985 tergolong dalam famili Portunidae yang terdiri atas enam subfamili yaitu : Carcininae, Polyhiinae, Caphyrinae, Catoptrinae, Podophthalminae dan Portuninae. Mulya 2009 menyatakan ada sekitar 234 jenis yang tergolong biota yang termasuk dalam famili Portunidae di wilayah Indopasifik Barat dan 124 jenis di Indonesia. Portunidae tergolong dalam kelompok kepiting perenang swimming crabs, karena memiliki pasangan kaki terakhir yang memipih, dan dapat digunakan untuk berenang. Famili Portunidae mencakup rajungan Portunus, Charybdis dan Thalamita dan kepiting bakau Scylla spp.. Karena banyak ditemukan di wilayah hutan bakau mangrove maka dinamakan kepiting bakau Scylla spp.. Nama kepiting bakau di wilayah Indopasifik sangat beragam. Di Jawa, masyarakat mengenalnya dengan nama kepiting saja, sedangkan disebagian Sumatera, Singapura dan Malaysia dikenal sebagai ketam batu, kepiting Cina, atau kepiting hijau. Kepiting bakau juga lebih dikenal dengan nama kepiting lumpur Kasry, 1996. Menurut Keenan et al., 1998 ada empat jenis kepiting bakau, yaitu Scylla serrata, Scylla transquabarica, Scylla paramamosin, dan Scylla olivacea. Estampador 1949 dalam Mulya 2000 menyatakan keempat jenis genus Scylla tersebut dapat dibedakan melalui warna sebagai salah satu faktor pembeda utama. Perbedaan morfologis untuk membedakan keempat jenis dari genus Scylla juga dapat dilihat dengan adanya bentuk H pada karapaks, bentuk duri pada dahi karapaks, bentuk duri pada fingerjoint dan bentuk rambut setae. Kepiting bakau S. oceanica dan S. transquabarica mempunyai warna dasar kehijauan atau hijau keabu-abuan, atau disebut juga warna hijau buah zaitun, sedangkan S. serrata dan S. serrata var. paramamosin mempunyai warna dasar hijau merah kecokelatan atau coklat keabu- abuan.

2.2. Habitat dan Siklus Hidup Kepiting Bakau

Kasry 1996 menyatakan kepiting bakau dalam menjalani hidupnya beruaya dari perairan pantai ke perairan laut, kemudian induk dan anak-anaknya akan berusaha kembali ke perairan hutan bakau untuk berlindung, mencari makan atau membesarkan diri. Kepiting bakau melangsungkan perkawinan di perairan bakau, setelah selesai maka secara perlahan-lahan sesuai dengan perkembangan telurnya yang betina akan beruaya ke laut menjauhi pantai mencari perairan yang kondisinya cocok untuk melakukan pemijahan. Kepiting jantan yang telah melakukan perkawinan atau yang telah dewasa akan tetap berada di perairan bakau, tambak, atau sekitar perairan pantai yang berlumpur dan memiliki organisme makanan berlimpah. Kepiting bakau dapat menghasilkan dua ribu sampai delapan ribu telur tergantung dari ukuran dan umur dari kepiting betina yang memijah. Pemijahan kepiting bakau umumnya berlangsung sepanjang tahun, namun kegiatan bertelur pada setiap perairan tidak semua pemijahan berlangsung pada dasar perairan yang dalam dan mengikuti periode bulan, khususnya bulan-bulan yang baru dengan jarak ruaya yang tidak lebih dari satu kilometer dari pantai Kordi, 1997. Kepiting bakau memiliki daya toleransi hidup pada salinitas air yang rendah 10 – 24 o oo. Tingkat perkembangan kepiting bakau dapat dibagi atas tiga fase yaitu fase telur embrionik, fase larva dan fase kepiting Estampador, 1949 dalam Mulya, 2000. Tingkat perkembangan tersebut antara lain tingkat zoea, tingkat megalova, tingkat kepiting muda dan tingkat kepiting dewasa Boer et al., 1993 dalam Rosmaniar, 2008. Setelah telur menetas maka muncul larva tingkat I zoea I yang terus menerus berganti kulit moulting kemudian terbawa arus ke perairan pantai sampai lima kali zoea V, membutuhkan waktu 18 hari selanjutnya akan berganti kulit menjadi megalova yang bentuk tubuhnya sudah mirip dengan kepiting dewasa kecuali masih memiliki bagian ekor yang panjang. Tingkat megalova ke tingkat kepiting muda membutuhkan waktu 11 - 12 hari pada salinitas 29 – 33 o oo sebelum berganti kulit menjadi tingkat kepiting pertama. Kasry 1996 menyatakan apabila salinitas air lebih rendah 21 – 27 o oo pada tingkat megalova, kepiting muda bergerak ke arah pantai memasuki perairan payau. Siahainenia 2000 menyatakan dari tingkat megalova ke kepiting muda memerlukan waktu 15 menit. Kepiting muda akan bermigrasi kembali ke hulu estuaria, kemudian berangsur-angsur memasuki hutan mangrove, hingga berkembang menjadi kepiting dewasa. Gambar 1. Siklus Hidup Kepiting Bakau Kasry, 1991 2.3. Jenis Kepiting Bakau Scylla spp Moosa et al., 1985 membagi genus Scylla spp. dalam tiga spesies dan satu varian, antara lain Scylla serrata First crab, Scylla oceanica dana, Scylla tranquabarica Fatricius dan Scylla serrata van paramamosin. a.Scylla serrata, warna hijau coklat sampai kemerah – merahan seperti karat. b.Scylla oceanica, warna kehijauan menuju keabu – abuan hampir seluruh bagian tubuh kecuali bagian perut. c.Scylla tranquabarica,berwarna kehijauan buah zaitun agak hitam dengan sedikit garis coklat pada kaki renangnya. d.Scylla serrata van paramamosin, warna dasar hijau merah kecoklatan atau coklat keungu – unguan, keabu – abuan. Ketiga spesies dan satu varian dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut : Scylla serrata Scylla transquabarica Scylla oceanica Scylla paramamosin Sumber : http:www.google.co.idimgres?q=morfologi+kepiting+bakau Gambar 2. Jenis Kepiting bakau Scylla spp 2.4. Keanekaragaman dan Kelimpahan Organisme Soegianto 1994 menyatakan jumlah jenis atau kekayaan jenis merupakan konsep pertama dan paling tua mengenai keanekaragaman jenis. Konsep kedua dari keanekaragaman jenis adalah kesamarataan. Konsep ini memperhitungkan bagaimana sebaran jumlah individu dari setiap jenis yang ada, dengan demikian pengukuran terhadap keanekaragaman akan selalu mengacu pada sejumlah jenis maupun individu dari setiap jenis. Dalam ekologi, kelimpahan memiliki pengertian sebagai total individu suatu spesies yang menempati areal tertentu Soecipta, 1993. Pengamatan terhadap kelimpahan didukung pula oleh data mengenai distribusi dari jenis-jenis fauna di suatu kawasan Soegianto, 1994.

2.5. Distribusi Kepiting Bakau Scylla spp.